Disusun Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah Bahan Bakar Nabati
Dosen Pembimbing : Yuana Susmiati, STp, M.Si.
Disusun Oleh : Fachrizal Ahmad Abdillah B42111000
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN PROGRAM STUDI TEKNIK ENERGI TERBARUKAN PROGRAM DIPLOMA IV POLITEKNIK NEGERI JEMBER JANUARI 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumber daya alam (SDA) berupa minyak bumi adalah salah satu sumber energI utama yang banyak digunakan berbagai negara di dunia pada saat ini. Kebutuhan bahan bakar ini selalu meningkat seiring dengan penggunaannya di bidang industri maupun transportasi. Ketersediaan bahan bakar minyak bumi terbatas dan sifatnya tidak terbarukan, sehingga diprediksikan akan terjadi kelangkaan bahan bakar minyak dan menimbulkan adanya krisis energi. Laporan dari Congressional Research Services (CRS) pada tahun 2003 kepada Komisi Energi di Kongres Amerika Serikat, menyebutkan bahwa jika tingkat penggunaan bahan bakar fosil masih terus seperti sekarang tanpa peningkatan dalam efisiensi produksi, penemuan cadangan baru, dan peralihan ke sumber-sumber energy alternatif terbarukan, maka cadangan sumber energi bahan bakar fosil dunia khususnya minyak bumi diperkirakan hanya akan cukup untuk 30-50 tahun lagi (Nugroho, 2006). Menurut hasil kajian Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (2005), cadangan minyak bumi saat ini diperkirakan sebesar 9 milyar barrel dengan tingkat produksi rata-rata 0,5 milyar barrel per tahun, maka jika tidak ada eksplorasi baru, cadangan minyak Indonesia hanya cukup untuk sekitar 18 tahun. Akibat yang paling dirasakan oleh masyarakat dari kondisi ini adalah melambungnya harga BBM (Bahan Bakar Minyak) yang mempengaruhi pada kenaikan harga komoditas lainnya (ESDM, 2005). Pemanasan global yang memasuki tahap yang mengkhawatirkan juga merupakan dampak penggunaan energi minyak bumi yang merupakan sumber energi utama saat ini. Dampak lingkungan dan semakin berkurangnya sumber energi minyak bumi memaksa kita untuk mencari dan mengembangkan sumber energi baru. Oleh karena itu sudah saatnya dipikirkan untuk dapat disubtitusi dengan bahan bakar alternatif lainnya terutama bahan bakar yang berkesinambungan terus pengadaannya (renewable) dalam upaya meningkatkan security of supply dan mengurangi kuantitas impor bahan bakar. Salah satu alternatif sumber energi baru dan terbarukan yang potensial adalah biodiesel (KEA-Kebijakan Energi Alternatif, 2006).
Biodiesel dikenal sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan dan dapat diperbarui. Biodiesel biasanya dibuat dengan transesterifikasi minyak tumbuhan atau lemak hewan dengan metanol atau etanol (Huaping, 2006). Biodiesel yang diproduksi dari minyak tumbuhan atau lemak hewan biasanya lebih mahal dibanding bahan bakar diesel konvensional dari minyak bumi (Ozbay, 2008). Mengingat hal tersebut maka biodiesel dapat saja dibuat dari minyak nabati yang tidak harus baru, seperti minyak jelantah (minyak bekas penggorengan). Manfaat yang diharapkan dari penelitian adalah memberi alternatif pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan pembuatan biodiesel.
