Anda di halaman 1dari 21

Nilai

LAPORAN PRAKTIKUM
SATUAN OPERASI INDUSTRI
(Penetapan Modulus Kehalusan Tepung)
Oleh :
Nama

: Kamilah Samrotul Fuadah

NPM

: 240310140007

Hari, Tanggal Praktikum

: Rabu, 25 November 2015

Asisten

: 1. Jeremia Kristian
2. Yona Qurratuain

LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES


DEPARTEMEN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJAJDJARAN
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses pengayakan adalah pemisahan bahan berdasarkan ukuran mesh atau
kawat ayakan, bahan yang mempunyai ukuran lebih kecil diameternya pada mesh
akan lolos yang disebut dengan bahan lewat dan bahan yang mempunyai ukuran
lebih besar atau menggumpal akan tertahan pada permukaan kawat ayakan yang
disebut dengan bahan tertinggal. Bahan yang lolos melewati lubang ayakan
mempunyai ukuran yang seragam dan bahan yang tertahan dikembalikan untuk
dilakukan penggilingan ulang. Proses pengayakan juga sebagai alat pembersih,
memisahkan kontaminan yang ukurannya berbeda dari bahan baku. Berbagai jenis
pengayak yang dapat digunakan dalam proses sortasi bahan pangan klasifikasinya
dapat dibagi dalam dua bagian yaitu ayakan dengan celah yang berubah-ubah
(screen aperture).
Alat dan mesin pertanian diproduksi dengan tujuan untuk meningkatkan
kemampuan kerja dan mutu hasil olah dari bahan hasil pertanian sehingga dapat
meningkatkan nilai tambah dari komoditas hasil pertanian tersebut. Salah satu
usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan hasil pertanian adalah dengan
cara

meningkatkan

efisiensi

penanganan

pascapanen.

Secara

ekonomis

penggunaan mesin pengecil ukuran lebih mudah dilakukan dan lebih murah jika
dilakukan secara manual. Selain itu, operasi pengecilan ukuran merupakan salah
satu perlakuan pendahuluan yang dapat mempermudah proses proses
selanjutnya.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Pembelajaran Khusus
Mengukur dan mengamati pengecilan ukuran bahan hasil pertanian
dengan mengkaji perdormansi mesin dan rendemen hasil pengecilan ukuran.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Secara umum tujuan dari size reduction yaitu untuk menghasilkan padatan
dengan ukuran maupun spesifik permukaan tertentu dan memecahkan bagian dari
mineral atau kristal dari persenyawaan kimia yang terpaut pada padatan tertentu.
Selain itu menurut Brennan et.al. (1974), pengecilan ukuran bertujuan untuk
membantu proses ekstraksi, memperkecil bahan sampai dengan ukuran tertentu
dengan maksud tertentu, memperbesar luas permukaan bahan untuk proses lebih
lanjut, dan membantu proses pencampuran. Dalam dunia industri, menurut
Henderson dan Perry (1982), dikenal dua macam pengecilan. Pengecilan ini pada
prinsipnya yaitu diklasifikasikan berdasarkan pada produk akhir yang dihasilkan
yang dibagi menjadi dua yaitu pengecilan ekstrim dan pengecilan yang relatif
masih berukuran besar. Pengecilan ekstrim maksudnya yaitu pengecilan ini
menghasilkan produk dengan ukuran yang jauh lebih kecil daripada sebelum
dikecilkan. Sedangkan pengecilan yang kedua yaitu pengecilan dimana produk
yang dihasilkan masih berdimensi besar atau nisbah produk akhir dengan awalnya
tidak terlalu signifikan. Contoh pengecilan ekstrim adalah pengecilan ukuran
dengan mesin penggiling dimana hasil produk gilingan adalah bahan dengan
ukuran yang relatif sangan kecil, misalnya tepung. Sedangkan contoh opererasi
yang kedua yaitu pemotongan dimana operasi ini menghasilkan bahan dengan
ukuran yang relatif masih besar.
2.1 Modulus Kehalusan
Sistem klasifikasi ini ditetapkan oleh D. A. Abrams untuk beton tetapi
dapat pula digunakan untuk penentuan performansi alat penggiling biji-bijian
(Henderson, 1961). Modulus kehalusan diartikan sebagai jumlah berat bahan yang
tertahan disetiap ayakan dibagi dengan 100. Ayakan-ayakan yang digunakan
dalam satu set ini adalah berukuran 3/8 inchi, 4 mesh, 8 mesh, 14 mesh,
28 mesh, 48 mesh, dan 100 mesh. Setelah diketahui nilai modulus kehalusannya
maka diameter bahan dapat dicari dengan menggunakan rumus :
D = 0,0041 (2)FM
Alat yang digunakan adalah saringan tyler. Ukuran ayakan adalah mesh. Satuan
mesh adalah banyaknya lubang setiap 1 inchi 2. Patokan ukuran lubang adalah

