Anda di halaman 1dari 89

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dibidang pertanian dihasilkan berbagai macam bahan pangan seperti sayuran,
buah-buahan, umbi-umbian, dan lainnya. Bahan pangan tersebut mempunyai bentuk
dan ukuran yang berbeda-beda. Terkadang bentuk dan ukuran bahan pangan mentah
berukuran lebih besar daripada kebutuhan sehingga ukuran bahan tersebut harus
diperkecil sesuai dengan yang dibutuhkan. Kegiatan atau cara yang dilakukan dalam
melakukan pengecilan bahan tersebut merupakan teknik pengecilan ukuran bahan
hasil pertanian. Pengecilan ukuran bahan hasil pertanian bertujuan untuk
mendapatkan bentuk pangan sesuai dengan yang diinginkan seperti agar lebih indah,
bentuk lebih bervariasi serta mudah diolah.
Operasi pengecilan ukuran sangat penting dalam pengolahan bahan hasil
pertanian, baik itu dalam keadaan basah maupun kering. Setiap bahan hasil pertanian
memiliki teknik pengecilan ukuran yang berbeda-beda. Tergantung karakteristik
bahan, sifat kimia, dan sifat biologisnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan praktikum
pengecilan ukuran pada bahan hasil pertanian.

1.2 Tujuan praktikum


Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mengetahui prinsip kerja dan
mempraktikkan operasi pengecilan ukuran untuk bahan pangan padat dan bahan
pangan basah.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pengecilan ukuran dapat didefinisikan sebagai penghancuran dan pemotongan


mengurangi ukuran bahan padat dengan kerja mekanis, yaitu membaginya menjadi
partikel-partikel yang lebih kecil. Penggunaan proses penghancuran yang paling luas
di dalam industri pangan barangkali adalah dalam penggilingan butir-butir gandum
menjadi tepung,akan tetapi penghancuran ini dipergunakan juga untuk beberapa
tujuan, seperti penggilingan jagung menghasilkan tepung jagung, penggilingan gula,
penggilingan bahan pangan kering seperti sayauran (Soedojo, 2008).
Pengecilan ukuran dibagai menjadi dua jenis, yaitu pengecilan ukuran bahan
padat dan pengecilan ukuran bahan cair. Pengecilan ukuran bahan cair dapat dengan
cara emulsifikasi atau homogenisasi. Emulsifikasi adalah pembentukan emulsi yang
stabil dengan pencampuran dua atau lebih cairan yang tidak saling larut, sehingga
satu bagian (fase terdispersi) terdispersi dalam bentuk droplet yang sangat kecil pada
bagian yang kedua (fase kontinyu). Homogenisasi adalah pengecilan ukuran ke 0,5 –
0,3 µm dan peningkatan jumlah partikel padat atau cair dari fase terdispersi dengan
menggunakan shearing force untuk meningkatkan ikatan dan stabilitas dari dua
bagian (Choirunnisa, 2009)
Prosedur pengecilan pengukuran dibagi menjadi tiga, yaitu pemotongan
(cutting), pemecahan (crushing) dan penggeseran (shearing). Pemotongan (cutting)
adalah pemisahan atau pengecilan yang dilakukan dengan cara mendorong atau
memaksa pisau tipis dan tajam ke material yang ingin diperkecil, cocok untuk produk
buah, umbi dan sayuran. Pemecahan (crushing) adalah pengecilan dengan
memberikan gaya (force) yang cukup bagi material yang lebih besar dari tegangan
putus material, cocok untuk produk pakan ternak, pembuatan bubuk, juice, pemisahan
biji dari kulit yang keras hingga pemecahan batu. Penggeseran (shearing) adalah
kombinasi pemotongan dan pemecahan, jika mata pisau gesernya tajam dan tipis,
maka hasil yang diperoleh mirip dengan hasil pemotongan, jika mata pisau gesernya

2
tumpul dan tebal, maka hasil yang diperoleh mirip dengan pemecahan (Supardi,
2007).
Buah kelapa terdiri dari 4 bagian yaitu 35% serabut, 12% tempurung, 28%
daging kelapa, dan 25% air. bagian terpenting dari buah kelapa sebagai bahan pangan
adalah daging buahnya, terutama dimanfaatkan sebagai sumber lemak nabati.
Kematangan buah kelapa ditandai dengan 6 bulan setelah membukanya spate, warna
tempurung lebih gelap. Tingkat kematangan buah kelapa mempengaruhi komposisi
kimia buah kelapa. Semakin tua umur kelapa semakin tinggi kadar lemaknya,
sebaliknya terjadi pada kadar air. Komposisi daging buah kelapa yang terbesar adalah
air dan lemak (Alkali, 2012).
Santan merupakan cairan yang diperoleh dari pengepresan daging buah kelapa yang
sudah tua. Kematangan buah kelapa merupakan faktor kritis pada ekstraksi santan. Kelapa
yang belum tua, bila diekstraksi akan menghasilkan santan dalam jumlah sedikit dan kualitas
rendah. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu alat pemarut dan pemeras yang dapat meningkatkan
efisiensi kerja pada proses pemarutan serta pemerasan, yaitu telah diciptakannya suatu alat
pemarut kelapa dan pemeras santan kelapa mekanis (sumber tenaga motor). Pemarutan dan
pemerasan kelapa menggunakan mesin ini akan dapat menghasilkan santan dengan kualitas
dan kuantitas yang lebih baik dibandingkan dengan pemarutan dan pemerasan dengan alat
tradisional (Faisz, 2013).

3
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 15 April 2017 di Laboratorium
Teknik Bioproses Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.

3.2 Alat dan Bahan Praktikum


3.2 .1 Alat-alat praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah blender, ayakan,
baskom, stopwatch, parutan, pisau, talenan, gelas ukur, dan timbangan digital.
3.3.2 Bahan-bahan praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah beras,
kelapa, air, dan tissue.

3.3 Prosedur Kerja

Mulai

Penimbangan bahan (beras)

Penggilingan bahan

Pengayakan bahan

Pengamatan perubahan fisik

Selesai

4
Gambar 1.1 Diagram Alir Proses Pengecilan Ukuran Beras Putih.
Prosedur Praktikum
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang bahan sebanyak 100 gram dan diamati sifat fisik beras.
3. Digiling bahan menggunakan blender dengan kecepatan 1 selama 30 detik.
4. Ditimbang bahan hasil penggilingan dan diamati perubahan fisiknya.
5. Diayak bahan yang telah digiling dan diamati perubahan fisik hasil ayakan
dan sisa bahan yang tertinggal pada alat.
6. Ditimbang bahan hasil ayakan dan sisa bahan yang tertinggal.
7. Diulangi langkah 2 sampai 6 untuk kecepatan 2.

Mulai

Penimbangan bahan (kelapa)

Pengecilan ukuran (kelapa)

Penambahan air

Pengekstraksian

Penyaringan

Pengamatan

Selesai

Gambar 1.2 Diagram Alir Pengecilan Ukuran Terhadap Ekstraksi Santan Kelapa.
Prosedur Praktikum

5
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang bahan seberat 100 gram kelapa tua (siapkan 2 sampel).
3. Dikecilkan ukurannya (sampel 1 diparut, sampel 2 diiris).
4. Ditimbang berat air.
5. Dicampur air dengan kelapa.
6. Diekstraksi selama 2 menit.
7. Disaring fitrat atau santan hasil ekstraksi.
8. Ditimbang berat santan yang dihasilkan.

3.4 Cara Analisis


1. Penggilingan beras
a. Persentase Rendemen
Berat hasil gilingan
% Rendemen = x 100%
berat awal

b. Persentase berat tertinggal


X1
% Berat tertinggal = x 100%
Berat awal

Keterangan:
𝑥1 = Berat sisa bahan yang tertinggal diayakan.

2. Pengekstraksian Santan
a. Persentase Rendemen
Berat santan
% Rendemen = x 100%
Berat kelapa+berat air

6
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Pengaruh Kecepatan Blender Terhadap Hasil Gilingan
Bahan Pangan Padat.
Kecepatan 1 Kecepatan 2
Bahan Beras Beras
Berat awal 100 gram 100 gram
Berat setelah dihaluskan 99,73 gram 99,85 gram
Berat sisa (𝑋1 ) 75,70 gram 57,14 gram
Berat akhir (hasil ayakan) 23,88 gram 42,30 gram
Kenampakan Fisik awal
Bentuk Lonjong (utuh) Lonjong (utuh)
Warna Putih keras Putih kotor
Tekstur Sangat kasar Sanagt kasar
Kenampakan fisik setelah
dihaluskan
Bentuk Bubuk Bubuk
Warna Putih Putih
Tekstur Agak kasar Agak kasar
Kenampakan fisik akhir
Bentuk Bubuk Bubuk
Warna Putih bersih Putih bersih
Tekstur Halus Halus
Rendemen (%) 99,73% 99,85%
Berat tertinggal 75,70% 57,14%

7
Tabel 2 Hasil Pengamatan Pengecilan Ukuran Terhadap Ekstrak Santan Kelapa.
No Perlakuan Warna Volume Berat Berat Berat kekentalam Rendemen
santan santan (ml) santan (gr) air (gr) ampas (gr) (%)
1. Parut Putih 210 ml 267,18 gr 191,67 63,32 gr Kental 91,6%
halus susu gr
2. Potong Putih 170 ml 165,05 gr 193,12 117,49 gr Agak kental 55,54%
kecil keruh gr

Analisis Data
1. Beras
a. Kecepatan 1
99,73
 Rendemen = x100%
100
= 99,73%
75,70
 Berat tertinggal = x100%
100
= 75,70%

b. Kecepatan 2
99,85
 Rendemen = x100%
100
= 99,85%
57,14
 Berat tertinggal = x100%
100
= 57,14%
2. Ekstraksi Santan
a. Parut halus
267,18
Rendemen = x 100%
100+191,67

8
267,18
=
291,67
= 91,6%
b. Potong kecil
1655,05
Rendemen = x100%
104+193,12
165,05
=
297,12
= 55,54%
4.2 Pembahasan
Hubungan antara kecepatan penggilingan terhadap hasil gilingan yaitu
semakin besar kecepatan putar maka semakin besar tenaga yang dibutuhkan. Semakin
tinggi kecepatan belender itu berputar maka semakin cepat halus hasil yang
didapatkan. Kemudian pengaruh kecepatan penggilingan terhadap kenampakan hasil
gilingan yaitu semakin lama waktu penggilingan beras maka semakin kecil ukuran
bahan yang didapatkan dan semakin halus beras yang dihasilkan. Kebutuhan tenaga
juga untuk penggerusan dan penghalusan bahan biji-bijian sangat tergantung dari
jenis bahan dan kehalusan hasil gilingan yang dikehendaki juga efek dari jumlah gigi
penggiling yang digunakan untuk penggilingan tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan maka diperoleh hasil
rendemen gilingan untuk kecepatan 1 pada bahan beras diperoleh hasil sebesar
99,73%, sedangkan untuk kecepatan 2 memperoleh hasil yaitu sebesar 99,85%.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin besar kecepatan blender yang digunakan
maka rendemen yang diperoleh semakin tinggi artinya hasil penggilingan beras yang
didapatkan semakin baik.
Hasil ayakan untuk setiap penggilingan yaitu pada kecepatan 1 dihasilkan
berat yang tertinggal pada ayakan adalah 75,70%. Sedangkan pada kecepatan 2
dihasilkan berat yang tertinggal pada ayakan sebesar 57,14%. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pada kecepatan 1 berat yang tertinggal lebih besar atau lebih

9
banyak dibandingkan dengan kecepatan 2, karena pada kecepatan 1 diperoleh hasil
yang lebih kasar dibandingkan dengan hasil pada kecepatan 2 sehingga bahan yang
tertinggal pada ayakan lebih banyak. Hal ini juga berhubungan dengan prinsip yaitu
semakin tinggi kecepatan blender berputar maka semakin halus beras yang
dihasilkan.
Pada kelapa parut, warna santan yang dihasilkan yaitu putih susu sedangkan
pada kelapa yang dicincang atau dipotong kecil berwarna putih keruh. Hal ini
disebabkan oleh kelapa yang telah diparut mendapatkan ekstraksi santan yang lebih
banyak karena ukuran kelapa yang sangat kecil sehingga santan yang dihasilkan lebih
bagus dan keluar semua santan yang ada dalam parutan kelapa, sedangkan pada
kelapa yang dipotong kecil hanya berwarna putih keruh karena ekstraksi santan pada
kelapa tidak dapat keluar semua.
Volume santan yang dihasilkan pada kelapa yang diparut yaitu 210 ml dan
untuk volume santan kelapa yang dipotong kecil yaitu 170 ml. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa semakin kecil ukuran kelapa yang dihasilkan maka volume
santan yang diperoleh semakin banyak. Pengecilan ukuran dengan pemotongan dan
pemarutan diaplikasikan pada produk pangan kelapa tua, yaitu untuk melihat
perbandingan jumlah persen rendemen yang dihasilkan. Semakin kecil ukuran suatu
bahan maka akan menghasilkan rendemen yang lebih banyak. Pada proses pengecilan
ukuran dengan pemarutan mendapatkan persen rendemen sebanyak 91,6%.
Sedangkan pada proses pengecilan ukuran dengan pemotongan didapatkan rendemen
sebanyak 55,54%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Supardi (2007) yang meyatakan,
semakin kecil ukuran suatu bahan yang dihancurkan maka hasil yang didapatkan
semakin banyak, yaitu khususnya untuk produk yang hasilnya berupa cairan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengecilan ukuran pada beras adalah
ukuran bahan yang diayak, pantulan dari material dan kandungan air. Selain faktor-
faktor dari bahan, faktor dari efektifitas alat yang menggunakan blender juga sangat
berperan, semakin lama waktu penggilingan beras maka semakin kecil ukuran bahan

10
yang didapatkan dan semakin cepat blender itu berputar maka semakin cepat dan
halus hasil yang di dapatkan.

11
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat disimpulkan
bahwa semakin tinggi kecepatan blender dan semakin kecil bahan pangan
dihancurkan maka persen berat tertinggal akan semakin tinggi dan berat yang
tertinggal semakin sedikit, serta rendemen yang dihasilkan semakin tinggi. Hal ini
sesuai dengan hasil pengamatan yaitu pada kecepatan 1 dihasilkan berat yang
tertinggal pada ayakan 75,70%. Sedangkan pada kecepatan 2 dihasilkan berat yang
tertinggal pada ayakan sebesar 57,14%.Kemudian pada proses pengecilan ukuran
dengan pemarutan mendapatkan persen rendemen sebanyak 91,6%. Sedangkan pada
proses pengecilan ukuran dengan pemotongan didapatkan rendemen sebanyak
55,54%.

