Crude Palm Oil (CPO) merupakan produk ekspor terbesar di Indonesia. CPO juga
dapat diolah menjadi biolubrikan yang digunakan sebagai pelumas dalam industri.
Dalam proses pengolahan biolubrikan diperlukan adanya katalis untuk menghasilkan
produk yang sesuai standar dan dapat dihasilkan secara berkelanjutan. Dalam
penggunaan katalis, dapat digunakan katalis konvensional yang berasal dari abu
tandan kosong kelapa sawit. Tandan kelapa sawit selama ini hanya digunakan
sebagai bahan bakar dalam boiler industri, sedangkan jumlah limbah tandan kelapa
sawit melimpah dikarenakan perkebunan kelapa sawit Indonesia yang besar. Proses
pengolahan biolubrikan dari Crude Palm Oil (CPO) melalui 3 tahapan yaitu,
transesterifikasi, epoksidasi, dan esterifikasi.
1
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
STUDI PUSTAKA
4
2.1 Minyak Kelapa Sawit
Minyak kelapa sawit diperoleh dari pengolahan buah kelapa sawit (Elaeis
guinensis JACQ}. Secara garis besar buah kelapa sawit terdiri dari serabut buah
(pericarp) dan inti (kernel). Serabut buah kelapa sawit terdiri dari tiga lapis yaitu
lapisan luar atau kulit buah yang diseb but pericarp, lapisan sebelah dalam disebut
mesocarp atau pulp dan lapisan paling dalam disebut endocarp. Inti kelapa sawit
terdiri dari lapisan kulit biji (testa), endospermdan embrio. Mesocarp mengandung
kadar minyak rata-rata sebanyak 56%, inti (kernel) mengandung minyak sebesar 44%,
dan endocarp tidak mengandung minyak. Minyak kelapa sawit seperti umumnya
minyak nabati lainnya adalah merupakan senyawa yang tidak larut dalamair,
sedangkan komponen penyusunnya yang utama adalah trigliserida dan nontrigliserida
. Seperti halnya lemak dan minyak lainnya, minyak kelapa sawit terdiri atas trigliserida
yang merupakan ester dari gliserol dengan tiga molekul asam lemak menurut reaksi
sebagai berikut :
5
Gambar 2.1-2 Asam Lemak Jenuh
2.2
Tandan kelapa sawit adalah wadah bagi kelapa sawit selama pertumbuhan san
sejak sebelum terjadi penyerbukan hingga buah menjadi matang. Selama proses
perontokan buah sawit dalam pabrik pengolahan minyak sawit,buah pada tandan ini
dipisahkan. Tandan yang dipisahkan dari buahnya menjadi limbah padat pabrik
minyak sawit kasar tersebut. Satu ton tandan buah segar kelapa sawit mengandung
230 – 250 kg tandan kosong kelapa sawit (TKKS), 130 – 150 kg serat, 60 – 65 kg
cangkang, 55 – 60 kg biji, dan 160 – 200 kg minyak mentah (Fauzi, 2005).
Menurut keterangan Direktorat Jenderal Perkebunan seperti yang dikutip Aulia
(2000), limbah abu tandan kosong kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku bangunan dan industry kertas, sumber selulosa, pupuk, dan lain-lain. Berdasar
analisis kadar logam keseluruhan dalam tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dengan
AAS, abu tandan kelapa sawit memiliki komposisi 30 – 40% K2O, 7% P2O5, 9% CaO,
3% MgO, dan unsur-unsur logam yang lain (Fauzi, 2005). Logam kalium merupakan
kandungan logam terbesar dalam TKKS, sebesar 30 – 40%. Dengan suhu pengabuan
yang kurang dari 900oC, dimungkinkan kalium tersebut didapatkan dalam wujud
senyawa kalium karbonat, yang dapat dimanfaatkan sebagai katalis dalam proses.
Dengan sifat basa yang dimiliki kalium karbonat maka abu TKKS mempunyai
potensi untuk digunakan sebagai sumber katalis basa dalam pembuatan biodiesel.
Berdasarkan hasil data pengujian uji alkalinitas dengan metode titrasi indikator dapat
diambil kesimpulan bahwa anion karbonat (CO3) merupakan anion yang paling
dominan yang terdapat pada abu TKKS dengan kadar sebesar 375,86 g/kg berat abu.
