Anda di halaman 1dari 36

BAB II

PERLAKUANN PENDAHULUAN SEBELUM PENGOLAHAN

Anis Aprillia (17690017), Deby Andrianty (17690024), Dewi Novita (17690012),


Lustika Eva Lusiana (17690005), Mely Chilmiati (17690025)

Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknik dan Informatika

Universitas PGRI Semarang

Abstrak

Abstract
PENDAHULUAN

Buah-buahan dan sayuran adalah sumber alami yang bagus bagi tubuh utuk
memperoleh vitamin dan mineral yang penting untuk memelihara kesehatan tubuh.
Berbagai penelitian juga menunjukan bahwa buah-buahan dan sayuran melindungi
tubuh dari beragam jenis penyakit. Sayur merupakan bagian tanaman yang dimakan
bukan sebagai makanan pencuci mulut, pada umumnya dimasak terlebih dahulu
(kecuali dimakan untuk lalab) dan dimakan bersama makanan pokok dan lauk-pauk
lainnya. Di dalam proses pengolahan hasil pertanian terdapat suatu prosespendahuluan
yang umum dan biasa digunakan dalam beberapa proses, sepertipembekuan,
pengalengan, dan pengeringan sayuran maupun buah-buahan, dimana proses tersebut
disebut dengan Blanching (Arif, 2013).

Blansing (blanching) merupakan proses pemanasan suhu sedang dengantujuan


inaktivasi enzim-enzim oksidatif dalam buah dan sayuran sebelum diolah lebihlanjut
seperti pengalengan, pembekuan dan pengeringan blansing dengan menggunakan uap
air panas atau steam blanching (pengukusan) dapat mengurangi kehilangan komponen
bahan pangan akibat proses perebusan. Pada beberapa bahan yang diblansing, terjadi
penyusutan yang sangat besar sehingga menyebabkankehilangan berat bahan yang
cukup tinggi. Kehilangan berat ini dapat mencapai 19 %. Selama proses blansing,
terjadi perubahan warna bahan. Cita rasa (flavor) yang larutatau volatil dapat hilang
selama proses blansing. Inaktivasi enzim dan penghilangansejumlah oksigen dalam
bahan pangan dapat membantu menahan cita rasa selamapenyimpanan. Blansing dapat
menyebabkan perubahan fisik atau biokimiawi yangmengakibatkan perubahan tekstur
dan struktur bahan pangan. Perubahan tersebutbergantung pada suhu dan lama
blansing, serta jenis dan kondisi bahan yang diblansing (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
Steaming atau pengukusan merupakan proses pemanasan yang sering
diterapkan pada sistem jaringan sebelum pembekuan, pengeringan atau pengalengan.
Pengukusan sebelum pengeringan terutama bertujuan untuk menginaktifkan enzim
yang akan menyebabkan perubahan warna, cita rasa atau nilai gizi yang tidak
dikehendaki selama penyimpanan. Tujuan dilakukannya pengukusan adalah untuk
mengurangi kadar air dalam bahan baku, sehingga tekstur bahan menjadi kompak.
Dalam pengukusan diterapkan suhu tinggi dan penambahan air sehingga menyebabkan
gelatinisasi (Sartika, 2009). Pengukusan akan berpengaruh pada komponen gizi yang
terdapat dalam bahan makanan, yaitu dapat mengurangi zat gizi bahan. Besarnya
penurunan zat gizi akibat proses pengukusan tergantung dari cara mengukus dan jenis
makanan yang dikukus. Keragaman susut zat gizi diantara berbagai cara pengukusan
terutama terjadi akibat degradasi oksidatif. Proses pengolahan dengan pengukusan
memiliki susut gizi yang lebih kecil dibandingkan dengan perebusan (Harris dan
Karmas, 1989).

Peroksidase adalah enzim yang stabil terhadap panas, sehingga


seringdigunakan sebagai pengukuran indeks efektivitas blansing. Peroksida memiliki
peranan pada kerusakan oksidatif selama penyimpanan sayuran. Hidrogen peroksida
(H2O2) yang berfungsi sebagai stimulan yang akan menentukan ada atau tidaknya
enzim peroksidasedalam sampel yang diamati. Hal ini disebabkan karena hidrogen
peroksida yang nantinya akan bereaksi dengan guaiakol yang akan dikatalis oleh
enzimperoksidase dalam bahan yang mengakibatkan perubahan warna sampel
menjadicoklat sebagai dampak dari reduksi hidroperoksida menjadi air (Shafii, 2008).
Larutan H2O2 diperlukan dalam uji peroksidase sebab H2O2 merupakan
hidrogen peroksia yang berupa senyawa kimia organik yang memiliki sifat oksidator
kuat dan bersifat racun dalam tubuh. Sehingga dengan adanya enzim katalase, akan
mempercepat reaksi penguraian H2O2 menjadi H2O dan O2. Kentang positif
mengandung enzim peroksidase. Hal itu dibuktikan dengan adanya gelembung gas O2
dan juga H2O yang menyebabkan masing-masing ekstrak dari bahan uji terangkat
keatas akibat dari adanya gelembung gas tersebut (Priyanto, 1990).

Buah papaya mempunyai banyak keunggulan antara lain mempunyai


kandungan gizi dan vitamin yang lengkap termasuk vitamin A yang jarang terdapat
pada buah-buahan lain. Pada pembuatan manisan kering pepaya digunakan kalsium
hidroksida yang dapat memperbaiki tekstur dari buah pepaya yang banyak
mengandung air. Adanya perendaman dalam larutan Ca(OH)2 akan menyebabkan
terjadinya senyawa kompleks Ca2+, sehingga dihasilkan tekstur yang keras.
Peningkatan tekstur yang kuat atau keras disebabkan oleh ion Ca2+ yang bertindak
sebagai jembatan ionik, sehingga akan akan meningkatkan kekuatan dinding sel bahan
(Winarno,2008). Pengaruh kekerasan tekstur disebabkan terbentuknya ikatan
menyilang antara ion Ca2+ divalent dengan senyawa pektin yang bermuatan negatif,
yaitu gugus karboksil pada asam galakturonat (Gamman, 1999). Semakin lama
perendaman dan semakin besar konsentrasi Ca(OH)2, maka ion Ca2+ yang berikatan
dengan pectin membentuk Ca-pektat sehingga kandungan zat padat dalam bahan
meningkat, maka kandungan air dalam bahan semakin menurun (Enny, 2015).
METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat


Pratikum Ilmu pengetahuan bahan tentang Perlakuan Pendahuluan
Sebelum Pengelolaan dilaksanakan pada hari Senin 8 Oktobe pada pukul 15:00-
18:00 WIB. Bertempatdi Labolatorium Teknologi Pangan Universitas PGRI
Semarang.
B. Bahan dan Alat
Bahan dan Alat yang digunakan saat pratikum sebagai berikut :
Buah-buahan dan sayuran seperti Apel, Terong, Salak, Kentang, Pepaya,
Larutan NaHSO3, Garam NaCl, H2O 2, Vitamin C, Air Kapur, Air. Sedangkan
alat-alat yang digunakan saat pratikum adalah : Panci (1 Buah), Pisau (1 Buah),
Nampan (3 Buah), Kompor (1 Buah), Sumpit (1 Buah), Cangkir (4 Buah).
C. Cara Kerja
a. Blanching
Mengupaskan buah salak dari kulitnya. Kemudian memotongkan buah
salak dengan ukuran 1x1x1 menjadi 6 biji berbentuk kubus, 3 biji untuk di
rebus dan 3 biji tanpa perlakuan. Lalu memasukkan 3 buah salak
berbentuk kubus ke dalam panci yang sudah mendidih selama 3 menit
untuk perlakuan pertama, perlakuan kedua selama 5 menit. Kemudian
membandingkan antara salak yang direbus dengan 2 kali perlakuan dan
salak yang tidak di rebus.
b. Steaming
Mengupaskan buah salak dari kulitnya. Kemudian memotongkan buah
salak dengan ukuran 1x1x1 menjadi 6 biji berbentuk kubus, 3 biji dikukus
dan 3 biji tanpa perlakuan. Lalu memasukkan 3 buah salak berbentuk
kubus ke dalam panci untuk di kukus selama 3 menit untuk perlakuan
pertama, perlakuan kedua selama 5 menit. Kemudian membandingkan
anatara salak yang di kukus dengan 2 kali perlakuan dan salak yang tidak
di kukus atau tanpa perlakuan.
c. Perendaman dalam larutan H2O2
Mengupaskan kentang dari kulitnya. Kemudian memotongkan kentang
dengan ukuran 1x1x1 menjadi 6 biji berbentuk kubus. 3 Bii untuk di
rendam ke dalam larutan H2O2 dan 3 Biji di biarkan tanpa perlakuan.
Perendaman di lakukan 2 kali perlakuan. Pelakuan pertama dengan waktu
0 menit, perlakuan kedua selama 15 menit. Kemudian membandingkan
antara kentang yang sudah di rendam ke dalam larutan H2O2 dengan
setiap perlakuan dan kentang yang tidak dilakukan perlakuan.
d. Perendaman dalam air kapur
Mengupaskan pepaya dari kulitnya. Memotongkan pepaya dengan
ukuran 2x4x2 menjadi 4 bagian. 3 Bagian pepaya untuk di masukkan ke
dalam cangkir yang berisi larutan air kapur dengan 4 kali perlakuan.
Perlakuan pertama, kedua , dan ketiga selama 30 menit dan perlakuan
keempat 24 Jam. Kemudian membandingan dari setiap perlakuan dan
pepaya yang dibiarkan tanpa perlakuan.
D. Diagram alir

i. Diagram alir Blancing


Sampel salak

Pengupasan

Pemotongan

Perendaman

Pengamatan

Hasil
ii. Diagram alir perendaman NaHSO3, garam NaCl, H2O2 dan vitamin C
Sampel kentang

Pengupasan

Pemotongan 1x1x1 cm

Perendaman

Pengamatan 0 menit dan 15


menit

Hasil

iii. Diagram alir Perendaman air dalam kapur


Sampel Pepaya

Pengupasan

Pemotongan 2x4x2 cm

Perendaman

Pengamatan

Hasil
PEMBAHASAN

Tabel 1.1 Pengaruh Blanching Terhadap Warna

Sebelum Perlakuan Setelah Blanching Setelah Steaming Tanpa Perlakuan


Ulanga
Bahan
n Blanching Steaming 3 mnt 5 mnt 3 mnt 5 mnt 3 mnt 5 mnt

U1 Putih pucat Putih pucat Hijau Kuning Hijau Hijau Putih Putih
muda kecoklatan kekuningan pekat pucat kecoklata
n
U2 Putih pucat Putih pucat Hijau Kuning Hijau Hijau Putih Putih
Terong muda kecoklatan kekuningan pekat pucat kecoklata
n
U3 Putih pucat Putih pucat Hijau Kuning Hijau Hijau Putih Putih
muda kecoklatan kekuningan pekat pucat kecoklata
n
U1 Kuning Kuning Agak Lebih Kuning Semaki Mulai Lebih
pucat pucat pucat pucat cerah n pudar coklat coklat
Kentang U2 Kuning Kuning Agak Lebih Kuning Semaki Mulai Lebih
pucat pucat pucat pucat cerah n pudar coklat coklat
U3 Kuning Kuning Agak Lebih Kuning Semaki Mulai Lebih
pucat pucat pucat pucat cerah n pudar coklat coklat

U1 Putih Putih Putih Kuning Kuning Kuning Putih Kuning


kekuningan kekuningan kekuni pucat Cerah kentang kekun kecoklata
ngan ingan n
U2 Putih Putih Putih Kuning Kuning Kuning Putih Kuning
Apel kekuningan kekuningan kekuni puat cerah kentang kekun kecoklata
ngan ingan n
U3 Putih Putih Putih Kuning Kuning Kuning Putih Kuning
kekuningan kekuningan kekuni Pucat Cerah kentang kekun kecoklata
ngan ingan n

U1 Putih ulang Putih Putih Coklat Kuning Putih Agak Coklat


kekuningan kentang sedikit kentang kekuni kecok
Salak ngan latan
U2 Putih tulang Putih Putih Coklat Kuning Putih Agak Coklat
kekuningan kentang sedikit kentang kekuni kecok
ngan latan
U3 Putih tulang Putih Putih Coklat Kuning Putih Agak Coklat
kekuningan kentang sedikit kentang kekuni kecok
ngan latan

Pembahasan :

Di dalam proses pengolahan hasil pertanian terdapat suatu proses pendahuluan


yang umum dan biasa digunakan dalam beberapa proses, seperti pembekuan,
pengalengan, dan pengeringan sayuran maupun buah-buahan, dimana proses tersebut
disebut dengan Blanching. Blansing (blanching) merupakan proses pemanasan suhu
sedang dengan tujuan inaktivasi enzim-enzim oksidatif dalam buah dan sayuran
sebelum diolah lebih lanjut seperti pengalengan, pembekuan dan pengeringan blansing
dengan menggunakan uap air panas atau steam blanching (pengukusan) dapat
mengurangi kehilangan komponen bahan pangan akibat proses perebusan. Pada
beberapa bahan yang diblansing, terjadi penyusutan yang sangat besar sehingga
menyebabkan kehilangan berat bahan yang cukup tinggi. Kehilangan berat ini dapat
mencapai 19 %. Selama proses blansing, terjadi perubahan warna bahan. Cita rasa
(flavor) yang larut atau volatil dapat hilang selama proses blansing. Inaktivasi enzim
dan penghilangan sejumlah oksigen dalam bahan pangan dapat membantu menahan
cita rasa selama penyimpanan. Blansing dapat menyebabkan perubahan fisik atau
biokimiawi yang mengakibatkan perubahan tekstur dan struktur bahan pangan.
Perubahan tersebut bergantung pada suhu dan lama blansing, serta jenis dan kondisi
bahan yang diblansing (Estiasih dan Ahmadi, 2009). Menurut Winarno (2002),
blanching adalah pemanasan pendahuluan dalam pengolahan pangan. Blancing
merupakan tahap pra proses pengolahan bahan pangan yang biasa diakukan dalam
proses pengalengan, pengeringan sayuran dan buah-buahan. Mulanya proses termal
dalam pengolahan merupakan suatu cara untuk menghilangkan aktivitas biologi yang
tidak diinginkan. Keuntungan yang diperoleh dari proses ini adalah mampu
memperpanjang umur simpan bahan pangan dalam wadah tertutup dan dapat
mempertahankan nutrisi dan mampu mempertahankan mutu yang ada dalam bahan.

