PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Produksi minyak bumi di Indonesia yang telah mencapai puncaknya pada
tahun 1977 yaitu sebesar 1.685 ribu barel per hari terus menurun hingga tinggal
909 ribu barel per hari tahun 2006, atau menurun dengan laju 1,83% per tahun. Di
sisi lain, konsumsi minyak bumi terus meningkat dengan laju 5,04% per tahun.
Hal ini membuat Indonesia yang semula sebagai net eksporter menjadi net
importer sejak tahun 2000 dengan tingkat defisit yang semakin meningkat.
Apalagi kondisi global yang terjadi di pasar dunia memperlihatkan adanya
kecenderungan konsumsi minyak dunia yang terus meningkat, sekitar 70% pada
tahun 2030. Hal ini menjadikan Indonesia berpotensi menghadapi masalah energi
yang cukup mendasar (Indriyani & Suryani, 2015).
Ide penggunaan minyak nabati yaitu sebagai pengganti bahan bakar diesel
yang didemonstrasikan pertama kalinya oleh Rudolph Diesel (±tahun 1990).
Berbagai riset dibidang ini terus berkembang dengan memanfaatkan bahan bakar
hayati (biofuel) dan dapat diperbaharui (renewable). Perkembangan ini mencapai
puncaknya di pertengahan tahun 80-an dengan ditemukannya alkil ester asam
lemak yang memiliki karakteristik hampir sama dengan minyak diesel fosil yang
dikenal dengan biodiesel.
Peluang untuk mengembangkan potensi biodiesel di indonesia cukup besar
terutama untuk substitusi minyak solar mengingat saat ini penggunaan minyak
solar mencapai sekitar 40% dari total penggunaan BBM untuk sektor transportasi.
Sementara pengunaan solar pada industri adalah sebesar 74% dari total
penggunaan BBM pada kedua sektor tersebut. Untuk itulah substitusi biodiesel
untuk solar memiliki peluang yang cukup besar.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan penulisan laporan magang ini untuk memahami proses
yang terjadi pada Biodiesel Plant PT. PAA.
1
1.3 Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup selama proses penulisan laporan magang ini adalah
proses yang terjadi pada Biodiesel Plant.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang didapat selama kegiatan magang ini adalah:
1. Mengetahui proses produksi pada Biodiesel Plant.
2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi proses produksi dan capaian
quality.
3. Mengetahui dan memahami peralatan produksi Biodiesel Plant.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada sebagai asam bebas
tidak terikat sebagai trigliserida. Asam lemak bebas dihasilkan dari proses
hidrolisis dan oksidasi biasanya bergabung dengan lemak netral. Hasil reaksi
hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan FFA. Reaksi ini akan dipercepat
dengan adanya faktor-faktor seperti panas, air, keasaman dan katalis (enzim).
Semakin lama reaksi ini berlangsung maka semakin banyak FFA yang terbentuk.
2.1.3 Metanol
Metanol merupakan bentuk alkohol paling sederhana. Metanol juga
dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus memiliki rumus kimia
CH3OH. Pada keadaan atmosfer, metanol berbentuk cairan yang ringan, mudah
menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas
(berbau lebih ringan dari pada etanol). Pada reaksi transesterifikasi menggunakan
alkohol sebagai reaktannya yang juga disebut sebagai reaksi alkoholisis.