Dengan demikian dapat dipastikan bahwa kalium yang terdapat dalam abu TKKS
berada dalam bentuk persenyawaan K2CO3.
2.2 Biolubrikan
Biolubrikan (biolubricant) adalah pelumas yang memiliki sifat – sifat ramah
lingkungan seperti : mudah diuraikan dilingkungan, memiliki kandungan racun
terhadap lingkungan yang sangat rendah akan tetapi tetap memenuhi standar
pelumas yang telah ditetapkan. Biolubrikan tidak selalu terbuat dari minyak nabati
6
akan tetapi bisa juga terbuat dari modifikasi minyak nabati maupun minyak dasar
berbasis minyak bumi. Pertumbuhan penggunaan biolubrikan didunia adalah
2%/tahun dengan pemakaian saat ini sebesar 46.Juta KL. Penggunaan biolubrikan
ini 48% digunakan untuk pelumas mesin,15,3% untuk pelumas untuk proses, 10,2 %
digunakan sebagai oli hidrolik dan sisanya 26,5% untuk pelumasan lainnya. Wilayah
yang paling banyak menggunakan biolubrikan adalah di Asia Pasifik dengan 36,7%,
Amerika Utara 28%, Eropa 12,5% dan wilayah lain sebesar 22,8%. (Bart, J. B. Dan
Larry, P., 2008). Biolubrikan ini memiliki beberapa keunggulan apabila dibandingkan
dengan pelumas dengan minyak dasar berbasis minyak bumi antara lain:
a. Lebih cepat diuraikan bakteri karena berasal dari bahanorganik
b. Kandungan racun yang rendah karena tidak mengandung sulfur dan senyawa
aromatik, parafinik dan naftalenik yang berasal dari minyak bumi.
c. Ramahlingkungan
d. Sifat pelumasan yang baik
e. Indek kekentalan yang baik
(Jumat Salimon et al., 2010)
2.3 Transesterifikasi
7
Tetapi terbentuknya sabun menyulitkan proses pencucian dan memungkinkan
hilangnya produk yang berguna. Alternatifnya, proses dilakukan dengan dua tahapan
proses yang menggunakan katalis asam dan katalis basa (Canakci dan Gerpen,
2001). Reaksi transesterifikasi dengan katalis basa harus dilakukan pada minyak
yang bersih, bebas air dan tidak mengandung katalis. Menurut Freedman et al.
(1984), kandungan asam lemak bebas dan air yang lebih dari 0,3% dapat
menurunkan rendemen transesterifikasi. Berdasarkan penelitian Lee et al. (2002)
rendemen transesterifikasi dapat ditingkatkan dari 25% menjadi 96% dengan
memurnikan minyak jelantah yaitu menurunkan kadar asam lemak bebas dari 10%
menjadi 0,23% dan kadar air dari 0,2% menjadi 0,02%.
Proses transesterifikasi akan berlangsung lebih cepat bila suhu dinaikkan
mendekati titik didih alkohol yang digunakan. Semakin tinggi kecepatan pengadukan
akan menaikkan pergerakan molekul dan menyebabkan terjadinya tumbukan.
Pemakaian alkohol berlebih akan mendorong reaksi ke arah pembentukan etil ester
dan semakin besar kemungkinan terjadinya tumbukan antara molekul-molekul
metanol dan minyak yang bereaksi (Hui, 1996).
Berdasarkan Haryanto, bahwa dalam abu kulit buah kelapa terdapat anion-anion
karbonat yangmana konsentrasi ion karbonat adalah yang paling besar dibandingkan
unsur lain. Abu hasil pembakaran kulit buah kelapa memiliki senyawa utama kadar
ion kalium (K) dan karbonat (CO3) yang tinggi masing-masing 40 dan 27,7 %
berat.Dengan demikian bahwa kalium yang terdapat dalam abu kulit buah kelapa
adalah dalam bentuk senyawa kalium karbonat (K 2CO3) dan sebagian kecil
bikarbonat (KHCO3). Bila abu ini di larutkan dalam air akan di peroleh larutan alkali.
Abu yang banyak mengandung komponen K baik sebagai katalis. Dengan melarutkan
sejumlah tertentu abu ke dalam sejumlah tertentu alkohol (metanol), logam kalium
akan terekstraksi ke dalam alkohol dan akan bereaksi lebih lanjut membentuk garam
metoksida. Alkali katalis akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila dibandingkan
dengan katalis asam. Semakin tinggi temperatur pembakaran kulit buah kelapa maka
kadar kalium yang dihasilkan semakin sedikit. Besarnya keberadaan gliserol terikat
dan gliserol bebas menunjukkan bahwa trigliserida belum terkonversi menjadi metil
ester sehingga menurunkan kemurnian dan yield metil ester.
