Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN


TEKNOLOGI PENGERINGAN DAN PENEPUNGAN
TEPUNG SINGKONG
(Manihot utilissima)

Oleh :

Nama : Diannisa Wibawanty


Nrp : 143020147
Kelompok :E
Meja : 2 (Dua)
Tanggal Percobaan : 09 Maret 2017
Asisten : Fitri Maulida

LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2017
I. TUJUAN, PRINSIP, RUMUS DAN PROSEDUR PERCOBAAN

I.1 Tujuan Percobaan


Untuk menurunkan kadar air dalam pangan sampai batas tertentu
sehingga meminimalkan serangan mikroba dan insekta perusak dan
menghasilkan bahan yang siap diolah lebih lanjut

I.2 Prinsip Percobaan


Berdasarkan perpindahan panas secara konduksi dan konveksi serta
berdasarkan pengurangan kadar air sampai batas tertentu dan dilanjuttkan
dengan proses reduksi sampai berukuran 100 mesh sehingga bahan berbentuk
tepung.

1.3 Rumus

mg
ppm = L

Wt halus
% tepung halus = W awal X 100 %

Wt halus
% tepung kasar = W awal X 100 %

W lost product = Wbhn kering Wt halus Wt kasar

W lost product
% lost product = Wbhn kering X 100%

W product = Wt halus + Wt kasar

% Produk = % tepung halus


1.4 Prosedur Percobaan

Gambar 1. Diagram Alir Penepungan dengan Perendaman Na2S2O5


Gambar 2. Diagram Alir Penepungan dengan Metode Blanching
Gambar 3. Diagram Alir Penepungan dengan Perendaman Air Biasa
Setelah trimming Penimbangan Reduksi Ukuran
dan pencucian

Pengeringan Penirisan dan Perendaman 5


5-6 jam Penyusunan di tray dengan Na2S2O5

Bahan kering Penggilingan Pengayakan

Pengamatan Penimbangan

Gambar 4. Proses Pembuatan Tepung Singkong dengan Na2S2O5


Setelah trimming Penimbangan Reduksi Ukuran
dan pencucian

Pengeringan 5-6 jam Penirisan Steam blanching 3-5

Bahan kering Penggilingan Pengayakan

Pengamatan Penimbangan

Gambar 5. Proses Pembuatan Tepung Singkong Metode Blanching


Setelah trimming Penimbangan Reduksi Ukuran
dan pencucian

Pengeringan 5-6 jam Penirisan Rendam di air biasa 5

Bahan kering Penggilingan Pengayakan

Pengamatan Penimbangan

Gambar 6. Proses Pembuatan Tepung Singkong dengan Air Biasa


II HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
2.1 Hasil Pengamatan

Tabel 1. Hasil Pengamatan Penepungan dengan Perendaman Na2S2O5


Keterangan Hasil
Basis 70 gram
Bahan Utama Singkong
Bahan Tambahan Na2S2O5 500ppm 250 gram
Berat Produk 21,03 gram
% Produk 29,8 %
Organoleptik Tepung Halus Tepung Kasar

1. Warna Putih Sedikit Kuning Kuning Muda


2. Rasa Hambar Hambar
3. Aroma Khas Tepung Singkong Khas Singkong
4. Tekstur Halus Kasar
5. Kenampakan Menarik Kurang Menarik

Gambar Produk

Sumber: Diannisa, Putri, Shinta, Vikri, Meja 2, kelompok E, 2017

Tabel 2. Hasil Pengamatan Penepungan dengan Metode Blanching


Keterangan Hasil
Basis 70 gram
Bahan Utama Singkong
Bahan Tambahan Steam / Uap Air
Berat Produk 20,06 gram
% Produk 28,86 %
Organoleptik Tepung Halus Tepung Kasar

1. Warna Putih Kekuningan Kuning Muda


2. Rasa Hambar Hambar
3. Aroma Khas Tepung Singkong Khas Singkong
4. Tekstur Halus Kasar
5. Kenampakan Menarik Kurang Menarik

Gambar Produk

Sumber: Diannisa, Putri, Shinta, Vikri, Meja 2, kelompok E, 2017

Tabel 3. Hasil Pengamatan Penepungan dengan Perendaman Air Biasa


Keterangan Hasil
Basis 70 gram
Bahan Utama Singkong
Bahan Tambahan Air Biasa
Berat Produk 21,85 gram
% Produk 31,2 %
Organoleptik Tepung Halus Tepung Kasar
1. Warna Putih Pucat Kuning Muda
2. Rasa Hambar Hambar
3. Aroma Khas Tepung Singkong Khas Singkong
4. Tekstur Halus Kasar
5. Kenampakan Menarik Kurang Menarik

