Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN MINYAK DAN LEMAK

Proses Pemurnian Minyak Goreng Kelapa Sawit

Dibuat untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Matakuliah


Teknologi Pengolahan Minyak dan Lemak

OLEH
MARYAM NADHILAH RAHMI
240120180003

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNOLOGI AGROINDUSTRI


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJAJARAN
JATINANGOR
2018
1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas kasih sayang dan
izin-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah. Adapun judul dari Makalah ini adalah
“Proses Pemurnian Minyak Goreng Kelapa Sawit”.
Makalah ini merupakan salah satu tugas Teknologi Pengolahan Minyak dan Lemak .
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Namun, penulis berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Jatinangor, Desember 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 2

1. PENDAHULUAN ................................................................................................................ 4

1.1 Tujuan ................................................................................................................................. 4

2. PEMBAHASAN ................................................................................................................... 5

2.1. Pengertian pemurnian ...................................................................................................... 5

2.2. Tahapan Produksi Minyak Goreng (Olein) ................................................................... 7

2.3. Jenis Pemurnian Crude Palm Oil (CPO) ......................................................................... 8

2.4. Tahapan Proses Pemurnian ............................................................................................. 9

2.4.1. Degumming .................................................................................................................... 9

2.4.2. Neutralization ................................................................................................................ 10

2.4.3. Bleaching....................................................................................................................... 13

2.4.4. Deodorisasi.................................................................................................................... 17

2.4.5. Fraksionasi.................................................................................................................... 18

3. KESIMPULAN .................................................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 21

3
PROSES PEMURNIAN MINYAK GORENG KELAPA SAWIT

1. PENDAHULUAN

Pabrik minyak goreng memproduksi minyak goreng dari bahan baku minyak sawit
kasar atau Crude Palm Oil (CPO) baik secara proses kimia atau secara proses fisika. CPO
yang diperoleh dari hasil proses pressing dan ekstraksi di pabrik kelapa sawit masih
mengandung komponen-komponen yang tidak diinginkan yaitu asam lemak bebas, resin,
gum, protein, fosfatida, pigmen warna dan bau. Agar dapat dipergunakan sebagai bahan
makanan, maka CPO tersebut harus diproses terlebih dahulu di pabrik minyak goreng
(Basiron, 2005).

Proses pengolahan CPO menjadi minyak goreng dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu proses secara kimia dan proses secara fisika. Perbedaan utamanya yaitu cara
menghilangkan kandungan asam lemak bebas/free fatty acid (FFA) dan komponen pengotor
yang dikandung dalam CPO. Proses pemurnian secara kimia ialah proses pemurnian CPO,
dimana proses menghilangkan kandungan asam lemak dan impuritisnya dengan jalan reaksi
kimia, yaitu mereaksikan NaOH dengan FFA yang berada dalam CPO. Sedangkan proses
pemurnian secara fisika ialah proses pemurnian CPO dengan cara menghilangkan kandungan
FFA dan impuritisnya secara distilasi (penyulingan), yaitu dengan jalan memanaskan CPO
pada keadaan vacuum pada temperatur dimana FFA bisa diuapkan (Gibon et al., 2007).

Secara garis besar proses pengolahan pabrik minyak goreng terdiri dari dua proses,
yaitu proses refinery (pemurnian) dan proses fraksionasi (pemisahan). Proses pemurnian
terdiri dari proses degumming, proses netralisasi, proses bleaching dan proses deodorisasi.
Minyak yang diperoleh dari proses pemurnian terdiri dari olein dan stearin, dalam proses
fraksionasi stearin dipisahkan dari olein (Jonathan, 2016).

1.1 Tujuan
Menjelaskan mengenai proses pemurnian minyak goreng kelapa sawit.

4
2. PEMBAHASAN

2.1. Pengertian pemurnian


Pemurnian adalah proses memurnikan minyak kelapa sawit yang pada akhirnya akan
dihasilkan produk yang memiliki warna yang lebih cerah, tidak memiliki rasa, dan memiliki
stabilitas. Tujuan dari proses pemurnian adalah untuk menghilangkan komponen-komponen
yang bersifat mengganggu di dalam produk minyak dan juga untuk meminimalisir kerusakan.
Beberapa komponen yang harus dihilangkan selama proses pemurnian antara lain asam
lemak bebas (FFA), aldehid, keton, dan beberapa komponen volatil. Rangkaian tahapan dari
proses refinery adalah degumming, bleaching, dan deodorisasi. (Gibon et al., 2007).

2.2. Bahan Baku Minyak Kelapa Sawit

Bahan baku utama dalam proses pemurnian ini adalah minyak kelapa sawit mentah
atau Crude Palm Oil (CPO) yang diperoleh melalui proses ekstraksi dari bagian daging
buah. Selain itu, beberapa bahan juga akan digunakan seperti materi bleaching earth dan
asam fosfat dalam proses pemurnian (Basiron, 2005).