saringan 200 mesh dan setiap lubang merupakan 2 atau 1.414 kali besar lubang
dari saringan terdahulu. Mesin untuk menggoyangkan ayakan disebut Ro-tap.
Mesin ini mempunyai gerakan goyang tertentu dan dapat disesuaikan dengan
waktu penggunaan (Septiani, 2012).
2.2 Alat Pengecilan Ukuran Bahan Hasil Pertanian Kering
A. Hammer mill
Hammer mill merupakan aplikasi dari gaya pukul (impact force). Prinsip
kerja hammer mill adalah rotor dengan kecepatan tinggi akan memutar palu-palu
pemukul di sepanjang lintasannya. Bahan masuk akan terpukul oleh palu yang
berputar dan bertumbukan dengan dinding, palu atau sesama bahan. Akibatnya
akan terjadi pemecahan bahan. Proses ini berlangsung terus hingga didapatkan
bahan yang dapat lolos dari saringan di bagian bawah alat. Jadi selain gaya pukul
dapat juga terjadi sedikit gaya sobek. Penggiling palu merupakan penggiling yang
serbaguna, dapat digunakan untuk bahan kristal padat, bahan berserat dan bahan
yang agak lengket. Pada skala industri penggiling ini digunakan untuk lada dan
bumbu lain, susu kering, gula dan lain-lain (Wiratakusumah, 1992).
Menurut Mc Colly (1955), penggunaan hammer mill mempunyai beberapa
keuntungan antara lain adalah :
1. Konstruksinya sederhana
2. Dapat digunakan untuk menghasilkan hasil gilingan yang bermacam macam ukuran
3. Tidak mudah rusak dengan adanya benda asing dalam bahan dan
beroperasi tanpa bahan biaya operasi dan pemeliharaan lebih murah
dibandingkan dengan burr mill
Sedangkan beberapa kerugian menggunakan hammer mill antara lain adalah:
1. Biasanya tidak dapat menghasilkan gilingan yang seragam
2. Biaya pemasangan mula-mula lebih tinggi dari pada menggunakan burr
mill
3. Untuk gilingan permulaan atau gilingan kasar dibutuhkan tenaga yang
relatif besar sampai batas-batas tertentu.
Menurut Smith (1955), hammer mill terdiri atas martil/palu yang berputar
pada porosnya dan sebuah saringan yang terbuat dari plat baja. Hasil pertanian
yang akan digiling dimasukkan melalui sebuah corong pemasukan dan dipukul
oleh suatu seri plat baja.