12
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Beragam kualitas bahan pangan yang tersedia selama ini merupakan salah satu
kendala dalam penyediaan pangan berkualitas. Hal tersebut dipengaruhi karena
kandungan kadar air dalam bahan pangan. Kadar air didalam suatu bahan pangan
menunjukkan jumlah air yang terikat didalam jaringan bahan pangan tersebut. Kadar
air bahan dapat dijadikan indikator daya simpan bahan pangan tersebut.
Penyimpanan bahan pangan atau hasil pertanian merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari pengolahan. Khususnya untuk pengawetan dan pengemasan bahan
pangan. Bila kita berbicara tentang proses pengeringan dan pengemasan bahan maka
akan sangat erat hubungannya dengan kadar air bahan.
Metode yang berkembang dalam pengukuran kadar air dan aktivitas air (Aw)
dalam bahan yaitu dengan metode oven pengering. Metode tersebut hanya
membandingkan bobot segar dengan bobot setelah mengalami pengovenan. Selain
itu, kegiatan pemeriksaan kadar air bahan dan produk dibutuhkan secara cepat
sebelum kegiatan pemeriksaan bahan baku yang dipesan ataupun sebelum produk
digunakan, maka pilihan pemeriksaan kadar air dilakukan dengan alat moisture tester.
Tentu, cara pengukuran kadar air bahan pertanian dengan menggunakan oven dan
moisture tester memiliki perbandingan yang perlu diketahui, supaya penanganan
pangan dapat disesuaikan berdasarkan kadar air yang dimiliki oleh setiap bahan
pertanian. Oleh karena itu praktikum ini sangat perlu untuk dilakukan, agar dapat
memahami prinsip pengeringan produk pertanian dan untuk mengukur kadar air
produk menggunakan metode oven dan moisture tester.

1.2 Tujuan Praktikum

13
Adapun tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui prinsip pengeringan
produk pertanian dan untuk mengatur kadar air produk pertanian menggunakan
metode oven dan moisture tester.

14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Air termasuk zat gizi. Setiap bahan pangan mengandung air. Air dapat berasal
dari energi zat gizi pangan selama metabolisme, atom karbon dan atom H bergabung
dengan oksigen menghasilkan CO2 dan H2O. Air berfungsi sebagai media hampir
semua reaksi kimia yang ada didalam tubuh dan ikut serta dalam reaksi tersebut, air
dapat melarutkan mineral, vitamin, asam amino, glukosa, dan banyak molekul kecil
lainnya, air berperan sebagai pengangkut zat penting ke dalam sel, dan mengeluarkan
sisanya (Tejasari, 2005).
Penentuan kadar air sangat penting dalam banyak masalah industri, misalnya
dalam evaluasi material balance atau kehilangan selama pengolahan. Kita harus tahu
kandungan air (dan kadang juga distribusi air) untuk pengolahan optimum, misalnya
dalam penggilingan serealia, pencampuran adonan sampai konsistensi tertentu, dan
produksi roti dengan daya awet dan tekstur tinggi. Kadar air harus diketahui dalam
penentuan nilai gizi pangan, untuk memenuhi standar komposisi dan peraturan-
peraturan pangan. Kepentingan yang lain adalah bahwa kadar air diperlukan untuk
penentuan mengetahui pengolahan terhadap komposisi kimia yang sering dinyatakan
pada dasar dry matt. Penentuan kadar air yang cepat dan akurat bervariasi tergantung
stuktur dan komposisinya (Aventi,2015).
Kadar air dry bulb (db) adalah kadar air yang ditentukan pada saat suhu dry
bulbyaitu pada saat suhu diukur dengan pembacaan termometer biasa atau
termometer yang bolanya dalam kondisi kering. Kadar air % db dapat dicari dengan
rumus Ka % db= (b-c) / (c-a) x100 %. Kadar air % db menghitung jumlah air yang
ada didalam bahan dibandingkan terhadap berat bahan kering yang dikalikan 100 %
(mencari kadar air dalam kondisi bahan kering). Kadar air wet bulb (wb) adalah kadar
air yang ditentukan pada saat suhu wet bulbyaitu ketika suhu campuran uap air-udara
sebagaimana yang dinyatakan oleh pengukuran dengan termometer yang “bulb-nya”
diselimuti dengan lapisan tipis cair. Kadar air % wb yang dapat dicari dengan rumus

15
Ka % wb= (b-c) / (b-a) x100 %. Kadar air % wb menghitung jumlah air yang ada
didalam bahan dibandingkan terhadap berat bahan basah dan dikalikan 100 %
(mencari kadar air dalam kondisi bahan basah) (Sudewo, 2000).
Pengeringan (drying)zat padat berarti pemisahan sejumlah kecil air atau zat
cair lain dari bahan padat, sehingga mengurangi kandungan sisa zat cair didalam zat
padat itu sampai suatu nilai terendah yang dapat diterima. Pengeringan biasanya
merupakan alat terakhir dari sederetan operasi, dan hasil pengeringan biasanya siap
untuk dikemas. Ada pengering yang beroperasi secara kontinyu (sinambung) dan
batch. Untuk mengurangi suhu pengeringan, beberapa pengering beroperasi dalam
vakum. Beberapa pengering dapat menangani segala jenis bahan, tetapi ada pula yang
sangat terbatas dalam hal umpan yang ditanganinya (Novary, 2002).
Tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air pada bahan sampai
pada batas tertentu dimana perkembangan mikroorganisme seperti baktei, khamir
atau kapang yang dapat menyebabkan kebusukan dapat dihentikan sehingga bahan
dapat disimpan lebih lama. Sementara volume bahan menjadi lebih kecil sehingga
mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan
menjadi berkurang sehingga mempermudah transport, dengan demikian diharapkan
biaya produksi lebih murah. Disamping keuntungan-keuntungannya, pengeringan
juga mempunyai beberapa kerugian yaitu karena sifat asal bahan yang dikeringkan
dapat berubah, yaitu bentuk, sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu, dan
sebagainya (Suismono, 2001).
Rendemen pati kentang tertinggi diperoleh pada suhu pengeringan 40 °C yaitu
3,61 % yang berbeda sangat dengan suhu dengan suhu pengeringan 60 °C yaitu 2,82
%. Perbedaan ini diduga karena suhu pengeringan yang digunakan tergolong tinggi
sebesar 60 °C, sehingga menyebabkan kandungan air yang teruapkan lebih banyak
mengakibatkan rendemen yang dihasilkan menurun. Begitu juga sebaliknya, semakin
rendah suhu yang digunakan maka semakin sedikit air yang teruapkan sehingga
diperoleh rendemen yang tinggi. Perbedaan tinggi dan rendahnya rendemen suatu

16
bahan pangan sangat dipengaruhi oleh kandungan air suatu bahan pangan (Martunis,
2012).

17
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 22 April 2017 di Laboratorium
Bioproses Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.

3.2 Alat dan Bahan Praktikum


3.2.1 Alat-alat praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cawan,
desikator, moisture tester, oven, penjepit, dan timbangan analitik.
3.2.2 Bahan-bahan praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah gabah,
jagung, kacang hijau, dan kedelai.

3.3 Prosedur Kerja


3.3.1 Pengukuran Kadar Air Dengan Metode Oven
Mulai

Disiapkan gabah, jagung, kacang Hijau dan kacang Kedelai

Dihidupkan Oven

Disiapkan cawan kosong dan dioven 1-2 jam

Didinginkan dalam Desikator

Ditimbang cawan kosong (M1)

Ditimbang bahan diatas cawan (M2)


18
Dioven bahan selama 24 jam

Didinginkan didalam desikator

Ditimbang (M3)

Diukur kadar air bahan

Diulangi untuk bahan lain

Selesai
Gambar 2.1 Diagram Alir Pengukuran Kadar Air Dengan Metode Oven
Prosedur Praktikum
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dinyalakan oven dan diatur suhunya 105 °C
3. Disiapkan cawan kosong bersih lalu dioven selama 1-2 jam
4. Didinginkan didalam desikator
5. Ditimbang cawan kosong dan dicatat berat cawan kosong (M1)
6. Ditimbang 10 gram bahan diatas cawan (M2), kemudian dioven selama 24
jam
7. Dikeluarkan cawan dari oven dan didinginkan dalam desikator setelah itu
ditimbang (M3)
8. Diukur kadar air bahan
9. Diulangi langkah 2 sampai 8 untuk bahan lain.

3.3.2 Pengukuran Kadar Air Dengan Metode Moisture Tester

19
Mulai

Ditekan tombol on/off

Pemilihan jenis bahan

Dimasukkan bahan kedalam corong

Ditekan “Enter”

Dicatat hasil pengukuran

Selesai

Gambar 2.2 Diagram Alir Pengukuran Kadar Air Dengan Metode Moisture Tester.
Prosedur Praktikum
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditekan tombol on/off , lalu tunggu sampai loading 100 %
3. Dipilih jenis bahan yang akan diukur kadar airnya
4. Dimasukkan bahan kedalam corong pemasukan, kemudian ditekan “Enter”
5. Dicatat hasil pengukuran
6. Diulangi untuk bahan lain

3.4 Cara Analisis


1. Pengukuran Kadar Air Dalam Basis Basah (% wb)
M2-(M3-M1)
Kadar Air (% wb) = ×100 %
M2

2. Pengukuran Kadar Air Dalam Basis Kering


M2-(M3-M1)
Kadar Air (% db) = ×100 %
M3-M1

20
Kadar air dalam basis kering ( % db) dapat dihitung dengan persamaan
sebagai berikut :

Kadar air (% wb)


Kadar Air (% db) = ×100 %
1-Kadar Air (% wb)

Keterangan :

M1= Berat cawan kosong (gr)


M2= Berat awal bahan (gr)
M3= Berat bahan + berat cawan setelah dioven

21
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Kadar Air Bahan Dengan Metode Oven
Berat
Berat Berat
Cawan Kadar Air
Bahan Ulangan Bahan Cawan+BahanSetela
Kosong
(M2) (gr) h dioven (M3) (gr)
(M1) (gr) % wb % db
1 9,24 5,02 13,76 9,96 11,06
Gabah 2 8,96 5,01 13,48 9,78 9,14
3 8,12 5,00 12,63 9,80 10,86
Rata-rata 9,85 10,35
1 9,04 5,02 13,45 12,15 13,83
Jagung 2 9,14 5,01 12,54 32,13 47,35
3 9,42 5,01 13,82 8,58 13,86
Rata-rata 17,62 25,01
Kacang 1 9,32 5,00 13,43 12,4 14,15
Kedela 2 7,92 5,01 13,54 12,17 15,86
i 3 7,93 5,05 12,40 12,27 12,86
Rata-rata 12,28 13,42
1 9,32 5 13,70 12,4 14,15
Kacang
2 7,92 5,02 12,32 12,35 14,09
Hijau
3 7,93 5,01 12,31 12,57 14,4
Rata-rata 12,44 14,21

Tabel 2.2 Hasil Pengamatan Kadar Air Dengan Metode moisture tester
Kadar Air
Bahan Ulangan
(% wb) (% db)
1 17,13 20,67
Gabah 2 17,03 20,92
3 17,22 20,8
Rata-rata 17,12 20,66
1 11,18 13,48
Jagung 2 12,16 13,9
3 11,98 13,61

22
Rata-rata 12,06 13,66
1 12,87 14,79
Kacang
2 12,96 14,89
Kedelai
3 12,86 14,78
Rata-rata 12,9 14,82
1 12,08 13,74
Kacang
2 12,13 13,8
Hijau
3 12,13 13,8
Rata-rata 12,11 13,78

Analisis Data
 Metode Oven
Kacang Hijau
 Ulangan 1

M2-(M3-M1)
Kadar Air (% wb) = ×100 %
M2

5-(13,70-9,32)
= ×100 %
5

= 12,4 %

M2-(M3-M1)
Kadar Air (% db) = ×100 %
M3-M1

5-(13,70-9,32)
= ×100 %
13,70-9,32

= 14,15 %

 Ulangan 2

M2-(M3-M1)
Kadar Air (% wb) = ×100 %
M2

5,02-(12,32-7,92)
= ×100 %
5,02

23
= 12,35 %

M2-(M3-M1)
Kadar Air (% db) = ×100 %
M3-M1

5,02-(12,32-7,92)
= ×100 %
12,32-7,92

= 14,09 %

 Ulangan 3

M2-(M3-M1)
Kadar Air (% wb) = ×100 %
M2

5,01-(12,31-7,93)
= ×100 %
5,01

=12,57 %

M2-(M3-M1)
Kadar Air (% db) = ×100 %
M3-M1

5,01-(12,31-7,93)
= ×100 %
12,31-7,93

=14,4 %

Ulangan 1+Ulangan 2+Ulangan 3


Rata-rata % wb =
3

12,4 + 12,35 +12,57


=
3

37,32
=
3

= 12,44 %

Ulangan 1+Ulangan 2+Ulangan 3


Rata-rata % db =
3

24
14,15+14,09+14,4
=
3

42,64
=
3

= 14,21 %

 Metode Moisture Tester


 Ulangan 1

Kadar air (% wb)


Kadar Air (% db) = x 100%
1-Kadar Air(% wb)

12,08 %
= ×100 %
1-12,08 %

= 13,74 %

 Ulangan 2

Kadar air (% wb)


Kadar Air (% db) = x 100%
1-Kadar Air(% wb)

12,13 %
= ×100 %
1-12,13 %

= 13,80 %

 Ulangan 3

Kadar air (% wb)


Kadar Air (% db) = x 100%
1-Kadar Air(% wb)

12,13 %
= ×100 %
1-12,13 %

= 13,80 %

25
Ulangan 1+Ulangan 2+Ulangan 3
Rata-rata % db =
3

13,74+13,80+13,80
=
3

= 13,78 %

4.2 Pembahasan
Proses pengeringan pada prinsipnya menyangkut proses pindah panas dan
pindah massa yang terjadi secara bersamaan (simultan). Pertama panas harus
ditransfer dari medium pemanas ke bahan. Selanjutnya setelah terjadi penguapan air,
uap air yang terbentuk harus dipindahkan melalui struktur bahan ke medium
sekitarnya. Proses ini akan menyangkut aliran fluida dimana cairan harus ditransfer
melalui struktur bahan selama proses pengeringan berlangsung. Jadi panas harus
disediakan untuk menguapkan air dan air harus mendifusi melalui berbagai macam
tahanan agar dapat lepas dari bahan dan berbentuk uap air yang bebas. Lama proses
pengeringan tergantung pada bahan yang dikeringkan dan cara pemanasan yang
digunakan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan antara lain : luas permukaan,
makin luas permukaan bahan makin cepat bahan menjadi kering untuk mempercepat
pengeringan umumnya bahan pangan akan dipotong-potong terlebih dahulu.
Perbedaan suhu dan udara sekitarnya, semakin besar perbedaan suhu antara medium
pemanas dengan bahan pangan makin cepat pemindahan panas kedalam bahan dan
makin cepat pula penghilangan air dari bahan. Kecepatan aliran udara, makin tinggi
kecepatan udara makin banyak penghilangan uap air dari permukaan bahan sehingga
dapat mencegah terjadinya udara jenuh dipermukaan bahan. Tekanan udara, semakin
kecil tekanan udara akan semakin besar kemampuan udara untuk mengangkut air
selama pengeringan. Kelembaban udara, makin lembab udara maka makin lama
kering sedangkan makin kering udara udara maka makin cepat pengeringan.