Komponen utama minyak kelapa sawit adalah gliserida yang menjadi penentu sifat
minyak. Sebagian kecil komponen CPO (<1%) terdiri dari karotenoid, sterol, tokoferol,
triterpenat, fosfatida dan alkohol. Komponen tersebut berpengaruh terhadap stabilitas,
kemampuan pemurnian, serta meningkatkan nutrisi produk (Basiron, 2005). Peran spesifik
kompenen minyak kelapa sawit adalah:

 Trigliserida
Merupakan komponen utama pada minyak. Dalam satu komponen trigliserida
tersusun dari tiga asam lemak yang berikatan dengan molekul gliserol. Asam-asam
lemak ini sangat beragam (jumlah karbon dan struktur), dan menjadi penentu
karakteristik molekul dalam minyak (Basiron, 2005).
 Asam lemak dan gliserida parsial
Minyak dikatakan segar jika Jika kandungan asam lemak bebas kurang dari 3%.
Dengan proses pemurnian, kandungan asam lemak bebas akan mengalami penurunan.
Sementara itu, gliserida parsial dalam CPO adalah monogliserida dan digliserida.
CPO memiliki konsentrasi monogliserida rendah (<0,5%) dan digliserida berkisar 5,3
- 7,7% (Gibon et al., 2007).

5
 Fosfatida dan fosfolipid
Kandungan fosfor dalam CPO normalnya berkisar 10-20 ppm, namun sekitar 10-30%
merupakan fosfatida atau fosfolipid. Komponen fosfatida akan dihilangkan ketika
memasuki proses pemurnian (Gibon et al., 2007).
 Tokoferol dan tokotrienol
CPO memiliki kandungan tokotrienol yang cukup tinggi. Sedangkan kadar total
tokoferol berkisar 600 - 1000 ppm. Fungsi dari kedua zat ini adalah sebagai
antioksidan dan penghambat ketengikan. Namun tokoferol dan tokotrienol sangat
mudah hilang oleh proses pemurnian (Gibon et al., 2007).
 Karotenoid
Karotenoin memberikan warna yang kemerahan pada minyak kelapa sawit. Di dalam
(CPO) banyak terkandung karotenoid (500-2000 ppm). Karoteniod mudah rusak oleh
adanya perlakuan panas, misalnya pada tahap deodorisasi. Maka dari itu, biasanya
warna minyak setelah permurnian akan berubah menjadi tampak lebih bening dan
stabil (Gibon et al., 2007).
 Sterol
Sterol yang terdapat dalam CPO berjumlah sekitar 50 ppm (Gibon et al., 2007).
 Logam berat
Logam berat berasal dari kontaminasi peralatan, korosi yang terjadi pada produk, dan
pada tahap penyimpanan serta transportasi. Adanya kandungan logam berat pada
produk harus dihindari semaksial mungkin, karena dapat berperan sebagai pro-
oksidan kuat (misalnya tembaga) (Gibon et al., 2007).

6
2.2. Tahapan Produksi Minyak Goreng (Olein)
Gambar 1 menjelaskan proses pengolahan Crude Palm Oil (CPO) hingga menjadi
produk minyak kelapa sawit.

Gambar 1. Diagram alir proses produksi minyak kelapa sawit

Sumber: Hambali & Suryani, 2012

Pada awalnya, bahan baku melalui proses degumming, Bleaching, filtrasi, deodorisasi
dan menghasilkan Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) dan Palm Fatty Acid
Distillate (PFAD). Kemudian, masuk ke tahap fraksinasi yang pada akhirnya akan dihasilkan
olein dan stearin. Olein yang dihasilkan dapat langsung disimpan dalam tangki penyimpanan
yang selanjutnya dapat langsung dikemas sehingga menjadi produk minyak goreng.
Sementara stearin akan disimpan dan dimanfaatkan untuk tujuan yang lain, contohnya untuk
pembuatan sabun (Jonathan, 2016).

7
2.3. Jenis Pemurnian Crude Palm Oil (CPO)

Bahan baku (CPO) masih memiliki sejumlah komponen yang harus dihilangkan,
seperti air, serat, asam lemak bebas (FFA), logam berat, fosfolipid, hasil oksidasi, dan
komponen penghasil bau. Oleh karena itu, CPO harus melalui proses pemurnian terlebih
dahulu sehingga menjadi tidak memiliki rasa dan sudah memiliki kestabilan. Terdapat dua
metode pemurnian, yaitu pemurnian fisik (physical refining) dan pemurnian kimia (chemical
refining). Perbedaan antara dua metode ini terletak pada cara menghilangkan komponen FFA
yang berada dalam produk (Basiron, 2005). Gambaran perbedaan metode terdapat pada
gambar 2.