Beberapa manfaat lain yang dapat diambil dari proses blanching yaitu:
 Membunuh mikrobia terutama yang tidak tahan terhadap panas.
 Untuk menghilangkan gas-gas yang ada dalam sel/ jaringan bahan sehingga
akan menaikkan kualitas hasil akhir.
 Untuk menghilangkan senyawa-senyawa lilin pada permukaan bahan.
 Untuk mengerutkan bahan (menaikan isi kaleng dan memudahkan
memasukkan bahan kedalam kaleng dalam proses pengalengan)
 Untuk mempertajam flavor dan warna.
(Praptiningsih,1999).

Bahan yang di gunakan dalam praktikum kali ini adalah terong, kentang,apel, salak.
Percobaan dilakukan 3 kali ulangan. Hal ini karena bahan tersebut mudah mengalami
proses perubahan warna, aroma, dan tekstur selama proses blancing.

Berdasarkan praktikum metode blancing dilakukan dengan 2 cara, yaitu:

1. Blancing dengan menggunakan air panas (Hot Water Blanching). Pada cara ini
bahan kontak langsung dengan air panas sehingga bahan akan banyak
kehilangan komponen-komponen yang bersifat larut dalam air. Suhu yang
digunakan sekitar 75– 100oC.
2. Blancing dengan menggunakan uap (Steam Blanching). Cara ini lebih baik
dibanding dengan blancing menggunakan air panas yaitu kehilangan komponen
yang bersifat larut dalam air lebih sedikit. Tekanan uap yang digunakan pada
tekanan atmosfer ataupun pada tekanan yang lebih rendah
(Praptiningsih,1999).

Warna merupakan suatu sifat bahan yang dianggap berasal dari penyebaran
spektrum sinar. Warna bukan merupakan suatu zat atau benda melainkan suatu sensasi
seseorang oleh karena adanya rangsangan dari seberkas energi radiasi yang jatuh ke
indera atau retina mata. Timbulnya warna dibatasi oleh faktor terdapatnya sumber
sinar, pengaruh tersebut terlihat apabila suatu bahan dilihat di tempat yang suram dan
di tempat yang gelap akan memberikan perbedaan yang menyolok. Warna yang
menarik akan memberikan asumsi makanan tersebut memiliki rasa yang enak
dibandingkan dengan suatu produk yang memiliki warna tidak menarik meskipun
komposisinya sama. Makanan yang kurang menarik sering diasumsikan memiliki rasa
yang tidak enak(Kartika, dkk., 1987).
Berdasarkan Tabel 1.1 Pengaruh Blanching Terhadap Warna berikut dibahas
beberapa reaksi perubahan warna pada terong, kentang,apel, salak dengan berbagai
perlakuan :

 Terong, kentang,apel, salak tanpa perlakuan


Percobaan pada terong,kentang, apel, salak yang dilakukan tanpa perlakuan
dilakukan dengan cara membiarkannya padaa suhu ruang udara terbuka. Untuk
terong pada U1,U2,U3 menit ke 3, terong berwarna putih pucat. Pada U1,U2,U3
menit ke 15 terong mengalami perubahan warna menjadi putih kecoklatan.
Untuk kentang pada U1,U2,U3 menit ke 3, kentang berwarna mulai coklat. Pada
U1,U2,U3 menit ke 15 kentang mengalami perubahan warna menjadi lebih
coklat. Untuk apel pada U1,U2,U3 menit ke 3, apel berwarna putih kekuningan.
Pada U1,U2,U3 menit ke 15 apel mengalami perubahan warna menjadi kuning
kecoklatan. Untuk salak pada U1,U2,U3 menit ke 3, salak berwarna agak
kacoklatan. Pada U1,U2,U3 menit ke 15 salak mengalami perubahan warna
menjadi coklat. Hal ini menunjukan bahwa semakin lama terong, kentang, apel,
salak di biarkan di udara terbuka maka akan cepat mengalami proses browning.
Proses browing ini terjadi karena pada udara terbuka terong, kentang, apel,
salak tidak ada enzim-enzim apapun yang dapat menghambat proses browning
sehingga terjadi proses oksidasi dengan oksigen yang mengakibatkan
terjadinya perubah warna dan proses brwoning pun berlangsung lebih cepat.
Pada udara terbuka, enzim bereksi dengan oksigen yang terdapat di udara
terbuka yang menyebabkan reaksi oksidasi yang dikatalis oleh enzim fenolase,
polifenol oksidase, tirosinase, atau katekolase. Reaksi tersebut karena
hidroksilasi skunder o-quinon/kelebihan o-difenol. Kemudian senyawa
terhidroksi benzena berinteraksi dengan o-quion membentuk hidroksiquinon.
Selanjutnya mengalamki polimerisasi dan dengan cepat dikonversi menjadi
polimer berwarna merah/merah coklat, dan akhirnya menjadi melanin berwarna
coklat (DeMan, 1997).
 Terong,kentang, apel, salak dilakukan proses hot water blanching
Percobaan yang dilakukan dengan proses hot water blanching dilakukan dengan
merebus terong, kentang, apel, salak kedalam air dengan suhu optimum 100oC
menunjukan bahwa untuk terong pada U1,U2,U3 sebelum dilakukan proses hot
water blanching terong berwarna putih pucat, setelah hot water balnching pada
menit ke 3 terong berwarna hujau muda dan pada menit ke 5 terong mengalami
perubahan warna menjadi kuning kecoklatan. Untuk kentang pada U1,U2,U3
sebelum dilakukan proses hot water blanching kentang berwarna kuning pucat,
setelah hot water balnching pada menit ke 3 kentang berwarna agak pucat dan
pada menit ke 5 kentang mengalami perubahan warna menjadi lebih pucat.
Untuk apel pada U1,U2,U3 sebelum dilakukan proses hot water blanching apel
berwarna putih kekuningan setelah hot water balnching pada menit ke 3 apel
berwarna putih kekuningan dan pada menit ke 5 apel mengalami perubahan
warna menjadi kuning pucat. Untuk salak pada U1,U2,U3 sebelum dilakukan
proses hot water blancing salak berwarna putih tulang, setelah hot water
balnching pada menit ke 3 salak berwarna putih kentang dan pada menit ke 5
terong mengalami perubahan warna menjadi sedikit coklat. Perubahan warna
yang dialami terong,kentang, apel, salak hal di pengaruhi oleh lamanya proses
hot water blancing itu dilakukan dan dari jenis karakteristik bahan pangan
tersebut. Menurut Harris (1989), penggunaan waktu selama proses hot water
blanching akan sangat berpengaruh terhadap bahan pangan. Beberapa jenis
bahan pangan sangat peka terhadap suhu tinggi karena dapat merusak warna
Semakain lama bahan pangan mengalami proses hot water blancing maka
perubahan warna pada bahan pangan akan mengalami proses browning
(Mulyati,1994).
 Terong,kentang, apel, salak dilakukan proses steaming blancing
Percobaan yang dilakukan dengan proses steaming dilakukan dengan
pemasakan terong, kentang, apel, salak menggunakan medium uap air panas
yang dihasilkan oleh air mendidih (Williams, 1979). Untuk terong pada
U1,U2,U3 sebelum dilakukan proses steaming terong berwarna putih pucat,
setelah steaming pada menit ke 3 terong berwarna hijau kekuningan dan pada
menit ke 5 terong mengalami perubahan warna menjadi hijau pekat. Untuk
kentang pada U1,U2,U3 sebelum dilakukan proses steaming kentang berwarna
kuning pucat, setelah steaming pada menit ke 3 kentang berwarna kuning cerah
dan pada menit ke 5 kentang mengalami perubahan warna menjadi semakin
pudar. Untuk apel pada U1,U2,U3 sebelum dilakukan proses steaming apel
berwarna putih kekuningan setelah steaming pada menit ke 3 apel berwarna
kuning cerah dan pada menit ke 5 apel mengalami perubahan warna menjadi
kuning kentang. Untuk salak pada U1,U2,U3 sebelum dilakukan proses steaming
salak berwarna putih kekuningan, setelah steaming pada menit ke 3 salak
berwarna kuning kentang dan pada menit ke 5 salak mengalami perubahan
warna menjadi putih kekuningan. Perubahan warna yang dialami
terong,kentang, apel, salak hal di pengaruhi oleh lamanya proses steaming itu
dilakukan dan dari jenis karakteristik bahan pangan tersebut. Adanya varisi
lama steaming menyebabkan terjadinya perbedaan warna pada setiap bahan
pangan (Mulyati,1994).