Menurut Smith (1955), tipe hammer mill dibedakan berdasarkan sifat dari
gigi penggiling yaitu gigi penggiling dapat berayun bebas pada porosnya dan gigi
penggiling tidak dapat berayun bebas pada porosnya (statis). Kedua tipe hammer
mill tersebut dalam operasinya tidak mempunyai banyak perbedaan, yang penting
diperhatikan adalah jumlah ketebalan dari gigi-gigi penggiling. Penentuan mutu
hasil giling ditentukan oleh modulus kehalusan yang menyatakan rata-rata ukuran
partikel hasil gilingan dan indeks keseragaman yang menyatakan fraksi-fraksi
kasar, sedang dan halus dari partikel hasil gilingan (Smith, 1955).
Karakteristik partikel yang penting adalah ukuran, bentuk, dan densitas.
Sedangkan karakter bahan cair yang penting adalah viskositas dan densitas.
Reaksi komponen yang berbeda atau gaya yang diberikan akan menimbulkan
gerakan relatif bahan cair dan petikel yang berada di dalamnya, serta antara
partikel-partikel yang berbeda karakternya (Earle, 1983).
B. Disk mill
Disk mill merupakan jenis alat pengecil bahan yang dapat menghasilkan
produk dalam ukuran sedang maupun halus, seperti kedelai, jagung, kentang dan
lainnya. Alat ini digunakan untuk mengupas kulit ari, pembelah dan penghancur
biji kedelai dalm keadaan kering maupun basah.
Disk mill merupakan alat yang memiliki konstruksi dan prinsip kerja yang
sama seperti dengan stone mill. Keduanya sama-sama memiliki dua piringan yang
dipasangkan pada sebuah shaft. Terdapat dua macam disk mill yaitu :
(1) disk mill yang bergerak pada satu roda dan roda lainnya stasioner
(2) disk mill dimana kedua rodanya bergerak.
Pada keadaan pertama, satu piringan terpasang permanen (stasioner) pada
badan mesin. Sedangkan pada keadaan kedua, piringan berputar bersamaan dalam
arah putaran yang berlawanan satu dengan lainnya. Bahan yang akan diproses
dimasukkan melalui bagian atas alat (corong pemasukan) yang mempunyai
penampung bahan. Selama proses, bahan akan mengalami gesekan diantara kedua
piringan sehingga ukurannya menjadi lebih kecil dan halus (AEL, 1976).

BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
1. Ayakan tyler
2. Burr mills
3. Moisture tester
4. Stopwatch
5. Timbangan
6. Wadah plastik
3.1.2
A.
B.
C.
D.

Bahan
Beras
Ketan
Tapioka
Terigu

3.2 Prosedur Percobaan


1. Menyiapkan bahan dan mengukur kadar air bahan dengan moisture tester
2. Menimbang bahan yang akan digiling dalam mesin pengecilan ukuran (a
kg)
3. Menyalakan mesin dan memasukkan bahan
4. Mencatat waktu yang diperlukan selama proses pengecilan ukuran (x
5.
6.
7.
8.

menit)
Menimbang produk yang dihasilkan (b kg)
Mengamati performansi mesin
Menghitung rendemen penggilingan
Meletakkan produk yang dihasilkan pada ayakan teratas, menutup ayakan
dan meletakkan pan pada bagian bawah, menggoyangkan ayakan selama

15 menit, melakukannya dengan dua kali ulangan


9. Menimbang bahan dalam setiap ayakan
10. Menentukan fineness modulus
BAB IV
HASIL PERCOBAAN
4.1 Tabel
Tabel 1. Data Hasil Pengayakan Tepung Tapioka
Diamater
Mes
h

Lubang
d1

Log

(mm)

d1

20

0,841

30

0,595

0,075
-

Bahan

Terting

Tertinggal
gal
w1
Kumula
W1
M awal
(gr)
x 100 tif (%)

Fakt
or
peng

Bahan lewat
Hasil
Gram

ali

0,05

0,05 %

0,05 %

0,3

99,95

0,05

0,05 %

0,1 %

0,25

99,95

99,95
%
99,95

40

0,420

50

0,297

70

0,177

100

0,149

0,225
0,376
0,527
0,752
0,826

Pan
Total

0,12

0,12 %

0,22 %

0,48

99,88

0,05

0,05 %

0,27 %

0,15

99,95

0,01

0,01 %

0,18 %

0,02

99,99

0,1

0,1 %

0,38 %

0,1

99,9

99,62
100

99,62%

100%

%
99,88
%
99,95
%
99,99
%
99,9
%
0

Tabel 2. Data Hasil Pengayakan Tepung Ketan


Diamater
Mes
h

Lubang
d1

Log

(mm)

d1

20

0,841

30

0,595

40

0,420

50

0,297

70

0,177

100

0,149

0,075
0,225
0,376
0,527
0,752
0,826

Pan
Total

Bahan

Terting
Tertinggal
gal
w1
Kumula
W1
M awal
(gr)
x 100 tif (%)