Gambar 2. Perbedaan antara metode pemurnian fisik dan metode pemurnian kimia

Sumber : abc machinery, n.d.

Pada metode pemurnian fisik akan dihasilkan kandungan FFA dengan kadar lebih
tinggi. Deodorisasi dibutuhkan untuk menghilangkan kandungan FFA dengan cara vakum,
mengatur suhu dan steam. Tahap deodorisasi dilakukan setelah melalui tahap degumming dan
bleaching. Pemurnian fisik merupakan metode yang lebih efisien, biaya operasi yang relatif
murah, input capital rendah, dan penanganan limbah mudah (Gibon et al., 2007).

8
Pada metode pemurnian kimia, minyak harus dimurnikan (jernih) terlebih dahulu dari
gum dan FFA, yaitu pada tahap netralisasi yang akan menghasilkan sabun. Pada metode ini,
CPO akan dicampur dengan asam fosfat sehingga gum dapat dipisahkan. Kemudian, minyak
akan dipisahkan dari sabun dengan metode sentrifugasi, lalu dikeringkan dengan
menggunakan vakum (Gibon et al., 2007).

Metode pemurnian kimia maupun pemurnian fisik memiliki keunggulan dan


kelemahan masing-masing. Dalam menentukan metode yang lebih tepat digunakan, terdapat
faktor-faktor berikut: kualitas dan keasaman CPO, kemampuan menghilangkan sabun, dan
legislasi lingkungan sekitar (Jonathan, 2016).

2.4. Tahapan Proses Pemurnian


Tahap pemurnian (refining) merupakan proses yang harus dilalui bahan baku yaitu
Crude Palm Oil (CPO) agar dapat diolah pada tahap selanjutnya sehingga pada akhirnya
dapat dihasilkan produk minyak goreng yang berkualitas. Tujuan dari proses pemurnian ialah
menghasilkan produk minyak goreng yang memiliki warna jernih dan memiliki kestabilan
yang baik terhadap oksidasi. Jika bahan baku tidak melalui proses ini terlebih dahulu, akan
terdapat dampak buruk yang mempengaruhi kualitas produk, yaitu terdapatnya bahan
pengotor yang dapat mengkontaminasi bahan yang akan digoreng. Rangkaian tahapan proses
pemurnian adalah degumming, netralisasi, bleaching, dan deodorisasi (Gibon et al., 2007).

2.4.1. Degumming
Degumming (pemisahan gum) merupakan proses pemisahan getah atau lendir seperti
fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air, dan resin, tanpa mempengaruhi jumlah FFA dalam
minyak (Ketaren, 1986). Pemisahan ini dilakukan karena fosfolipid (gum) dapat mengendap
selama penyimpanan sehingga menyebabkan off-flavor serta perubahan warna pada produk
akhir (Basiron, 2005).

Prinsip proses degumming ialah proses pembentukan dan pengikatan zat-zat kotoran
terlarut dan koloidal dalam minyak mentah, sehingga zat-zat terakumulasi dan cukup besar
untuk dipisahkan dari minyak. Beberapa cara yang sering dilakukan untuk melaksanakan
proses degumming ini, antara lain; (1) degumming dengan pemanasan, (2) degumming
dengan menggunakan asam seperti asam fosfat, asam sulfat, asam kloroda, asam asetat dan
lain-lain, (3) degumming dengan kostik alkali, (4) degumming dengan hidrasi, (5)

9
degumming dengan reagen khusus, seperti asam formiat, natrium fosfat, natrium klorida dan
lain-lain (O’Brien, 2004).

Gambar 3. degumming

Sumber : Galhardo & Dayton, n.d.

Proses degumming yang paling umum digunakan saat ini adalah proses degumming
dengan asam. Penambahan asam dapat menggumpalkan dan mengendapkan zat-zat seperti
protein, fosfatida, gum dan resin yang terdapat dalam minyak mentah (O’Brien, 2004).
O’Brien (2004) menjelaskan bahwa penambahan larutan asam fosfat dalam minyak kemudian
dipanaskan dengan suhu 90-100°C dalam waktu 15-30 menit, dapat memutus ikatan fosfatida
dengan cara memecah kompleks magnesium dan kalsium. Pada proses selanjutnya, akan
terjadi kontak dengan bleaching earth sehingga komponen fosfatida akan terserap dan akan
terbentuk endapan lumpur.