1.2.Tujuan Penelitian 1. Memahami proses pembuatan biodiesel dari minyak jelantah. 2. Memahami proses pembuatan biodiesel dari minyak jelantah. 3. Memahami proses pembuatan biodiesel dari minyak jelantah. 4. Mengetahui cara perhitungan kadar FFA (kadar asam lemak bebas) yang terkandung dalam minyak jelantah.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Dasar Teori Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak, berwujud cair pada suhu kamar (25 0 C) dan lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga mengalami oksidasi. Minyak yang berbentuk padat biasa disebut dengan lemak. Minyak dapat bersumber dari tanaman, misalnya minyak zaitun, minyak jagung, minyak kelapa, dan minyak bunga matahari. Minyak dapat juga bersumber dari hewan, misalnya minyak ikan sardine, minyak ikan paus dan lain-lain. Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia sebagai alat pengolahan bahan-bahan makanan. Minyak goreng berfungsi sebagai media penggorengan sangat penting dan kebutuhannya semangkin meningkat. Setelah digunakan, minyak goreng tersebut akan mengalami perubahan dan bila ditinjau dari komposisi kimianya, minyak bekas penggorengan mengandung senyawa senyawa yang bersifat karsibogenik, yang terjadi selama proses penggorengan. Perubahan sifat ini menjadikan minyak gorang tersebut tidak layak lagi digunakan sebagai bahan makanan. Oleh karena itu minyak goreng yang telah dipakai atau minyak jelantah menjadi barang buangan atau limbah dari industry penggorengan (Rosita dan Widasari, 2009) Minyak jelantah (waste cooking oil )adalah minyak limbah yang biaasa berasal dari jenis-jenisminyak goreng seperti halnya minyak jagung, minyak sayur, minyak samin dan sebagainya. Minyak ini merupaka minyak bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga atau rumah makan/restoran. Minyak jelantah adalah minyak yang sudah pernah dipakai, sehingga sudah mengandung akrilamida, radikal bebas, dan asam lemak trans. Terlebih kalau warnanya sudah kecoklatan, dan terstruktur kental. Kalau dipanaskan lagi, semekin tinggi kandungan senyawa-senyawa karsinogenik tersebut didalamnya. Minyak jelantah sebagai limbah akan menjadi bahan yang bermanfaat jika diolah untuk penggunaan yang lain. Salah satunya adalah pengolahan minyak jelantah menjadi biodiesel. Pada prinsipnya pengolahan minyak jelantah menjadi biodiesel adalah proses konversi trigliserida menjadi metil atau etil ester. Proses konversi ini biasa disebut transesterifikasi. Pada proses transesterifikasi merupakan reaksi antara minyak dengan alcohol untuk memutuskan tiga rantai gugus ester dari tiap cabang trigliserida. Reaksi pada transesterifikasi membutuhkan panas sebagai energy dan katalis basa sebagai mediator konversi agar diperoleh mutu produk reaksi yang tinggi. Pada reaksi ini minyak jelantah dikonversi menjadi biodiesel dan gliserin. Minyak jelantah tampa pemurnian biasanya mengandung kadar FFA yang cukup tinggi, oleh karena itu dalam proses pembuatan biodiesel kadar FFA tersebut diturunkan terlebih dahulu melalui proses esterifikasi. Pada proses esterifikasi ini terjadi konversi FFA (asam lemak bebas) menjadi ester. Setelah proses esterifikasi dilanjutkan dengan proses transesterifikasi.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1.Alat Dan Bahan Alat : Baker glas 250 ml Gelas ukur 100 ml Kaca arloji Timbangan analitik Pengaduk kaca Hot plate magnetic stirrer Oven Corong pemisah. Bahan : Minyak nabati/minyak goring Methanol Etanol Indicator PP NaOH KOH Aquades