Fakt
or
peng

Bahan lewat
Hasil
Gram

100%

ali

0%

0%

100

0,01

0,01%

0,01%

0,05

99,99

0,1

0,1%

0,11%

0,4

99,9

0,05

0,05%

0,16%

0,015

99,95

0,08

0,08%

0,24%

0,016

99,92

0,5

0,5%

0,74%

0,5

99,5

99,26
100

99,99
%
99,9
%
99,95
%
99,92
%
99,5
%
0%

Tabel 3. Data Hasil Pengayakan Tepung Beras


Diamater
Mes
h

Lubang
d1

Log

(mm)

d1

Bahan

Terting

Tertinggal
gal
w1
Kumula
W1
M awal
(gr)
x 100 tif (%)

Fakt
or
peng
ali

Bahan lewat
Hasil
Gram

20

0,841

30

0,595

40

0,420

50

0,297

70

0,177

100

0,149

0,075
0,225
0,376
0,527
0,752
0,826

Pan
Total

0%

0%

100

0%

0%

100

0,2

0,2 %

0,2 %

0,8

99,8

0,1

0,1 %

0,3 %

0,3

99,9

0,05

0,05 %

0,35 %

0,1

99,95

0,5

0,5 %

0,85 %

0,5

99,5

99,15
100

99,15%

100 %

100
%
100
%
99,8
%
99,9
%
99,95
%
99,5
%
0

100

Tabel 4. Data Hasil Pengayakan Tepung Terigu


Diamater
Lubang
c

d1

Log

(mm)

d1

20

0,841

30

0,595

40

0,420

50

0,297

70

0,177

100

0,149

0,075
0,225
0,376
0,527
0,752
0,826

Pan
Total

Bahan

Terting
Tertinggal
gal
w1
Kumula
W1
M awal
(gr)
x 100 tif (%)

Fakt
or
peng

Bahan lewat
Hasil
Gram

ali

0%

0%

100

100%

0%

0%

100

100%

0,2

0,2%

0,2%

0,8

99,80

0,1

0,1%

0,3%

0,3

99,90

0,1

0,1%

0,4%

0,2

99,90

4,3

4,3%

4,7%

4,3

95,70

95,3
100

Tabel 5. Data Keseluruhan Tepung


No
1

Jenis Tepung
Tepung Tapioka

Fineness Modulus
0,0038

Dgw
-1,30597

Sgw
13,971

99,80
%
99,90
%
99,90
%
99,70
%
0%

2
3
4

Tepung Ketan
Tepung Beras
Tepung Terigu

0,0074
0,0085
0,047

-0,1378
-0,20833
-0,1586

-0,0745
6,7855
0,1940

D.2Perhitungan
D.2.1 Perhitungan Tepung Tapioka
A. Fineness Modulus (FM)
massabahan tertinggal kumulatif (mesh100)
FM
=
100
=

0,38
100

= 0,0038
B. Diameter rata rata
D = 0,0041 (2)0,0038
= 0,003116 m
C. Geometrical Mean Devisiation (Dgw)
Dgw
= log-1

(0,003)+ (0,011 ) + (0,045 ) + (0,026 ) + (7,520 )+(0,082)


0,38

= log-1

7,687
0,38

= log-1 (-20,2289)
= -1,30597
D. Geometrical Mean Devisiation (Sgw)
Sgw

= log-1

(0,71 ) + (0,707 ) + (1,634 ) + (0,636 ) + (0,138 )(1,372)


0,38

= log-1

= 13,971
D.2.2 Perhitungan Ketan
A. Fineness Modulus (FM)

(5,309)
0,38

FM

massabahan tertinggal kumulatif (mesh100)


100

0,74
100

= 0,0074
B. Diameter Rata-rata
D = 0,0041 (2) 0,0074
= 0,004121
C. Geometrical Mean Devisiation (Dgw)
Dgw
= log-1

0+ (0,00225 ) + ( 0,0376 )+ (0,02635 )+ (0,06016 ) +(0,413)