Berdasarkan pada hasil pengamatan dan percobaan yang telah dilakukan maka
sulit untuk menentukan perlakuan mana dari proses blanching pada selang waktu yang
paling baik dan paling menguntungkan. Tetapi jika proses pengolahan yang dilakukan
untuk mempertahankan warna maka lebih baik jika menggunakan Steam Blanching.
Sedangkan jika ingin mempertahankan tingkat pengkerutan yang kecil maka
menggunakan Hot Water Blanching (Muchtadi,1997).
Untuk menghindari perubahan yang tidak diinginkan maka harus diperhatikan
jenis bahan yang akan diblanching, lama proses, suhu yang digunakan dan sifat bahan
yang digunakan. Apabila bahan yang digunakan mempunyai tekstur yang lunak maka
sebaiknya suhu pada proses blanching tidak boleh terlalu tinggi, selain itu waktu untuk
blanching waktu untuk blanching juga jangan terlalu lama. Hal ini untuk menghindari
bahan yang laruit dalan air tidak hilang dan tidak terjadi perubahan warna dan
tekstur(Muchtadi,1997).

Tabel 1.2 Pengaruh Blanching Terhadap Aroma

Sebelum perlakuan Setelah Blanching Setelah Staming Tanpa perlakuan


Bahan Ulangan
Blanching Steaming 3 mnt 5 mnt 3 mnt 5 mnt 3 mnt 5 mnt
U1 Langu Langu Langu Langu Langu Sangat Langu Langu
(segar) (segar) (berkurang) langu (segar) (segar)
U2 Langu Langu Langu Langu Langu Sangat Langu Lang
Terong
(segar) (segar) (berkurang) langu (segar) (segar)
U3 Langu Langu Langu Langu Langu Sangat Langu Langu
(segar) (segar) (berkurang) langu (segar) (segar)
U1 Langu Langu Mulai Sudah Mulai Langu Langu Langu
tercium erium tercium hilang
U2 Langu Langu Mulai Sudah Mulai Langu Langu langu
Kentang
tercium tercium tercium hilang
U3 Langu Langu Mulai Sudah Mulai Langu langu langau
tercium tercium tercium hilang
U1 Apel Apel Tidak Seperti Tidak Seperti Apel Apel
normal normal terlalu cuka apel berlalu cuka apel normal normal
menyengat menyengat
U2 Apel Apel Tidak Seperti Tidak Seperti Apel Apel
Apel normal normal terlalu cuka apel terlalu cuka apel normal normal
menyengat menyengat
U3 Apel Apel Tidak Sepeti cuka Tidak Seperti Apel Apel
normal nrmal terlalu apel terlalu cuka apel normal normal
menyengat menyengat
U1 Aroma Normal Menyengat Sedikit Semakin Semakin Aroma Aroma
salak seperti berkurang menyengat menyengat salak salak
biasa
U2 Aroma Normal Menyengat Sedikit Semakin Semakin Aroma Aroma
Salak salak seperti berkurang menyengat menyengat salak salak
biasa
U3 Aroma Normal Menyengat Sedikit Semakin Semakin Aroma Aroma
salak seperti berkurang menyengat menyengat salak salak
biasa
Pembahasan :

Aroma merupakan salah satu parameter dalam penentuan kualitas suatu produk
makanan. Aroma yang khas dapat dirasakan oleh indera penciuman tergantung dari
bahan penyusun dan bahan yang ditambahkan pada makanan tersebut. Bau-
bauan(aroma) dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat diamati dengan indera
pembau. Aroma dalam suatu bahan pangan banyak menentukan kelezatan dari produk
tersebut. Selain itu pengujian terhadap aroma pada industri pangan dianggap penting
karena dapat dijadikan parameter bagi konsumen untuk merima atau tidak produk
tersebut dan aroma dapat dijadikan sebagai indikator terhadap produk (Kartika, dkk.,
1987).
Berdasarkan Tabel 1.2 Pengaruh Blanching Terhadap Aroma berikut dibahas
beberapa pengaruh blanching terhadap perubahan aroma pada terong, kentang,apel,
salak dengan berbagai perlakuan :

 Terong, kentang,apel, salak tanpa perlakuan


Percobaan pada terong,kentang, apel, salak yang dilakukan tanpa perlakuan
dilakukan dengan cara membiarkannya padaa suhu ruang udara terbuka. Untuk
terong dan kentang pada U1,U2,U3 menit ke 3, terong berbau langu(segar). Pada
U1,U2,U3 menit ke 15 terong dan kentang tetap berbau lagu(segar). Untuk apel
dan salak pada U1,U2,U3 menit ke 3,mempunyai aroma normal khas buah
tersebut. Pada U1,U2,U3 menit ke 15 apel dan salak tidak mengalami perubahan
aroma dengan kata lain aromanya tetap. Percobaan diatas menunjukan bahwa
bahan pangan yang di biarkan di udara terbuka tetap mempertahankan
aromanya masing-masing (Mulyati,1994).
 Terong,kentang, apel, salak dilakukan proses hot water blanching
Percobaan yang dilakukan dengan proses hot water blanching dilakukan dengan
merebus terong, kentang, apel, salak kedalam air dengan suhu optimum 100oC
menunjukan bahwa untuk terong dan kentang pada U1,U2,U3 sebelum dilakukan
proses hot water blanching, terong dan kentang beraroma langu/segar. Pada
menit ke 3 terong tetap beraroma langu sedangkan pada kentang sudah mulai
tercium aroma pada kentang. Pada menit ke 5 aroma langu pada terong sedikit
berkurang sedangkan aroma langu pada kentang hilang.
Untuk apel dan salak pada U1,U2,U3 sebelum dilakukan proses hot water
blanching mempunyai aroma normal yang menandakn ciri khasnya masing-
masing. Pada menit ke 3 aroma apel tidaklah terlalu menyengat dibandingkan
dengan aroma dari salak yang menyengat. Pada menit ke 5 aroma apel berubah
menjadi seperti cuka apel sedangkan aroma pada salak sedikit berkurang. Hal
ini menunjukan bahwa proses hot water blanching dapat mengubah aroma pada
bahan pangan (Mulyati,1994).
 Terong,kentang, apel, salak dilakukan proses steaming blancing
Percobaan yang dilakukan dengan proses steaming dilakukan dengan
pemasakan terong, kentang, apel, salak menggunakan medium uap air panas
yang dihasilkan oleh air mendidih (Williams, 1979). Untuk terong dan kentang
pada U1,U2,U3 sebelum dilakukan proses steaming beraroma langu. Pada menit
ke 3 terong tetap beraroma langu sedangkan pada kentang sudah mulai tercium
aroma pada kentang. Pada menit ke 5 aroma terong menjadi sangat langu
sedangkan bau langu pada kentang sudah hilang. Untuk apel dan salak pada
U1,U2,U3 sebelum dilakukan proses steaming mempunyai aroma normal yang
menandakn ciri khasnya masing-masing. Pada menit ke 3 aroma apel tidak
terlalu menyengat sedangkan aroma salak sudah menyengat. Pada menit ke 5
aroma apel berubah menjadi seperti cuka apel sedangkan aroma pada salak
semaking menyengat. Hal ini menunjukan bahwa aroma yang terbentuk pada
proses steaming berbeda-beda tergantung dari jenis bahan pangan. Lama dari
proses steaming juga dapat mengubah aroma yang terbentuk pada bahna
pangan(Mulyati,1994).