26
Dengan metode oven didapatkan hasil kadar air untuk bahan hasil pertanian
seperti gabah rata-rata % wb adalah 9,85 dan % db 10,35 dengan kadar air pada
literatur sebesar 14 %, jagung % wb adalah 17,62 dan % db 25,01 dengan kadar air
pada literatur 15 %, kacang kedelai % wb adalah 12,28 dan % db 13,42 dengan kadar
air pada literatur 13-16 %, dan kacang hijau % wb adalah 12,44 dan % db 14,21. Pada
metode moisture testerdidapatkan rata-rata % wb untuk kacang hijau 12,11 dan % db
13,78. Perhitungan kadar air dengan metode oven dan metode moisture testeruntuk
kacang hijau tidak terlalu memiliki perbedaan yang jauh. Pengukuran dengan metode
oven lebih cocok untuk digunakan karena dapat mengeringkan semua jenis bahan
pangan, walaupun waktu yang dibutuhkan untuk metode ini cukup lama.
Manfaat pengukuran kadar air antara lain : menghindari pembusukan selama
penyimpanan maupun selama pengiriman yang disebabkan oleh jamur dan bakteri
yang hidup pada lingkungan lembab, meningkatkan kualitas dan daya tahan bahan ,
karena dengan kadar air yang sesuai bahan seperti beras, jagung dan bahan lainnya
dapat disimpan lebih lama tanpa mengalami penurunan kualitas.

27
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa
pengukuran kadar air dapat dilakukan dengan metode oven ataupun metode moisture
tester, rata-rata kadar air kacang hijau yang didapat dengan metode oven adalah 12,44
% (% wb) dan 14,21 % (% db), sedangkan rata –rata kadar air dengan metode
moisture testeradalah 12,11 % (% wb) dan 13,78 % (% db). Metode oven lebih
banyak digunakan karena dapat mengeringkan semua bahan pangan sedangkan
moisture testerbahan yang dapat diukur kadar airnya terbatas. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pengeringan antara lain : luas permukaan, perbedaan suhu dan udara
sekitarnya, kecepatan aliran udara, tekanan udara, dan kelembaban udara.

28
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Bahan pangan pada umunya dalam bentuk cairan dan padatan meskipun
demikian buikan berarti bahan-bahan air tidak mengandung bahan-bahan padatan
(solid) dan begitu juga sebaliknya, dalam bahan padatan terdapat pula bahan cair,
pada bahan pangan uji sifat fisik biasanya dilakukan terhadap kekarasan, warna, rasa,
dan bau dari bahan tersebut. Untuk mempermudah proses selanjutnya dalam suatu
pengolahan perlu dilakukan pemisahan komponen-komponen dari suatu campuran
menjadi fraksi-fraksi individual. Dalam praktik pemisahan mekanis dapat dilakukan
dengan cara sndimentasi (pengendapan), sentrifugasi(pemusingan), filtrasi
(penyaringan) dan lain sebagainya.
Pemisahan partikel padat dalam suatu selang ukuran, dapat dilakukan dengan
menggoyang-goyangkan melalui saringan, yang menahan bebrapa partikel dan
membiarkan yang lain, yaitu yang berukuran kecil lolos. Dengan menggunakan suatu
deret saringan, partikel. Partikel dapat dikelopokan menurut ukuran-ukuranya. Cara
lain memisahkan partikel padat adalah dengan melayangkannya didalam suatu aliran
bahan cair dan mengenakan gaya tarik serta gravitasi atau gaya sentrifugasi yang
berbeda pada partikel-partikel yang berbeda ukuran untuk memisahkannya kedua
proses ini disebut klasifikasi. Oleh karena itu, maka perlu dilakukan praktikum ini
untuk memahami prinsip pemisahan dan proses pemisahan mekanis baik secara
sendimentasi maupun sentrifugasi pada pengolahan produk pertanian.

1.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk memahami prinsip pemisahan
dan dapat memahami proses pemisahan mekanis yang meliputi sendimentasi dan
sentrifugasi pada pengolahan produk pertanian.

29
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pemisahan mekanis adalah cara peisahan anatar dua komponen atau lebih
melalui sendimentasi (pengendapan), sentrifugasi (pemusingan) dan filtrasi
(penyaringan). Pemisahan juga proses pemisahan satu atau beberapa bahan yang
dapat larut dalam campuran dengan padatan lain yang tidak dapat larut dengan
pelarut cair dan dalam operasinya sifat-sifat zat padat mengalami perubahan (Zailani,
2006).
Proses pemisahan dapat diterangkan sebagai proses perpindahan massa.
Proses pemisahan sendiri dapat diklasifikasikan menjadi proses pemisahan secara
mekanis atau kimiawi. Pemilihan jenis proses yang dapat digunakan kapanpun
memungkinkan karena biaya operasinya mudah dari pemisahan secara kimiawi.
Untuk campuran yang tidak dapat dipisahkan melalui pemisahan mekanis (seperti
pemisahan minyak bumi) (Surakarta, 2003).
Suatu materi yang tersusun atas dua atau lebih zat dengan komposisi tidak
tetap dan masih memiliki sifat-sifat zat asalnya dinamakan campuran. Dengan kata
lain, suatu jenis materi dikatakan campuran jika materi tersebut memiliki keragaman
dalam komposisidan sifat-sifat zat asalnya masih tampak. Campuran dapat di kenal
secara langsung disebabkan keragaman komponen penyusunnya. Walaupun
demikian, kadang-kadang komponen penyusun campuran demikian halus, sehingga
jika diamati tanpa bantuan mikroskop sukar dibedakan komponen-komponen
penyusunnya (Sunarya, 2010).
Sentrifugasi adalah teknik pemisahan suatu bahan berdasarkan berat molekul
dengan kecepatan tertentu. Teknik pemisahan ini digunakan untuk memisahkan atau
memurnikan protein, partikel, dan organel selular yang disedimentasi ukuran atau
bentuk relatifnya. Laju aktual sedimentasi dalam cairan merupakan fungsi dari
perbedaan densitas antara partikel dengan medium sentrifugasi, viskositas medium,
bentuk partikel dan kekuatan sentrifugal (Bintang, 2010).

30
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau
cairan dengan bantuan pelarut atau dapat pula dikatakan ekstraksi merupakan proses
pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu campuran homogeny menggunakan
pelarut cair sebagai separating gen, pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut
yang berbeda dari komponene-komponen dalam campuran. Ekstraksi pelarut cair-cair
merupakan satu komponen bahan atau lebih dari suatu campuran yang dipisahkan
dengan bantuan pelarut, ektraksi cair-cair tidak dapat digunakan apabila pemisahan
campuran dengan cara destilasi karena kepekaannya terhadap panas atau tidak
ekonomis. Seperti pada ekstraksi padat-cair, ekstraksi cair-cair selalu terdiri dari
pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut dan pemisahan kedua
fase cair sempurna (Wibawads, 2012).
Ekstraksi memanfaatkan pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut
yang tidak dapat bercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke
pelarut lain. Misalnya idion sebagai pencemar dalam air yang juga mengandung zat
terlarut lain yang tidak larut dalam karbon tetraklorida. dalam kasus seperti ini,
hampir semua iodion dapat diambil dengan mengaduk larutan air dengan tetraklorida
yang memungkinkan kedua fasa terpisah kemudian mengurangi lapisan air dari
lapisan karbon tetraklorida yang lebih besar. Makin besar tetapan keseimbangan
untuk partisi zat terlarut dari pelarut awalnya dalam pelarut pemisah maka makin
sempurna proses pemisahannya (Anonim 2014).
Air memiliki sifat pelarut yang baik sehingga dapat melarutkan bahan-bahan
organik sisa-sisa pembuangan (limbah). Bahan-bahan organik yang terlarut ini akan
mengalami penguraian dan pembusukan, peristiwa inilah yang menyebapkan air
menjadi tercemar. Air yang tercemar ini mempunyai kadar oksigen yang menurun
drastis sehingga biota air akan mati. Ciri-ciri air yang tercemar dapat dilihat secara
kualitatif yaitu warna, viskositas dan bau (Arutanti, 2009).
Filtrasi adalah suatu operasi pemisahan campuran antara padatan dan cairan
dengan melewatkan umpan (padatan + cairan) melalui medium penyaring. Proses
filtarsi banyak dilakukan di industri, misalnya pada pemurnian air minum,

31
pemisahan kristal-kristal garam dari cairan induknya, pabrik kertas dan lain-lain.
Untuk semua proses filtrasi, umpan mengalir disebabkan adanya tenaga dorong
berupa beda tekanan, sebagai contoh adalah akibat gravitasi atau tenaga putar. Secara
umum filtrasi dilakukan bila jumlah padatan dalam suspensi relatif lebih kecil
dibandingkan zat cairnya (Oxtoby, 2011).
Proses penyaringan atau filtrasi adalah operasi dimana campuran yang
heterogen antara fluida dan partikel-partikel padatan dipisahkan oleh media filter
yang meloloskan fluida tetapi menahan partikel-partikel padatan. Hal yang paling
utama dalam filtrasi adalah mengalirkan fluida melalui media berpori. Filtrasi dapat
terjadi karena adanya gaya dorong, misalnya ; gravitasi, tekanan dan gaya sentrifugal.
Pada beberapa proses media filter membantu balok berpori (cake) untuk menahan
partikel-partikel padatan di dalam suspensi sehingga terbentuk lapisan berturut-turut
pada balok sebagai filtrat yang melewati balok dan media tersebut (Irfani, 2007).
Kecepatan penyaringan (filter) dipengaruhi oleh tekanan, banyaknya
campuran yang melewati filter, viskositas, besarnya jarring-jaring saringan, dan lain-
lain. Untuk meningkatkan laju filtrasi dapat dilakukan pemanasan, rekristalisasi, atau
dengan menambah bahan percepat filtrasi (filteraid) (Kerta Sapotra, 2009).
Proses pemisahan pada umumnya diperlukan kontak antar fasa yang baik,
yang bisa dicapai dengan membuat gerak aliran dengan turbulensi tinggi. Untuk
memperoleh turbulensi tinggi, pada umumnya diperlukan pressure drop yang tinggi,
sehingga diperlukan energi pompa atau kompresor yang tinggi. Suatu teknologi
pemisahan bisa bekerja secara efisien hanya pada batas-batas kuaran keadaan tertentu
misalnya sifat bahan, kadar dan bahkan keadaan fasa seringkali berubah sangat nyata
(Sediawan,2008).

32
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 6 Mei 2017 di Laboratorium
Bioproses Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.

3.2. Alat dan Bahan Praktikum


3.2.1. Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah geelas ukur,
termometer, ceret elektrik, batang pengaduk , timbangan analitik, pnyaringan dan
wadah.
3.2.2. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah kelapa parut,
air dingin dan air panas.

3.3. Prosedur Praktikum

Mulai

Disiapkan alat dan bahan

Ditimbang 100 gram kelapa parut

Dicampur dengan air panas

Diperas (filtrasi)

Dituang hasil filtrasi (santan)

33
Diendapkan dan diukur volume, sendimentasi dan catat

Dilakukan juga untuk pengendapan dengan air dingin

Selesai

Gambar 1.1 Diagram Alir Pemisahan Mekanis (Panas dan Dingin).


Prosedur Praktikum
1. Disiapkna alat dan bahan praktikum
2. Disiapkan 100 gram kelapa parut dan 250 ml air panas dengan suhu 80°C
3. Dicampur kelapa parut dengan 250 ml air panas dengan suhu 80°C
4. Diperas campuran kelapar parut dengan air sampai menghasilkan santan
5. Ditunagn hasil filtrasi kedalam gelas ukur
6. Dibiarkan santan mengendap (Senddimentasi)
7. Diukur volume sendimentasi setiap 5 menit sebanyak 3 kali
8. Dicatat data hasil pengamatan
9. Dilakukan juga untuk sendimentasi dengan air dingin.