Metanol kadang disebut sebagai wood alcohol karena dahulu merupakan
produk samping dari distilasi kayu. Saat ini metanol di produksi melalui proses
multi tahap. Secara singkat, gas alam dan uap air dibakar dalam tungku untuk
membentuk gas hidrogen dan karbon monoksida, kemudian gas hidrogen dan gas
karbon monoksida tersebut bereaksi dalam tekanan tinggi dengan bantuan katalis
untuk menghasilkan metanol. Tahap pembentukannya adalah endotermik dan
4
tahap sintesisnya adalah eksotermik. Adapun sifat fisik dari metanol dapat dilihat
pada tabel 2.2
Tabel 2.2 sifat fisik dari metanol
Rumus Molekul CH3OH
Berat Molekul 32,04 gr/mol
Wujud (30oC, 1 atm) Cair
Kenampakan Tak berwarna
Densitas 0,792 g/l
Viskositas 0,5410 cP
Titik Didih 64,7oC
Titik leleh -97 oC
2.1.4 Biodiesel
Biodiesel merupakan monoalkil ester dari asam-asam lemak rantai panjang
yang terkandung dalam minyak nabati atau lemak hewani untuk digunakan
sebagai bahan bakar mesin diesel. Biodiesel dapat diperoleh melalui reaksi
transesterifikasi trigliserida dan atau reaksi esterifikasi asam lemak bebas
tergantung dari kualitas minyak nabati yang digunakan sebagai bahan baku.
Transesterifikasi adalah proses yang mereaksikan trigliserida dalam minyak nabati
atau hewani dengan alkohol rantai pendek seperti metanol atau etanol. Umumnya
sebagian besar produksi biodiesel menggunakan metanol menghasilkan metil ester
asam lemak (Fatty acid methyl ester atau FAME) dan gliserin sebagai produk
samping.
Sejatinya, terdapat banyak sumber nabati yang dapat dijadikan sebagai
bahan baku pembuatan biodiesel. Beberapa bahan baku tersebut diantaranya
seperti kelapa sawit, kedelai, jarak pagar serta kacang-kacangan. Dari beberapa
bahan baku tersebut di indonesia yang mempunyai prospek untuk diolah menjadi
biodiesel adalah kelapa sawit. Tanaman industri kelapa sawit telah tersebar
hampir di seluruh wilayah indonesia, pengolahannya sudah mapan, dibandingkan
dengan tanaman yang lain seperti kedelai, arak pagar dan lain-lain yang masih
mempunyai kelemahan antara lain sumbernya sangat terbatas dan masih terus
5
diimpor. Sedangkan bahan baku minyak jarak pagar masih dalam taraf penelitian
skala laboratorium untuk budidaya dan pengolahannya, sehingga dapat dikatakan
bahwa kelapa sawit merupakan bahan baku untuk biodiesel yang paling siap
(Sugiono, 2008).
Transesterifikasi minyak nabati pertama kali dilakukan pada tahun 1853
oleh 2 orang ilmuwan, yaitu E. Duffy dan J. Patrick. Hal ini terjadi sebelum mesin
diesel pertama ditemukan. Baru pada tanggal 10 Agustus 1893 di Augsburg,
Jerman, Rudolf Diesel mempertunjukan model mesin diesel penemuannya pada
world fair tahun 1898 di Paris, Prancis. Rudolph Diesel memamerkan mesin
dieselnya yang menggunakan bahan bakar kacang tanah. Dia mengira bahwa
penggunaan bahan bakar biomassa memang masa depan bagi mesin ciptaannya.
Namun pada tahun 1920, mesin diesel diubah supaya dapat menggunakan bahan
bakar fosil (Petro Diesel) dengan viskositas yang lebih rendah dari biodiesel.
Penyebabnya karena pada waktu mesin itu petrodiesel relatif lebih murah dari
pada biodiesel.
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran monoalkil
ester dari rantai panjang asam lemak yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan
bakar dari mesin diesel. Biodiesel memiliki kandungan enam sampai tujuh macam
ester asam lemak. Senyawa ini didefinisikan sebagai metil ester dengan panjang
rantai karbon antara 12 sampai 20 dari asam lemak turunan dari lipid. Komposisi
dan sifat kimia dari biodiesel tergantung pada kemurnian, panjang pendek rantai
karbon, derajat kejenuhan, dan struktur rantai alkil asam lemak penyusunnya
(Karinda, 2011).
