PENDAHULUAN
Oleokimia merupakan substitusi dari senyawa kimia yang berasal dari turunan
energi fosil yang populer disebut sebagai petrokimia. Oleokimia sebagai biobased
chemical memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan dengan petrokimia. Oleokimia
dapat diperbarui, dapat terurai secara biologis dan umumnya tidak mengandung
logam berat yang bersifat toksik sehingga lebih ramah lingkungan. Sebaliknya,
petrokimia tidak dapat diperbarui dan umumnya tidak dapat terurai secara biologis,
mengandung logam berat yang bersifat toxic sehingga dapat menimbulkan masalah
lingkungan
Salah satu dari produk yang dihasilkan dari sektor oleokimia di Indonesia
dalam jumlah yang sangat besar adalah Biodiesel. Biodiesel dihasilkan dari minyak
nabati dengan mengkonversi trigliserida menjadi metil ester melalui suatu proses
yang disebut transesterifikasi. Proses ini berjalan lambat, sehingga membutuhkan
katalis untuk mengurangi energi aktivasi, dan untuk selanjutnya mempercepat laju
reaksi. Umumnya, katalis yang digunakan yaitu KOH dan NaOH (Busyairi et al.,
2020).
Dalam kegiatan praktikum ini, praktikan akan membuat metil ester dari CPO
(Crude Palm Oil) dengan menggunakan metanol dan katalis basa. Metil ester
merupakan komponen utama dalam pembuatan biodiesel, yang terbentuk melalui
reaksi transesterifikasi. Transesterifikasi (alkoholisis) adalah pertukaran antara
alkohol dan suatu ester untuk membentuk ester lain dalam suatu proses yang serupa
dengan hidrolisis, namun dengan penggunaan alkohol sebagai pengganti air dan
menghasilkan gliserol sebagai produk samping.
Asam lemak bebas diperoleh dari proses hidrolisa, yaitu penguraian lemak
atau trigliserida oleh molekul air yang menghasilkan gliserol dan asam lemak bebas.
Kerusakan minyak atau lemak dapat juga diakibatkan oleh proses oksidasi, yaitu
terjadinya kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak, yang biasanya
dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Selanjutnya, terurainya
asam-asam lemak disertai dengan hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta
asam-asam lemak bebas. Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh proses hidrolisa
dan oksidasi biasanya bergabung dengan lemak netral dan pada konsentrasi sampai
15%, belum menghasilkan rasa yang tidak disenangii. Lemak dengan kadar asam
lemak bebas lebih dari 1%, jika dicicipi akan terasa membentuk film pada permukaan
lidah dan tidak berbau tengik, namun intensitasnya tidak bertambah dengan
bertambahnya jumlah asam lemak bebas (Ketaren, 1986).
Penentuan asam lemak dapat dipergunakan untuk mengetahui kualitas dari
minyak atau lemak, hal ini dikarenakan bilangan asam dapat dipergunakan untuk
mengukur dan mengetahui jumlah asam lemak bebas dalam suatu bahan atau
sampel. Semakin besar angka asam maka dapat diartikan kandungan asam lemak
bebas dalam sampel semakin tinggi, besarnya asam lemak bebas yang terkandung
dalam sampel dapat diakibatkan dari proses hidrolisis ataupun karena proses
pengolahan yang kurang baik (Qiu et al., 2019).
2.3 Etanol
Etanol adalah senyawa alkohol yang juga disebut sebagai etil alkohol. Etanol
memiliki rumus kimia C2H5OH. Etanol merupakan senyawa alkohol yang berwarna
bening, mudah menguap, mudah terbakar, dan merupakan senyawa alkohol yang
paling banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam aplikasinya dalam
bidang kimia, etanol digunakan sebagai pelarut yang penting (Strohm, 2014).
Struktur molekul etanol ditampilkan pada Gambar 2.1.