34
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan


Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Sendimentasi dengan perlakuan Air dingin dan Air
Panas.
Volume
Bahan Perlakuan Waktu Pemisahan
Pengendapan

5 4

Air Dingin 10 5

15 5
Santan Kelapa
5 3

Air panas 10 6

15 13

14 13

12

10

8
6
6 5 5
4
4 3

0
5 10 15

Air Dingin Air panas

35
Grafik 1.1 Gambar Pengaruh Waktu Terhadap Volume Endapan Menggunakan Air
Panas dan Air Dingin.

4.2 Pembahasan
Pemisahan mekanis merupakan suatu cara pemisahan antar dua komponen
atau lebih yang dilakukan dengan cara mekanis. Dalam praktek pemisahan tersebut
dapat dilakukan dengan sedimentasi (pengendapan), sentrifugasi dan filtrasi
(penyaringan) dan lain sebagainya. Pada sedimentasi antar partikel dipisahkan
berdasarkan densitas, melalui suatu medium alir. Pada sentrifugasi pemisahan antar
partikel terjadi karena perbedaan massa partikel.Sedangkan pada filtrasi pemisahan
antar partikel padat dan cair terjadi karena perbedaan ukuran partikel yang dilewatkan
melalui medium berpori.
Proses pemisahan dapat diterangkan sebagai proses perpindahan massa.
Proses pemisahan sendiri dapat diklasifikasikan menjadi proses pemisahan secara
mekanis atau kimiawi. Pemilihan jenis proses yang digunakan kapanpun
memungkinkan karena biaya operasinya mudah dari pemisahan secara kimiawi.
Untuk campuran yang tidak dapat dipisahkan melalui pemisahan mekanis (Seperti
pemisahan minyak bumi), proses kimiawi harus dilakukan.
Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditransport oleh
media air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat di mulut-
mulut sungai adalah hasil dan proses pengendapan material-material yang diangkut
oleh air sungai, sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang terdapat di gurun dan di tepi
pantaiadalah pengendapan dari material-material yang diangkut oleh angin.
Sentrifugasi merupakan pemisahan dengan cara diputar/dipusing dengan
maksud memisahkan masa benda dengan berat jenis yang berbeda. Proses
sentrifugasi ini biasanya ditemukan pada pembuatan tepung tapioka cara pabrik, dan
pada pengolahan susu.
Filtrasi adalah pembersihan partikel padat dari suatu fluida dengan
melewatkannya pada medium penyaringan, atau septum, yang di atasnya padatan

36
akan terendapkan. Range filtrasi pada industri mulai dari penyaringan sederhana
hingga pemisahan yang kompleks.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sendimentasi terdiri dari konsentrat, ukuran
partikel, jenis partikel, berat jenis zat cair, kekentalan cairan, kecepatan aliran.
Konsentrasi, dengan semakin besarnya konsentrat, gaya gesek yang dialami partikel
karena partikel lain semakin besar sehingga drag forcenyapun semakin besar, hal ini
disebabkan karena dengan semakin besarnya konsentrasi berarti semakin banyak
jumlah partikel dalam suatu suspensi yang menyebabkan bertambahnya gaya gesek
antara suatu partikel dengan partikel lain, maka dengan adanya drag force yang
arahnya berlawanan dengan arah partikel ini akan menyebabkan gerakan partikel
menjadi lambat karena semakin kecilnya gaya total kebawah sehingga kecepatan
pengendapan menurun. Ukuran partikel berpengaruh langsung terhadap diameter
partikel, jika ukuran partikel semakin besar maka semakin besar pula permukaan dan
volumenya. Luas permukaan partikel berbanding lurus dengan gaya apungnya. Hal
ini disebabkan gaya ketas (gaya drag dan gaya apung) semakin besar, sehingga gaya
total untuk mengendapkan partikel semakin kecil, sehingga kecepatan pengndapan
semakin menurun. Jenis partikel, berhubungan dengan densitas pasrtikel yang
berpengaruh terhadap gaya apung dan gaya gravitasi yang dapat mempengaruhi
kecepatan pengendapan suatu partikel dalam suatu fluida yang statis. Densitas
partikel yang semakin besar akan menyebabkan gaya apung semakin kecil sedangkan
gaya gravitasi semakin besar sehingga resultan gaya kebawah yang merupakan
penjumlahan dari gaya drag, gaya apung dan gaya gravitasi akan semakin besar pula.
Faktor-faktor pada operasi sentrifugasi dengan cara pengendapan, kecepatan
pengendapan dipengaruhi oleh kecepatan sudut (w) disamping faktor-faktor lain
seperti pada perhitungan kecepatan sendimentasi. Laju air volumetrik umpan
dipengaruhi oleh kecepatan sudut(w), diameter partikel (Dp), densitas partikel dan
cairan, viskositas dan diameter tabung centrifuge.
Dari hasil pengamatan sendimentasi dengan perlakuan air dingin dan air panas
menghasilkan volume yang berbeda pada santan kelapa. Perlakuan dengan air dingin

37
pada waktu 15 menit diproleh volume pegendapan 4 ml, pada waktu 10 dan 15 menit
diproleh volume peengendapan 5 ml. Sedangkan pada perlakuan air panas, pada
waktu 5 menit diproleh pengndapan 3 ml, pada waktu 10 menit diproleh volume
pengendapan 6 ml, sedangkan pada waktu 15 menit diproleh volume pengendapan 13
ml. Perbedaan ini terjadi karena dipengaruhi oleh perbedaan suhu, dimana semakin
besar suhu maka semakin besar pula kelarutannya.
Prinsip sendimentasi dan sentrifugasi pada pengolahan pangan biasa
digunakan pada pengaplikasian proses pembuatan tepung tpioka, pengolahan limbah
industri pagan dan pada pengolahan susu. Dimana setelah selesai melalui tahap
pemotongan, pengupasan, pencucian, pemarutan, penyaringan makan akan melalui
proses pengendapan yang dimaksudkan untuk memisahkan pati murni dari bagian
lain sebagai kontaminan yang larut. Untuk mempercepat pengendapan granula pati
maka sering ditambahkan zat kimia tertentu, seperti asam sulfat, alumunium sulfat,
sulfur dioksida atau chlorine yang umumnya berjalan selama 24 jam menghasilkan
tebal endapan kurang lebih 30 cm.
Teknik sendimentasi memiliki kelebihan berupa pengoperasiannya sangat
sederhana, tidak memerluka banyak energi dan murah biaya operasionalnya, namun
kekurangan dari metode ini adalah membutuhkan waktu yang lama, kurang akurat
serta terkadang slurry masih mengandung partikel terlarut. Sedangkan pada teknik
sentrifugasi ini memiliki kelebihan ang lebih efektif nila partikel padatan lebih kecil
dan sulit atau tidak mungkin disaring, namun harga mahal dibandingkan dengan
metode lain yang menjadi kelemahan teknik ini.

38
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa
sendimentasi pada perakuan yang berbeda dengan menggunakan air dingin dan air
panas, pada waktu tertentu memiliki volume pengendapan yang berbeda karena
dipengaruhi oleh suhu, dimana semakin besar suhu maka semakin besar pula
kelarutannya. Metode sendimentasi dipegaruhi oleh konsentrasi, ukuran partikel, jenis
partikel, berat jenis cair, kekentalan cairan dan kecepatan aliran. Sedangkan pada
metode sentrifugasi dipengaruhi oleh kecepatan sudut (w). Metode sendimentasi
diaplikasikan pada proses pengolahan tepung tapioka sedankan metode sentrifugasi
diterapkan diterapkan pada pengolahan susu.

39
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Proses pengawetan bahan hasil pertanian sangat dibutuhkan dalam
pengolahan hasil pertanian. Dimana untuk proses pengawetan terdapat beberapa cara
yang dapat digunakan yakni salah satunya dengan mengurangi kandungan air yang
terdapat dalam bahan hasil pertanian. Pengurangan kandungan air pada bahan pangan
tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara yakni salah satunya dengan evaporasi
atau penguapan.
Evaporasi merupakan suatu cara pengurangan kadar air dalam suatu larutan
dengan cara dipanaskan. Proses evaporasi akan mempermudah pada proses
pengolahan bahan hasil pertanian selanjutnya. Dimana evaporasi pada bahan
pertanian tersebut bermanfaat sebagai perlakuan pengawetan.
Evaporasi disebut sebagai perlakuan pengawetan karena dapat menurunkan
aktivitas air dalam bahan hasil pertanian. Dimana penurunan aktivitas air ini akan
membuat bahan lebih awet karena proses pertumbuhan pada mikroba akan terhambat.
Selain berfungsi menurunkan aktivitas air, evaporasi juga dapat meningkatkan
konsentrasi atau viskositas larutan dan juga evaporasi akan memperkecil volume
larutan sehingga akan menghemat biaya pengepakan, penyimpanan dan transportasi.
Oleh karena itu, dilakukan praktikum ini untuk mengetahui cara kerja dan prinsip
evaporasi.

1.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui cara kerja dan
pengertian dari proses evaporasi dan mengamati bau, warna dan mengukur total solid
konsentrasi serta dapat menerapkan prinsip kerja evaporasi dalam kehidupan sehari-
hari.

40
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Evaporasi merupakan suatu proses penguapan sebagian dari pelarut sehingga


didapatkan larutan zat cair pekat yang konsentrasinya lebih tinggi. Tujuan dari
evaporasi itu sendiri yakni untuk memekatkan larutan yang terdiri dari zat terlarut
yang tak mudah menguap dan pelarut yang mudah menguap. Sumber panas
merupakan hal yang sangat penting. Hal ini disebabkan karena sumber panas pada
penguapan air akan menurunkan suhu dan juga akan menurunkan tekanan uap air
jenuh. Bila tidak ada sumber panas maka kesetimbangan tidak dapat dicapai dan
evaporasi berhenti (Winarno, 2007).
Selama evaporasi terjadi dua peristiwa penting yaitu transfer massa dan heat
transfer. Transfer massa yang dimaksud adalah perpindahan massa air dari dalam
bahan menuju lingkungannya. Sedangkan heat transfer adalah perpindahan kalor
berupa panas dari lingkungan menuju kedalam bahan. Heat transfer yang berlangsung
selama evaporasi yaitu heat transfer secara konveksi (Yulia, 2002).
Selama proses evaporasi, besarnya suhu dan tekanan sangat berpengaruh.
Dimana suhu evaporasi mempengaruhi kecepatan penguapan. Makin tinggi suhu
evaporasi maka penguapan akan semakin cepat. Namun penggunaan suhu tinggi
dapat menyebabkan kerusakan pada komponen bahan yang peka terhadap panas.
Untuk mengurangi terjadinya perubahan-perubahan tersebut dapat dilakukan dengan
evaporasi pada suhu rendah yaitu dengan tekanan vakum (Maryanto, 2004).
Evaporasi juga dapat dilakukan dengan evaporator vakum. Suhu pemasakan
vakum dikontrol pada suhu 60 oC dan 70 oC pada masing-masing suhu yang akan
digunakan untuk pengolahan. Selama dalam proses pengolahan akan dipantau derajat
brixnya hingga mencapai derajat brix 60, 65, 70 dan 75. Pengukuran derajat brix
dilakukan dengan menggunakan refractometer dengan mengambil sampel pada saat
pengolahan (Sukoyo, 2014).

41
Wadah dan perlakuan penguapan dapat mempengaruhi laju penguapan.
Penggunaan wadah aluminium laju penguapan cenderung lebih cepat. Laju
penguapan pada wadah aluminium di dalam rumah kaca rata-rata sebesar 195
gram/jam., sedangkan pada wadah plastik sebesar 179 gram/jam. Pada penjemuran
laju penguapan pada wadah aluminium rata-rata sebesar 178 gram/jam, sedangkan
pada wadah plastik sebesar 158 gram/jam. Hal ini dikarenakan aluminium memiliki
sifat konduktor atau penghantar panas. Selain itu aluminium merupakan pemantul
panas yang baik. Sedangkan pada wadah plastik laju penguapan lebih rendah karena
plastik mempunyai sifat isolator, selain itu proses penguapan menggunakan rumah
kaca sedikit banyak juga mempengaruhi laju penguapan pada wadah aluminium dan
plastik (Septiawan, 2014).

42
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 13 Mei 2017 di Laboratorium
Bioproses Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.

3.2 Alat dan Bahan Praktikum


3.2.1 Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah
handrefractometer, termometer, gelas beaker, kompor listrik, spatula, wajan atau
panci, timbangan digital, stopwatch dan sendok.
3.2.2 Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah air kelapa.

3.3 Prosedur Praktikum

Mulai

Penyiapan air kelapa muda

Dinyalakan kompor listrik

Diletakkan wajan diatas kompor

Penuangan air kelapa ke wajan

Dipanaskan hingga mengental


.
Dihitung massa dan rendemen

Selesaii

43
Gambar 4.1 Diagram Alir Proses Evaporasi Air Kelapa
Prosedur Praktikum
1. Disiapkan air kelapa muda sebanyak 200 ml dan ditimbang bobot awal
2. Dinyalakan kompor listrik
3. Diletakkan wajan diatas kompor listrik dan dituangkan air kelapa muda ke
atas wajan
4. Dipanaskan air kelapa sampai menyusut dan mengental dan diukur perubahan
suhu setiap 2 menit sekali selama 20 menit
5. Dihitung massa dan rendemen

3.4 Cara Analisis

bobot hasil evaporasi


Rendemen = x 100%
bobot awal

44
BAB IV
HASIL PENGAMATAN

4.1 Hasil Pengamatan


Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Proses Evaporasi Air Kelapa
Waktu (menit) Suhu (oC) Total Brix (γ)
0 29 36
2 67 41
4 96 44
6 92 48
8 96 52
10 98 53
12 98 73
14 89 77
16 92 95
18 92 ∞

Analisis Data
Diketahui : Bobot hasil evaporasi = 53,89 g
Bobot awal = 195,54 g
53,89
Rendemen = x 100%
195,54
= 27,55%

45
Gambar 4.1. Grafik Pengaruh Waktu Pemanasan terhadap Suhu dalam Evaporasi

Gambar 4.2. Grafik Pengaruh Waktu Pemanasan terhadap Total Padatan (%


Brix) dalam Evaporasi

4.2 Pembahasan
Evaporasi merupakan salah satu metode yang digunakan untuk pengentalan
larutan atau konsentrasi yakni dengan pelepasan air dari larutan tersebut melalui

46
pendidihan di dalam suatu bejana ataupun evaporator dengan mengeluarkan hasil
uapnya. Pada dasarnya prinsip evaporasi yakni penurunan tekanan (sistem) yang
menyebabkan turunnya titik didih cairan (pelarut) sehingga dapat diuapkan pada suhu
o
rendah (di bawah 60 C). Sedangkan cara kerja evaporasi dilakukan dengan
menambahkan kalor pada larutan untuk menguapkan bahan pelarut. Secara prinsip,
kalor dipasok untuk kalor laten penguapan. Kenaikan titik didih larutan lebih tinggi
daripada pelarut murni pada tekanan yang sama. Dimana semakin kental larutan
semakin tinggi pula titik didihnya.
Kecepatan evaporasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni antara lain suhu,
tekanan, jenis bahan, luas permukaan dan lama evaporasi. Pada kondisi tekanan yang
cukup besar akan mengakibatkan kadar air dalam bahan menurun sehingga berat dari
bahan tersebut juga akan mengalami penurunan. Penurunan tersebut juga dapat
disebabkan oleh pengaruh suhu evaporasi yang digunakan. Dimana dengan suhu yang
cukup tinggi maka penguapan air akan semakin cepat sehingga kandungan atau kadar
air dalam bahan juga akan berkurang. Hal ini juga biasanya diikuti dengan perlakuan
evaporasi dengan waktu lama, sehingga dengan konsidi suhu cukup tinggi dan waktu
evaporasi lama maka proses pengurangan kadar air dalam bahan menjadi lebih cepat.
Luas permukaan juga dapat mempengaruhi kecepatan evaporasi yakni semakin luas
permukaan bahan maka akan semakin besar kecepatan evaporasinya, sehingga
pengaruh pengurangan kadar air yang terjadi juga semakin besar. Hal ini disebabkan
karena dengan luas permukaan yang sangat besar maka proses konveksi atau proses
pemanasan terhadap bahan akan dengan cepat menyebar sehingga panas yang
bersentuhan dengan bahan semakin menyebar dan akibatnya proses penguapan air
akan semakin cepat terjadi. Jumlah panas yang tersedia dalam penguapan juga
merupakan hal yang dapat mempengaruhi kecepatan evaporasi. Dimana semakin
banyak jumlah panas yang tersedia maka proses evaporasi semakin cepat. Akan tetapi
jika jumlah panas yang tersedia terlalu banyak dapat menyebabkan kerusakan-
kerusakan yang dapat menurunkan kualitas bahan.