Gambar Produk

Sumber: Diannisa, Putri, Shinta, Vikri, Meja 2, kelompok E, 2017

2.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan penepungan singkong dengan perendaman


Na2S2O5 didapatkan hasil % tepung halus= 29,8%, % tepung kasar= 0,24%, lost
produk = 0,14 gram, % lost produk = 0,66%, w produk = 21,03 gram, dan %
produk = 29,8%.
Berdasarkan hasil pengamatan penepungan singkong dengan metode
blanching didapatkan hasil % tepung halus = 28,86 %, % tepung kasar = 0,57%,
lost produk = 0,38 gram, % lost produk = 1,81%, w produk = 20,6 gram, dan %
produk = 28,86 %.
Berdasarkan hasil pengamatan penepungan singkong dengan perendaman
air biasa didapatkan hasil % tepung halus = 31,2%, % tepung kasar = 0,01%, lost
produk = 0,86 gram, % lost produk = 3,78%, w produk = 21,85 gram, dan %
produk = 31,2%.
Fungsi setiap perlakuan dalam penepungan yaitu sortasi (pemilihan)
dilakukan untuk memilih kentang yang benar-benar bagus fisiknya, dan mulus
(tidak cacat). Jika cacat atau busuk maka tepung yang dihasilkan tidak bagus.
Trimming dilakukan untuk pembersihan ketang dari kotoran dan bagian yang tidak
diperlukan lainnya. Pencucian dengan air dilakukan untuk membebaskan bahan
dari kotoran yang menempel pada bahan.
Fungsi penimbangan pertama adalah untuk mengetahui basis bahan baku
yang digunakan dalam pembuatan tepung kentang. Fungsi pencucian adalah untuk
menghilangkan kotoran atrau kontaminan yang terdapat pada bahan baku,
sehingga bahan menjadi bersih, kemudian dilakukan proses penimbangan kedua
yang berfungsi untuk mengetahui berat bahan baku yang kemudian dibagi tiga
untuk proses selanjutnya.
Reduksi ukuran adalah pemecahan bahan menjadi bagian-bagian yang
lebih kecil, dimana proses pengecilan ukuran merupakan suatu proses yang
penting dalam industry pangan. Tujuan pengecilan ukuran ini adalah untuk
memperbesar luas permukaan bahan yang membantu dan memperlancar proses,
dalam hal ini mempercepat waktu pengeringan bahan dan mempercepat proses
blanching (Brennan, 1969).
Proses blanching hanya digunakan untuk perlakuan awal dalam
menginaktivasi enzim, dan sebagai persiapan bahan baku sebelum proses
pengeringan. Blaching yang digunakan dalam percobaan ini adalah menggunakan
system uap air panas. Keuntungan dari sistem ini adalah lebih sedikit kehilangan
komponen-komponen yang larut dalam air, sedangkan kerugiannya pembersihan
bahan terbatas, membutuhkan pencucian, dan blanching tidak merata jika terjadi
penumpukan bahan pada ayakan (Fellows, 2000).
Perendaman dengan Na2S2O5 untuk memucatkan tepung sehingga dapat
mencegah kerusakan pada warna bahan akibat pengeringan. Fungsi dari pemucat
ini adalah agar tidak terjadi browing pada saat pengeringan serta memucatkan
warna agar tepung yang dihasilkan lebih terang sehingga memiliki daya tarik
konsumen yang tinggi.
Perendaman dengan air biasa berfungsi untuk menghambat proses
pencoklatan, bahan yang diakibatkan oleh enzim poliphenolase yang terdapat
pada bahan.
Pengeringan berfungsi untuk mengurangi kadar air dalam bahan yang
dilakukan pada suhu 70C agar tidak terjadi overheating yang menyebabkan
bahan menjadi gosong sehingga kurang menarik. Penggilingan berfungsi untuk
mengecilkan ukuran partikel serta pengayakan berfungsi untuk memisahkan
antara tepung kasar dan tepung halus, selain itu juga dapat berfungsi untuk
memisahkan kontaminan yang memiliki ukuran berbeda. Selanjutnya
penimbangan dilakukan untuk mengetahui berat bahan kering, berat tepung kasar,
dan berat tepung halus.
Sodium metabisulfit atau natrium metabisulfit merupakan salah satu
pengawet makanan organik. Senyawa yang memiliki penampakan kristal atau
bubuk berwarna putih ini bersifat mudah larut dalam air dan sedikit larut dalam
alkohol. Sodium metabisulfit memiliki berat molekul 190,12 gram. (Anonim,
2012).
Natrium metabisulfit mempunyai sifat kimia diantaranya:
1. Penampilan dari natrium metabisulfit berupa bubuk putih
2. Bau yang timbul dari saat natrium metabisulfit bereaksi adalah bau samar
yang berasal dari SO2
3. Kepadatan natrium metabisulfit sekitar 1,48 g/cm3. Padatan natrium
metabisulfit yang dilarutkan sebanyak 20% akan tampak berwarna kuning
pucat hingga jernih.
4. Titik lebur natrium metabisulfit yaitu > 170C (dimulai dari 150C)
5. Kelarutan natrium metabisulfit dalam air yaitu 54 g/100 ml (20C) dan 81,7
g/100 ml (100C)
6. Natrium metabisulfit sangat larut dalam gliserol dan larut dalam etanol.
(Septiyani, 2012).
Pengeringan adalah metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkannya hingga kadar air
keseimbangan dengan kondisi udara normal atau kadar air yang setara dengan
nilai aktivitas air (Aw) (Wirakartakusuma,1992).
Pengeringan tepung pada prinsipnya menguapkan air yang ada dalam
bahan dengan jalan pemanasan. Untuk mempercepat penguapan air serta
menghindari terjadinya reaksi yang menyebabkan terbentuknya air ataupun reaksi
lain karena pemanasan maka dapat dilakukan pemanasan dengan suhu rendah dan
tekanan vakum. Untuk bahan- bahan yang mempunyai kadar gula tinggi,
pemanasan pada suhu 100C dapat mengakibatkan terjadinya pergerakan pada
permukaan bahan (Sudarmadji, 1996).
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju pengeringan adalah:
1. Faktor Internal