2.4.2. Neutralization
Netralisasi bertujuan misahkan asam lemak bebas (FFA) dari minyak. Proses ini
melibatkan alkali atau senyawa lainnya untuk beraksi dengan FFA dan membentuk soap
stock (sabun). Cara lain untuk memisahkan FFA adalah dengan cara penyulingan
(deasidifikasi) (Ketaren, 1986). Beberapa proses netralisasi yang digunakan pada industri
kimia antara lain:

1. Netralisasi dengan kaustik soda (NaOH)


Proses netralisasi yang paling sering digunakan dalam industri kimia adalah
proses netralisasi dengan kaustik soda. Prinsip reaksi penyabunan FFA dengan larutan
NaOH sebagai berikut :

10
Kondisi reaksi yang optimum pada tekanan atmosfir adalah pada suhu 60 –
80°C, dimana reaksinya merupakan reaksi kesetimbangan yang akan bergeser ke
sebelah kanan. Kaustik soda yang direaksikan biasanya berlebihan (5–7 %) dari
kebutuhan stokiometris. Sabun yang terbentuk dipisahkan dengan cara pengendapan
atau sentrifugasi (Basiron, 2005).

Sumber : Ketaren, 1986

Netralisasi dengan kaustik soda juga dapat mengurangi zat warna dan kotoran
berupa getah dan lendir (termasuk fosfatida dan protein) dalam minyak. Sabun yang
terbentuk dari reaksi penyabunan membentuk emulsi. Emulsi tersebut dapat
dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifugasi. Netralisasi dengan menggunakan
NaOH akan menyabunkan sejumlah kecil trigliserida. Hal serupa juga terjadi pada
komponen minor dalam minyak berupa sterol, klorofil, vitamin E, dan karotenoid
yang hanya sebagian kecil dapat dikurangi dengan proses netralisasi (Ketaren, 1986).

Ketaren (1986) mengungkapkan bahwa efisiensi netralisasi dinyatakan dalam


refining factor, yaitu perbandingan antara kehilangan karena netralisasi dan jumlah
asam lemak bebas dalam lemak kasar:

𝑘𝑒ℎ𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 (%)


Refining factor = 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑠 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 (%)

Semakin kecil nilai refining factor, semakin tinggi nilai efisiensi netralisasi. Jika
konsentrasi laruran NaOH yang digunakan terlalu tinggi, trigliserida akan ikut
tersabunkan dan rendeman minyak berkurang. Inilah sebabnya konsentrasi dan jumlah
kaustik soda yang tepat harus ditentukan dengan pertimbangan:

11
a. Keasaman dari minyak kasar.
Makin besar jumlah FFA, makin besar konsentrasi yang digunakan.
b. Jumlah minyak netral (trigliserida) yang tersabunkan diusahakan serendah
mungkin.
Makin besar konsentrasi alkali, makin besar jumlah trigliserida yang
tersabunkan.
c. Jumlah minyak netral yang terdapat dalam soap stock.
Larutan NaOH encer dapat menetralkan FFA dengan kadar rendah. Alkali
encer dapat memperkecil penyabunan trigliserida, tetapi dapat membentuk
emulsi sehingga kehilangan minyak bertambah.
d. Suhu Netralisasi.
Suhu optimal dapat mempercepat pengendapan minyak dengan kompak.
e. Warna minyak netral.
Makin encer larutan alkali, makin besar jumlah yang dibutuhkan untuk
netralisasi sehingga minyak netral berwarna lebih pucat.
2. Netralisasi dengan natrium karbonat (𝑁𝑎2 𝐶𝑂3)
Umumnya, netralisasi minyak dengan natrium karbonat dilakukan di bawah
suhu 50°C,sehingga seluruh asam lemak bebas yang bereaksi dengan senyawa ini
akan membentuk sabun dan asam karbonat.
Asam karbonat yang tebentuk akan terurai menjadi gas CO2 dan H2O oleh
pemanasan. Gas CO2 akan membentuk busa dalam sabun sehingga partikel sabun
terapung diatas permukaan minyak. Gas CO2 dihilangkan dengan mengalirkan uap
panas atau menurunkan tekanan udara di atas permukaan minyak dengan pompa
vakum. Sabun yang dihasilkan dapat diendapkan dengan menambahkan garam
(natrium sulfat, natrium silikat, dll), atau mencucinya dengan air panas. Hasil endapan
tersebut dapat disaring dengan filter press untuk dipisahkan dari minyak. Setelah
sabun dipisahkan dari minyak selanjutnya dilakukan proses pemucatan (Ketaren,
1986).
Kelebihan dari pemakaian natrium karbonat ialah minyak yang dihasilkan
bermutu lebih baik, terutama setelah mengalami proses deodorisasi. Selain itu
trigliserida tidak ikut tersabunkan sehingga menghasilkan rendemen minyak netral
yang lebih banyak. Sabun yang terbentuk melalui proses ini lebih pekat dan mudah
dipisahkan. Soap stock dapat langsung dimanfaatkan dalam pembuatan sabun bermutu