47
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa suhu
yang diamati pada proses evaporasi tersebut mengalami fluktuatif atau naik turun.
Akan tetapi, secara umum dapat dilihat bahwa semakin lama waktu evaporasi maka
suhu juga kan mengalami peningkatan. Peningkatan suhu yang terlihat jelas yakni
pada menit ke 0, 2 dan 4 dengan suhu secara berurutan yaitu 29 oC, 67 oC dan 96 oC.
Semakin rendah suhu yang digunakan, waktu yang dibutuhkan untuk menguapkan
kandungan air juga semakin lama. Hal ini disebabkan karena semakin rendah suhu
maka semakin sedikit partikel air yang dapat diuapkan sehingga membutuhkan waktu
yang lama untuk menguapkan seluruh kandungan air. Sedangkan hasil pengamatan
antara waktu dengan total brix yakni semakin lama waktu evaporasi maka total brix
yang dihasilkan juga semakin meningkat. Pada waktu evaporasi 0, 2, 4, 6, 8, 10, 12,
14, 16 dan 18 menit diperoleh hasil total brix yakni secara berurutan 36, 41, 44, 48,
52, 53, 73, 77, 95 dan ∞. Kenaikan total brix menyebabkan larutan menjadi semakin
pekat sehingga titik didih semakin tinggi serta terjadi peningkatan konsentrasi.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa terjadi perubahan
karakteristik produk yang dihasilkan dari proses evaporasi yakni dapat diamati dari
segi viskositas atau kekentalan, warna dan aroma. Dari segi viskositas atau
kekentalan terjadi perubahan karakteristik air kelapa yakni semakin lama waktu
evaporasi viskositas air kelapa menjadi semakin meningkat. Peningkatan viskositas
tersebut dapat diketahui dari meningkatnya total brix produk. Dimana semakin tinggi
total brix produk maka produk yang dihasilkan menjadi semakin pekat dan terjadi
peningkatan konsentrasi. Peningkatan konsentrasi larutan menyebabkan terjadinya
kenaikan titik didih, sehingga suhu penguapan titik didih larutan lebih tinggi dari
pelarut murni pada tekanan yang sama. Selanjutnya yaitu dari segi warna dan aroma
terjadi perubahan warna air kelapa dari putih bening menjadi putih kekeruhan.
Sedangkan dari segi aroma terjadi perubahan aroma dari aroma kelapa menjadi aroma
gula. Perubahan warna dan aroma pada air kelapa tersebut dapat disebabkan karena
air kelapa merupakan bahan yang mudah menguap dari pada air. Sehingga jika bahan
tersebut dievaporasi maka akan menyebabkan penurunan kualitas pada konsentrat

48
yang dihasilkan. Hal ini dapat dicegah dengan cara memisahkan komponen yang
mudah menguap dengan cara destilasi fraksional.
Adapun tujuan evaporasi pada pengolahan hasil pertanian yakni antara lain
meningkatkan larutan sebelum proses lebih lanjut, misalnya pada pengolahan gula
diperlukan proses pengentalan nira tebu sebelum proses kristalisasi. Kemudian untuk
memperkecil volume larutan sehingga dapat menghemat biaya pengepakan,
penyimpanan dan transportasi. Dapat juga digunakan untuk menurunkan aktivitas air
dengan cara meningkatkan konsentrasi solid terlarut sehingga bahan menjadi awet,
misalnya pada pembuatan susu kental manis.

49
BAB V
PENUTUP

5.1Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa semakin lama waktu
evaporasi maka total brix yang dihasilan semakin tinggi. Dimana semakin tinggi total
brix maka produk yang dihasilkan menjadi semakin pekat dan terjadi peningkatan
konsentrasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan evaporasi yakni antara lain
suhu, tekanan, jenis bahan, luas permukaan dan lama evaporasi. Apabila faktor-faktor
tersebut mengalami peningkatan pada proses evaporasi maka kecepatan evaporasi
semakin cepat pula.
Berdasarkan hasil pengamatan terjadi perubahan karakteristik produk yakni
terjadi peningkatan viskositas, terjadi perubahan warna dari putih bening menjadi
putih keruh dan terjadi perubahan aroma dari aroma kelapa menjadi aroma gula.

5.2 Saran
Diharapkan kepada praktikan agar lebih fokus dalam melakukan praktikum
agar praktikum dapat berjalan lancar.

50
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Aplikasi prinsip penerapan aliran fluida banyak dijumpai dalam operasi
industri. Baik itu aliran fluida tertutup maupun aliran fluida terbuka. Berbagai macam
produk yang beredar di pasaran yang menggunakan prinsip aliran fluida adalah
kecap,saus,sirup, dan berbagai macam jenis minuman lainnya.
Penanganan bahan fluida memerlukan suatu penanganan dan pengetahuan
khusus mengenai sifat dari fluida itu sendiri. Salah satu sifat ini yaitu kekentalan atau
yang sering dikenal viskositas.Dimana viskositas merupakan ukuran kekentalan
fluida yang menyatakan besar kecilnya gesekan dalam fluida.
Setiap zat cair memiliki karakteristik yang khas, yakni berbeda antara zat yang
satu dengan yang lainnya. Tak hanya karakteristik bahan yang mempengaruhi
viskositas, akan tetapi suhu dan konsentrasi juga mempengaruhi viskositas. Oleh
karena itu, dilakukan praktikum ini untuk mempengaruhi suhu dan konsentrasi
terhadap viskositas produk.

1.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu dan
konsentrasi terhadap viskositas produk pangan cair.

51
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Viskositas merupakan tahanan aliran fluida yang merupakan gesekan antara


molekul-molekul cairan satu dengan yang lain. Suatu cairan yang mengalir dapat
dikatakan memiliki viskositas yang rendah. Begitu juga sebaliknya, jika suatu cairan
susah mengalir, maka dapat dikatakan memiliki viskositas yang tinggi. Viskositas
pada zat cair disebabkan adanya gaya kohesi yaitu adanya gaya tarik menarik antara
molekul sejenis( Sarojo,2012).
Viskositas suatu fluida merupakan daya hambat yang disebabkan oleh
gesekan antara molekul-molekul cairan yang mampu menahan aliran fluida, sehingga
dapat dinyatakan sebagai indicator tingkat kekentalan. Apabila zat cair tidak kental
maka koefisiensinya sama dengan nol. Seangkan pada zat cair kental bagian yang
menempel dinding mempunyai kecapatan yang sama dengan dinding. Bagian yang
menempel pada dinding luar dalam keadaan dian dan yang menempel pada dinding
dalam akan bergerak bersama dinding tersebut ( Randy, 2011).
Viskositas cairan naik dengan naiknya teknan, sedangkan viskositas gas tidak
dipengaruhi oleh tekanan. Viskositas akan turun dengan naiknya suhu, sedangkan
viskositas gas naik dengan naiknya suhu. Pemanasan zat cair menyebabkan molekul-
molekulnya memperolrh energi. Dimana molekul-molekul cairan tersebut akan
bergerak sehingga gaya interaksi antar molekul melemah. Dengan demikian,
viskositas cairan akan turun dengan kenaikan temperatur (Widhy, 2011).
Viskositas suatu fluida merupakan daya hambat yang disebabkan oleh
gesekan antar molekul cairan, yang mampu menahan aliran fluida sehingga dapat
dinyatakan sebagai indikator tingkat kekentalan. Nilai kualitatif dari viskositas dapat
dihitung dengan membandingkat gaya tekan per satuan luas terhadap gradient
kecepatan aliran fluida. Prinsip dasar ini yang digunakan untuk menghitung
viskositas secara eksperimen menggunakan metode putar, yaitu denga memasukan

52
penghambat kedalam fluida dan kemudian diputar. Semakin lambat penghambat
putaran tersebut maka semakin tinggi viskositasnya (Warsito, 2012).
Setiap benda yang bergerak relative terhadap benda lain selalu mengalami
gesekan (gaya gesek). Sebuah benda yang bergerak didalam fluida juga mengalami
gesekan. Hal ini disebabkan oleh viskositas dari fluida ersebut. Koefisien kekentalan
suatu fluida cairan dapat diperoleh dengan menggunakan percobaan bola jatuh
didalam fluida (Mujadin, 2014).

53
BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan pada hari sabtu, 13 Mei 2017 di Laboratorium
Bioproses Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri, Universitas Mataram.

3.2Alat dan Bahan Praktikum


3.2.1 Alat-alat praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum adalah viskometer, glass
beaker, gelas ukur, spatula, kompor, termometer danwadah.
3.2.2 Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah air, kecap, dan
saus tomat.

3.3 Prosedur Kerja

Mulai

Penyiapan bahan
Penyiapan bahan

Penambahan air

Pengukuran viskositas

Penambahan air kembali

Pengukuran viskositas

54
Diulangi langkah 3-4

Pengamatan

Selesai

Gambar 5.1 Diagram alir pengaruh suhu terhadap viskositas

Prosedur Praktikum
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Dituangkan 300 ml bahan (saus tomat dan kecap).
3. Diukur suhu awal menggunakan thermometer.
4. Diukur viskoitas bahan (saus dan kecap) menggunakan viskoeter.
5. Dipanaskan hingga mencapai suhu 40 ᵒC.
6. Diukur kembali viskositas bahan menggunakan viscometer.
7. Dipanaskan kembali bahan hingga mencapai suhu 60 ᵒC.
8. Diukur kembali viskositas bahan menggunakan viskometer.
9. Dicatat hasil pengamatan.

Mulai

Penuangan bahan

Penambahan air

Pengukuran viskositas

Penambahan air kembali

55
Pengukuran viskositas

Diulangi langkah 3-4

Pengamatan

Selesai

Gambar 5.2 Diagram alir pengaruh konsentrasi terhadap viskositas


Prosedur Praktikum
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Dituangkan 300 ml bahan (saus dan kecap).
3. Ditambahkan 50 ml air dan diaduk.
4. Diukur viskositas dengan mengguakan viscometer.
5. Ditambahkan kembali 50 ml air dan diaduk.
6. Diukur viskositas dengan menggunakan viscometer.
7. Diulangi langkah 3-4.
8. Dicatat hasil pengamatan.

3.4 Cara Analisis

Viskositas (centipoise.mPas) = Nilai terbaca x Faktor


Pengali

56
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Tabel 5.1 Pengaruh Suhu Terhadap Viskositas Fluida
Nilai Viskositas
Bahan Suhu (°C) Spindel Kecepatan
Terbaca (Pa.s)
28 0.6 20 50 25
Saus
40 0.6 20 37 18,5
Tomat
60 0.6 20 22,5 11,25
28 0.2 1 0,5 0,2
Kecap 40 0.2 10 1 0,04
60 0.2 10 2,5 0,01

Tabel 5.2 Pengaruh Konsentrasi Terhadap Viskositas Fluida


Volume Nilai Viskositas
Bahan Spindel Kecepatan
(mL) Terbaca (Pa.s)
300 + 50 0.6 20 18 9
Saus
300 + 100 0.6 20 55 27,5
Tomat
300 + 150 0.6 20 17 28,5
300 + 50 0.2 1 0,5 0.2
Kecap 300 + 100 0.2 10 1,5 0.6
300 + 150 0.2 10 0,5 0.2

57
30

25
Viskositas (Pa.s)

20

15
Saus tomat
10 Kecap

0
28 40 60
Suhu

Grafik 5.1Hubungan Suhu dengan Viskositas

30

25
Viskositas (Pa.s)

20

15
Saus Tomat
10 Kecap

0
300+50 300+100 300+150
Konsentrasi

Grafik 5.2 Hubungan Volume dengan Viskositas

Analisis Data
1.Pengaruh suhu terhadap viskositas saus tomat
a. Suhu 28 ̊ C
Viskositas = 50 x 500

58
= 25000 mPa.s
= 25 Pa.s
b. Suhu 40 ̊ C
Viskositas = 37 x 500
= 18,5 mPa.s
c. Suhu 60 ̊ C
Viskositas = 22,5 x 500
= 11,250 mPa.s
= 11,25 Pas
2. Pengaruh konsentrasi terhadap viskositas saus tomat
a. Volume 300+50
Viskositas = 18 x 500
= 9000 mPa.s
= 9 Pa.s
b. Volume 300 +100
Viskositas = 55 x 100
= 27,500 mPa.s
= 27,5 Pa.s
c. Volume 300 + 150
Viskositas = 17 x 500
= 8500 mpa.s
=2 8,5 Pa.s
4.2 Pembahasan
Viskositas merupakan ukuran resistensi fluida terhadap aliran. Viskositas
menentukan terhadap besarnya gaya yang diperlukan agar fluida tersebut mengalir
pada kecepatan tertentu. Viskositas dapat dinyatakan sebagai tahanan aliran fluida
yang merupakan gesekan antara molekul-molekul cairan satu dengan yang lain. Suatu
jenis cairan yang mudah mengalir dapat dikatakan memiliki viskositas yang rendah.