Tabel 1.3 Pengaruh Blanching Terhadap Tekstur

Sebelum Perlakuan Setelah Perlakuan Setelah Steaming Tnpa Perlakuan


Bahan Ulangan
Blanching Steaming 3 mnt 5 mnt 3 mnt 5 mnt 3 mnt 5 mnt
U1 Keras Keras Lunak Kenyal Lunak Sangat Keras Keras
(Layu) lunak
U2 Keras Keas Lunak Kenyal Lunak Sangat Keras Keras
Terong
(Layu) lunak
U3 Keras Keras Lunak Kenyal Lunak Sangat Keras Keras
(Layu) lunak
Kentang U1 Keras Keras Keras Agak Kenyal Lunak Keras Keras
lunak lengket
U2 Keras Keras Keras Agak Kenyal Lunak Keras Keras
lunak lengket
U3 Keras Keras Keras Agak Kenyal Lunak Keras Keras
lunak lengket
Apel U1 Keras Keras Lunak Lunak Agak Agak Lunak Lunak
keras keras
U2 Keras Keras Lunak Lunak Agak Agak Lunak Lunak
keras keras
U3 Keras Keras Lunak Lunak Agak Agak Lunak Lunak
keras keras
Salak U1 Keras Keras Mulai Lunak Agak Lunak Keras Keras
melunak berlendir keras
U2 Keras Keras Mulai Lunak Agak Lunak Keras Keras
melunak berlendir keras
U3 Keras keras Mulai Lunak Agak Lunak Keras keras
melunak berlendir keras
Pembahasan:

Tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut (pada
waktu digigit, dikunyah, dan ditelan) ataupun perabaan dengan jari. Pada saat
dilakukan pengujian inderawi, sifat-sifat seperti keras atau lemahnya bahan pada saat
digigit,hubungan antar serat-serat yang ada, dan sensasi lain misalnya rasa berminyak,
rasa berair, rasa mengandung cairan. Pengamatan tekstur dapat juga dilakukan dengan
jari akan menimbulkan kesan apakah sesuatu bahan kenyal agak lembek. Ciri yang
paling penting yang sering digunakan sebagai acuan untuk penilaian tekstur suatu
makanan adalah kekerasan (Kartika, dkk., 1987).
Berdasarkan Tabel 1.3 Pengaruh Blanching Terhadap Tekstur berikut dibahas
beberapa pengaruh blanching terhadap perubahan tekstur pada terong, kentang,apel,
salak dengan berbagai perlakuan :

 Terong, kentang,apel, salak sebelum perlakuan dan tanpa perlakuan

Percobaan pada terong,kentang, apel, salak yang dilakukan sebelum perlakuan


dan tanpa perlakuan baik blancing maupun steaming dilakukan dengan cara
membiarkannya pada suhu ruang udara terbuka. Untuk sampel terong, kentang,
apel dan salak pada U1,U2,U3 semua sampel memiliki tekstur yang sama seperti
semula yaitu untuk terong bertekstur keras, kentang bertekstur keras, apel
bertekstur keras, begitu juga dengan salak yang memiliki tekstur keras.

 Terong,kentang, apel, salak dilakukan proses hot water blanching


Percobaan yang dilakukan dengan proses hot water blanching dilakukan dengan
merebus terong, kentang, apel, salak kedalam air dengan suhu optimum 100oC
menunjukan bahwa untuk terong U1,U2,U3 pada menit ke-3 memiliki tekstur
lunak / layu dan dengan menit ke-5 memiliki tekstur kenyal, untuk sampel
kentang U1,U2,U3 pada menit ke-3 memiliki tekstur masih keras dan pada menit
ke-5 agak lunak, untuk sampel apel pada menit ke-3 maupun ke-5 sama-sama
memiliki tekstur lunak, kemudian untuk sampel salak pada menit ke-3 mulai
lunak dan untuk menit ke-5 sudah bertekstur lunak dan berlendir.
 Percobaan steaming dengan variasi waktu 3 menit dan 5 menit dengan suhu
pengukusan 100oC (setelah air mendidih) mempengaruhi tekstur dari bahan,
semakin lama waktu steaming maka bahan akan semakin lunak. Tekstur salak
setelah steaming selama 3 menit masih keras, tetapi setelah 5 menit pengukusan
salak mulai lunak. Pengukusan terong pada lama waktu 3 menit lunak semakin
lama waktu pengukusan 5 menit tekstur terong semakin lunak. Pada kentang
setelah steaming 3 menit teksturnya kenyal dan pada waktu pengukusan 5 menit
teksturnya lunak dan lengket. Tekstur apel setelah steaming pada waktu 3 menit
masih keras dan setelah 5 menit pengukusan teksturnya masih sama. Dari
semua bahan yang dilakukan steaming untuk tanpa perlakuan sama yaitu
teksturnya keras.

Pengukuran tekstur didasarkan pada kemampuan bahan dalam menahan gaya yang
diberikan oleh penetrometer. Semakin kecil nilai N (Newton) maka kemempuan
bahan dalam menahan gaya semakin kecilmenandakan tekstur bahan semakin
lunak. Besar gaya yang diberikan pada sampel memiliki perbedaan yang cukup
signifikan. Hal tersebut dikarenakan proses blancing mennyebabkan senyawa
pektin yang larut sehingga tekstur lunak. Selain itu, kada air dalam bahan
meningkat dan mempengaruhi tekstur produk yang dihasilkanserta menyebabkan
bahan mudah patah pada tahap pengolahan selanjutnya. Namun jika ditambah
penguat tekstur seperti CaC2 blancing dapat berguna untuk mendukung kinerja dari
CaC2 tersebut sehingga dapat mempertahankan tekstur dan memperkuat tekstur
(Isnaini dan Khamidah, 2013).

