Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN


TEKNOLOGI PENGOLAHAN PENGERINGAN DAN
PENEPUNGAN

FOAMING BUAH NAGA MERAH


(Hylocereus polyrhizus)

Oleh
Nama : Ernalia Rosita
NRP : 133020175
Kelompok :G
Meja : 3 (Tiga)
Asisten : Faradilla Noor R.
Tanggal Praktikum : 07 Maret 2016
Tanggal Pengumpulan : 14 Maret 2016

LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2016
I. TUJUAN PERCOBAAN

Tujuan percobaan foaming adalah untuk mengetahui cara pembuatan

foaming sebagai diversifikasi produk dan meningkatkan nilai ekonomis.

II. PRINSIP PERCOBAAN

Prinsip percobaan foaming adalah berdasarkan proses pencampuran sari

buah dengan bahan tambahan berupa albumin yang telah dikocok sebelumnya

sehingga membentuk buih-buih lalu dilakukan pengeringan dan hasilnya digiling

hingga membentuk serbuk.


III. DIAGRAM ALIR PERCOBAAN

Albumin dan
dekstrin
Pengerin

Bubur Buah Penggilingan


Pembuihan

Pengayakan

CMC
Foaming

Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Foaming Buah Naga Merah


IV. FOTO PROSES

Buah Naga Trimming Penghancuran Pencampuran+CMC

Pengeringan Penyusunan di Tray Pencampuran Pembuihan + dekstrin

Penimbangan Penggilingan Pengayakan Foaming

Gambar 4. Foto Proses Pembuatan Foaming


V. HASIL PENGAMATAN

Tabel 1. Hasil Pengamatan Foaming


Keterangan Hasil Pengamatan
Basis 75 gram
Bahan Utama Albumin (7,5 gram)
Bahan Tambahan 1. Bubur buah naga (55,5 gram)
2. Dekstrin (11,25 gram)
3. CMC (0,75 gram)
Berat Produk 18 gram
% Produk 98,36 %
Organoleptik Halus Kasar
Ungu Ungu Tua
1. Warna
2. Rasa
3. Aroma Hambar Hambar
4. Tekstur Khas buah naga Khas buah naga
5. Kenampakan Halus Kasar
Menarik Tidak menarik
Gambar Produk

(Sumber: Meja 3, Kelompok G, 2016)

VI. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan foaming buah naga dapat diketahui bahwa

berat produk sebesar 18 gram, % produk sebesar 98,36%, lost produk sebesar 0,3

gram dan % lost produk sebanyak 1, 63%. Foaming tersebut dibuat dari

penambahan bubur buah naga sebanyak 55,5 gram, dekstrin sebanyak 11,25 gram,

CMC sebanyak 0,75 gram dan albumin sebanyak 7,5 gram.


Fungsi perlakuan pada pembuatan foaming buah naga adalah awalnya

buah ditrimming untuk memisahkan antara bagian buah yang dapat diproses

selanjutnya dan kulit. Buah yang telah ditrimming kemudian dipotong/diambil

untuk ditimbang supaya berat yang akan dipakai untuk foaming sesuai. Setelah

buah dipotong dan ditimbang maka buah selanjutnya dihancurkan supaya

memudahkan dalam proses pencampuran. Albumin dan dekstrin dimixer supaya

dapat tercampur dan terbentuk buih-buih untuk foaming sedangkan buah yang

telah dihancurkan dicampurkan dengan CMC. Proses selanjutnya adalah

pencampuran yang berguna untuk mencampurkan semua bahan diantaranya

albumin, dekstrin, CMC dan bubur buah kemudian dilakukan pengocokan

menggunakan mixer selama 15 menit agar semua bahan dapat tercampur dengan

sempurna. Setelah dikocok selanjutnya campuran untuk foaming diratakan dalam

tray untuk proses pengeringan. Selanjutnya dilakukan pengeringan untuk

mengurangi kadar air dan mengeringkan bahan sehingga berbentuk flakes yang

selanjutnya dilakukan penimbangan untuk mengetahui berat keringnya. Flakes

buah naga yang telah dikeringkan kemudian dilakukan peenggilingan untuk

dibuat serbuk dan dilakukan pengayakan untuk memisahkan tepung yang kasar

dan tepung yang halus.

Fungsi bahan yang digunakan dalam pembuatan foaming adalah albumin

yaitu untuk membentuk buih, dekstrin untuk mengikat albumin dan menambah

volume foam, dan CMC sebagai penstabil dan pengemulsi.


Pembuih (Foaming agent) adalah bahan tambahan pangan untuk

membentuk atau memelihara homogenitas dispersi fase gas dalam pangan

berbentuk cair atau padat (PerKBPOM, 2013).

Macam-macam foaming agent sebagai BTP yang diijinkan diantaranya

gom xanthan, selulosa mikrokristalin dan etil metil selulosa.

Daya dan kestabilan buih putih telur dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya yaitu umur telur, pengocokan dan penambahan bahan-bahan kimia

atau stabilisator (Stadelman dan Cotterill, 1995), konsentrasi protein, komposisi

protein, pH, pemanasan, adanya garam dan komposisi fase cair yang mungkin

mengubah konfigurasi dan stabilitas molekul protein (Alleoni dan Antunes, 2004).