12
baik. Kekurangan dari cara ini adalah kesulitan dalam menyaring sabun akibat adanya
busa yang ditimbulkan oleh gas CO2 pada semi-drying oil (Ketaren, 1986).
3. Netralisasi dengan ekstraksi solvent
Proses netralisasi ini dilakukan setelah minyak diekstrak dengan pelarut
penguap (solvent extraction). Hasil ekstraksi berbentuk miscella, yaitu campuran
antara pelarut dan minyak. FFA dalam miscella dapat dinetralkan dengan kaustik soda
atau natrium karbonat pada suhu yang sesuai dengan titik didih pelarut. Kemudian
sabun yang terbentuk dapat dipisahkan dengan cara menambahkan garam, sementara
minyak netral dapat dipisahkan dari pelarut dengan cara penguapan (Ketaren, 1986).
4. Netralisasi dengan etanol amin dan amonia
Dalam proses ini asam lemak bebas dapat dinetralkan tanpa penyabunan
trigliserida. Amonia dapat digunakan ulang dengan penyulingan soap stock dalam
tekanan vakum (Ketaren, 1986).
5. Deasidifikasi dengan cara penyulingan.
Penyulingan memisahkan asam lemak bebas (FFA) dengan cara menguapkan
FFA langsung dari minyak reaksi dengan larutan alkali, akibatnya FFA yang terpisah
tetap utuh. Awalnya minyak kasar dipanaskan menggunakan heat exchanger,
kemudian minyak tersebut dialirkan ke dalam alat penyuling secara kontinyu dengan
letak horizontal (Ketaren, 1986).

2.4.3. Bleaching
Bleaching (pemucatan) adalah proses untuk mengurangi atau menghilangkan zat-zat
warna (pigmen) dalam crude palm oil (CPO), baik yang terlarut maupun yang terdispersi.
Warna bahan baku dapat berasal dari warna alami minyak atau warna yang muncul ketika
proses pengolahan CPO menjadi minyak goreng. Biasanya pigmen dalam minyak sawit
mentah terdiri dari karotenoid (merah atau kuning), serta chlorophillida dan phaephytin
(hijau) (Gibon et al, 2007). Terdapat beberapa cara bleaching, diantaranya adalah :

a. Bleaching dengan adsorbsi.


Proses bleaching dengan absorbsi merupakan proses yang paling umum
digunakan. Proses ini menggunakan zat penyerap (absorben) yang mempunyai
aktivitas permukaan yang tinggi untuk menyerap zat warna yang terdapat dalam
minyak sawit kasar. Disamping menyerap zat warna, absorben juga dapat menyerap
zat yang memiliki sifat koloidal lainnya seperti gum dan resin (Gibon et al, 2007).

13
Langkah awal bleaching ialah pemanasan minyak dalam suhu 105°C selama 1
jam, kemudian ditambahkan absorben sebanyak 1,0-2,5% berat minyak pada 70-
80°C, terakhir adalah pemisahan minyak dengan absorben menggunakan kain tebal
atau filter press (Ketaren, 1986). Terdapat beberapa macam absorben yang dapat
digunakan, yaitu:
(a) Bleaching Clay (Bleaching Earth)
Bleaching earth merupakan tanah liat dengan kandungan utama 𝑆𝑖𝑂2,
𝐴𝑙2 𝑂3, air terikat, ion kalsium, magnesium oksida dan besi oksida
(Ketaren, 1986). Selain dapat menjernihkan warna, bleaching earth dapat
menyerap komponen pengotor, mengurangi kadar produk hasil oksidasi,
menyerap komponen fosfolipid, dan menghilangkan kandungan asam
fosfat yang tersisa (Basiron, 2005).
Bleaching earth biasanya ditambahkan secara langsung sesuai kualitas
CPO. Dalam proses ini, dibutuhkan pengadukan secara intensif, dengan
menggunakan tekanan vakum 20-25 mmHg dalam suhu 95-110°C selama
30-45 menit (Basiron, 2005). Jumlah absorben yang dibutuhkan untuk
menghilangkan warna minyak tergantung dari macam dan tipe warna
dalam minyak sampai berapa jauh warna tersebut akan dihilangkan. Daya
penyerapan terhadap warna akan lebih efektif jika absorben tersebut
mempunyai bobot jenis yang rendah, kadar air tinggi, ukuran partikel halus
dan pH absorben mendekati netral (Ketaren, 1986). Ilustrasi proses
bleaching dengan bleaching earth dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Bleaching kontinyu

Sumber : Brooks et al, n.d.