Tabel 2.1 Pengaruh Perendaman Bahan Kimia terhadap Warna

Bahan NaHSO3 Garam dapur H2O2 Vitamin C Tanpa Perlakuan


Kentang 0 menit 15 0 menit 15 0 menit 15 0 menit 15 0 menit 15 menit
(1x1x1) menit menit menit menit

Kuning Kuning Kuning Lebih Kuning Putih Kuning Kuning Kuning Kuning kecoklatan
U1 pucat bening puat pekat pucat kentang pucat pucat

Kuning Kuning Kuning Lebih Kuning Putih Kuning Kuning Kuning Kuning kecoklatan
U2 puccat bening pucat pekat pucat kentang pucat pucat

Kuning Kuning Kuning Lebih Kuning putih Kuning Kuning Kuning Kuning kecoklatan
U3 pucat bening pucat pekat pucat kentang pucat pucat

Pembahasan :

Praktikum kali ini dilakukan untuk mengetahi pengaruh perendaman bahan


pangan dalam larutan untuk pencegahan terhadap reaksi pencoklatan. Untuk
menghambat proses browning dapat digunakan metode penggunaan bahan kimia yang
dapat menginaktifkan atau menghambat sistem oksidase (asam askorbat, sulphur
diokside) atau melibatkan modifikasi pH buah untuk meminimalkan browning. Seperti
yang diketahui, pencoklatan (browning) pada bahan pangan sayur dan buah dapat
mudah mengalami pencoklatan jika bahan pangan tersebut terkelupas atau dipotong.
Reaksi pencoklatan ini bisa terjadi karena bantuan enzim (browning enzimatic) atau
tanpa bantuan enzim (browning non-enzimatic). Pencoklatan (browning) merupakan
proses pembentukan pigmen berwarna kuning yang akan segera berubah menjadi
coklat gelap (Rahmawati 2008). Pembentukan warna coklat ini dipicu oleh reaksi
oksidasi yang dikatalisis oleh enzim fenol oksidase atau polifenol oksidase. Kedua
enzim ini dapat mengkatalis oksidasi senyawa fenol menjadi quinon dan kemudian
dipolimerasi menjadi pigmen melaniadin yang berwarna coklat (Mardiah 1996).
Berdasarkan praktikum bahan pangan yang digunakan adalah kentang yang
dipotong dengan ukuran 1 x1x1. Hal ini karena kentang merupakan bahan pangan yang
mudah mengalami proses browning,karena di dalam kentang terdapat senyawa fenolik.
Untuk mengetahui proses browning pada bahan pangan dilakukan percobaan pada
kentang yaitu dengan membiarkan kentang tanpa perlakuan dan kentang yang
dilakukan perlakuan dengan perendaman larutan. Percobaan perendaman pada kentang
dilakukan menggunakan 4 metode perendaman pada jenis larutan yang berbeda-
beda.Larutan yang digunakan adalah NaHSO2 ,Garam dapur/ NaCl, H2O2 ,Vitamin C.
Hal ini dilakukan untuk membandingkan jenis larutan mana yang dapat mencegah
proses browning pada bahan pangan.Percobaan dilakukan dengan 3 kali ulangan
dengan lama waktu percobaan yang digunakan adalah 0 menit sampai 15 menit.
Semakin lama waktu yang digunakan maka dapat menentukan perubahan warna yang
terjadi pada bahan pangan tersebut (Winarno, 1982).

Berikut dibahas beberapa reaksi pencoklatan pada kentang dengan berbagai perlakuan:
 Kentang tanpa perlakuan
Percobaan pada kentang yang dilakukan tanpa perlakuan dilakukan dengan cara
membiarkan kentang di udara terbuka. Pada U1,U2,U3 menit ke 0, kentang
berwarna kuning pucat. Pada U1,U2,U3 menit ke 15 kentang mengalami
perubahan warna menjadi coklat. Hal ini terjadi karena tidak ada enzim-enzim
apapun yang dapat menghambat proses browning sehingga terjadi proses
oksidasi dengan oksigen yang mengakibatkan kentang berubah warna dan
proses bwoning pun berlangsung lebih cepat. Pada udara terbuka, enzim bereksi
dengan oksigen yang terdapat di udara terbuka yang menyebabkan reaksi
oksidasi yang dikatalis oleh enzim fenolase, polifenol oksidase, tirosinase, atau
katekolase. Reaksi tersebut karena hidroksilasi skunder o-quinon/kelebihan o-
difenol. Kemudian senyawa terhidroksi benzena berinteraksi dengan o-quion
membentuk hidroksiquinon. Selanjutnya mengalamki polimerisasi dan dengan
cepat dikonversi menjadi polimer berwarna merah/merah coklat, dan akhirnya
menjadi melanin berwarna coklat (deMan, 1997).
 Kentang direndam dalam larutan NaHSO2
Percobaan pada kentang yang dilakukan dengan perendaman dalam larutan
NaHSO2 yaitu pada U1,U2,U3 menit ke 0 kentang berwarna kuning pucat. Pada
U1,U2,U3 menit ke 15 kentang mengalami perubahan warna menjadi kuning
bening. Hal ini karena Larutan sulfit bertujuan untuk mencegah terjadinya
browning secara enzimatis maupun non enzimatis. Sulfit berperan sebagai
pencegah timbulnya warna coklat. Pada browning non enzimatis, sulfit dapat
berinteraksi dengan gugus karbonil yang mungkin ada pada bahan. Hasil reaksi
tersebut akan mengikat melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna
coklat. Sedangkan pada browning enzimatis, sulfit akan mereduksi ikatan
disulfida pada enzim, sehingga enzim tidak dapat mengkatalis oksidasi
senyawa fenolik penyebab browning (Winarno, 2008).
 Kentang direndam dalam larutan Garam dapur/ NaCl
Percobaan pada kentang yang dilakukan dengan perendaman dalam larutan
Garam dapur/ NaCl yaitu pada U1,U2,U3 menit ke 0 kentang berwarna kuning
pucat. Pada U1,U2,U3 menit ke 15 kentang mengalami perubahan warna menjadi
lebih pekat. Perendaman dengan air garam dilakukan untuk mencegah kentang
agar tidak dapat kontak langsung dengan oksigen, sehingga tidak terbentuk
senyawa polifenol oksidase (fenolase). NaCl menghambat browning dengan
cara menurunkan pH pada pisang dan kentang, sehingga mencegah terjadinya
browning. Garam juga dapat digunakan untuk meningkatkan cita rasa kentang
(Mardiah 1996).
 Kentang direndam dalam larutan H2O2
Percobaan pada kentang yang dilakukan dengan perendaman dalam larutan
H2O2 yaitu pada U1,U2,U3 menit ke 0 kentang berwarna kuning pucat. Pada
U1,U2,U3 menit ke 15 kentang mengalami perubahan warna menjadi putih.
Penambahan hidrogen peroksida (H2O2) berfungsi sebagai stimulan yang akan
menentukan ada atau tidaknya enzim peroksidase dalam bahan atau sampel.
Hal ini disebabkan karena hidrogen peroksida inilah yang nantinya akan
bereaksi dengan guaiakol yang akan dikatalis oleh enzim peroksidase dalam
bahan yang mengakibatkan perubahan warna sampel menjadi coklat sebagai
dampak dari reduksi hidroperoksida menjadi air (Mardiah 1996).
 Kentang direndam dalam larutan Vitamin C
Percobaan pada kentang yang dilakukan dengan perendaman dalam larutan
Vitamin C yaitu pada U1,U2,U3 menit ke 0 kentang berwarna kuning kentang.
Pada U1,U2,U3 menit ke 15 kentang mengalami perubahan warna menjadi
kuning pucat. Asam askorbat (vitamin c) mampu menginaktivasi enzim
fenolase pada bahan pangan. Hal ini terjadi dengan cara quinon dirubah
menjadi difenol dan asam askorbat menjadi bentuk yang teroksidasi, dengan
demikian polimerasi dan pencokelatan tidak terjadi. Sehingga jika
menggunakan asam askorbat harus secukupnya karena reaksi pencokelatan
hanya dapat ditunda sampai semua asam askorbat habis
teroksidasi(Wirawan,2006).