c. Penggunaan Etanol
Penggunaan etanol dibagai menjadi dua berdasakan jenis etanol yang
digunakan yaitu penggunaan etanol standar industri dan penggunaan etanol yang
berasal dari proses fermentasi. Penggunaan etanol standar industri meliputi sebagai
pelarut, intermediet dalam pembuatan senyawa kimia lain, dalam industri obat
obatan, dan minuman. Persentase penggunaan etanol dari keseluruhan produksi etanol
dai Amerika Serikat pada 2003 meliputi 60% sebagai pelarut dengan persentasi
industri yang menggunakan etanol sebagai pelarut meliputi 33% dalam industri
kosmetik; 30% dalam industri bahan pelapis dan tinta; 15% dalam industri deterjen
dan pembersih rumahan; 10% dalam industri pelarut dalam proses; 7% dalam industri
obat yang diaplikasikan pada kulit; dan 5% lainya digunakan dalam gabungan
industri lain (Othmer, 2004). Penggunaan etanol sebagai intermediet pembuatan
senyawa lain dalam industri memiliki persentase sebesar 40% dari total produksi
keseluruhan etanol di Amerika Serikat pada 2003 dengan pembagian persentase
industri yang menggunakan etanol sebagai intermediet untuk membuat senyawa lain
meliputi 27% etil akrilat; 25% cuka yang telah didistilasi; 13% dalam pembuatan
etilamin; 10% dalam pembuatan etil asetat; 8% dalam pembuatan eter glikol; dan
17% sebagai gabungan penggunaan etanol sebagai intermediet dalam industri
pembuatan senyawa lainya. Penggunaan etanol yang berasal dari hasil fermentasi
dibagai dengan persentase sebagai berikut 92% digunakan sebagai aditif bahan bakar
kendaraan bermotor untuk meningkatkan angka oktan bahan bakar kendaraan
bermotor, 4% sebagai pelarut industri, dan 4% dalam industri minuman beralkohol
(Wyman, 2004).
2.4 Metanol
Alkohol yang dipakai pada proses transesterifikasi yakni methanol dan etanol.
Metanol merupakan jenis alkohol yang paling disukai dalam pembuatan biodiesel
karena metanol (CH3OH) mempunyai keuntungan lebih mudah bereaksi / lebih stabil
dibandingkan dengan etanol (C2H5OH). Metanol memiliki satu ikatan karbon
sedangkan etanol memiliki dua ikatan karbon, sehingga methanol lebih mudah
memperoleh pemisahan gliserol. Sifat fisika dan kimia dari metanol ditampilkan pada
tabel 2.4
Kerugian dari methanol adalah methanol merupakan zat beracun dan berbahaya
bagi kulit, mata, paru-paru dan pencernaan, serta dapat merusak plastik dan karet.
Salah satu kelemahan metanol sebagai bahan bakar adalah sifat korosi terhadap
beberapa logam, termasuk aluminium. Metanol berwarna bening seperti air, mudah
menguap, mudah terbakar dan mudah bercampur dengan air. Etanol lebih aman, tidak
beracun dan terbuat dari hasil pertanian, etanol memiliki sifat yang sama dengan
methanol yaitu berwarna bening seperti air, mudah menguap, mudah terbakar dan
mudah bercampur dengan air. Metanol dan etanol yang dapat digunakan hanya yang
12 murni 99%. Metanol memiliki massa jenis 0,7915 g/m3, sedangkan etanol
memiliki massa jenis 0,79 g/m3 (Hermansyah, 2015).
Metil ester asam lemak merupakan salah satu senyawa turunan lemak/minyak
nabati yang dihasilkan dari reaksi transesterifikasi. Penggunaan secara langsung
minyak nabati kurang baik pada mesin, karena minyak nabati memiliki berat molekul
yang besar, jauh lebih besar dari metil ester, sehingga dapat menghasilkan kerusakan
pada mesin. Sehingga dilakukan cara yang dapat mengubah karakteristik minyak
nabati dan lemak menyerupai solar yaitu menghasilkan metil ester asam lemak yang
pemanfaatannya jauh lebih besar (Makalalag, 2018). Metil Ester merupakan bahan
baku yang dibutuhkan dalam industri oleokimia, dengan sifat- sifat sebagai berikut
Metil Ester Jenuh Metil ester jenuh antara lain metil stearat, metil palmitat,
metil laurat merupakan hasil transesterifikasi minyak atau lemak dengan kandungan
asam lemak jenuh. Pemanfaatan metil ester jenuh memang lebih baik, karena bahan
yang tidak memiliki ikatan rangkap. Penggunaan metil ester jenuh telah banyak
dimodifikasi dalam industri oleokimia demi peningkatan nilai pemakaiannya yaitu
digunakan sebagai bahan surfaktan seperti metil lauril sulfonat, dan sebagai zat
pengemulsi seperti sodium stearoyl-2-lactylate, glycerol-latic-palmitate (Muchtadi,
1990).. Metil Ester Tak Jenuh Metil ester tak jenuh antara lain metil oleat, metil
linoleat, metil linolenat merupakan hasil transesterifikasi minyak/lemak dengan
kendungan asam lemak tak jenuh yang memiliki ikatan rangkap. Pemanfaatan metil
ester tak jenuh ini pada dasarnya digunakan sebagai biodiesel. Untuk meningkatkan
mutu pemakaian metil ester tak jenuh, dilakukan pengubahan metil ester tak jenuh
tersebut menjadi dimetil ester rantai bercabang, yang memiliki nilai pembakaran yang
lebih efektif daripada biodiesel. Alkil ester tak jenuh seperti metil oleat dapat menjadi
senyawa 3-oktil–undekana-anhidrid melalui reaksi karbonilasi dan selanjutnya
diesterifikasi kembali menghasilkan dimetil ester bercabang. Bahan dimetil ester
bercabang ini digunakan sebagai bahan untuk menurunkan emisi gas NO, serta
meningkatkan kinerja mesin diesel dibanding dengan bahan baku biodiesel yang
umum (Makalalag, 2018).