a. Sifat bahan

Sifat bahan yang dikeringkan merupakan faktor utama yang


mempengaruhi kecepatan pengeringan. Jika dua bahan pangan dengan
ukuran dan bentuk yang sama dikeringkan pada kondisi yang sama, kedua
potongan tersebut akan kehilangan air dengan kecepatan yang sama
pada awal pengeringan (Wirakartakusumah, 1992).

b. Ukuran Bahan

Kecepatan pengeringan lempengan basah yang tipis berbanding


terbalik dengan kuadrat ketebalannya, jadi jika potongan bahan pangan
dengan tebal satu pertiga dari semula dikeringkan akan mengalami
pengeringan yang sama dengan kecepatan sembilan kali kecepatan asalnya.
Peristiwa ini terjadi pada kondisi dimana resistensi internal
terhadap pergerakan air jauh lebih besar daripada resistensi
permukaan terhadap penguapan. Oleh karena itu waktu pengeringan dapat
dipersingkat dengan pengurangan ukuran bahan yang dikeringkan. Keadaan
ini diterapkan pada spray drying dimana diameter partikel atau
penyemprotan hanya beberapa micron (Wirakartakusumah, 1992).

c. Unit Pemuatan
Beberapa hal penambahan muatan bahan basah pada rak pengeringan
analog dengan meningkatkan ketebalan potongan bahan, sehingga akan
mengurangi kecepatan pengeringan (Wirakartakusumah, 1992).

2. Faktor eksternal

a. Suhu Udara

Jika depresi bola basah dijaga konstan pada berbagai suhu bola basah,
kecepatan pengeringan tahap awal hampir sama. Tahap selanjutnya,
kecepatan akan bertambah tinggi pada suhu udara yang lebih tinggi karena
pada kadar air yang rendah pengaruh penguapan terhadap pendinginan
udara dapat diabaikan dan pada suhu bahan mendekati suhu udara.
Distribusi air dalam bahan yang mempengaruhi kecepatan pengeringan pada
tahap ini akan bertambah cepat dengan meningkatnya suhu.
(Wirakartakusumah, 1992).