59
Begitu juga sebaliknya, bahan-bahan yang sulit mengalir dikatakan memiliki
viskositas yang tinggi.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, untuk mengetahui pengaruh
suhu dan konsentrasi terhadap viskositas dapat diketahui bahwa semakin tinggi suhu
maka viskositas akan menurun dan sebaliknya bila temperatur atau suhu turun maka
viskositas akan naik. Bedasarkan hasil yang diperoleh ternyata viskositas kecap tidak
sesuai dengan teori. Sedangkan saus tomat telah sesuai dengan teori. Dari hasil
praktikum diketahui bahwa viskositas kecap fluktuatif atau naik turun. Hal tersebut
dapat di ketahui dari hasil yang di peroleh yakni pada saus tomat dengan suhu 25 ᵒC,
40 ᵒC, dan 60 ᵒC menghasilkan viskositas secara berurutan yakni 25 Pa.s, 18,5 Pa.s,
dan 11,25 Pa.s. Sedangkan pada kecap dengan suhu yang sama diperoleh hasil yakni
secara berurutan 0,2 Pa.s, 0,04 Pa,s, dan 0,01 Pa.s. Ketidakstabilan viskositas pada
kecap tersebut dapat disebabkan oleh terlalu tingginya suhu pada proses pemanasan
sehingga melewati batas suhu yang telah ditentukan.
Tidak hanya suhu, konsentrasi juga mempengaruhi viskositas bahan.
Berdasarkan teori, viskositas berbanding lurus dengan konsentrasi larutan. Suatu
bahan dengan konsentrasi tinggi akan memiliki viskositas yang tinggi pula, karena
konsentrasi larutan menyatakan banyaknya partikel zat yang terlarut tiap satuan
volume. Semakin banyak partikel yang terlarut maka gesekan antar partikel semakin
tinggi, dan viskositas semakin tinggi pula. Bedasarkan hasil pengamatan diperoleh
viskositas saus tomat pada volume 300+50 ml, 300+100 ml,dan 300+150 ml, secara
berurutan yakni 9 Pa.s, 27,5 Pa.s, dan 8,5 Pa.s.Sedangkan untuk kecap diperoleh
viskositas dengan volume yang sama secara berurutan yakni 0,2 Pa.s, 0,06 Pa.s, dan
0,02 Pa.s.Berdasarkan hasil pengamatan tersebut terlihat bahwa viskositas bahan
tersebut tidak sesuai dengan teori. Hal ini dapat disebabkan oleh kesalahan praktikan
dalam melakukan praktikum maupun dapat disebabkan oleh kurang akuratnya alat
yang digunakan sehingga hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan teori.
Berdasarkan hasil praktikum dapat dilihat juga bahwa terjadi perubahan
viskositas akibat perbedaan sifat bahan. Sifat bahan tersebut menjadi salah satu faktor

60
utama terhadap nilai viskositas yang dihasilkan. Dimana jika suatu bahan memiliki
sifat susah mengalir maka bahan tersebut memiliki viskositas yang tinggi.Sedangkan
jika suatu bahan medah mengalir maka viskositasnya rendah. Salah satu contohnya
yaitu pada saus tomat dengan penambahan konsentrasi air, maka saus tomat akan
semakin encer akibat penambahan air sehingga viskositas yang dihasilkan semakin
rendah. Selain faktor penambahan air, yang menjadi faktor yang dapat mempengaruhi
hasil nilai viskositas yaitu factor pengali yang didapatkan selama pengukuran. Hal
tersebut menunjukan bahwa saus tomat merupakan fluida sejenis. Hal tersebut sesuai
dengan literatur bahwa fluida yang apabila penambahan airnya minim viskositasnya
semakin tinggi dan sebaliknya, maka saus tersebut termasuk bahan yang sifatnya
dapat berubah-ubah. Jenis zat yag dapat mempengaruhi viskositas, dimana zat cair
memiliki viskositas yang lebih besar sehingga lebih kental dari gas.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi viskositas suatu bahan yakni suhu,
konsentrasi, tekanan dan berat molekul. Viskositas dan suhu mempengaruhi
perbandingan terbalik, yakni semakin suhu maka viskositas akan semakin rendah.
Sedangkan konsentrasi, biasanya terjadi hubungan langsung non linier antara
konsentrasi dan viskositas larutan pada suhu tertentu.

61
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui viskositas saus dengan peningkatan
suhu 28 ̊ C, 40 ̊ C, dan 60 ̊ C secara berurutan yakni 25 Pa.s, 18 Pa.s, dan 11,25 Pa.s.
Sedangkan untuk kecap dengan perlakuan yang sama diperoleh hasil secara berurutan
0,2 Pa.s, 0,04 Pa.s, dan 0,01 Pa.s. Sedangkan untuk konsentrasi 300 + 50, 300 + 100,
dan 300 + 150 pada saus tomat diperoleh hasil secara berurutan 9 Pa.s, 27,5 Pa.s, 8,5
Pa.s. Untuk kecap dengan perlakuan sama diperoleh hasil secara berurutan 0,2 Pa.s,
0,6 Pa.s, dan 0,02 Pa.s.
Semakin tinggi suhu maka viskositas akan menurun dan sebaliknya jika suhu
turun maka viskositas naik. Berdasarkan hasil praktikum yang telah sesuai dengan
teori ialah pengaruh suhu pada saus tomat.
Pengaruh sifat bahan terhadap viskositas yakni jika suatu bahan mudah
mengalir maka viskositasnya rendah. Sedangkan jika suatu bahan susah mengalir
maka viskositasnya tinggi.

5.2 Saran
Sebaiknya bagi praktikan dalam melakukan praktikum harus lebih teliti dan
jeli pada saat menimbang bahan serta pada saat menggunakan alat-alat praktikum
agar tidak terjadi kesalahan dalam pendataan.

62
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Produk hasil pertanian umumnya memiliki kadar air yang tinggi. Kandungan air
pada produk hasil pertanian inilah yang membuat produk hasil pertanian mudah
rusak dan memiliki umur simpan yang pendek, dimana mikroba akan lebih mudah
berkembang pada bahan yang memiliki kadar air yang tinggi. Selain itu, kandungan
air pada bahan juga menyebabkan produk hasil pertanian membutuhkan ruang
penyimpanan yang relatif besar dan biaya pengangkutan yang lebih banyak.
Pengurangan kadar air bahan pada batas tertentu, berarti memperpanjang masa
simpan produk tersebut karena jumlah mikroba yang berkurang. Pengurangan kadar
air bahan juga berarti mengurangi penggunaan lahan simpan produk karena volume
produk akan berkurang. Pengurangan kadar air juga berarti meminimalkan biaya
transportasi karena berat produk yang berkurang. Selain itu, pengurangan kadar air
juga dimaksudkan untuk mempermudah proses selanjutnya.
Hal-hal diatas dapat dicapai dengan beberapa metode pengurangan kadar air,
salah satu yang paling lumrah digunakan adalah pengeringan. Pengeringan tersebut
menyangkut proses pindah panas dan pindah massa secara simultan. Oleh karena itu,
praktikum mengenai “PENGERINGAN” ini sangat penting untuk dilakukan.

1.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk mengetahui cara
pengeringan bahan pangan, pengukuran kadar air serta mengamati perubahan kadar
air selama pengeringan.

63
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Faktor yang sangat berpengaruh terhadap penurunan mutu produk pangan


adalah perubahan kadar air dalam produk. Aktivitas air (aw) berkaitan erat dengan
kadar air, yang umumnya digambarkan sebagai kurva isotermis, serta pertumbuhan
bakteri, jamur dan mikroba lainnya. Makin tinggi aw pada umumnya makin banyak
bakteri yang dapat tumbuh, sementara jamur tidak menyukai aw yang tinggi
(Christian dalam Heny 2008).
Pengeringan mempunyai pengertian yaitu aplikasi pemanasan melalui kondisi
yang teratur, sehingga dapat menghilangkan sebagian besar air dalam suatu bahan
dengan cara diuapkan. Penghilangan air dalam suatu bahan dengan cara pengeringan
mempunyai satuan operasi yang berbeda dengan dehidrasi. Dehidrasi akan
menurunkan aktivitas air yang terkandung dalam bahan dengan cara mengeluarkan
atau menghilangkan air dalam jumlah lebih banyak, sehingga umur simpan bahan
pangan menjadi lebih panjang atau lebih lama (Muarif, Ahmmad 2013).
Bahan pangan yang dihasilkan dari produk-produk pertanian pada umumnya
mengandungkadar air. Kadar air tersebut apabila masih tersimpan dan tidak
dihilangkan, maka akan dapat mempengaruhi kondisi fisik bahan pangan. Contohnya,
akan terjadi pembusukan dan penurunan kualitas akibat masih adanya kadar air yang
terkandung dalam bahan tersebut. Pembusukan terjadi akibat dari penyerapan enzim
yang terdapat dalam bahan pangan oleh jasad renik yang tumbuh dan berkembang
biak dengan bantuan media kadar air dalam bahan pangan tersebut. Mikroorganisme
membutuhkan air untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya. Jika kadar air
pangan dikurangi, pertumbuhan mikroorganisme akan diperlambat. Untuk mengatasi
hal tersebut, diperlukan adanya suatu proses penghilangan atau pengurangan kadar air
yang terdapat dalam bahan pangan sehingga terhindar dari pembusukan ataupun
penurunan kualitas bahan pangan. Salah satu cara sederhananya adalah dengan
melalui proses pengeringan. Pengeringan merupakan tahap awal dariadanya

64
pengawetan. Pengeringan akan menurunkan tingkat aktivitas air (Water Activity) atau
Aw yaitu jumlah air yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan
dan perkembangbiakannya), berat dan volume pangan (Mulia, 2008).
Hasil dari proses pengeringan adalah bahan kering yang mempunyai kadar air
setara dengan kadar air keseimbangan udara (atmosfir) normal atau setara dengan
nilai aktivitas air (aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis dan
kimiawi. Pengertian proses pengeringan berbeda dengan proses penguapan
(evaporasi). Proses penguapan atau evaporasi adalah proses pemisahan uap air dalam
bentuk murni dari suatu campuran berupa larutan (cairan) yang mengandung air
dalam jumlah yang relatif banyak. Meskipun demikian ada kerugian yang
ditimbulkan selama pengeringan yaitu terjadinya perubahan sifat fisik dan kimiawi
bahan serta terjadinya penurunan mutu bahan (Astutik, 2008).
Bahan pangan yang dikeringkan umumnya mempunyai nilai gizi yang lebih
rendah dibandingkan dengan bahan segarnya. Selama pengeringan juga dapat terjadi
perubahan warna, tekstur, aroma, dan lain-lain. Meskipun perubahan-perubahan
tersebut dapat dibatasi seminimal mungkin dengan cara memberikan perlakuan
pendahuluan terhadap bahan yang akan dikeringkan. Dengan mengurangi kadar
airnya, bahan pangan akan mengandung senyawa
senyawa seperti protein, karbohidrat, lemak, dan mineral dalam konsentrasi yang
lebih tinggi, akan tetapi vitamin-vitamin dan zat warna pada umumnya menjadi rusak
atau berkurang (Muchtadi dalam Tina, 2010).

65
BAB III
METOGOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Praktikm


Praktikum ini dilaksanakan pada hari sabtu, 20 Mei 2017 di laboratorium
Bioproses Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.

3.2 Alat dan Bahan Praktikum


Adapun alat-alat yang digunakan pada prkatikum ini adalah Penetrofotometer,
oven, timbangan analititk, stopwatch, dan loyang. Sedangkan bahan-bahan yang
digunakan pada praktikum ini adalah tomat, terong, kacang tanah dan cabai.

3.3 prosedur praktikum


3.3.2 Prosedur pengeringan dengan sinar matahari.

Mulai

Disiapkan alat dan bahan

Ditimbang bahan

Diukur tekstur bahan

Dijemur pada sinar matahari langsung selama 4 jam

Diamati kilap bahan

Ditimbang berat bahan

Diukur tekstur bahan

66
Selesai

Prosedur praktikum:
1. Disiapkan alat dan bahan prktikum.
2. Ditimbang bahan dengan menggunakan timbangan analitik.
3. Diukur tekstur bahan dengan alat penetrofotometer.
4. Dijemur bahan pada sinar matahari langsung selama 4 jam.
5. Diamatai kilap bahan.
6. Ditimbang kembali berat bahan dengan timbangan analitik.
7. Diukur kembali tekstur bahan dengan alat penetrofotometer.
8. Dicatat hasil pengamatan.

3.3.2 Prosedur pengeringan dengan menggunakan oven.

Mulai

Disiapkan alat dan bahan

Ditimbang bahan

Diukur tekstur bahan

Dimasukan kedalam oven selama 4 jam

Diamati kilap bahan

Ditimbang berat bahan

67
Diukur tekstur bahan

Selesai

Prosedur praktikum:
1. Disiapkan alat dan bahan prktikum.
2. Ditimbang bahan dengan menggunakan timbangan analitik.
3. Diukur tekstur bahan dengan alat penetrofotometer.
4. Dimasukan bahan kedalam oven selama 4 jam dengan suhu 105oC.
5. Diamatai kilap bahan.
6. Ditimbang kembali berat bahan dengan timbangan analitik.
7. Diukur kembali tekstur bahan dengan alat penetrofotometer.
8. Dicatat hasil pengamatan.

3.4 Cara Analisis


bobot awal-bobot akhir
Susut bobot = x100%
bobot awal

bobot akhir
Rendemen = x100%
bobot awal

68
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 6.1 Hasil Pengamatan Pengeringan Tomat Dengan Sinar Matahari


No Sifat Hari
0 1 2 3
1 Berat (g) 100 97.20 95.99 94.23
2 Susut bobot - 2.80 1.24 1.83
(%)
3 Warna Merah cerah Merah Merah gelap Merah
kekuningan gelap
4 Tekstur 0.8 0.5 0.5 0.25
5 Kilap Kilap Agak kilap Kurang kilap Tidak kilap
6 Rendemen (%) - 97.23 98.75 98.17

Tabel 6.2 Hasil Pengamatan Pengeringan Tomat Dengan Oven


No Sifat Hari
0 1 2 3
1 Berat (g) 99.80 68.41 42.32 23.26
2 Susut bobot - 31.45 38.13 45.03
(%)
3 Warna Merah Kuning Kuning Cokelat
kecoklatan kecoklatan
4 Tekstur 0.25 0 0 0
5 Kilap Mengkilap Agak Agak Agak
mengkilap mengkilap mengkilap
6 Rendemen (%) - 68.54 61.86 54.90

69
Analisis data
1.1 Penjemuran
a. Susut bobot pengeringan dengan sinar matahari
Hari 1
bobot awal-bobot akhir
Susut bobot = x100%
bobot awal
100-97.20
= x100%
97.20
= 2.80%
Hari ke-2

bobot awal-bobot akhir


Susut bobot = x100%
bobot awal
97.20-95.99
= x100%
97.20

= 1.24%

Hari ke-3

bobot awal-bobot akhir


Susut bobot= x100%
bobot awal
95.99-94.23
= x100%
95.99

= 1.85%
b. Rendemen pengeringan dengan sinar matahari
Hari ke-1

bobot akhir
Rendemen = x100%
bobot awal
97.20
= x100%
100

70
= 97.20%
Hari ke-2
bobot akhir
Rendemen = x100%
bobot awal
95.99
= x100%
97.20
= 98.75%
Hari ke-3
bobot akhir
Rendemen = x100%
bobot awal
94.23
= x100%
95.99
= 98.17%

1.2 Pengovenan
a. Susut bobot pengovenan
Hari ke-1
bobot awal-bobot akhir
Susut bobot= x100%
bobot awal
99.80-68.41
= x100%
99.80

= 31.45%
Hari ke-2
bobot awal-bobot akhir
Susut bobot= x100%
bobot awal
68.41-42.32
= x100%
68.41