Biodiesel dapat digunakan sebagai bahan bakar murni ataupun sebagai
campuran untuk bahan bakar diesel (petrodiesel). Biodiesel lebih ramah
lingkungan karena bersifat biodegradable dan nontoxic. Biodiesel itu sendiri
terbuat dari bahan baku yang dapat diperbaharui, seperti minyak sayur atau lemak
hewan. Bahan baku tersebut kemudian direaksikan dengan alkohol, umumnya
metanol atau etanol bersama dengan katalis. Reaksi tersebut merupakan reaksi
esterifikasi atau transesterifikasi yang menghasilkan senyawa ester biodiesel dan
gliserin sebagai hasil samping. Umumnya bahan baku yang digunakan harus
6
terlebih dahulu dilakukan pretreatment untuk memastikan biodiesel yang
digunakan sesuai standar. Parameter bahan baku yang digunakan yakni memiliki
kandungan FFA (Free Fatty Acid), water content, unsaponifiables (senyawa
tocopherols, carotenoids, phytosterols, tocotrienols, coenzyme Q serta squalene),
dan fosfor yang dapat menyebabkan bau dan warna yang tidak diinginkan
sehingga pempengaruhi umur simpan.
Kandungan asam lemak bebas dalam minyak diusahakan serendah
mungkin (<0,5% w/w). Akan terjadi penurunan yield biodiesel jika reaktan yang
digunakan tidak memenuhi persyaratan tersebut. Karena adanya kandungan asam
lemak bebas dalam minyak juga akan menyebabkan terbentuknya sabun,
menurunkan yield dan mempersulit pemisahan biodiesel dan gliserol.
Transesterifikasi berkatalis basa akan efisien jika bahan baku minyak memiliki
kemurnian tinggi sehingga proses ini tidak sesuai untuk minyak atau lemak
berkandungan asam lemak bebas tinggi. Kajian tentang karakteristik biodiesel,
solar dan minyak nabati dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.3 Perbandingan Biodiesel dengan Solar dan Minyak Nabati
Sifat Biodiesel Petrodiesel Minyak Nabati
Metil Ester atau
Komposisi Hidrokarbon Asam lemak
asam lemak
Densitas, g/ml 0,8624 0,830 0,912-0,965
Viskositas, cSt 3,2-10,7 4,7 20,5-48,5
o
Flash point, C 120 60 214
Cetane Number 48-53 45 31-51
Emisi CO rendah CO tinggi
Keberadaan Terbarukan Tak terbarukan Terbarukan
Energi yang Energi yang
Engine power dihasilkan 128.000 dihasilkan
BTU 130.000 BTU
Lubrikasi Lebih tinggi Lebih rendah Lebih rendah
Lingkungan Toksitas 10 kali
Toksitas rendah
lebih tinggi
Modifikasi Tidak diperlukan Diperlukan
7
Produksi biodiesel (metil ester) harus memenuhi persyararatan atau
spesifikasi yang sudah ditetapkan oleh suatu negara untuk saat dipakai sebagai
bahan bakar standar ASTM D 6751-02, dan Eropa berdasarkan EDIN 51606 dan
juga Indonesia SNI untuk menjamin konsistensi kualitas biodiesel yang
memenuhi spesifikasi pada kondisi proses pengolahan dan pemurnian produk
setelah produksi. Berdasarkan peraturan dirjen migas No.