3.2.Prosedur Percobaan Penentuan FFA Timbang 10 gram sampel minyak nabati dan masukan kedalam baker glass 100 ml. Tambahkan sebanyak 50 ml etanol 96% kemudian panaskan campuran selama 15 menit sambil diaduk. Tambahkan 3 tetes indicator PP. Titrasi dengan larutan NaOH/KOH 0.001 N yang sudah distandarisai sampai berwarna merah jambu. Warna merah jambu ini harus bertahan minimal 15 detik. Catat volume titran (NaOH/KOH) yang dibutuhkan (V). Hitung kadar asam lemak bebas (ALB) yang dinyatakan dalam rumus sebagai berikut Kadar FFA =Volume NaOH x N NaOH x M 10 G Keterangan : G =Berat sampel M =Berat melekul asam yang dominan dalam sampel minyak. a. Minyak kelapa =205 b. Minyak kelapa sawit =263 c. Asam oleat =282 Standarisasi NaOH : Timbang. Gram asam aksalat dihydrat kedalam beker glass. Tambahkan aquades 100 m dan aduk sampai larut. Tambahkan indicator PP 1% 3 tetes. Titrasi dengan NaOH hingga berubah warna menjadi merah jambu (V). Perhitungan : N NaOH =m gram H 2 C 2 O 4 2H 2 O V (ml) x 63,035
3.3.Prosedur Percobaan Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah 3.1.1. Reaksi esterifikasi Telah diketahui kadar FFA pada proses penentuan kadar FFA. Minimbang 200 gr minyak jelantah dalam Erlenmeyer/baker glass lalu panaskan hingga suhunya mencapai 55-60 0C. Mengambil methanol 20% dari sampel minyak +1 gr NaOH. Aduk campuran NaOH dan methanol hingga larut. Tambahkan campuran katalis asam dan methanol kedalam sampel minyak yang sudah panas (55-60 0C) sedikit demi sedikit sambil terus diaduk. Lanjutkan proses pemanasan dan pengadukan sampel yang sudah tercampur dengan metoksida dan pertahankan suhunya 55 0C selama 1 jam. Angkat sampel dan diamkan hingga suhu ruang, kemudian masukkan kedalam labu pemisah sambil dikocok. Diamkan campuran hingga terjadi separasi (8 jam). Setelah terjadi separasi lakukan pemisahan. 3.1.2. Reaksi transesterifikasi Ambil smpel minyak jelantah 100 mlkedalam Erlenmeyer/beker glass lalu panaskan hingga suhunya mencapai 55 60 0C. Mengambil methanol 20% dari sampel minyak +1 gr NaOH. Aduk campuran NaOH dan methanol hingga larut. Tambahkan campuran katalis asam dan methanol kedalam sampel minyak yang sudah panas (55-60 0C) sedikit demi sedikit sambil terus diaduk. Panaskan sambil diaduk sampel minyak yang telah dicampur dengan katalis dan methanol pada tempertur 55 0C selama 1 jam. Lanjutkan proses pemanasan dan pengadukan sampel yang sudah tercampur dengan metoksida dan pertahankan suhunya 55 0C selama 1 jam. Angkat sampel hingga suhu ruang, kemudian masukkan ke dalam labu pemisah smbil dikocok. Diamkam campuran hingga terjadi separasi (8 jam). Setelah terjadi separasi lakukan pemisahan. Hitunglah randemen biodiesel yang dihasilkan, termasuk hasil sampingnya.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Hasil Praktikum Penentuan FFA Aquades 50 ml ditambah 3/5 gr NaOH 0,1N. sampel yang sudah ditimbang sebanyak 10 gr dicampur dengan 50 ml etanol 96% diaduk dan dipanaskan sampai mendidih, kemudian ditambahkan 3 tetes indikator PP ke dalam sampel. 4.1.1. Proses Titrasi Selanjutnya bahan dititrasi menggunakan larutan NaOH yang sudah distandarisasikan sampai sampel berwarna merah muda dan dipertahankan selama 15 detik. Volume titran yang habis sebanyak 2,50 ml. Menghitung kadar FFA (asam lemak bebas) =V. KOH x N KOH x M 10 G Kadar FFA =2,50 ml x 0,1 N x 263 10 x 3 Kadar FFA =2,191
4.2.Hasil Pratikum Pembuatan Biodiesel 4.2.1. Menghitung Katalis Membuat larutan metoksida yaitu campuran katalis basa KOH sebanyak 1% v/v minyak dengan methanol 20% v/v minyak. Katalis basa KOH = 1 100 x 180 = 1,8 Methanol = 20 100 x 180 = 36
4.2.2. Pencucian Biodiesel Biodiesel dicuci sebanyak 3 kali menggunakan aquades. Masing-masing pencucian dilakukan dengan menambahkan aquades yang sudah dipanaskan dengan suhu 80 C sebayak 100 ml yang kemudian dikocok dan didiamkan. Prinsip pengerjaan sama dengan pencucian. Agar pada tahap akhir pemurnian tidak ditemukan bahan pengotor, yang menurunkan kualitas biodiesel. Tujuannya membuang sabun yang terbentuk dan melarutkan metanol sisa reaksi. Tujuan memisahkan biodiesel dari metanol dan gliserol.