b. Kecepatan Aliran Udara

Laju pengeringan bahan seperti halnya pada penguapan dari


permukaan air tergantung kecepatan udara yang melewati bahan.
Pengaruh perbedaan kecepatan sangat nyata pada kecepatan udara
beberapa ratus kaki per menit. Peningkatan kecepatan udara pada kisaran
1000 kaki per menit kecil sekali, pengaruhnya terhadap laju pengeringan
(Wirakartakusumah, 1992).
Blanching adalah perlakuan panas pada bahan pangan yang dapat
dilakukan dengan merendam bahan dalam air panas atau pemberian uap air pada
bahan pangan. Proses tersebut biasanya dilanjutkan dengan pendinginan bahan
baik dengan cara merendam maupun cara menyemprotkan dengan air dingin.
Blanching merupakan suatu perlakuan pemanasan dengan menggunakan suhu
65C-75C, dengan waktu kurang dari 10 menit (Afrianti, 2013).

Faktor-faktor yang mempengaruhi blanching adalah sebagai berikut :


1. Tipe buah dan sayur
2. Ukuran dan jumlah bahan yang di blanching: semakin kecil ukuran, proses
blanching semakin cepat dan kerusakan nutrisi cepat pula.
3. Suhu blanching: semakin tinggi suhu, tingkat kerusakan semakin besar
4. Metode pemanasan
(Hidayat, 2007).
Tepung adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus atau sangat
halus tergantung proses penggilingannya. Biasanya digunakan untuk keperluan
penelitian, rumah tangga, dan bahan baku industri. Tepung merupakan salah satu
bentuk alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan, karena lebih tahan
disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), ditambah zat gizi (difortifikasi),
dibentuk, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba
praktis (Winarno, 1992).
Perubahan yang terjadi akibat proses pengeringan:
1. Pengaruh Pengeringan terhadap Tekstur
Perubahan tekstur pada bahan pangan selama proses pengeringan dapat
diakibatkan oleh berbagai proses seperti gelatinisasi pati, kristalisasi selulosa,
dan lokalisasi variasi dalam kandungan air ketika dilakukan pengeringan
(Fellows, 2000).
2. Pengaruh Pengeringan terhadap Aroma dan Flavor
Pengeringan dengan pemanasan akan mengakibatkan terjadinya
penguapan air dan hilangnya komponen pangan yang bersifat mudah
menguap, sehingga bahan pangan mengalami penurunan dari segi flavor.
Kehilangan komponen tersebut tergantung pada suhu, tekanan uap komponen
yang mudah menguap, kadar air dalam bahan pangan, dan kelarutan
komponen yang mudah menguap dalam uap air. Oleh karena itu, komponen
yang tingkat menguapnya tinggi akan lebih cepat hilang selama proses
pengeringan, sehingga pengeringan bahan pangan dilakukan pada suhu
rendah (Fellows, 2000).
3. Pengaruh Pengeringan terhadap Mikroba
Mikrobia akan menjadi aktif apabila kondisi pertumbuhan mengizinkan.
Salah satu metode pengendalian yaitu pembatasan air untuk pertumbuhannya.
Jumlah air dalam bahan pangan menentukan jenis mikrobia yang memiliki
kesempatan untuk tumbuh (Fellows, 2000).
4. Pengaruh Pengeringan terhadap Aktivasi Enzim
Umumnya enzim peka terhadap kondisi yang panas-lembab, terutama pada
rentang suhu diatas maksimum untuk aktivasinya. Suhu panas dan lembab
yang mendekati titik didih air mampu menginaktivasi enzim saat itu (Fellows,
2000).
5. Pengaruh Pengeringan terhadap Zat Warna dalam Bahan Pangan
Warna bahan pangan tergantung pada kenampakan bahan pangan tersebut,
dan kemampuan dari bahan pangan untuk memantulkan, menyebarkan,
menyerap/meneruskan sinar tampak. Pengeringan bahan pangan akan
mengubah sifat fisik dan warna bahan pangan (Fellows,2000).
Case hardening adalah suatu migrasi zat pelarut ke permukaan yang
menyebabkan lapisan permukaan nampak kering, sedangkan bagian dalam masih
sangat basah (wirakartakusuma). case hardening dapat terjadi karena suhu
pengeringan terlalu tinggi, laju pengeringan yang lebih cepat dari pada difusi air
sehingga mengakibatkan terjadinya penghambatan penguapan air (Chelvi,2011)