14
(b) Arang.
Arang adalah bahan padat berpori-pori yang bersumber dari bahan
mengandung karbon dan hasil pembakaran. Arang berkualitas baik
mengandung kadar karbon tinggi. Daya penyerapan zat warna pada arang
umumnya rendah sehingga perlu perlu tambahan bahan kimia atau uap
untuk menstimulasi arang memperbesar daya serapnya (Ketaren, 1986).
(c) Arang Aktif (Activated Carbon)
Arang aktif dapat memperluas permukaan arang dengan membuka
pori-pori yang tertutup, sehingga kapasitas absorben terhadap zat warna
lebih besar (Ketaren, 1986).
Senyawa kimia seperti HNO3, H3PO4, Sianida, Ca(OH)2, SO2,
ZnCl2, Na2CO3, uap air pada suhu tinggi ditambahkan sebagai bahan
pengaktif. Unsur mineral dari senyawa kimia tersebut meresap kedalam
arang dan membuka pori-pori yang tertutup (oleh tar, hidrokarbon dan zat-
zat organik lainnya yang seperti nitrogen dan sulfur). Hasilnya luas
permukaan yang aktif bertambah besar.
Mutu arang aktif yang diperoleh tergantung dari luasan permukaan
partikel, ukuran partikel, volume dan luas penampung kapiler, sifat kimia
permukaan arang, sifat arang secara alamiah, jenis bahan pengikat yang
digunakan dan kadar air (Ketaren, 1986).
Zat warna diadsorbsi secara efektif oleh arang aktif. Hal ini disebabkan
pori-pori dalam jumlah besar pada arang, sehingga terdapat perbedaan
energi potensial antara permukaan arang dan zat yang diserap. Sifat
adsorbsi disebabkan karena perbedaan muatan listrik, perbedaan tegangan
permukaan, perbedaan potensial sifat kimia dan perbedaan potensial
karena panas (Ketaren, 1986).
Keuntungan penggunaan arang aktif dalam proses bleaching ialah
lebih efektif dalam menyerap warna dibandingkan dengan bleaching earth,
sehingga pemakainnya hanya butuh dalam jumlah kecil (0,1-0,2% berat
minyak). Namun jumlah minyak yang tertinggal lebih besar dalam arang
aktif dibandingkan bleaching earth.

Minyak yang tertinggal dalam absorban dapat diperoleh kembali dengan cara
ekstraksi. Pemisahan minyak dengan menggunakan larutan alkali yang dipanaskan

15
pada suhu sekitar 100°C dengan tekanan 1 atmosfer. Minyak dalam adsorben yang
diperoleh sekitar 70-75%. Pelarut organik juga dapat digunakan untuk mencuci
minyak dalam adsorben, selanjutnya pelarut organik tersebut dipisahkan dari minyak
dengan cara penyulingan. Minyak dalam absorben yang diperoleh sekitar 90-95%
dengan mutu lebih baik.

b. Bleaching secara kimia.


Cara pemucatan ini lebih baik dari adsorben dalam pemucatan minyak pangan
(edible fat). Penggunaan bahan kimia dapat menghindari hilangnya sebagian minyak
dan zat warna berubah menjadi berwarna namun tetap bearada dalam minyak. Akan
tetapi, bahan kimia dapat bereaksi dengan trigliserida sehingga menurunkan flavour
minyak.
a) Pemucatan dengan cara oksidasi
Oksidasi pada zat warna mencegah kerusakan trigliserida,
namun asam lemak tidak jenuh dapat membentuk peroksida atau
drying oil karena proses oksidasi dan polimerisasi. Bahan pemucat
dalam proses ini adalah senyawa peroksida dikromat, ozon, clorine dan
clorine dioksida. Pemucatan dengan dikromat dan asam
b) Pemucatan dengan dikromat dan asam
Senyawa kimia yang digunakan adalah natrium atau kalium
dikromat dalam asam mineral (anorganik). Dikromat dan asam akan
bereaksi membebaskan oksigen. Oksigen tersebut bereaksi dengan
asam klorida (HCl) dan menghasilkan klor (Cl2) yang berfungsi
sebagai bahan pemucat. Pereaksi ditambahkan dan diaduk hingga zat
warna mengendap.
c) Pemucatan dengan panas
Bleaching dilakukan dengan memanaskan minyak dalam
ruangan vakum pada suhu relatif tinggi. Sebelum dilakukan
pemanasan, minyak harus dipisahkan dari ion logam, soap stock dan
hasil-hasil oksidasi, karena pemanasan mengkatalis bahan-bahan
tersebut dalam proses oksidasi.
d) Pemucatan dengan cara reaksi reduksi
Bahan kimia yang digunakan adalah garam-garam natrium
bisulfit atau natrium hidrosulfit. Pemakaian zat pereduksi ini biasanya

16
dicampur dengan bahan kimia lain dengan perbandingan tertentu.
Namun, warna yang dihilangkan dapat muncul kembali oleh paparan
udara.