0,74
= log-1

0,53936
0,74

= log-1 (-0,728)
= -0,1378
D. Geometrical Mean Devisiation (Sgw)
Sgw
= log-1

0+ (0,0104 )+ (0,1112 ) + (0,0589 ) + (0,1015 ) +(0,5966)


0,74

= log-1

(0,8786)
0,74

= log-1 (-1,1872)
= -0,0745
D.2.3 Perhitungan Tepung Beras
A. Fineness Modulus (FM)
massabahan tertinggal kumulatif (mesh100)
FM
=
100
=

0,85
100

= 0,0085
B. Diameter rata rata
D = 0,0041 (2)0,0085
= 0,004124 m

C. Geometrical Mean Devisiation (Dgw)


w 1 log d 1
()

Dgw
= log-1

= log

-1

0,57906
0,85

= -0,20833
D. Geometrical Mean Devisiation (Sgw)
0+ 0+0,11836+ 0,3504+0,0133+0,1907878
Sgw
= log-1
0,85

= 6,7855
D.2.4 Perhitungan Tepung Terigu
A. Fineness Modulus (FM)
Massa bahan tertinggal kumulatif (mesh 100)
FM =
100
FM =

4,7
=0,047
100

B. Diameter Rata-Rata
D=0,0041(2) FM
D=0,0041(2)0,047=0,0042357 m

C. Geometric Mean Diameter (Dgw)


d1
w 1 log

( Massatertinggal kumulatif (mesh 100) )

Dgw=log1
Dgw=log 1

=0,1586
( 3,7585
4,7 )

D. Geometric Mean Deviation (Sgw)


w1

d 1log Dgw
log

1
Sgw=log

|0+0+ 0,13+ 0,05219+0,021835+0,70813


|
4,7
0,912155
Sgw=log |
=0,1940
4,7 |
Sgw=log1

D.3Gambar

% bahan tertinggal kumulatif


tepung tapioka

Log ukuran ayakan

Gambar 1. Grafik hubungan % bahan tertinggal kumulatif vs log ukuran ayakan


(tepung tapioka percobaan ke-1)

100.00%
99.90%
% bahan lewat
tepung tapioka

99.80%
Ukuran ayakan

Gambar 2. Grafik hubungan % bahan lewat vs ukuran ayakan (tepung tapioka


percobaan ke-1)

% b aha n tertingga l kumulatif


tepung ket an

Log uk uran ayaka n

100%
100%
100%
% bahan lewat 100%
99%
99%

tepung ketan

Ukuran ayakan

Gambar 3. Grafik hubungan


antara % bahan tertinggal kumulatif dengan log ukuran ayakan (tepung ketan
percobaan ke-2)

% bahan tertingga l k umulatif


tepung beras

Log ukuran ayakan

Gambar 4. Grafik hubungan


antara % bahan lewat dengan ukuran ayakan (tepung ketan percobaan ke-2)

100%
100%
100%
% bahan lewat 100%
tepung beras

99%
99%
Ukuran ayakan

Gambar 5. Grafik hubungan


antara % bahan tertinggal kumulatif dengan log ukuran ayakan (tepung beras
percobaan ke-3)
Gambar 6. Grafik hubungan % bahan lewat vs ukuran ayakan (tepung beras
percobaan ke-3)

% bahan te rtinggal kumulatif


tepung terigu

Log ukuran ayak an

% bahan lew at
tepung
terigu
Ukuran ayakan

Gambar 7. Grafik hubungan % bahan tertinggal


kumulatif vs log ukuran ayakan (tepung terigu percobaan ke-4)

Gambar 8. Grafik hubungan antara % bahan lewat dengan ukuran ayakan (tepung
terigu percobaan ke-4)