Mekanisme pengeringan yaitu ketika benda basah dikeringkan secara


termal, ada dua proses yang berlangsung secara simultan, yaitu :

1. Perpindahan energi dari lingkungan untuk menguapkan air yang terdapat di


permukaan benda padat. Perpindahan energi dari lingkungan ini dapat
berlangsung secara konduksi, konveksi, radiasi, atau kombinasi dari
ketiganya. Proses ini dipengaruhi oleh temperatur, kelembapan, laju dan arah
aliran udara, bentuk fisik padatan, luas permukaan kontak dengan udara dan
tekanan. Proses ini merupakan proses penting selama tahap awal pengeringan
ketika air tidak terikat dihilangkan. Penguapan yang terjadi pada permukaan
padatan dikendalikan oleh peristiwa difusi uap dari permukaan padatan ke
lingkungan melalui lapisan film tipis udara (Rohman, 2008).

2. Perpindahan massa air yang terdapat di dalam benda ke permukaan


Ketika terjadi penguapan pada permukaan padatan, terjadi perbedaan
temperatur sehingga air mengalir dari bagian dalam benda padat menuju ke
permukaan benda padat. Struktur benda padat tersebut akan menentukan
mekanisme aliran internal air (Rohman, 2008).
Indeks glikemik adalah angka yang menunjukkan potensi peningkatan gula
darah dari karbohidrat yang telah tersedia pada suatu pangan atau secara
sederhana dapat dikatakan sebagai tingkatan atau rangking pangan menurut
efeknya terhadap kadar glukosa dalam darah (Anonim, 2013). Hubungannya
dengan penepungan yaitu penepungan merupakan suatu proses pengoalahan
bahan setengah jadi yang mengandung karbohidrat yang mana akan dilakukan
suatu proses pengolahan lanjutan hingga menjadi produk jadi. Sehingga dapat di
ukur indeks glikemiknya guna untuk mengontrol kadar gula darah.(Gracilla,
2013).

Dari ketiga hasil pengamatan, bila dibandingkan dengan SNI kualitas


terpung yang direndam dengan air biasa mempunyai bau, warna dan rasa yang
sesuai dengan SNI. Dari tiga metode yang digunakan, tepung yang paling baik
adalah tepung yang dihasilkan oleh metode perendaman dengan air biasa karena
dari sifat organoleptik mempunyai warna yang sesuai, tekstur lebih halus, dan
aroma serta kenampakan yang sesuai.

Critical Control Point (CCP atau titik pengendalian kritis), adalah langkah
dimana pengendalian dapat diterapkan dan diperlukan untuk mencegah atau
menghilangkan bahaya atau menguranginya sampai titik aman. Titik pengendalian
kritis (CCP) dapat berupa bahan mentah, lokasi, praktek, prosedur atau
pengolahan dimana pengendalian dapat diterapkan untuk mencegah atau
mengurangi bahaya (Amaliya, 2012).

Ada dua titik pengendalian kritis yaitu:

1. Titik Pengendalian Kritis 1 (CCP-1), adalah sebagai titik dimana bahaya


dapat dihilangkan.

2. Titik Pengendalian Kritis 2 (CCP-2), adalah sebagai titik dimana bahaya


dikurangi.

(Amaliya, 2012).
CCP pada proses pembuatan tepung singkong, hal-hal yang perlu
diperhatikan yaitu saat proses pencucian harus dilakukan dengan baik supaya
kentang bersih dan terhindar dari kotoran yang menepel yang dapat menimbulkan
bahaya saat dilakukan proses selanjutnya. Pada proses reduksi ukuran yang harus
diperhatikan adalah saat slicing, dimana bahan harus segara direndam agar tidak
terjadi proses pencoklatan. Pada proses pengeringan, agar kadar air sesuai hal-hal
yang harus diperhatikan yaitu kandungan air yang masih banyak menyebabkan
bahan menempel saat pada saat penggilingan dan pengayakan, saat penggilingan
dan pengayakan yang harus sesuai dengan ketentuan mesh ukuran tepung.
III KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan penepungan singkong dengan perendaman
Na2S2O5 didapatkan hasil % tepung halus= 29,8%, % tepung kasar= 0,24%,
lost produk = 0,14 gram, % lost produk = 0,66%, w produk = 21,03 gram, dan
% produk = 29,8%.
Berdasarkan hasil pengamatan penepungan singkong dengan metode
blanching didapatkan hasil % tepung halus = 28,86 %, % tepung kasar =
0,57%, lost produk = 0,38 gram, % lost produk = 1,81%, w produk = 20,6
gram, dan % produk = 28,86 %.
Berdasarkan hasil pengamatan penepungan singkong dengan perendaman
air biasa didapatkan hasil % tepung halus = 31,2%, % tepung kasar = 0,01%,
lost produk = 0,86 gram, % lost produk = 3,78%, w produk = 21,85 gram, dan
% produk = 31,2%.