2.4.4. Deodorisasi
Pada dasarnya deodorisasi merupakan proses pelepasan uap air secara vakum atau
dalam tekanan atmosfer dalam suhu tinggi. Tujuan dari proses ini ialah menghasilkan minyak
yang tidak memiliki rasa dan bau karena terevaporasinya senyawa-senyawa penimbul rasa
dan bau tidak enak. Senyawa tersebut berupa senyawa karbohidrat tak jenuh, asam lemak
bebas (FFA), senyawa aldehid, keton, dan senyawa dengan volatilitas tinggi (Basiron, 2005).
Proses deodorisasi ini melibatkan 3 operasi yang berbeda, yaitu (1) distilasi, yaitu pelepasan
komponen volatil (FFA, tokoferol, tokotrienol, dan sterol); (2) deodorisasi, yaitu
penghilangan kompenen yang berbau, dan (3) pemanasan, yaitu terjadinya perusakan pigmen
(karotenoid) karena adanya perlakuan panas tetapi mencegah reaksi isomerisasi dan
polimerisasi (Gibon et al, 2007).

Proses deodorisasi dilakukan setelah melewati proses bleaching. Pada tahap ini
minyak dipanaskan pada suhu 240 – 270°C dalam heat exchanger pada tekanan 2-5 mmHg.
Dengan adanya uap air, FFA dalam produk bersama komponen lain akan terdistilasi.
Komponen penghasil bau dan aroma tidak sedap tersebut hilang dan karetonoid penghasil
warna telah terurai. Pada tahap selanjutnya minyak tersebut didinginkan (Basiron, 2005).
Dari tahap ini dihasilkan Palm Fatty Acid Distillate (PFAD). PFAD akan didinginkan sampai
menjadi kondensat. PFAD mengandung 80-90% FFA dan banyak digunakan sebagai materi
pembuatan sabun, pakan ternak, dan bahan baku untuk oleokimia (Basiron, 2005).
Temperatur operasi harus dikontrol agar tidak terjadi gliserida tidak turut terdestilasi dan
tekanan diusakan serendah mungkin agar minyak terlindung dari oksidasi oleh udara serta
mengurangi jumlah pemakaian uap. Gas nitrogen digunakan untuk mencegah terjadinya
oksidasi (Gibon et al, 2007)

Sistem operasi yang berjalan dalam proses deodorisasi meliputi pemanasan,


deodorisasi, dan pemulihan panas yang dikombinasikan di suatu wadah. Desain dari
deodorizer dapat berbeda-beda tetapi memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk menghasilkan
kontak antara fase gas dengan fase minyak. Pompa steam diaplikasikan untuk meningkatkan

17
efisiensi dari proses deodorisasi (Gibon et al., 2007). Gambar 5 mengilustrasikan salah satu
desain deodorizer.

Gambar 5. Deodorisasi minyak kelapa

Sumber : abc machinery, n.d.

Kondisi deodorisasi yang berbeda memiliki kemungkinan untuk terjadinya perubahan


sifat kimia dan sifat fisik produk. Asam lemak jenis trans biasanya akan terbentuk pada suhu
280°C setelah melewati 4 jam waktu proses. Di dalam hasil akhir produk, kadar lemak trans
tidak diperbolehkan melebihi batas 0,6%. Metode penghilangan asam lemak bebas dan
gliserida dapat merubah sifat fisik produk (Gibon et al., 2007).

2.4.5. Fraksionasi
Proses fraksionasi terdiri atas kristalisasi suatu fraksi trigliserida yang menjadi padat
pada temperatur tertentu dan disusul dengan pemisahan dengan cara filtrasi kedua fraksi itu.
Fraksi yang menjadi kristal adalah stearin dan yang tetap cair adalah olein (Gibon et al,
2007). Olein memiliki titik leleh lebih tinggi dari stearin sehingga tidak teremulsi pada
temperatur rendah. Proses fraksionasi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu fraksinasi kering,

18
fraksionasi basah, dan fraksionasi dengan solvent. Fraksionasi dilakukan untuk mendapatkan
minyak dengan kestabilan dingin yang baik. Titik leleh merupakan suatu indikasi jumlah
asam lemak tidak jenuh dan asam lemak yang memiliki rantai pendek. Titik leleh akan
meningkat seiiring dengan bertambahnya panjang rantai dan dan menurun seiiring dengan
bertambahnya jumlah ikatan rangkap (Basiron, 2005).