Kalium hidroksida (KOH) merupakan katalis yang sering di gunakan dalam
metanolisis ataupun etanolisis minyak mentah dan minyak kelapa yang memberikan
yield sebesar 90%. Namun, penggunaan katalis homogen mempunyai kelemahan
8
yaitu bersifat korosif, sulit dipisahkan dari produk dan katalis tidak dapat digunakan
kembali. Saat ini banyak industri menggunakan katalis heterogen yang mempunyai
banyak keuntungan. Kalium karbonat merupakan katalis heterogen pada reaksi
metanolisis. Pemisahan katalis heterogen ini dari produk reaksinya dapat dilakukan
dengan mudah. Abu yang mengandung ion kalium dan ion karbonat dilarutkan dalam
metanol akan membentuk garam metoksida.
+ Asam Asetat
+ H2O2
10
Kondisi optimum pembentukan epoksi dari bahan baku CPO adalah pada suhu
70o C dengan perbandingan reaktan asam asetat 98% 0,3 mol dan H2O2 50% 1,7 mol
dengan waktu reaksi 2 jam (Abdullah, 2012).
Senyawa epoksida tidak mengandung ikatan rangkap sehingga memiliki stabilitas
termal yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak bebas. Untuk menstabilkan
minyak nabati dari reaksi oksidasi, adalah dengan cara memodifikasi minyak atau
trigliserida menjadi senyawa epoksi melalui reaksi epoksidasi. Reaksi Epoksidasi
adalah reaksi pembuakaan ikatan rangkap menjadi ikatan tertutup. Pada ujung
senyawa masih mengikat gugus asam COOH maka senyawa epoksida (Gambar 2.2-
2) belum dapat memenuhi persyaratan sebagai pelumas. Sifat asam senyawa
menyebabkan korosi pada alat. Untuk menurunkan keasamaan, epoksi harus
dimodifikasi lebih lanjut menjadi senyawa ester melalui reaksi esterifikasi
(Rahardiningrum dkk, 2016).
2.5 Esterifikasi
11
itu, sisa katalis dan air pada produk hasil esterifikasi harus dihilangkan sebelum
dilanjutkan dengan reaksi transesterifikasi supaya reaksi dapat berjalan sempurna.
Asam lemak langsung di esterifikasi dengan etilen glikol dengan temperatur reaksi
180oC dan kecepatan pengadukan 200 rpm dan dengan variasi waktu reaksi 2 jam, 4
jam dan 6 jam serta rasio mol terhadap etilen glikol 1:3, 1:4 dan 1:5.Berdasarkan hasil
yang diperoleh diketahui bahwa yield tertinggi didapat dari kondisi operasi dengan
rasio mol 1:4 selama 6 jam, yaitu sebesar 91,15%.
12
BAB III
METODE RISET
Proses Esterifikasi
15
BAB IV
LUARAN RISET
Berdasarkan rencana kegiatan yang telah disusun maka target luaran yang
diharapkan setelah pelaksaan Penelitian Riset Sawit ini yaitu ditemukannya teknologi
pengolahan biolubrikan dari Crude Palm Oil (CPO) yang dapat mendukung kemajuan
sawit Indonesia. Pengolahan CPO menjadi biolubrikan dapat meningkatkan nilai guna
dan jual dari CPO, sehingga dapat meningkatkan komoditas ekspor di Indonesia agar
menjadi beragam tidak hanya produk CPO saja yang diekspor.
Penelitian riset ini juga bertujuan ditemukanya inovasi untuk pengolahan Crude
Palm Oil (CPO) sebagai biolubrikan dengan menggunakan katalis dari tandan kosong
kelapa sawit. Tandan kosong kelapa sawit merupakan limbah dari pabrik kelapa sawit
yang sangat melimpah jumlahnya, biasanya tandan kosong hanya digunakan sebagai
bahan bakar untuk boiler pada mesin-mesin industri. Dengan penggunaan tandan
kosong sebagai katalis konvensional proses transesterifikasi dapat menambah fungsi
lain dari tandan kosong.