BAB V
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini yang dilakukan adalah mengenai penetapan
modulus kehalusan tepung. Ada empat jenis tepung yang digunakan yaitu tepung
tapioka, tepung ketan, tepung beras dan tepung terigu.
Pada proses penetapan modulus kehalusan ini salah satu prosesnya yaitu
proses pengayakan. Proses pengayakan sangat berguna dalam proses penanganan
bahan. Dimana dengan dilakukan pengayakan maka bahan yang diayak akan
disterilkan dari bahan-bahan yang merugikan (seperti batu, kerikil dan lain-lain).
Dengan kata lain, dengan adanya proses pengayakan maka kita akan mendapatkan
hasil bersih dari suatu bahan.
Percobaan tersebut dilakukan untuk mengetahui nilai modulus kehalusan.
Dari hasil pengamatan diperoleh data-data mengenai fineness modulus, diameter
rata-rata, dgw dan sgw.
Dari praktikum ini, diperoleh hasil dari data yang telah ada bahwa fineness
modulus tepung ketan adalah 0,0074, tepung tapioka 0,0038, tepung terigu 0,047,
dan tepung beras 0,085.
Modulus kehalusan tepung tapioka lebih kecil dari nilai modulus
kehalusan lainnya. Karena FM tepung tapioka lebih kecil dibandingkan dengan
tepung lainnya, maka diameter yang didapat akan semakin kecil pula. Semakin
kecil nilai diameter suatu bahan maka tingkat kehalusannya semakin baik. Nilai
dgw dan sgw yang telah dihitung pada bab sebelumnya, itu menunjukkan tingkat
kehalusan pada setiap bahan yang telah diayak. Setiap bahan memiliki 2 tipe
ukuran yaitu ukuran kasar dan ukuran ukuran halus. Ukuran kasar yaitu ukuran
yang bahannya masih kasar sehingga jika sedang mengalami proses pengayakan
pada sebuah mesin akan tersangkut pada mesin tersebut. Begitupun sebaliknya
dengan ukuran halus, yaitu ukuran yang bahannya halus sehingga jika dalam
proses pengayakan pada mesin, bahan tersebut akan lolos.

BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum kali ini adalah:
1. Semakin kecil nilai diameter suatu bahan maka semakin baik tingkat
kehalusannya
2. Semakin besar nilai FM maka semakin besar pula nilai diameternya
3. Nilai dgw dan nilai sgw menunjukkan tingkat kehalusan suatu bahan
6.2 Saran
Saran praktikum kali ini adalah:
1. Saat praktikum sedang berlangsung diharapkan suasananya lebih kondusif.
2. Dudukan mesin ayakannya pakai penahan supaya tidak terlalu berisik saat
mesin sedang dipakai.
3.

DAFTAR PUSTAKA
AEL. 1976. Schort-und Mischanlagen im Landwirtschaftlichen Betried.
Arbeitsgemeinschaft fur Electrizitatsanwendung in der Landwirtschaft e.
V., Heft 7.
Earle, R.L. 1983. Unit Operations in Food Processing. 2nd edition. Pergamon
Press, Sidney.
Rifai, Hakim. 2009. Pengecilan Ukuran Kedelai Dan Jagung. PT. Erlangga,
Jakarta.
Septiani, A. (2012). Laporan Praktikum Teknik Penanganan Hasil Pertanian.
Penetapan

Modulus

Kehalusan

Tepung.

Bandung:

Universitas

Padjadjaran.
Brennan,

J.G.,

J.R.

Butlers,

N.D.

Cowell,

dan

A.E.V.

Lilly.

1974. FoodEngineering Operations. Applied Science Publisher. Essex.


Henderson, S.M. dan R.L. Perry. 1982. Agricultural Process Engineering.
The AVI Publishing Company, Inc. Westport
Mc Colly and J.W. Martin. 1955. Processing Agricultural Engineering. Mc GrawHill Book Co., New York.
Smith, H.P. 1955. Farm Machinery and Equipment. Mc Graw-Hill Book Co.,
Inc. Fourth Edition, New York
Wiratakusumah, Aman. 1992. Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan.
Departemen

Pendidikan

dan

Kebudayaan

Direktur

Jenderal

PerguruanTinggi. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor.


Bogor.

LAMPIRAN

Gambar 1. Penimbangan bahan


Gambar 2. Pengayakan tepung beras

Gambar 3. Penimbangan tepung beras


dalam setiap ayakan

Gambar 5. Penimbangan tepung terigu


dalam setiap ayakan

Gambar 4. Pengayakan tepung terigu

Anda mungkin juga menyukai