002/P/DM/MIGAS/1979 tanggal 25 mei 1979 tentang spesifikasi bahan bakar
minyak dan gas dan standar penguian SNI 7182:2015 dapat dianalisa:
1. Angka Setana
Angka setana merupakan acuan angka untuk bahan bakar motor diesel
yaitu dengan bahan referensi normal cetane (C16H34) yang tidak memiliki
keterlambatan menyala dan aromat methyl napthalena (C10H7CH3) yang
keterlambatannya besar sekali. Angka setana dari biodiesel sebesar minimal 51
sedangkan standar solar sebesar 48, berarti angka setana biodiesel 1,05 lebih
rendah daripada solar. Tetapi angka setana dari biodiesel yang dihasilkan masih
termasuk dalam kisaran standar biodiesel yaitu 51. Pada mesin diesel udara
dimampatkan sampai tekanan 30 sampai 40 kg/cm2 akibat pembakaran maka
tekanan yang ada di ruang bakar mencapai 60 sampai 65 kg/cm 2. Pada kondisi ini
diharapkan tidak ada keterlambatan dari nyala agar kenaikan tekanan tidak terlalu
tinggi. Kenaikan tekanan yang terlalu tinggi akan menyebabkan detonasi.
Hambatan lain yaitu proses pembakaran tidak sempurna sehingga terbentuk jelaga
(butiran arang yang halus dan lunak yang terbentuk akibat asap berwarna hitam).
2. Kinematic Viscosity
Kinematic Viscosity standar dari biodiesel adalah sebesar 2,3-6 cSt. Jika
harga viskositas terlalu tinggi maka akan besar kerugian gesekan didalam pipa,
kerja pompa akan berat, penyaringannya sulit dan kemungkinan kotoran ikut
terendap besar, serta sulit mengabutkan bahan bakar sebaliknya jika viskositas
terlalu rendah berakibat pelumasan yang tipis, jika dibiarkan terus menerus akan
mengakibatkan keausan.
8
3. Spesific Gravity
Spesific Gravity dari biodiesel masih masuk dalam kisaran solar yaitu
antara 0,82 hingga 0,95.
4. Nilai Kalor
Standar minimal kalori yang dihasilkan oleh biodiesel adalah 10.600
sampai 11.000 kkal/kg. Sebagai bahan bakar, biodiesel harus memenuhi
persyaratan yang ditetapkan oleh SNI.
Biodiesel memiliki tingkat polusi yang lebih rendah dari pada solar dan
dapat digunakan pada motor diesel tanpa modifikasi sedikitpun. Biodiesel
dianggap tidak menyumbang pemanasan global sebanyak bahan bakar fosil.
Mesin diesel yang beroperasi dengan menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar
menghasilkan emisi karbon monoksida, hidrokarbon yang tidak terbakar,
partikulat, dan udara beracun yang lebih rendah dibandingkan dengan mesin
diesel yang menggunakan bahan bakar petroleum. Penggunaan biodiesel
mempunyai beberapa keuntungan, menurut studi yang dilakukan National
Biodiesel Board beberapa keuntungan penggunaan biodiesel antara lain:
1. Biodiesel mempunyai karakteristik hampir sama dengan minyak diesel,
sehingga dapat langsung digunakan pada motor diesel tanpa melakukan
modifikasi yang signifikan dengan resiko kerusakan yang sangat kecil
2. Biodiesel memberikan efek pelumasan yang lebih baik daripada minyak
diesel konvensional. Bahkan satu persen penambahan biodiesel dapat
meningkatkan pelumasan hampir 30%.
3. biodiesel dapat diperbaharui dan siklus karbonnya yang tertutup tidak
menyebabkan pemanasan global. Analisa siklus kehidupan
memperlihatkan bahwa emisi CO2 secara keseluruhan berkurang sebesar
78% dibandingkan dengan mesin diesel yang menggunakan bahan bakar
petroleum.
9
2.2 Reaksi pada Proses Pembuatan Biodiesel
2.2.1 Reaksi Transesterifikasi
Transesterifikasi adalah reaksi antara minyak dan lemak dengan alkohol
untuk menghasilkan ester. Alkohol yang digunakan yaitu metanol maupun etanol
karena pada umumnya alkohol dengan atom C lebih sedikit memiliki kereaktifan
yang lebih tinggi dari pada alkohol dengan atom C lebih banyak. Reaksi
transesterifikasi untuk memproduksi biodiesel tidak lain adalah reaksi alkoholisis,
reaksi ini hampir sama dengan rekasi hidrolisis tetapi menggunakan alkohol.