1. Umur Telur
Telur akan mengalami beberapa perubahan selama penyimpanan

antara lain penguapan karbondioksida dan air, perubahan pH serta

perubahan struktur serabut protein. Penyimpanan telur pada suhu

ruang selama dua minggu berakibat pada peningkatan pH dari putih

telur. Semakin meningkat umur telur, maka stabilitas buih putih telur

semakin menurun (Romanoff dan Romanoff, 1963). Penyimpanan

telur selama 5 dan 10 hari, hasil dari penelitian Silversides dan

Budgell (2004) menyebabkan penurunan bobot telur dan tinggi putih

telur, tetapi meningkatkan pH putih telur dan volume buih putih telur.

Menurut Rosidah (2006), telur itik Tegal segar mempunyai rata-rata

daya buih sebesar 388% sedangkan telur itik Tegal umur 42 hari akan

menghasilkan daya buih dengan rata-rata sebesar 285% .


2. Pengaruh pH
Telur yang baru dihasilkan mempunyai pH antara 7,6 dan 8,5.

Penyimpanan akan meningkatkan pH telur menjadi 9,7. Peningkatan

pH disebabkan karena penguapan CO2 dari dalam telur melalui pori-

pori kerabang. Menurut Hawthorne (1955) yang dikutip Stadelman

dan Cotterill (1995) pada saat pH meningkat sekitar 9 terjadi interaksi

antara ovomucin dan lisozyme yang menyebabkan putih telur menjadi

encer. Putih telur yang encer akan lebih mudah menangkap udara dari

pada putih telur kental. Peningkatan pH putih telur akan memperbesar

volume buih. Volume buih tertinggi terjadi pada pH sekitar 8,0 dan

kestabilan buih yang tinggi pada pH kurang dari 8,0 (Stadelman dan

Cotterill, 1995). Penampilan kue yang baik dicerminkan dari volume

kue dan waktu pengocokan yang lebih baik yang akan dicapai pada

saat pH putih telur mencapai 8,75. Hal ini tidak berlaku untuk tingkat

pH diatas dan dibawah 8,75. Peningkatan pH putih telur hingga

mencapai 9,0 akan memecah protein globulin putih telur, sehingga

akan menurunkan kemampuan putih telur untuk mengikat udara

dalam pembentukan buih (Seideman et al., 1963).

Suhu optimum untuk foaming adalah pada suhu ruang yaitu pada suhu

20C-28C karena pada suhu itu buih akan mudah dihasilkan daripada pada suhu

yang lebih rendah atau lebih tinggi.

Kelebihan proses foaming adalah mempermudah proses penepungan

dengan volume yang baik dan besar sehingga adonan bersifat lebih stabil.
Kelemahannya adalah dikhawatirkan adanya bau anyir telur yang tidak sedap jika

proses pengeringan tidak baik.

Buah yang baik untuk foaming adalah buah yang berdaging, buah yang

dapat digunakan dagingnya atau sarinya, buah yang tidak memiliki banyak serat

yang akan mempengaruhi hasil serbuk foaming, dan buah yang tidak memiliki

kandungan air yang sangat tinggi.

Foaming buah naga yang dibuat di laboratorium memiliki % produk yang

tinggi yaitu 98, 63% dengan bentuk serbuk yang diayak menggunakan ayakan

biasa di laboratorium. Praktikan belum dapat menemukan SNI dari foaming buah

naga sehingga belum bisa membandingkan antara foaming buah naga di

laboratorium dengan foaming buah naga menurut SNI. Foaming dapat dikonsumsi

sebagai minuman serbuk, oleh sebab itu foaming buah naga dapat dibandingkan

dengan SNI minuman serbuk. Menurut SNI minuman serbuk No. 4320-1996

dikatakan bahwa keadaan minuman serbuk dari warna, bau dan rasa harus normal.

Dari hasil pembuatan foaming buah naga di laboratorium, didapatkan hasil warna

foaming buah naga normal yaitu berwarna ungu, baunya normal dan rasanya

normal pula.

CCP pada proses pembuatan foaming buah naga diantaranya adalah pada

proses penghancuran, buah harus dihancurkan secara merata sehingga tidak ada

buah yang tidak terhancurkan karena dapat mempengaruhi kehalusan hasil

produk. Pada proses pembuihan, pengocokan putih telur harus dilakukan dengan

benar agar terbentuk busa yang stabil dan jika dibalikan tidak tumpah agar hasil

foamingnya bagus. Pencampuran dekstrin dengan putih telur juga harus


diperhatikan supaya tercampur merata dan tidak ada gumpalan-gumpalan dekstrin

yang belum tercampur. Pencampuran buah naga dengan CMC juga harus

dilakukan secara merata sampai tercampur sempurna. Karena bila CMC belum

larut dan masih dalam bentuk butiran-butiran kasar maka akan memperlama

proses pengeringan dan mempengaruhi hasil. Pada saat pengeringan, suhu harus

sangat diperhatikan agar tidak terjadi kerusakan nutrisi yang ada pada campuran.