= 38.13%
Hari ke-3

71
bobot awal-bobot akhir
Susut bobot= x100%
bobot awal
42.32-23.26
= x100%
42.32

= 47.40%
b. Rendemen pengovenan
Hari ke-1

bobot akhir
Rendemen = x100%
bobot awal
68.41
= x100%
99.80
= 68.54%
Hari ke-2

bobot akhir
Rendemen = x100%
bobot awal
42.32
= x100%
68.41
= 63.32%
Hari ke-3
bobot akhir
Rendemen = x100%
bobot awal
23.36
= x100%
42.32
= 54.90%

4.2 Pembahasan

72
Pengeringan adalah suatu proses pengeluaran air dalam jumlah yang relatif
kecil dari dalam bahan menggunakan energi panas dengan tujuan untuk mengurangi
kadar air sampai batas perkembangan mikroorganisme dan aktivitas enzim
mikroorganisme pembusuk terhambat, Sehingga bahan pangan memiliki umur
simpan yang lebih lama. Dasar pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara
karena perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan.
Dalam hal ini, kandungan uap air udara lebih sedikit atau udara mempunyai
kelembaban nisbi yang rendah sehingga terjadi penguapan. Kemampuan udara
membawa uap air bertambah besar jika perbedaan antara kelembaban nisbi udara
pengering dengan udara sekitar bahan semakin besar. Salah satu faktor yang
mempercepat proses pengeringan adalah kecepatan angin atau udara yang mengalir.
Udara yang tidak mengalir menyebabkan kandungan uap air di sekitar bahan yang
dikeringkan semakin jenuh sehingga pengeringan semakin lambat.
Pengeringan dengan sinar matahari merupakan jenis pengeringan tertua, dan
hingga saat ini termasuk cara pengeringan yang populer di kalangan petani terutama
di daerah tropis. Teknik pengeringan dilakukan secara langsung maupun tidak
langsung (dikeringanginkan), dengan rak-rak maupun lantai semen atau tanah serta
penampung bahan lainnya.Keuntungan pengeringan dengan sinar matahari, yaitu:
enersi panas murah dan berlimpah, tidak memerlukan peralatan yang mahal, tenaga
kerja tidak perlu mempunyai keahlian tertentu
Kerugian pengeringan dengan sinar matahari : tergantung dari cuaca, jumlah panas
matahari tidak tetap, kenaikan suhu tidak dapat diatur, sehingga waktu penjemuran
tidak dapat ditentukan dengan tepat, kebersihan sukar untuk diawasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2 golongan, yaitu: Faktor
yang berhubungan dengan udara pengering. Yang termasuk dalam golongan ini
adalah suhu, kecepatan volumetrik aliran udara pengering, dan kelembaban udara.
Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan. Yang termasuk dalam golongan ini
adalah ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial dalam bahan.

73
Setelah dilakukan praktikum ini dapat diketahui bahwa berat bahan yang
dijemur di bawah sinar matahari mengalami penurunan berat seiring lama waktu
pengeringan. Penurunan berat bahan tidak terjadi begitu saja dari hari ke hari, hal ini
disebabkan karena selama pengeringan air terus mengalami penguapan oleh energi
panas yang berasal dari sinar matahari. Didapatkan bahwa pada hari ke-0 berat awal
tomat sebesar 100 gram, pada hari ke-1 berat tomat menjadi 97.20 gram, hari ke-2
menjadi 95.99 gram dan hari ke-3 menjadi 94.23 gram. Susut bobot yang dapat
diamati, yaitu dari hari ke-1 susut bobot yang terjadi sebesar 2.80%, hari ke-2 sebesar
1.24% dan hari ke-3 sebesar 1,83%. Warna yang dapat diamati, yaitu pada hari ke-0
bahan tomat memiliki warna awal merah cerah, pada hari ke-1 penjemuran warna
tomat menjadi merah kekuningan, pada hari ke-2 menjadi merah gelap dan hari ke-3
penjemuran menjadi merah gelap. Dari segi tekstur, tekstur awal tomat sebelum
penjemuran sebesar 0.8 0brix, setelah hari ke-1 penjemuran tekstur tomat menjadi 0.5
0
brix, hari ke-2 tetap dengan 0.5 0brix dan pada hari ke-3 berubah menjadi 0.25 0brix.
Kilap bahan tomat sebelum penjemuran yaitu kilap, setelah hari ke-1 penjemuran
berubah menjadi agak kilap, pada hari ke-2 penjemuran menjadi kurang kilap dan
pada hari ke-3 bahan tomat menjadi tidak kilap. Dari segi rendemen, pada hari ke-1
penjemuran bahan tomat memiliki rendemen sebesar 97.23%, hari ke-2 sebesar
98.75%, dan hari ke-3 sebesar 98.17%.
Pengeringan dengan pemanas buatan mempunyai beberapa tipe alat dimana
pindah panas berlangsung secara konduksi atau konveksi, meskipun beberapa dapat
pula dengan cara radiasi. Alat pengering dengan pindah panas secara konveksi pada
umumnya menggunakan udara panas yang dialirkan, sehingga enersi panas merata ke
seluruh bahan. Alat pengering dengan pindah panas secara konduksi pada umumnya
menggunakan permukaan padat sebagai penghantar panasnya.Keuntungan
pengeringan buatan : suhu dan aliran udara dapat diatur, waktu pengeringan dapat
ditentukan dengan tepat, kebersihan dapat diawasi. Kerugian pengeringan buatan
:memerlukan panas selain sinar matahari berupa bahan bakar, sehingga biaya

74
pengeringan menjadi mahal, memerlukan peralatan yang relatif mahal harganya,
memerlukan tenaga kerja dengan keahlian tertentu.
Berdasarkan hasil pengamatan, bahan tomat yang dikeringkan dengan
menggunakan oven juga mengalami penurunan berat bahan seiring peningkatan lama
waktu pengovenan bahan. Berat awal bahan tomat sebelum dioven sebesar 99.80
gram, berat bahan pada hari ke-1 pengovenan sebesar 68.41 gram, berat bahan pada
hari ke-2 pengovenan sebesar 42.32 gram, dan berat bahan pada hari ke-3
pengovenan sebesar 23.26 gram. Susut bobot yang dapat diamati, yaitu dari hari ke-1
susut bobot yang terjadi sebesar 31.45%, hari ke-2 sebesar 38.13% dan hari ke-3
sebesar 45.03%. Warna yang dapat diamati, yaitu pada hari ke-0 bahan tomat
memiliki warna awal merah, pada hari ke-1 penjemuran warna tomat menjadi kuning
kecoklatan, pada hari ke-2 menjadi kuning kecoklatan dan hari ke-3 penjemuran
menjadi coklat. Tekstur bahan tomat sebelum mengalami pengovenan sebesar 0.25
0
brix, setelah mengalami pengovenan tekstur bahan tomat menjadi 0 0brix pada hari
ke-1 hingga hari ke-3. Kilap bahan tomat sebelum pengovenan yaitu mengkilap,
setelah hari ke-1 penjemuran berubah menjadi agak mengkilap, pada hari ke-2
penjemuran menjadi agak mengkilap dan pada hari ke-3 bahan tomat menjadi agak
mengkilap. Dari segi rendemen, pada hari ke-1 penjemuran bahan tomat memiliki
rendemen sebesar 68.54%, hari ke-2 sebesar 61.86%, dan hari ke-3 sebesar 54.90%.

75
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pengamatan dan pembahasan, dapat ditarik beberapa kesimpulan


bahwa pengeringan bahan pangan dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi kadar
air bahan sehingga umur simpan bahan pangan menjadi lebih lama. Terdapat dua
jenis pengeringan yang dapat digunakan untuk mengurangi kadar air bahan, yaitu
pengeringan tradisional dan pengeringan buatan menggunakan alat pengering, dalam
hal ini adalah oven. Dimana terdapat perbedaan hasil dari bahan yang dikeringkan.
Presentase susut bobot bahan yang dikeringkan dengan menggunakan oven lebih
besar dibandingkan dengan cara penjemuran dibawah sinar matahari. Sedangkan dari
segi presentase rendemen, presentase rendemen dengan cara penjemuran lebih besar
dibandingkan dengan cara pengovenan. Semakin lama waktu pengeringan maka berat
bahan akan berkurang semakin besar.

5.2 Saran

Diharapkan kedepannya para praktikan lebih on time lagi dalam melakukan


pengamatan, karena berbeda waktu perlakuan maka akan menyebabkan perbedaan
hasil pula.

76
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Massa dan energy dalam kehidupan sehari-hari selalu berhubungan antara
keduanya dan mempunyai sifat yang kekal. Massa yang masuk akan sama dengan
massa yang keluar, bila tidak ada perubahan laju akumulasi massa. Begitu juga
dengan energy, jumlah energi yang masuk akan sama dengan jumlah energi yang
keluar. Hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan energy menyatakan bahwa
massa dan energy tidak dapat dimusnahkan atau dihilangkan dan tidak dapat dibuat
atu diciptakan, bila terjadi perubahan massa maka yang terjadi hanyalah merupakan
konversi massa dari bentuk satu mejadi bentuk lainnya dengan jumlah massa yang
tetap.
Neraca energi dibuat berdasarkan pada hukum pertama termodinamika.
Hukum pertama ini menyatakan kekekalan energi, yaitu energi tidak dapat
dimusnahkan atau dibuat, hanya dapat dirubah bentuknya. Perumusan dan neraca
energi suatu sistem mirip dengan penemuan neraca massa. Namun demikian terdapat
beberapa hal yang diperhatikan yaitu suatu sistem dapat berupa sistem tertutup namun
tidak terisolasi tidak dapat terjadi perpindahan massa namun dapat terjadi
(perpindahan massa) dan hanya terdapat satu massa energi untuk suatu sistem (tidak
seperti neraca massa yang memungkinkan adanya beberapa neraca komponen).

1.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari proses transfer
massa dan transfer energi serta untuk dapat menghitung panas reaksi.

77
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Neraca energi adalah cabang keilmuan yang mempelajari keseimbangan


energi dalam sebuah sistem. Namun, energi dibuat berdasarkan hukum pertama
termodinamika. Hukum pertama termodinamika ini menyatakan kekekalan energi,
yaitu energy tidak dapat dimusnahkan atau dibuat hanya dapat diubah bentuknya.
Perumusan dari neraca energi suatu sistem mirip dengan perumusan neraca massa.
Namun demikian, terdapat beberpa hal yang perlu diperhatikan yaitu suatu sistem
dapat berupa sistem tertutup namun tidak terisolasi (tidak dapat terjadi perpindahan
massa namun dapat terjadi perpindahan panas) dan hanya terdapat satu neraca
komponen). Suatu neraca energi memiliki persamaan. Energi masuk = energy keluar
+ energi akumulasi (Rusdiyanto, 2007.
Konveksi adalah perpindahan panas yang terjadi diantara permukaan padat
dengan fluida yang mengalir disekitarnya dengan menggunakan media penghantar
berupa fluida (cairan/gas) karena perbedaan suhu diantara keduanya (benda – fluida).
Perpindahan panas konveksi alami adalah perpindahan panas yang disebabkan oleh
beda suhu dan beda rapat saja dan tidak ada tenaga dari luar yang mendorongnya.
Contohnya yaitu pelat panck dibiarkan berada di udara sekitar tanpa ada sumber
gerakan dari luar. Konveksi paksa adalah perpindahan panas aliran gas atau cairan
yang disebabkan adanya tenaga dari luar. Contohnya adalah pelat panas dihembus
udara dengan kipas/blower (Umrowati, 2011).
Konduksi termal adalah pertukaran mikroskopis langsung dari energi kinetik
partikel melalui batas antara dua sistem. Ketika suatu objek memiliki temperatur yang
berbeda dari benda atu lingkungan disekitarnya, panas mengalir sehingga keduanya
memiliki temperatur yang sama pada suatu titik keseimbangan termal. Perpindahan
panas secara spontan terjadi dan tempat bertemperatur tinggi ke tempat yang
bertemperatur rendah, seperti yang dijelaskan oleh hukum termodinamika kedua
(Sears, 2014).

78
Kalor dalam proses perpindahan panas. Kalor lebur adalah jumlah yang
diperlukan untuk melebur zat persatuan massa pada suhu tetap. Kalor ini sama
dengan kalor yang dilepas satu satuan massa lelehan sewaktu membeku pada suhu
tetap tadi. Kalor uap cairan adalah jumlah kalor yang diperlukan untuk menguapkan
satu satuan massa cairan pada suhu tetap. Sedangkan kalor sublimasi adalah jumlah
kalor yang diperlukan untuk mengubah satu satuan massa padatan menjadi uap pada
suhu tetap (Bueche, 2012).
Prinsip kerja kalorimeter adalah hukum kekekalan energi yaitu kalor yang
hilang sama dengan kalor yang diterima. Teknik yang digunakan dikenal sebagai
“metode campuran”, suatu sampel zat dipanaskan sampai temperatur tinggi yang
diukur secara akurat dan dengan cepat di tempatkan pada air dingin kalorimeter.
Kalor yang hilang pada sampel tersebut akan diterima oleh air dan kalorimeter. Dan
dengan mengukur temperature akhir campuran tersebut, kalor jenis dapat ditimbang.
Jadi, kekekalan energi memiliki peranan penting untuk kita. Kehilangan kalor
sebanyak satu bagian sistem sama dengan kalor yang didapat oleh bagian lain
(Tripler, 2009).

79
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan pada hari sabtu, 19 Mei 2017 di
Laboratorium Broproses Fakultas Teknologi Pangan dan Agreindustri Universitas
Mataram.

3.2 Alat dan Bahan Praktikum


Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu kompor listrik,
panci, gelas ukur, pengaduk kaca, termometer, dan timbangan analitik. Sedangkan
bahan – bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu air, garam, es batu, dan
NaOH.