Reaksi ini bersifat reversible dan menghasilkan alkil ester dan gliserol. Alkohol
berlebih digunakan pada reaksi transesterifikasi untuk memicu reaksi
pembentukan produk. Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam
reaksinya karena tanpa adanya katalis, konversi yang dihasilkan maksimum
namun reaksi berjalan dengan lambat. Katalis yang biasa digunakan pada reaksi
transesterifikasi adalah katalis basa, karena katalis ini dapat mempercepat reaksi.
Mekanisme reaksi transesterifikasi dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah.
10
Transesterifikasi merupakan suatu bentuk reaksi kesetimbangan. Secara
stoikiometri dibutuhkan 3 molekul alkohol untuk setiap mol trigliserida yang
direaksikan. Perbandingan molar alkohol dengan trigliserida adalah 3:1, namun
untuk mendorong reaksi agar bergerak ke arah kanan (untuk memperoleh konversi
metil ester yang maksimum) maka rasio alkohol yang dibutuhkan lebih dari itu
yaitu dengan cara menggunakan alkohol dalam jumlah yang berlebih atau salah
satu produk yang dihasilkan harus dipisahkan. Hal ini merupakan penerapan
langsung azas Le Chatelier.
Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya. Tanpa
adanya katalis, konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan
dengan lambat. Katalis yang biasa digunakan dalam reaksi transesterifikasi adalah
katalis basa, karena katalis ini dapat mempercepat reaksi. Produk yang diinginkan
dari reaksi transesterifikasi adalah metil ester asam lemak. Menurut Swern (1982),
jumlah alkohol dianjurkan sekitar 1,6 kali jumlah yang dibutuhkan secara teoritis.
Jumlah alkohol yang lebih dari 1,75 kali jumlah teoritis tidak mempercepat reaksi
bahkan mempersulit pemisahan gliserol selanjutnya.
11
Terjadinya reaksi hidrolisis ini merupakan salah satu reaksi samping yang
terjadi pada reaktor transesterifikasi. Kandungan air pada bahan baku RBDPO
mampu menjadi agen penghidrolisis sehingga meningkatkan kandungan FFA.
Apabila FFA meningkat, maka dapat memicu terjadi reaksi samping lainnya
seperti terjadinya reaksi saponifikasi. Selain itu, pada proses reaksi
transesterifikasi menggunakan katalis CH3ONa. Katalis ini bereaksi juga dengan
air. Reaksi hidrolisis katalis dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut:
12
Gambar 2.6 Reaksi Saponifikasi FFA dengan Katalis
2. Methanol Recovery
Water-glycerine-methanol yang akan didistilasi atau di-recovery
metanolnya sebelum memasuki kolom Methanol Recovery, maka campuran
ditambahkan larutan HCl pekat untuk mengasamkan asam lemak yang ada pada
campuran glycerine water sehingga terbentuk Fatty Matter. Hal ini dapat
memudahkan pemisahan serta mengoptimalkan proses penguapan metanol yang
terjadi di kolom Methanol Recovery nantinya.
13
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Transesterifikasi
2.3.1 Kadar Air dan FFA pada Minyak Nabati
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam
yang lebih kecil dari 1%. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan
asam lemak bebas lebih kecil dari 0,5% (<0,5%). Selain itu, semua bahan yang
akan digunakan harus bebas dari air. Reaksi transesterifikasi dengan
menggunakan katalis yang bersifat basa sangat dipengaruhi oleh adanya
kandungan air pada minyak nabati yang digunakan. Keberadaan air dalam reaksi
ini dapat memicu terjadinya reaksi parsial saponifikasi FFA. Air akan selalu
memberikan dampak negatif pada reaksi transesterifikasi karena akan mengurangi
konsentrasi katalis sehingga dapat berpengaruh terhadap perolehan Biodiesel
nantinya.