Percobaan ini membuktikan bahwa metode penggunaan bahan kimia dapat


digunakan untuk menghambat pencoklatan enzimatis. Hal ini terjadi karena enzim
fenolase bekerja optimum di dalam perendaman berbagai jenis larutan yang digunakan
dalam praktikum ini,dimana tidak terjadi perubahan warna menjadi coklat. Sehingga
dengan penambahan larutan NaHSO2 ,Garam dapur/ NaCl , H2O2 , vitamin C bersifat
dapat menurunkan pH sehingga pencoklatan enzimatis dapat dihambat(Anonim, 2000).

Pencoklatan enzimatis pada bahan pangan memiliki dampak menguntungkan


dan juga dampak yang merugikan. Reaksi pencoklatan enzimatis bertanggung jawab
pada warna dan flavor yang terbentuk. Dampak yang menguntungkan, misalnya enzim
polifenol oksidase bertanggung jawab terhadap karakteristik warna coklat keemasan
pada buah-buahan yang telah dikeringkan seperti kismis, buah prem dan buah ara.
Dampak merugikannya adalah mengurangi kualitas produk bahan pangan segar
sehingga dapat menurunkan nilai ekonomisnya. Sebagai contoh, ketika memotong
buah kentang. Selang beberapa saat, bagian yang dipotong tersebut akan berubah warna
menjadi coklat (Blackwell,2012).
Tabel 3.1 Pengaruh Perendaman Air Kapur Terhadap tekstur

Sebelum Setelah perendaman Tanpa Perlakuan


Bahan Ulangan Perlakuan 30 60 120 24 30 60 120 24 jam
mnt mnt mnt jam mnt mnt mnt
Pepaya U1 5 6 7 8 10 5 4 3 1
(1x1x1) U2 5 6 7 8 10 5 4 3 1
U3 5 6 7 8 10 5 4 3 1
Pepaya U1 5 6 7 8 10 5 3 2 1
(1x2x1) U2 5 6 7 8 10 5 3 2 1
U3 5 6 7 8 10 5 3 2 1
Pepaya U1 5 7 8 9 10 6 5 5 3
(2x2x2) U2 5 7 8 9 9 6 5 5 3
U3 5 7 8 9 9 6 5 5 3
Pepaya U1 5 7 8 9 10 5 5 5 3
(2x4x2) U2 5 7 8 9 10 5 5 5 3
U3 5 7 8 9 10 5 5 5 3

Skor kekerasan:

1 (sangat lunak/tapai matang)

5 (pepaya matang)

10 (sangat keras/timun mentah)

Pembahasan:

Praktikum kali ini dilakukan untuk mengetahi pengaruh perendaman bahan


pangan dalam larutan air kapur untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tekstur bahan
pangan. Penggunaan air kapur karena air kapur merupakan salah satu dari bahan
tambahan yang digunakan untuk merendam bahan makanan untuk diproses lebih
lanjut. Perendaman air kapur ini dimaksudkan untuk memudahkan proses selanjutnya.
Dalam hal ini larutan kapur yang bersifat alkalis diharapkan mampu memperbaiki
tekstur bahan makanan. Pengaruh konsentrasi air kapur terhadap kadar air dn
isebabkan karena kapur ini bersifat mengikat CO2 dan air (higroskopis) sehingga
membentuk Ca(OH)2 dan mengurangi kandungan air yang ada dalam bahan pangan
(Prayitno, 2002).
Bahan pangan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah pepaya dengan
perbedaan ukuran. Ukuran yang digunakan yaitu (1x1x1), (1x2x1), (2x2x2), (2x4x2).
Lama waktu yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah 30 menit ,60 menit,120
menit, dan 24 jam. Pengukuran tingkat teskstur kekerasan pada bahan pangan
digunakan parameter penilaian 1-10. Untuk skor kekerasan 1 (sangat lunak/tapai
matang), 5 (pepaya matang),10 (sangat lunak/timun mentah). Percobaan dilakukan 3
kali ulangan.

Berdasarkan Tabel 3.1 Pengaruh Perendaman Air Kapur Terhadap tekstur


berikut dibahas beberapa pengaruh perendaman air kaput terahdap tekstur pepaya
dengan berbagai perlakuan :

 Pepaya tanpa perlakuan

Percobaan dilakukan dengan membiarkan pepaya pada udara terbuka. Pepaya


dengan ukuran (1x1x1) pada U1,U2,U3 menit ke 30,60,120,dan 24 jam di
peroleh skor 5,4,3,1. Pepaya dengan ukuran (1x2x1) pada U1,U2,U3 menit ke
30,60,120,dan 24 jam di peroleh skor 5,3,2,1. Pepaya dengan ukuran (2x2x2)
pada U1,U2,U3 menit ke 30,60,120,dan 24 jam di peroleh skor 6,5,5,3. Pepaya
dengan ukuran (2x4x2) pada U1,U2,U3 menit ke 30,60,120,dan 24 jam di
peroleh skor 5,5,5,3. Pepaya dengan ukuran (1x1x1) lebih cepat mengalami
pelunakan dari pada pepaya ukuran lainnya. Pelunakan yang terjadi paling lama
selama 24 jam.Tekstur pepaya yang dibiarkan di udara terbuaka lama kelamaan
mengalami pelunakan seperti tekstur tapai matang. Hal ini karena kadar air
pada pepaya bertambah, dimana kadar air yang terdapat pada suhu ruang masuk
ke dalam buah pepaya sehingga mengakibatkan tekstur pepaya menjadi lebih
lunak. Semakin lama waktu yang digunakan pada bahan pangan yang dibiarkan
di udara terbuka maka akan mengalami proses pelunakan yang lebih cepat.
Perbedaan ukuran pada bahan pangan juga menjadi faktor penentu pelunakan
pada bahan pangan tersebut (Kartika, dkk., 1987).
 Pepaya dengan perendaman air kapur
Percobaan dilakukan dengan cara bahan pangan direndam dan diberikan larutan
air kapur. Sebelum perlakuan, pepaya ukuran(1x1x1), (1x2x1), (2x2x2),
(2x4x2) pada U1,U2,U3 memiliki tingkat skor 5. Pepaya dengan ukuran (1x1x1)
pada U1,U2,U3 menit ke 30,60,120,dan 24 jam di peroleh skor 6,7,8,10. Pepaya
dengan ukuran (1x2x1) pada U1,U2,U3 menit ke 30,60,120,dan 24 jam di
peroleh skor 6,7,8,10. Pepaya dengan ukuran (2x2x2) pada U1 menit ke
30,60,120,dan 24 jam di peroleh skor 7,8,9,10 sedang kan untuk U2,U3 menit ke
30,60,120,dan 24 jam di peroleh skor7,8,9,9. Pepaya dengan ukuran (2x4x2)
pada U1,U2,U3 menit ke 30,60,120,dan 24 jam di peroleh skor 7,8,9,10. Pepaya
yang direndam dengan air kapur semakin lama memiliki tingkat tekstur yang
keras seperti timun mentah. Hal ini karena tekstur papaya dan lamanya waktu
perendaman memberikan pengaruh pada kekerasan papaya. Dilihat dari table,
papaya yang paling keras terdapat pada lama waktu 24 jam dengan skor 10
,dimana perendaman dilakukan selama 1 hari penuh. Hal ini disebabkan pektin
yang terdapat dalam papaya berkaitan dengan kapur sehingga teksturnya
menjadi keras dan perendaman air kapur mampu memperkuat kerangka pada
bahan yang direndam pada air kapur sehingga potongan peppaya yang
direndam akan kuat teksturnya. Pernyataan ini sesuai dengan Jarod (2007),
menyatakan bahwa perendaman air kapur akan memberikan tekstur lebih keras.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Suhardi dkk, 1982 dalam Siregar, 2015 yang
menyatakan ion kalsium pada air kapur akan berkaitan dengan gugus karboksil
dari pektin membentuk Capektin sehingga akan mempertahankan tekstur tetap
keras. Perendaman air kapur dapat memperkuat jaringan buah (memperkeras)
akibat dari reaksi antara kalsium dengan pectin. Hal ini sependapat dengan
Fatah dan Bachtiar.,(2004) bahwa perendaman dalam larutan kalsium
hidroksida ini bertujuan untuk menguatkan tekstur bagian luar buah. Perubahan
ini disebabkan adanya senyawa kalsium dalam kapur yang berpenetrasi
kedalam jaringan buah. Akibatnya struktur jaringan buah menjadi lebih kuat
karena adanya ikatan baru antara kalsium dengan jaringan dalam buah.
KESIMPULAN

