1.2. Tujuan
1.2.1. Dapat menghitung laju perubahan berat bahan selama penyangraian.
1.2.2. Dapat mengamati perubahan warna dan aroma selama penyangraian.
1.2.3. Dapat menghitung perubahan kadar air selama penyangraian.
1.3. Manfaat
1.3.1. Dapat mengetahui perubahan yang terjadi selama penyangraian (warna,
aroma, dan berat).
1.3.2. Dapat mengetahui pengaruh suhu dan lama penyangraian terhadap
kualitas produk yang dihasilkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kopi adalah spesies tanaman berbentuk pohon dan termasuk dalam famili
Rubiaceae. Tanaman ini tumbuh tegak, bercabang dan dapat mencapai tinggi 12
m (Najiyati & Danarti, 1999). Tanaman kopi merupakan komoditas ekspor yang
mempunyai nilai ekonomis yang relatif tinggi di pasaran dunia, di samping
merupakan salah satu komoditas unggulan yang dikembangkan di Jawa Barat.
Sudah hampir tiga abad kopi diusahakan penanamannya di Indonesia untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi di dalam negeri dan luar negeri (Siswoputranto,
1978).
Penyangaraian
volume Berat B/V
(menit ke-)
0 50 5 0
15 50 5 6
30 50 5 6
45 50 5 9
60 50 5 4
75 50 5 6
90 50 5 3
105 50 5 4
120 50 5 4
III. Pengamatan perubahan selama penyangraian pada suhu 2000C selama 2 jam.
Penyangaraian
volume Berat B/V
(menit ke-)
0 50 5 0
15 50 5 6
30 50 5 5
45 50 5 5
60 50 5 5
75 50 5 4
90 50 5 4
105 50 5 3
120 50 5 3
V. Pengamatan perubahan selama penyangraian pada suhu 2500C selama 2 jam.
Penyangraian pada menit ke-
0 15 30 45 60 75 90 105 120
Aroma Tidak Aroma Aroma Aroma Bau Mulai Mulai Menye Menye
meny mulai mulai mulai kopi terasa terasa ngat ngat
engat terasa terasa terasa mentah
Berat 5 5 5 5 5 5 5 5 5
0
VI. Pengamatan perubahan BJ hasil penyangraian pada suhu 250 C selama 2 jam.
Penyangaraian
volume Berat B/V
(menit ke-)
0 50 5 0
15 50 5 6
30 50 5 6
45 50 5 9
60 50 5 4
75 50 5 6
90 50 5 3
105 50 5 4
120 50 5 4
4.1.Pembahasan
Produk yang dihasilkan adalah kopi bubuk yang mempunyai aroma khas kopi, warna
coklat kehitaman, kelarutan dalam air panas tinggi dan tidak menggumpal. Pelaksanaan
percobaan dilakukan sebanyak tiga kali dengan variasi suhu seperti pada table di atas. Hasil
yang diperoleh adalah warna bubuk kopi yang beralaih warna dari coklat muda menjadi
coklat kehitaman seiring dengan kenaikan suhu. Aroma yang dihasilkan mengalami
perubahan dari aroma yang kurang kuat menjadi aroma kopi yang lebih tajam. Hal ini
disebabkan sebagian senyawa pembentuk aroma pada kopi masih terikat dan belum
terpirolisis. Senyawa-senyawa ini umumnya adalah trigonelin, asam klorogenat dan tannin.
Pada suhu tinggi rigonelin akan terdegradasi menjadi senyawa-senyawa bisiklik, piridin,
pirrolin, dan lain-lain, sedangkan tannin dan asam klorogenat akan rusak oleh degradasi
termal, dan pentosan-pentosan akan berubah menjadi mejadi zat-zat volatil, dimana sebagian
hasil degradasi tersebut yang sifatnya volatil merupakan komponen penyebab aroma pada
kopi hasil sangrai.
Kunci dari proses produksi kopi bubuk adalah penyangraian. Proses ini merupakan
tahapan pembentukan aroma dan citarasa khas kopi dari dalam biji kopi dengan perlakuan
panas. Biji kopi secara alami mengandung cukup banyak senyawa organik calon pembentuk
citarasa dan aroma khas kopi. Waktu sangrai ditentukan atas dasar warna biji kopi sangrai
atau sering disebut derajad sangrai. Makin lama waktu sangrai, warna biji kopi sangrai
mendekati cokelat tua kehitaman.
Penyangraian sangat menentukan warna dan cita rasa produk kopi yang akan
dikonsumsi, perubahan warna biji dapat dijadikan dasar untuk sistem klasifikasi sederhana.
Perubahan fisik terjadi termasuk kehilangan densitas ketika pecah.
Tingkat penyangraian dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu ringan (light), medium dan
gelap (dark). Secara laboratoris tingkat kecerahan warna biji kopi sangrai diukur dengan
pembeda warna lovibond. Biji kopi beras sebelum disangrai mempunyai warna permukaan
kehijauan yang bersifat memantulkan sinar sehingga nilai Lovibond nya (L) berkisar antara
60-65. Pada penyangraian ringan (light), sebagian warna permukaan biji kopi berubah
kecoklatan dan nilai L turun menjadi 44-45. Jika proses penyangraian dilanjutkan pada
tingkat medium, maka nilai L biji kopi makin berkurang secara signifikan kekisaran 38-40.
Pada penyangraian gelap, warna biji kopi sangrai makin mendekati hitam karena senyawa
hidrokarbon terpirolisis menjadi unsur karbon. Sedangkan senyawa gula mengalami proses
karamelisasi dan akhirnya nilai L biji kopi sangrai tinggal 34-35. Kisaran suhu sangrai untuk
tingkat sangrai ringan adalah antara 150-200o C, sedangkan untuk tingkat sangrai medium
adalah sedikit di atas 200o C. Untuk tingkat sangrai gelap adalah di atas 250o C.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dari percobaan di atas, dapat disimpulkan bahwa:
Pemyangraian denga dua tingkatan suhu, 150º C dan 170º C tetapi dengan
menggunakan waktu penyangraian yang sama ( 1 jam), pada suhu 170º C
menghasilkan kopi bubuk yang mempunayi aroma dan rasa yang lebih enak serta
tekstur yang lebih baik.
suhu 170 C kopi bubk bwrwarna tua, aroma lebih kuat, rendemen lebih tinggi
daripada kopi bubuk pada suhu 150 C.
penyangraian kopi dapat dilakukan dengan cara penggunaan oven sebagai alat
pemanas.
Untuk mengetahui aroma, berat, maupun warna kopi yang baik, dapa dilihat ketika
pertengahan percobaan.
5.2. Saran
Karena kurangnya peralatan ada beberapa pengamatan yang tidak dilakukan,
keadaan ini mmbuat praktikan susah untuk memulai praktikum. Sehingga pengamatan
untuk pemisahan sbedasarkan ukuran dan pemisahan bedasarkan nilai cacat tidak
dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Clarke, R.J. 1985. Technology of Converting green Coffee. In : Clifford, M.N and K. G.
Wilson (editor) Coffee Botany, Biochemistry and Production of Beans & Beverage.
AV1 Publishing Company, inc., Connecticut, USA., pp 378-381.
Najiati dan Danarti, S. 2001. Kopi, Budidaya, dan Penanganan Lepas Panen. Jakarta.
Penebar Swadaya. Ridwansyah 2003. Pengolahan Kopi. Fakutas Pertanian.
Universitas Sumatra utara.