15
2.4.1 Kandungan Ester
Kandungan ester dalam biodiesel minimum 96,5% (mol/mol). Kandungan
ester dalam biodiesel sangat mempengaruhi dasar bilangan setana. Bilangan
setana menunjukkan kemampuan minyak diesel terbakar secara mandiri dalam
ruang bakar mesin diesel. Bilangan setana yang relatif tinggi mempersingkat
waktu yang diperlukan minyak diesel untuk menyala.
16
2.4.5 Mono, Di, Trigliserida dan Total Gliserol
Kandungan mono-, di-, dan trigliserida yang diperoleh ≤ 0,80%, 0,20%
(mol/mol) dan total gliserol maksimum ≤ 0,25% (mol/mol). Total gliserol disini
adalah jumlah total gliserol yang terikat pada mono-, di-, dan trigliserida.
Biodiesel yang memiliki kandungan mono-, di-, dan trigliserida lebih dari baku
mutu dapat menyebabkan coking dan pembentukan deposit pada injector nozzle,
piston, dan katup pada mesin.
2.4.6 Metanol
Kandungan metanol dalam biodiesel maksimum 0,20% (mol/mol).
Metanol sisa dalam biodiesel dipisahkan dengan menggunakan kolom distilasi
atau dengan melakukan pengulangan dalam pencucian produk biodiesel.
Kandungan metanol sangat mempengaruhi keselamatan dalam proses
penyimpanan dan proses distribusi biodiesel. Parameter ini berhubungan dengan
flash point biodiesel.
berada dibagian bawah ketika melebihi batas kelarutan. Batas kelarutannya sekitar
1.500 ppm dalam bahan bakar yang mengandung 0,2 % metanol. Jumlah air dan
sedimen yang cukup banyak didalam bahan bakar dapat menyebabkan fouling dan
dapat menimbulkan masalah pada mesin. Akumulasi sedimen didalam tangki dan
filter dapat menganggu aliran bahan bakar dapat mengakibatkan korosi tangki dan
peralatan. Kandungan air yang rendah memang tidak menjadi masalah untuk
biodiesel murni, tetapi akan menimbulkan masalah pada saat biodiesel dicampur
dengan solar karena memungkinkan tidak tercampur sempurna. Indonesia telah
menentukan standar maksimum kandungan air dan sedimen sebesar 0,05 %
17
BAB III
URAIAN PROSES
18
40oC sebelum nantinya dipompakan menggunakan pompa (110G06) ke Static
Mixer (110D05).
19
Shell and Tube agar dipanaskan kembali untuk memudahkan Vacuum untuk menarik
dan menghisap uap air dalam crude methylester sebelum akhirnya methylester masuk ke
vacuum drier 1 (111D01). methylester yang telah dipanaskan kemudian masuk ke
vacuum drier 1 (111D01) melalui bagian puncak dengan cara disemprotkan (spray).
Suhu operasi pada vacuum drier 1 (111D01) berkisar antara 110-115oC. Adapun tujuan
dioperasikan pada kondisi Vacuum adalah untuk menarik uap air, mengurangi kadar
metanol sisa, dan mengurangi sabun yang masih terkandung di dalam methylester.
Setelah melewati vacuum drier 1 (111D01), kemudian methylester dipompakan dengan
menggunakan pompa (111G02) ke dalam vacuum drier 2 (111D02) untuk
memaksimalkan pengeringan kembali pada methylester. Suhu operasi pada vacuum
drier 2 (111D02) ini berkisar antara 105-115oC.
Setiap vacuum drier ini terhubung dengan vacuum booster (111G03 A/B) dan
vacuum air set (111G04 A/B). Hasil keluaran dari vacuum drier 2 disebut sebagai dried
methylester yang kemudian dipompakan ke economizer (111E01) dengan menggunakan
pompa (111G05). Setelah melewati economizer (111E01), dried methylester masuk ke
cooler (111E03) untuk didinginkan. Dried methylester yang telah didinginkan
kemudian dilakukan penyaringan pada filter (111D03 A/B) hingga akhirnya masuk ke
tank farm untuk disimpan pada tangki penyimpanan produk palm methylester.