DARTAR PUSTAKA

Anonim, 2000. Pengawetan dan Bahan Kimia. Deputi Meneg ristek Bidang
Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
Jakarta.

Blackweel, Wiley, 2012. Food Biochemistry and Food Processing, 2nd(ed). Marcel
Dekker Inc New York

DeMan, J.M., 1997. Kimia Makanan. Edisi Kedua. Penerjemah K. Padmawinata. ITB-
Press, Bandung.

Enny Karti Basuki, Latifah, Ranita Novitas Sari. 2015. Kajian Lama Perendaman dan
Konsentrasi Kalsium Hidroksida pada Manisan Pepaya. Program Studi
Teknologi Pangan, FTI UPN “Veteran”. Jatim. Jurnal Vol.9, No.1

Fatah, M. A. dan Bachtiar, Yusuf. 2004. Membuat Aneka Manisan Buah. Agromedia
Pustaka. Jakarta.

Gaman, P.M. dan K.B. Sherington, 1992.Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan
Mikrobiologi. UGM. Yogyakarta.

Harris, R.S. dan Karnas, E. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan
Pangan.Penerbit ITB, Bandung.

Isnaini, Lailatul dan Aniswatul Khamidah . 2013. Kajian Lama Blancing dan
Konsentrasi CaC2 Terhadap Sifat Fisik pembuatan French Fries Ubi Jalar
(Ipomoea Batatas L.). Jawa Timur: Balai Pemgkajian Teknologi Pangan.
Jarod, 2007. Keripik Buah. Gramedia. Jakarta.

Kartika, B., P. Hastuti, W. Supartono. 1987. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan.
Universitas Gajah Mada: Yogyakarta.
Mardiah E. 1996. Penentuan aktivitas dan inhibisi enzim polifenol oksidase dari apel
(Pyrus malus Linn.). Jurnal Kimia Andalas 2: 2.

Muchtadi, Tien R. 1997. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Institut Pertanian


Bogor: Bogor.

Mulyati, N.D.1994. Mempelajari Pengaruh Metode Pemasakan Terhadap Stabilitas


Karoten Pada Beberapa Sayuran Hijau. Skripsi.Jurusan Gizi Masyarakat dan
Sumber Daya Keluarga, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Praptiningsih, Yulia dkk. 1999. Buku Ajar Teknologi Pengolahan. Jember: Universitas
Jember.
Priyanto, H. 1990. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Dalam Hidrogen
Peroksida (H2O2) Terhadap Kualitas Pemutihan Rotan Sega (Calamus caesius
BI). Fakultas Teknologi Pertanian. FATETA IPB. Bogor.

Prayitno. 2002.Fungsi Air Kapur Dalam Pengolahan Makanan. Gramedia : Jakarta.

Rahmawati F. 2008. Pengaruh vitamin C terhadap aktivitas polifenol oksidase buah


Apel merah (Pyrus malus) secara in vitro [skripsi]. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Sartika, R.A.D. 2009. Pengaruh suhu dan lama proses mengukus terhadap
pembentukan asam lemak trans. Makaira Sains I: 23-28

Shafii, Salimah. 2008. The Removal of Zinc and Plumbum (Lead) by Using Hydrogen
Peroxide.Faculty of Chemical Engineering and Natural Resources Universiti,
Malaysia, Pahang
Siregar, N. E. dkk.2015. Pengaruh Konsentrasi Kapur Sirih (Kalsium hidroksida) dan
Lama Perendaman terhadap Mutu Keripik Biji Durian. J. Rekayasa Pangan
dan Pertania., vol 3. Nomor 2.

Winarno, F.G. 1982. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno FG. 2008. Kimia Pangan Dan Gizi.Bogor: Brio Press.

Wirawan, K. S. (2006). Studi Transfer Massa pada Proses Dehidrasi Osmosis Kentang
(Solanum tuberosum L.). Forum Teknik, 30(2): 99-105.

Williams, M.C. 1979. Food Fundamentals. John Wiley and Sons, New York, Toronto.

Rukmana, R., 1996. Durian.Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius, Yogyakarta.


LAMPIRAN DAN DOKUMENTASI
1. Dokumentasi Perlakuan Blanching dan Steaming

Gambar Keterangan Gambar

Pengupasan buah salak pada kulit terluar

Pengupasan buah salak pada kulit terdalam atau


kulit arinya
Pemotongan buah salak dengan berukuran
1x1x1 berukuran kubus sebanyak 12 bagian, 6
bagian untuk Perlakuan Steaming dan 6 bagian
untuk perlakuan Blanching

Buah salak dibiarkan atau tanpa perlakuan


steaming dan blanching

Perlakuan blanching pada buah salak/sampel


Perlakuan Steaming pada buah salak/sampel

Hasil sampel setelah perlakuan Steaming dan


Blanching

2. Dokumentasi Perendaman kentang/sampel dalam Larutan


H2O2

1. Gambar Keterangan Gambar

Pengupasan kulit kentang/sampel


Pemotongan kentang dengan berukuran 1x1x1
berbentuk dadu

Kentang yang sudah dipotong menjadi 6 bagian


berukuran 1x1x1 berbentuk dadu, 3 Bagian tanpa
perlakuan

Larutan H2O2 untuk perendaman kentang


Perendaman dalam larutan H2O2 kentang saat 0
menit

Perendaman kentang dalam larutan H2O2


mengeluarkan gelembung-gelembung gas

3. Dokumentasi Perendaman kentang/sampel dalam air kapur

2. Gambar Keterangan Gambar


Pepaya/sampel dan air kapur

Pengukuran papaya dengan ukuran 2x4x2

Pemotongan papaya dan pengupasan kulit


papaya
Pepaya yang sudah potong dengan ukuran
2x4x2

Perlakuan pertama perendaman papaya ke


dalam air kapur selam 30 menit

Perlakuan kedua perendaman papaya ke


dalam air kapur selama 60 menit

Perlakuan kedua perendaman papaya ke


dalam air kapur selama 120 menit
Perlakuan kedua perendaman papaya ke
dalam air kapur selama 24 jam

Anda mungkin juga menyukai