3.3 Prosedur Praktikum

Mulai

Disiapkan alat dan bahan

Ditimbang air dengan massa 100 gram

Ditimbang berat campuran

Diukur temperaturnya

Dihitung suhu campuran

Ditambahkan es batu

80
Selesai

Gambar 1.1 Diagram Alir Proses Neraca Energi Air + Es Batu

Mulai

Disiapkan alat dan bahan

Diukur temperaturnya

Ditimbang garam 2 gram dilarutkan dalam 100 ml air

Dipanaskan larutan tersebut selama 3 menit

Dihitung proses pelarutnya

Selesai

Gambar 1.2 Diagram Alir Proses Neraca Energi Air + Garam

Mulai

Disiapkan alat dan bahan

Ditimbang 5 gram NaOH

Dihitung panas pelarutan

Dimasukkan ke dalam air samping volume 50 ml

81
Selesai

Gambar 1.3 Diagram Alir Proses Neraca Energi Air + NaOH


Prosedur Kerja:
1. Ditimbang air dengan massa 100 gram dalam gelas ukur, diukur temperaturnya
kemudian dimasukkan es batu dengan berat tertentu ditimbang campuran air dan es
batu tersebut, diukur temperaturnya. Dihitung suhu campuran tersebut.
2. Ditimbang garam 2 gram dilarutkan dalam air 100 ml, diukur temperaturnya.
Dipanaskan larutan tersebut selama 3 menit diukur temperaturnya dan dihitung pnas
pelarutnya.
3. Ditimbang 5 gram Natrium Hidroksida (NaOH), dimasukkan dalam air sampai
volume 50 ml, dihitung panas pelarut larutan tersebut.

3.4 Cara Analisis

Panas (J) = m.Cp.∆T

Keterangan :
m = massa
Cp = Kapasitas panas
∆T = Selisih suhun akhir – suhu awal

82
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Tabel 7.1 Hasil Pengamatan Neraca Energi
No Jenis Berat Suhu (oC) Cp (J/kg Panas (J)
o
Larutan Wadah Wadah + Campuran To Tl C)
Campuran Larutan
Larutan
1 Air + es 0,13 0,33 0,20 28 6 4200 -18,480
batu
2 Air + 0,25 0,35 0,10 25 86 580 3.050
garam
3 Air + 0,13 0,18 0,05 28 45 3.300 2.805
NaOH

Analisis Data
1. Air + es batu
Panas = m.Cp.∆T
= 0,20 kg . 4200 J/kg °C . (6 – 28) oC
= -18.480 J
2. Air + garam
Panas = m.Cp.∆T
= 0.10 kg . 500 J/kg oC . (86 – 25)oC
= 0.10 kg . 500 J/kg oC . (61) oC
= 3.050 J
3. Air + NaOH
Panas = m.Cp.∆T
= 0.05 kg . 3.300 J/kg oC (45 – 28) oC
= 0.05 kg . 3.300 J/kg oC. (17)
= 2.805 J

83
4.2 Pembahasan
Neraca energi adalah cabang keilmuan yang mempelajari keseimbangan energi dalam
sebuah sistem. Neraca energi dibuat berdasarkan hukum pertama termodinamika.
Hukum pertama termodinamika ini menyatakan kekekalan energim, yaitu energi
tidak dapat dimusnahkan atau dibuat hanya dapat diubah bentuknya. Perumusan
neraca energi suatu sistem mirip dengan perumusan massa. Namun demikian,
terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu suatu sistem dapat berupa sistem
tertutup namun tidak terisolasi (tidak dapat terjadi perpindahan massa namun terjadi
perpindahan panas) dan (hanya terdapat satu neraca komponen). Suatu neraca energi
memiliki persamaan = energy masuk = energy keluar + energi akumulasi (Risdiyanto,
2007).
Faktor-faktor yang mempengaruhi perhitungan neraca energi yaitu massa bahan,
besarnya kalor spesifik, waktu pemanasan, daya, besarnya perubahan suhu yang
terjadi dimana kelarutan zat padat dalam air semakin tinggi bila suhunya dinaikkan.
Adanya kalor (panas) mengakibatkan semakin renggangnya jarak antar molekul zat
padat tersebut. Meregangnya jarak antar molekul zat padat menjadikan kekuatan gaya
antar molekul-molekul menjadi lemah sehingga mudah terlepas oleh gaya tarik antar
molekul-molekul air dan terjadi kelarutan. Serta jenis zat pelarut dan zat terlarut,
apabila suatu zat pelarut mempunyai sifat mudah melarutkan suatu zat maka
kelarutannya sangat tinggi dan apabila zat pelarutnya mempunyai sifat sulit
melarutkan suatu zat maka kelarutannya pun rendah. Begitu pula dengan zat terlarut
apabila zat terlarut tersebut mudah melarut dalam suatu pelarut, maka kelarutannya
dalam pelarut pun tinggi dan begitu pula sebaliknya.
Perhitungan neraca energi memiliki banyak tujuan, neraca panas atau massa dalam
industri merupakan perhitungan kuantitatif dan semua bahan-bahan yang masuk,
yang keluar, yang terakumulasi (tersimpan) dan yang terbuang dalam sistem itu.
Perhitungan neraca digunakan untuk mencari variable proses yang belum diketahui,
berdasarkan data variable proses yang lebih ditentukan/diketahui. Oleh karena itu,
perlu disusun persamaan yang menghubungkan data variable proses yang telah

84
diketahui dengan variable proses yang ingin dicari. Aplikasi kelarutan sebagai fungsi
suhu banyak dimanfaatkan dalam bidang industri. Perbedaan kelarutan dengan suhu
yang berlainan ini dapat dimanfaatkan untuk memurnikan zat dan kotoran. Kotoran
hasil samping suatu reaksi dengan cara rekristalisasi bertingkat. Pada cara ini zat yang
masih bercampur dengan pengotor dilarutkan dalam sedikit pelarut panas, dimana
pengotor lebih mudah larut daripada zat yang akan dimurnikan. Setelah larutan
dingin, kotoran akan tertinggal dalam larutan zat larutan zat murni akan memisah
sebagai endapan. Kristal yang dihasilkan lalu disaring dan dikeringkan.
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh, pada larutan air + es batu memiliki
suhu awal 28oC dan suhu akhir menjadi 6oC dengan panas yang dihasilkan sebesar -
18.480 J. kemudian pada larutan air + garam yang memiliki suhu awal 26oC
kemudian dipanaskan larutan tersebut sehingga suhu akhirnya menjadi 86oC dengan
panas yang diperoleh sebesar 3.050 J. kemudian pada larutan air + NaOH diperoleh
suhu awal sebesar 28oC kemudian suhu akhir sebesar 45oC dan diperoleh panas
sebesar 2.805 J.
Suatu larutan jenuh merupakan keseimbangan dinamis. Keseimbangan tersebut akan
dapat bergeser bila suhu dinaikkan. Pada umumnya kelarutan zat padat dalam larutan
bertambah bila suhu dinaikkan, karena pada umumnya proses pelarutan bersifat
endotermik. Pengaruh kenaikan suhu pada kelarutan zat berbeda satu dengan yang
lainnya. Dari hasil pengamatan dapat dilihat suhu yang paling tinggi naiknya yaitu
pada air + garam karena juga pengaruh pemanasan yang dilakukan. Dalam praktikum
ini digunakan NaOH karena kelarutannya sangat sensitive terhadap suhu sehingga
dengan berubahnya suhu, kelarutan juga akan berubah selain itu es batu, garam, dan
NaOH memiliki kelarutan yang tinggi bila dilakukan dalam air.

85
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Neraca energi dibuat berdasarkan hukum pertama termodinamika yang
menyatakan kekekalan energi, yaitu energi tidak dapat dimusnahkan atau diciptakan,
hanya dapat diubah bentuknya. Faktor-faktor yang mempengaruhi perhitungan neraca
energi yaitu massa bahan, besarnya kalorspesifik bahan, waktu pemanasan, daya
besarnya perubahan suhu yang terjadi dan jenis zat pelarut dan zat terlarut.
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh, pada larutan air + es batu. Suhu awal
20oC dan suhu akhir menjadi 6 oC dengan panas yang dihasilkan sebesar -18.480 J.
Kemudian pada larutan air + garam. Suhu awalnya 25oC dan suhu akhir 86 oC
karena dilakukan proses pemanasan sehingga suhu naik drastis dan panas yang
dihasilkan sebesar 3.050 J. kemudian pada larutan air + NaOH. Suhu awalnya 28oC
dan suhu akhirnya 45oC, panas yang dihasilkan sebesar 2.805 J. pada umumnya
kelarutan zat padat dalam larutan bertambah bila suhunya dinaikkan, karena pelarutan
bersifat endotermik. Pengaruh kenaikkan suhu pada kelarutan zat berbeda-beda satu
dengan yang lainnya.

5.2 Saran
Diharapkan kedepannya para praktikan lebih hati-hati dan teliti lagi dalam
melakukan praktikum pada acara ini, karena alat yang digunakan merupakan
peralatan yang mudah rusak. Bagi para koordinator praktikum agar lebih cermat lagi
dalam mendampingi para praktikan, guna menghindari kecelakaan kerja dan
memaksimalkan hasil praktikum.

86
DAFTAR PUSTAKA

Alakali, dkk. 2012. Influence of Variety and Processing Methods on Specific Heat
Capacity of Crude Palm Oil. International Journal of Chemical Engineering
and Applications. Vol. 3 (5). Hal : 300 – 302.
Arutanti.2009. Mekanisme Filtrasi. Makasar : Reposity Universitas Hasanudin
Astutik,Sri Mulia. 2008. Teknik Pengeringan Bawang Merah Dengan Cara
Perlakuan Suhu
Aventi. 2015. Penelitian Kadar Air Buah. Jakarta: Jurnal Pangan dan Agroindustri.
Vol.2 (1). Hal : 4.
Bintang, Maria. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta : Erlangga.
Bouch.2012.Teknik Perpindahan Panas.Bogor: ITB press..

Choirunnisa, F. 2009. Dasar-Dasar Keteknikan Pengolahan. Yogyakarta : Liberty.


Christian dalam Heny Herawati. 2008. Penentuan Umur Simpan Pada Produk
Pangan. Jawa
dan Tekanan Vakum. Buletin Teknik Pertanian Vol. 13 No. 2.
Faisz Kasifalham, Bambang Dwi Argo, dan Musthofa Lutfi. 2013. Uji Performansi
Mesin Pemarut Kelapa dan Pemeras Santan Kelapa.Jurnal Keteknikan
Pertanian Tropis dan Biosistem Vol 1(3). Hal : 204-212.
Irfani A. 2007. Filtrasi. achmadirfani.files.wordpress.com/2007/11/filtrasi.doc.
[diakses pada 4 Mei 2017].
Jalar Ungu (Ipomoea batatas blackie) Dengan Variasi Proses Pengeringan.
Surakarta:
Martunis. 2012. Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan Terhadap Kuantitas dan
Kualitas Pati Kentang Varietas Granola.Banda Aceh: Jurnal Teknologi dan
Industri Pertanian Indonesia.Vol.4 (3). Hal : 2.
Maryanto. 2004. Petunjuk Praktikum Teknologi Pengolahan. Jember : FTP UNEJ.
Muarif, Ahmmad. 2013. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Surabaya: PT. Bina
Ilmu.
Muchtadi dalam Tina Apriliyanti. 2010. Kajian Sifat Fisikokimia Dan Sensori
Tepung Ubi
Mujadin, dkk.2014. Pengujian kualitas minyak goreng berulang menggunakan
metode ujiviskositas dan perubahan fisis. Jakarta : Jurnal al-Azhar Indonesia
seri sains dan teknologi. Vol.2 (4). Hal :230.

87
Mulia, Sri. 2008. Penanganan dan Pengolahan Buah. Jakarta: Penebar Swadaya.
Novary. 2002. Penanganan dan Pengolahan Bahan Pangan. Jakarta : Penebar
Swadaya.
Oxtoby, D.W. 2011. Prinsip-prinsip Kimia Modern Jilid 1 Edisi 4. Jakarta : Erlangga.
Randy,A. 2011. Modul praktikum fisika dasar I. Indrajaya: Universitas
sriwijaya.Saputra. 2009. Hanut Viskositas THPP. Yogyakarta :
Universitas Gajah Mada.
Risdiyanto dan R. Setiawan.2007.Metode Neraca Energi Untuk Perhitungan Indeks
Luas Daun Menggunakan Data Citra Satelit Multi Spektral. Jurnal Agroment
Indonesia. Vol 21 (2). Hal: 27-38.

Sarojo,G. 2012. Seri fisika dasar mekanik. Jakarta: Salemba Teknika.


Sears, Z.2014. Fisika Universitas. Jakarta: Erlangga.

Sediawan Wahyudi Budi. 2008. Berbagai Teknologi Proses Pemisahan. Jurnal


Prosiding Presentasi Ilmiah Daur Bahan Bakar Nuklir. Hal 8-9.
Septiawan, W., dkk. 2014. Penguapan Air Kelapa dengan Prinsip Rumah Kaca dalam
Proses Pembuatan Gula Merah. Lampung : Jurnal Teknik Pertanian. Vol. 3
No. 1 : 3.
Soedojo, P. 2008 . Buku Petunjuk Praktikum Satuan Operasi.Yogyakarta :
Universitas Gadjah Mada.
Sudewo, Andreas. 2000. Buku Ajar Azas Azas Teknik. Jember : FTP UNEJ.
Suismono. 2001. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Surabaya : Bina Ilmu.
Sukoyo, A., dkk. 2014. Analisis Pengaruh Suhu Pengolahan dan Derajat Brix
terhadap Karaktersitik Fisikokimia dan Sensoris Gula Kelapa Cair dengan
Metode Pengolahan Vakum. Malang : Jurnal Bioproses Komoditas Tropis.
Vol. 2 No. 2 : 3.
Sunarya, Yayan. 2010. Kimia Dasar I. Bandung : CV Yrama Widya
Supardi, N. I.2007. Pengecilan Ukuran Produk Pertanian. Yogyakarta : Andi Offset.
Surakarta, 2003. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta : Rineka Cipta
Tejasari. 2005. Nilai Gizi Pangan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Tengah: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.Hal: 125.
Tripler.2009. Fisika jilid II. Jakarta: Erlangga.

Umrowati, Prof. DR. Basuki Widodo, M.Sc dan Drs. Kamiran, M.Si.2011. Analisis
Pengaruh Perpindahan Panas Terhadap Karakteristik Lapisan Batas Pada Pelat
Datar.Jurnal Neraca Energi Indonesia. Hal: 1-9.

Universitas Sebelas Maret. Hal: 22-23.

88
Warsito,dkk. 2012. Desain dan Analisis Pengukuran Viskositas Dengan Metode Bola
Jatuh Berbasis Sensor Optocoupler dan System Akusisinya pada Komputer.
Bandar lampung: Jurnal Natur Indonesia.Vol.14. No 3:230.
Widhy,P. 2011. Macam-macam fluida. Yogyakarta: GadjahMada University Press.
Winarno, F. 2007. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Yulia. 2002. Teknologi Pengolahan Pangan. Jember : FTP UNEJ.
Zailani. 2006. Penuntun Umbah dan Utilitas.Samarinda : Politeknik Negeri
Samarinda.

89

Anda mungkin juga menyukai