Fraksionasi kering merupakan fraksionasi tanpa pelarut. Minyak sawit


didinginkan perlahan kemudian disaring untuk memisahkan fraksi-fraksinya. Proses
fraksionasi kering lebih disukai karena pendinginan dilakukan tanpa penambahan bahan
kimia sehingga lebih ramah lingkungan. Ada tiga operasi yang terlibat yaitu seeding,
kristalisasi, dan filtrasi. Mula-mula minyak dipanaskan hingga 70°C untuk memperoleh
cairan homogen, kemudian didinginkan dengan air pendingin, selanjutnya didinginkan
sampai temperatur 18°C dan dipertahankan sampai proses kristalisasi dianggap selesai.
Sedangkan fraksionasi basah merupakan fraksionasi dengan pelarut, dimana kristal pada
fraksi stearin dibasahi dengan menggunakan surfaktan atau larutan deterjen. Fraksionasi
lainnya adalah fraksionasi menggunakan larutan detergen natrium lauril sulfat, dimana
minyak sawit diencerkan dengan menggunakan solvent seperti heksan, aseton, isopropanol,
atau n-nitropropan (Basiron, 2005).

Gambar 6. Fraksionasi minyak kelapa

Sumber : indiamart, n.d.

19
Tahap fraksionasi merupakan tahap yang pada akhirnya akan dihasilkan olein
dan stearin. Olein adalah produk minyak goreng yang akan segera dikemas dan dikonsumsi,
sementara stearin digunakan untuk pembuatan sabun (Jonathan, 2016)

3. KESIMPULAN
1) Minyak goreng kelapa sawit merupakan hasil pemprosesan kelapa yang daging
buahnya diekstraksi menjadi crude palm oil (CPO) dan dimurnikan.
2) Pemurnian (refining) pada minyak memiliki tujuan untuk menghilangkan rasa serta
bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik dan memperpanjang masa simpan
minyak sebelum digunakan sebagai bahan mentah dalam industri.
3) Pemurnian CPO memiliki diantaranya adalah proses degumming, proses netralisasi,
proses bleaching, proses deodorisasi, dan proses fraksionasi.
4) Degumming bertujuan untuk menghilangkan getah dan lendir yang terdiri dari
fosfatida, resin, protein dan sebagainya. Caranya dengan diberi bahan kimia yang
mengikat zat pengotor sehingga akan terakimulasi dan dipisahkan dengan
sentrifugasi.
5) Netralisasi bertujuan menghilangkan asam lemak bebas dalam minyak. Hal ini
dilakukan dengan pemberian basa atau pereaksi lainnya untuk membentuk sabun,
yang kemudian dipisahkan dari minyak.
6) Bleaching (pemucatan) bertujuan menghilangkan zat warna (pigmen) pada minyak.
Cara bleaching adalah dengan penambahan adsorben atau zat kimia yang menyerap
zat warna.
7) Deodorisasi bertujuan menghilangkan rasa dan bau yang tidak dikehendaki dalam
minyak, dengan cara distilasi uap yang melepaskan senyawa volatil penghasil bau
atau rasa.
8) Fraksionasi bertujuan memisahkan fraksi-fraksi trigliserida dengan cara pendinginan.
Fraksi yang teremulsi adalah stearin, sedangkan fraksi yang tetap cair adalah olein.
Olein selanjutnya dikemas menjadi produk minyak goreng.

20
DAFTAR PUSTAKA
abc machinery, n.d. retrieved from http://www.palmoilmillplant.com/related-products/palm-
oil-chemical-physical-refining-process.html

abc machinery, n.d. retrieved from http://www.palmoilmillplant.com/palm-oil-refinery-


plant/palm-oil-deodorization-process.html

Brooks, D.D., Berbesi, R., & Hodgson A.S. n.d. Optimization of Bleaching Process. AOCS
Lipid Library. Retrieved from
http://lipidlibrary.aocs.org/OilsFats/content.cfm?ItemNumber=40321

Basiron, Y. (2005). Palm Oil. In: Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. 6th ed. (Ed. F.
Shahidi). A John Wiley & Sons, Inc. New Jersey.

Galhardo, F., & Dayton, C. n.d. Enzymatic Degumming. AOCS Lipid Library. Retrieved
from http://lipidlibrary.aocs.org/OilsFats/content.cfm?ItemNumber=40324

Gibon, V., Wim D. Greyt, and M. Kellens. (2007). Palm Oil Refining. European Journal of
Lipid Science and Technology. Vol 109: 315-335.

Hambali, E., & Suryani, A. 2012. Proses-proses Konversi Kimiawi, Biologi, Fisik yang
Terjadi pada Minyak dan Lemak. Retrieved from https://slideplayer.info/slide/11841708/. 5
December 2018.

Indiamart, n.d. retrived from https://www.indiamart.com/proddetail/palm-oil-fractionation-


plant-8132043433.html

Jonathan, A.C. 2016. Skripsi. Proses Pemurnian Minyak Kelapa Sawit di PT Salim Ivomas
Pratama TBK Tanjung Priok, Jakarta Utara. Universitas Katolik Soegijapranata.

Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. 188-
219.

O’Brien, R. D. (2004). Fats and Oils: Formulating and Processing for Applications. 2nd ed.
CRC Press LLC. New York.

21

Anda mungkin juga menyukai