3.2 Saran
Praktikan harus lebih teliti dalam setiap melakukan perintah dan
prosedurnya, mengerjakan dengan lebih gesit sehingga akan lebih cepat dan
tepat, dan hasil yang didapat baik. Proses penepungan harus sempurna karena
dapat mempengaruhi kualitas produk akhir.

DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, Leni Herliani. 2013. Teknologi Pengawetan Pangan. Alfabeta : Bandung.


Amaliya, Fida Suci. 2012. Hazard Analysis and Critical Control Point.
http://vhyda15.blogspot.com. Diakses: 12 Maret 2017.
Anonim. 2012. Sodium Metabisulfit. http://Wikipedia.org. Diakses: 12 Maret
2017.
Anonim. 2013. Indeks Glikemik. http://Wikipedia.org. Diakses: 12 Maret 2017.
Brennan, J.G, et. All. 1969. Food Engineering Operations. Applied Science
Publishers Limited : London.
Chelvi. 2011. Pengawetan Pangan dengan Teknik Pengeringan.
http://chelvidreamer.blogspot.com. Diakses : 12 Maret 2017.
Hidayat, Nur. 2007. Blanching, Pasteurisasi, dan Sterilisasi.
http://ptp2007.files.wordpress.com. Diakses: 12 Maret 2017.
Fellows, PJ. 2000. Food Processing Technology. Ellis Forwood, Limited :
London.
Rohman, Saepul. 2008. Teknologi Pengeringan Bahan Makanan.
http://majarimagazine.com. Diakses: 12 Maret 2017.
Septiyani, Naning. 2012. Ilmu Teknologi Bahan Tambahan Makanan Natrium
Metabisulfit. http://naming-septiyani.blogspot.com. Diakses: 12 Maret 2017.
SNI 01-3751-2000. Standar Mutu Tepung. Badan Standarisasi Nasional (BSN).
Sudarmadji, dkk. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty :
Yogyakarta.
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama :
Jakarta.
Wirakartakusumah, Aman. 1992. Peralatan Unit Operasi Industri Pangan. IPB :
Bogor.

LAMPIRAN

Tabel 4. Standar Mutu Tepung


Kriteria Uji Satuan Pesyaratan
Keadaan :
-
Bentuk Serbuk
-
Bau Normal (bebas dari bau asing)
-
Rasa Normal (bebas dari bau asing)
-
Warna Normal

Benda Asing - Tidak boleh ada


Serangga dalam semua bentuk
stadia atau potongan- - Tidak boleh ada
potongann yang tampak *)
Kehalusan lolos ayakan 212
- Min. 95%
milimikron
Air %,b/b Maks, 14,5 %
Abu %,b/b Maks. 0,6 %
Protein (Nx5,7) %,b/b Min. 7,0 %
Keasaman MgKOH/100g Maks. 500/100 g contoh
Faling number Detik Min. 300
Besi (Fe) Mg/kg Min. 50
Seng (Zn) Mg/kg Min. 30
Vitamin B1 (thiamin) Mg/kg Min. 2,5
Vitamin B2 (riboflavin) Mg/kg Min. 4
Asam folat Mg/kg Min. 2
Cemaran logam
Timbal (Pb) Mg/kg Maks 1,10
Raksa (Hg) Mg/kg Mak. 0,05
Tembaga (Cu) Mg/kg Mak. 10
Cemaran Arsen Mg/kg Maks. 0,5
Cemaran Mikroba
Angka Lempeng Total Koloni/g Maks. 10.6
E.Coli APM/g Maks. 10
Kapang Koloni/g Maks. 10.4
Sumber : Badan Standarisasi Nasional, SNI 01-3751-2000.