VII. DAFTAR PUSTAKA

Alleoni, A. C. C. dan Antunes A. J. 2004. Albumen Foam Stability and S-

Ovalbumin Contents in Eggs Coated with Whey Protein Concentrate.

Universidade do Norte do Paran, UNOPAR, Londrina.

PerKBPOM. (2013). Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan

Pembuih. http://clearinghouse.pom.go.id. Diakses: 13 Maret 2016.


Romanoff, A. L. dan A. F. Romanoff. 1963. The Avian Eggs. John Wiley and

Sons. Inc., New York.

Rosidah . 2006. Hubungan umur simpan dengan penyusutan bobot, nilai

Haugh Unit, daya dan kestabilan buih putih telur itik Tegal pada suhu

ruang. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Seideman, W.E., O. J. Cotterill dan E. M. Funk. 1963. Factors affecting heat

coagulation of egg white. Poultry Sci. 42: 406-417.

Silverside F. G. and K. Budgell. 2004. The relationships among measures of

egg albumen height, pH and whipping volume. J. Poultry Sci. 83: 1619-

11623.

Stadelman, W. F. dan O. J. Cotterill. 1995. Egg Science and Technology. 4th

Edition. Food Products Press., An Imprint of the Haworth Press, Inc., New

York.
LAMPIRAN

LAMPIRAN KUIS

1. Apa perbedaan pengeringan dengan dehidrasi?

Jawab:

Pengeringan adalah suatu proses menghilangkan seluruh kadar air guna

meminimalkan serangan mikroorganisme dan insekta perusak, sedangkan


dehidrasi adalah proses pengeluaran molekul air dalam bahan dengan cara

penguapan.

2. Reaksi yang terjadi pada fermentasi cuka apel?

Jawab:

C6H12O6 + O2 CH3OH CH3COOH

anaerob etanol aerob asam asetat

fakultatif

3. Dik : W tepung halus : 425 gram

W tepung kasar : 7,3 gram

Basis : 1025 gram

Dit : Lost Product?

Jawab : Lost product = W basis W tepung halus W tepung kasar

1025 425 7,3 = 592,7

lost product
% Lost product = W basis x 100%

592,7
= 1025 x 100%

= 57,82 %

4. Berapa gram yang harus ditimbang untuk 375 ppm dengan labu takar 250

ml?

Jawab:

Ppm = mg/L
375 = mg/0,25

Mg = 93,75 mg 0,09375 gram

5. Dik : Basis = 840 gram

A= 65,6 %

B= 7,5 %

C= 5,3 %

D= 21,4 %

E= 12,1 %

65,6
X 840=551,04 gram
Jawab: Bahan A = 100

7,5
X 840=63 gram
Bahan B = 100

5,3
X 840=44,52 gram
Bahan C = 100

21,4
X 840=179,76 gram
Bahan D = 100

12,1
X 840=101,64 gram
Bahan E = 100

LAMPIRAN SNI
Tabel 2. Syarat Mutu Minuman Serbuk
Kriteria Uji Satuan Persyaratan
Keadaan :
Warna Normal
Bau Normal
Rasa Normal
Padatan terlarut %, b/b Min. 10,0/11,0
Gula (Sukrosa) %, b/b Maks. 5
Bahan tambahan makanan :
Pengawet SNI 01-0222-1995
Pewarna tambahan SNI 01-0222-1995
Cemaran logam :
Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,3
Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 5,0
Seng (Zn) mg/kg Maks. 5,0
Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0/250
Besi (Fe) mg/kg Maks. 15,0
Jumlah Cu, Zn, dan Fe mg/kg Maks. 20,0
Cemaran arsen (As) mg/kg Maks. 0,2
Cemaran mikroba :
Angka lempeng total Koloni/ ml Maks. 2 x 102
Bakteri bentuk Coli APM/ ml Maks. 20
E. Coli APM/ml <3
Kapang Koloni/ml Maks. 50
Khamir Koloni/ml Maks. 50
(Sumber : SNI, 1994)

LAMPIRAN PERHITUNGAN
w tepunghalus
x 100
1. %Tepung Halus = w awal

17,7
x 100
= 18,3 = 96, 72%
w tepung kasar
x 100
2. %Tepung Kasar = w awal

0,3
x 100
= 18,3 = 1,63%

3. W produk = W tepung halus + W tepung kasar

= 17,7 + 0,3 = 18 gram

w tepunghals+ w tepungkasar 18
x 100 = x 100
4. % W produk = w awal 18,3

= 98,36%

5. W lost produk = W bahan kering W tepung halus W tepung kasar

= 18,3 17,7 0,3

= 0,3 gram

w lost product
x 100
6. % lost product = w bahan kering

0,3
x 100
= 18,3 = 1,63%

Basis Foaming 75 gram

74
x 75
1. Bubur Buah = 100 = 55,5 gram

10
x 75
2. Albumin = 100 = 7,5 gram

15
x 75
3. Dekstrin = 100 = 11,25 gram

1
x 75
4. CMC = 100 = 0,75 gram

Anda mungkin juga menyukai