2.9 Oleokimia
Oleokimia merupakan bahan kimia yang berasal dari minyak/lemak alami, baik
tumbuhan maupun hewani. Produk oleokimia diperkirakan akan semakin banyak
berperan menggantikan produk-produk turunan minyak bumi (petrokimia). Pada saat
ini, permintaan akan produk oleokimia semakin meningkat. Hal ini dapat dimaklumi
karena produk oleokimia mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan produk
petrokimia, seperti harga, sumber yang dapat diperbaharui dan produk yang ramah
lingkungan (Behr, 2020).
Oleokimia didefenisikan sebagai pembuatan asam lemak dan gliserin serta
turunannya baik yang berasal dari hasil pemecahan trigliserida yang dikandung
minyak atau lemak alami maupun yang berasal dari produk petrokimia. Produk
oleokimia dasar yang utama adalah asam lemak, ester asam lemak, alkohol asam
lemak, amina asam lemak, serta gliserol yang merupakan produk samping yang juga
tidak kalah pentingnya (Behr, 2020). Dari antara produk-produk oleokimia, asam
lemak merupakan produk dari bahan oleokimia yang terpenting yang digunakan
dalam berbagai jenis reaksi modifikasi kimia untuk menghasilkan berbagai produk
alirnya yang berasal dari turunan asam lemak, turunannya dapat diaplikasikan dalam
industrial yang berbeda. Asam lemak banyak digunakan dalam pembuatan sabun,
produk-produk karet, kosmetika, lilin, dan bahan baku untuk produksi turunan amina
asam lemak. Disisi lain, aplikasi gliserol pada industri oleokimia juga sangat luas,
yang digunakan pada produk kosmetika, farmasi, bahan peledak, serta monogliserida
yang digunakan sebagai bahan pengemulsi. Hingga saat ini, umumnya sebagian
produk oleokimia ini diaplikasikan sebagai surfaktan pada produk-produk kosmetika,
toiletries, serta produk pencuci/pembersih, baik untuk kebutuhan rumah tangga,
maupun industri seperti tekstil, plastik, pertambangan, dan pengolahan limbah cair
pabrik (Behr, 2020).
Busyairi, M., Muttaqin, A. Z., Meicahyanti, I., & Saryadi, S. (2020). Potensi Minyak
Jelantah Sebagai Biodiesel dan Pengaruh Katalis Serta Waktu Reaksi Terhadap
Kualitas Biodiesel Melalui Proses Transesterifikasi. Jurnal Serambi
Engineering, 5(2), 933–940.
de Almeida, E. S., da Silva Damaceno, D., Carvalho, L., Victor, P. A., Dos Passos, R.
M., de Almeida Pontes, P. V., Cunha-Filho, M., Sampaio, K. A., & Monteiro, S.
(2021). Thermal and physical properties of crude palm oil with higher oleic
content. Applied Sciences (Switzerland), 11(15).
Küüt, A., Ritslaid, K., Küüt, K., Ilves, R., & Olt, J. (2018). State of the art on the
conventional processes for ethanol production. In Ethanol: Science and
Engineering.
Lee, U., Kwon, H., Wu, M., & Wang, M. (2021). Retrospective analysis of the U.S.
corn ethanol industry for 2005–2019: implications for greenhouse gas emission
reductions. Biofuels, Bioproducts and Biorefining, 15(5), 1318–1331.
Makalalag, A. (2018). Pembuatan metil ester dari minyak kelapa. Jurnal Penelitian
Teknologi Industri, 10(2), 67–74.
Qiu, J., Hou, H. Y., Yang, I. S., & Chen, X. B. (2019). Raman spectroscopy analysis
of free fatty acid in olive oil. Applied Sciences (Switzerland), 9(21).
Verhelst, S., Turner, J. W., Sileghem, L., & Vancoillie, J. (2019). Methanol as a fuel
for internal combustion engines. Progress in Energy and Combustion Science,
70, 43–88.