Apabila menggunakan katalis berasal dari tandan kosong untuk mengolah CPO
menjadi biolubrikan dapat mengurangi banyaknya limbah tandan kosong. Dengan
penggunaan biolubrikan dalam industri dapat mengurangi pencemaran lingkungan
yang disebabkan penggunaan pelumas dari minyak bumi dan mengurangi
penggunaan minyak bumi yang kian hari makin langka.
Dalam penemuan teknologi dan inovasi diperlukan adanya pengakuan yang bisa
berupa publikasi jurnal atau seminar pemakalah agar banyak orang yang mengakui
inovasi teknologi tersebut. Sehingga perlu dipublikasikannya di jurnal Pusat Penelitian
Kelapa Sawit Indonesia dan terpublikasi dalam seminar pemakalah dalam Seminar
Ilmiah.
BAB V
16
JADWAL KEGIATAN
Bulan
No Jenis Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8
Persiapan Alat
1.
dan Bahan
2. Persiapan Katalis
Penelitian Proses
3.
Hidrolisis
Penelitian Proses
4.
Transesterifikasi
Penelitian Proses
5.
Epoksidasi
Penelitian Proses
6.
Esterifikasi
7. Pengujian Sampel
Pengolahan data
8.
dan Studi Literatur
Penyusunan
9.
Laporan
BAB VI
17
PENDANAAN
DAFTAR PUSTAKA
18
Abdullah, S. 2012. Pengaruh Waktu Reaksi terhadap Bilangan Hidroksil pada
Pembentukan Polyol dari Epoksidasi CPO dan Curcas OIL. Universitas
Muhammadiyah Jakarta. Jakarta.
Arita, Susila. 2008. Pembuatan Metil Ester Asam Lemak dari CPO Off Grade dengan
Metode Esterifikasi - Transesterifikasi. Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 15, Hal.
34-43. Palembang.
Bart J. Bremmer & Dr. Larry Plonsker. 2008. Bio Based Lubricants A Market
Opportunity Study Update.United Soybean Board.
Chou and Chang, 1986. The Organic Chemical Process.Ho Chi Minh-Ville,Vietnam
Gan L.H, Goh S.H dan Ooi K.S.,1992. Kinetics Studies of Epoxidationand Oxirane
Cleavages of PalmOlein Methyl Esters.JAOCS, vol.69.
Kirk R.E. dan Othmer, 1964. Encyclopedia of Chemical Technology.Vol.6, The
Interscience Encyclopedia Inc., NewYork.
Kusumaningtyas,Nur Widi. 2011. Proses Esterifikasi Transesterifikasi In Situ Minyak
Sawit dalam Tanah Pemucat Bekas untuk Proses Produksi Biodiesel. Skripsi
Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Pasaribu, Nurhida. 2014. Minyak Buah Kelapa Sawit. Universitas Sumatera Utara.
Sumatera Utara.
Rahardiningrum S.W.S, Mahreni, Reningtyas R, dan Gusaptono R.H. 2016.
Biopelumas dari Minyak Nabati (Review). Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Yogyakarta. Yogyakarta.
Ritonga, Muhammad Yusuf. 2013. Pemanfaatan Abu Kulit Buah Kelapa sebagai
Katalis pada Reaksi Transesterifikasi Minyak Sawit Menjadi Metil Ester. Jurnal
Teknik Kimia USU, Vol. 2, No. 4, Hal. 17-24. Medan.
Salmina. 2016. Studi Pemanfaatan Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh
Masyarakat di Jorong Koto Sawah Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah
Melintang. Jurnal Spasial Vol. 3 No.2. Sumatera Barat.
Siswahyu, Agung &Hendrawati,Tri Yuni. 2013. Studi Pustaka Modifikasi Minyak
Nabati sebagai Sumber Bahan Baku Pelumas Bio. Jurnal Teknologi Vol. 2, No.
2, Hal. 23 – 32. Jakarta.
19
Susanto, Bambang Heru. 2008. Reaksi Esterifikasi Asam Oleat dengan Alkohol Rantai
Panjang Berkatalis HPW/Zeolit untuk Produksi Pelumas Dasar Bio. Seminar
Nasional Teknik Kimia Oleo Petrokimia Indonesia 2008. Depok.
Yadav dan Satoska, 1997.Mechanism ofthe Oxidation of Oleic Acid byHydrogen
Peroxide in Acetic Acid. J.Chem. Soc., 37(1943):37-38.
20