SOAL KUIS

1. Diketahui konsentrasi 500 ppm natrium metabisulfit, air 350 mL, berapa gram
yang harus ditimbang?
Jawab :

mg
Ppm = L

mg
500 = 0,35
mg = 175 = 0,175 gram
2. Jelaskan perbedaan kimchi dan sauerkraut!
Jawab :
Kimchi adalah makanan tradisional Korea yaitu asinan sayuran hasil
fermentasi yang diberi bumbu pedas. Setelah digarami dan dicuci, sayuran
dicampur dengan bumbu-bumbu yang terbuat dari kecap ikan, bawang putih,
jahe, bubuk cabai merah, dan beberapa bumbu lainnya. Sayuran yang paling
umum dibuat kimchi adalah sawi putih, mentimun, dan lobak. Sedangkan
Sauerkraut (kol asam) adalah makanan Jerman dari kubis yang diiris halus dan
difermentasi oleh berbagai bakteri asam laktat, seperti Leuconostoc,
Lactobacillus dan Pediococcus.

3. Diketahui albumin 20 gram, bubur buah 74%, dekstrin 15%, CMC 1%,
berapa gram yang harus ditimbang?
Jawab :
10
Albumin : = 100 x basis = 20 gram

74
Bubur buah = 100 x 200 = 148 gram

15
Dekstrin = 100 x 200 = 30 gram

1
CMC = 100 x 200 = 2 gram

4. Sebutkan macam macam kimchi !


Jawab :

Macam-macam kimchi untuk musim semi :


1) Kye ssam kimchi (kimchi dengan campuran daging kepiting yang
dihidangkan di dalam cangkang kepiting).

2) Tong manul chorim (asinan bawang putih muda)

3) Ppongnip chorim (asinan daun mulberry)

4) Tong peachu pom kimchi (kimchi sawi putih ektras asin dan pedas)

5) Chuksun chorim (asinan tunas bumbu)

Macam-macam kimchi untuk musim panas :

1) Susam nabak kimchi (kimchi ginseng fresh)

2) Yolmu kimchi (kimchi lobak muda berkuah)

3) Put kongnip kimchi (kimchi daun kacang kedelai)

4) Oi sobaegi (kimchi tomat yang dihidangkan di dalam timun)

5) Put paechu kimchi (kimchi daun sawi putih yang masih muda)

6) Yongun chorim (asinan akar lotus)

Macam-macam kimchi untuk musim gugur :

1) Saenggul kimchi (kimchi dengan tiram segar)

2) Sokpak kotchori (kimchi dengan kombinasi sayur mayur Korea)

3) Hobak kimchi (kimchi dengan kombinasi sayur Korea)

4) Kogumaljugi kimchi (kimchi dengan kacang kedelai yang tumbuh di musim


gugur)

5) Kaul kongnip chorim (kimchi daun kacang kedelai)

6) Kajaemi shikhae (kimchi ikan flounder)

7) Al manul chorim (asinan daun semanggi)

5. Apa yang dimaksud dengan foaming agent?


Jawab :
Merupakan bahan yang memfasilitasi pembentukan busa seperti surfaktan atau
blowing agent. Surfaktan, ketika hadir dalam jumlah kecil, mengurangi
tegangan permukaan cairan (mengurangi pekerjaan yang diperlukan untuk
membuat busa) atau meningkatkan stabilitas koloid yang dengan menghambat
perpaduan dari gelembung. Blowing agent adalah gas yang membentuk bagian
gas dari busa.

SOAL DISKUSI

1. Jelaskan tujuan blanching dalam pembuatan tepung!


Jawab :
Blanching adalah proses awal penanganan bahan yang bertujuan untuk
menghentikan aktivitas enzim pada umbi, mempertegas warna dan memperlunak
jaringan bahan.