20
water- metanol. Kemudian campuran larutan HCl dengan umpan dihomogenkan pada static
mixer (110D05).
21
BAB IV
GAMBARAN UMUM
PT. PELITA AGUNG AGRINDUSTRI
bidang pengolahan Buah Kelapa Sawit dari bahan baku Tandan Buah Segar (TBS)
untuk memproduksi minyak CPO (Crude Palm Oil) hingga pengolahan lanjutan dari
turunan minyak CPO itu sendiri. Hasil dari pengolahan minyak CPO ini akan dijual
kepada pihak luar atau pun dikirimkan ke cabang unit sepupu untuk pengolahan lebih
lanjut. Tandan Buah Segar (TBS) diperolah dari dua pihak, yaitu dari kebun sendiri
(PT. Abdi Jaya Abadi, Desa Sepakat, Dumai KM. 20) dan pihak luar yakni pembelian
PT. Pelita Agung Agrindustri adalah salah satu dari delapan anak perusahaan
Permata Hijau Group (PHG) yang merupakan induk perusahaan yang berlokasi di
Medan. PKS ini memiliki luas area sekitar ± 279.595 m2 atau 27,9595 Ha yang
Kecamatan Bathin Solapan, Kabupaten Bengkalis, Duri - Riau. Perusahaan ini memulai
proyeknya pada tahun 2004 dan mulai beroperasi pada tahun 2006. Untuk saat ini PT.
Pelita Agung Agrindustri memiliki jumlah karyawan sebanyak ± 511 orang (data tahun
dihasilkan oleh PKS PT. Pelita Agung Agrindustri ini telah memiliki sertifikasi
Halal dari Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama
berperingkat “A”.
22
4.2Visi – Misi dan Nilai-nilai Perusahaan
A. Visi
Menjadi yang terbaik dan berkelanjutan dalam Industri Minyak Sawit dengan
menghasilkan produk yang berkualitas dan bermanfaat bagi masyarakat.
B. Misi
1. Memenuhi permintaan pelanggan.
2. Mengembangkan SDM yang professional.
3. Mengupayakan peningkatan yang berkelanjutan.
4. Memaksimalkan keuntungan bagi Stakeholder.
C. Nilai-nilai Perusahaan
Nilai-nilai yang diterapkan dalam persahaan PT. Pelita Agung Agrindustri terdiri
dari beberapa unsur, yaitu:
1. Team Work
Hal yang besar dapat dicapai dengan cara bekerja sebagai satu tim.
2. Integrity
Bertindak dengan kejujuran yang megikuti standar etika tertinggi.
3. Professionalism
Mengetahui bagaimana melakukan, kapan dilakukan,dan melakukannya.
4. Communication
Mendengar dan menanggapi dengan sikap positif.
5. Excellence
Memberikan upaya yang terbaik dalam segala hal.
23
BAB V
PENUTUP
5. 1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil yaitu:
1. Biodiesel Plant memiliki kapasitas 600 ton/hari.
2. Produksi biodiesel menghasilkan beberapa produk samping berupa
gliserin, fatty matter, sterol glucoside dengan bahan baku berupa RBDPO,
bahan penolong Metanol, katalis berupa Sodium Metilat serta larutan HCl
dan NaOH.
3. Kandungan FFA dan H2O dalam RBDPO sangat mempengaruhi quality
produk serta perlakuan terhadap setiap proses.
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan yaitu sebaiknya transparansi data
pabrik agar lebih terbuka lagi untuk kebutuhan tugas akhir Mahasiswa dalam
melaksanakan magang.
24
DAFTAR PUSTAKA
25
LAMPIRAN
26