2. Jelaskan mengenai mekanisme reaksi terjadinya browning enzimatis atau


browning non enzimatis!
Jawab:
Browning enzimatis disebabkan adanya aktivitas enzim pada bahan pangan segar,
seperti susu segar, buah-buahan dan sayuran yang banyak mengandung
substrat fenolik. Reaksi ini terjadi bila jaringan tanaman terpotong, terkupas
dan karena kerusakan secara mekanis. Hal ini menyebabkan enzim dapat
kontak dengan substrat yang biasanya merupakan asam amino tirosin dan
komponen fenolik seperti katekin, asam kafeat, dan asam klorogena sehingga
substrat fenolik pada tanaman akan dihidroksilasi menjadi 3,4-
dihidroksifenilalanin (dopa) dan dioksidasi menjadi kuinon oleh enzim phenolase.
Wiley-Blackwell (2012).
Browning non enzimatis yaitu terjadi perubahan warna akibat reaksi antara gugus
karboksil pada karbohidrat dan gugus amin pada protein. Proses tersebut sering
disebut maillard atau karamelisasi yaitu proses pencokelatan akibat pemanasan
gula diatas titik leleh.
3. Jelaskan mengenai perbedaan antara proses pengering alami dan pengering
buatan, dan jelaskan pula keuntungan dan kerugian dari pengeringann tersebut!
Jawab:
Perbedaan antara proses pengeringan alami dan pengeringan buatan yaitu
pengering alami langsung kontak dengan bahan pangan, sedangkan pengering
buatan ada perantara panas.
Keuntungan pengeringan alami yaitu tidak memerlukan biaya yang mahal, sumber
panas (matahari) mudah didapat, memperluas kesempatan kerja. Kerugian
pengeringan alami yaitu mutu bahan hasil pengeringan tergantung pada cuaca,
tempat yang diperlukan untuk proses pengeringan harus luuas, waktu pengeringan
harus lama, mutu hasil pengeringan lebih rendah disbanding dengan alat.
Keuntungan pengeringan buatan yaitu kondisi pengeringan dapat terkontrol,
waktu pengeringan lebih cepat, tidak bergantung pada cuaca, tidak memerlukan
tempat yang luas. Kerugian pengeringan buatan yaitu biaya lebih mahal.

4. Adakah pengaruh signifikan dari bahan yang digunakan terhadap kualitas


tepung, coba jelaskan!
Jawab:
Ada, karena tidak semua bahan mengandung pati yang banyak sehingga dapat
mempengaruhi terhadap kualitas tepung.

5. Adakah cara lain yang dapat digunakan untuk memperbaiki performance


tepung yang dihasilkan?
Jawab:
Ada, misalkan dengan diblanching agar warna tepung nampak lebih putih, dengan
menggunakan enzim, panas, atau dengan dimodifikasi tepung
PERHITUNGAN

i. Perendaman dengan Na2S2O5


Dik : Berat awal = 70 gram
Berat kering = 21,17 gram
Berat tepung halus = 20,86 gram
Berat tepung kasar = 0,17 gram
w tepunghalus 20,86
Jwb : % tepung halus = w awal x 100% = 70 x 100% =

29,8%
w tepung kasar 0,17
% tepung kasar = w awal x 100% = 70 x 100% =

0,24%
lost product = w kering- w tepung halus- w tepung kasar
= 21,17 20,86 0,17 = 0,14 gram
lost product 0,14
% lost product = w kering x 100% = 21,17 x 100% = 0,66%

w product = w tepung halus + w tepung kasar


= 20,86 + 0,17 = 21,03 gram
% product = % tepung halus = 29,8%

ii. Metode Blanching


Dik : Berat awal = 70 gram
Berat kering = 20,98 gram
Berat tepung halus = 20,2 gram
Berat tepung kasar = 0,40 gram
w tepunghalus 20,2
Jwb : % tepung halus = w awal x 100% = 70 x 100% =

28,86%
w tepung kasar 0,40
% tepung kasar = w awal x 100% = 70 x 100% =

0,57%
lost product = w kering- w tepung halus- w tepung kasar
= 20,98 20,2 0,40 = 0,38 gram
lost product 0,38
% lost product = w kering x 100% = 20,98 x 100% = 1,81%

w product = w tepung halus + w tepung kasar


= 20,2 + 0,4 = 20,6 gram
% product = % tepung halus = 28,86%

iii. Perendaman dengan Air Biasa


Dik : Berat awal = 70 gram
Berat kering = 22,71 gram
Berat tepung halus = 21,84 gram
Berat tepung kasar = 0,01 gram
w tepunghalus 21,84
Jwb : % tepung halus = w awal x 100% = 70 x 100% =

31,2%
w tepung kasar 0,01
% tepung kasar = w awal x 100% = 70 x 100% =

0,01%
lost product = w kering- w tepung halus- w tepung kasar
= 22,71 21,84 0,01 = 0,86 gram
lost product 0,86
% lost product = w kering x 100% = 22,71 x 100% = 3,78%

w product = w tepung halus + w tepung kasar


= 21,84 + 0,01 = 21,85 gram
% product = % tepung halus = 31,2%

Anda mungkin juga menyukai