4.2.3. Proses Pembuatan Biodiesel Proses satu tahap dapat tidak efisien karena terbentuknya sabun. Sabun terbentuk selama transesterifikasi dengan katalis basa, ketika ion Na+ bergabung dengan adanya asam lemak bebas (free fatty acids) yang mungkin ada dalam bahan baku Sabun akan mengurangi hasil (yield) karena sabun mengikatkan methyl ester dengan air. Ikatan ester dapat dibersihkan dalam pencucian, tetapi pemisahan air akan lebih sulit dan meningkatkan konsumsi air. Proses esterifikasi dengan katalis asam sebelum transesterifikasi dengan katalis basa akan mengeliminasi sebagian besar asam lemak bebas.
4.3.Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan transesterifikasi : 4.3.1. Suhu Kecepatan reaksi secara kuat dipengaruhi oleh temperatur reaksi pada ummnya reaksi ini dapat dijalankan pada suhu mendekati titik didih metanol (65 o C) pada tekanan atmosfer. Kecepatan reksi akan meningkat sejalan dengan kenaikan temperatur semakin tinggi temperatur berarti semakin banyak yang dapat digunakan oleh reaktan untuk mencapai energi aktivasi.
4.3.2. Waktu reaksi Semakin lama waktu reaksi maka semakin banyak produk yang dihasilkan karena ini akan memberikan kesempatan rektan untuk bertumbukan satu sama lain. Namun setelah kesetimbangan tercapai tambahan waktu reaksi tidak akan mempengaruhi reaksi. Penelitian yang menggunakan lama reaksi 3 jam (Azis., 2005 ) 4.3.3. Katalis Katalis berfungsi untuk mempercepat reaksi dengan menurunkan energi aktivasi reaksi namun tidak menggeser letak kesetimbangan. Tanpa katalis rekasi transesterifikasi baru dapat berjalan pada suhu sekitar 250C. Penambahan katalis bertujuan untuk mempercepat reaksi dan menurunkan kondisi operasi. Katalis yang dapat digunakan adalah katalis asam, katalis basa ataupu penukar ion. Dengan katalis basa reaksi dapat berjalan pada suhu kamar sedangkan katalis. 4.3.4. Pengadukan Pada reaksi transesterifikasi reaktan-reaktan awalnya membentuk sistim cairan dua fasa. Reaksi dikendalikan oleh difusi diantara diantara fase-fase yang berlangsung lambat. Seiring dengan terbentuknya metil ester ia bertindak sebagai pelarut tunggal yang dipakai bersama oleh reaktan-reaktan dan sistim dengan fase tunggalpun terbentuk. Dampak pengadukan ini sangat signifikan selama reaksi. Setelah sistim tunggal terbentuk maka pengudukan menjadi tidak lagi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap reaksi. Pengadukan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan campuran reaksi yang bagus. Pengadukan yang tepat akan mengurangi hambatan antar massa. Pengadukan transesterifikasi 1500 rpm. 4.3.5. Perbandingan reaktan Variabel penting lain yang mempengaruhi hasil ester adalah rasio molar antara alkohol dan minyak nabati. Stoikiometri reaksi transesterifikasi memerlukan 1 mol minyak trigliserida memerlukan 6 mol metanol menggunakan rasio molar alkohol-minyak =1 : 6. Terlalu banyak alkohol yang dipakai menyebabkan biodiesel mempnyai viskositas yang rendah dibandingkan viskositas solar juga akan menurunkan titik nyala (flas point). Hal ini disebabkan karena pengaruh sifat-sifat alkohol yang mudah terbakar. Perbandingan alkohol minyak =1 : 2,2 (etanol : minyak).
4.4.Hasil Percobaan Volume awal =250 ml Gliserin =38 ml Biodiesel yang dihasilkan =157 ml
4.5.Gambar Percobaan
Gambar 1. Titrasi Gambar 2. Hasil Titrasi Gambar 3. Pemanasan dan Pengadukan Gambar 4. Penuangan ke Corong Pemisah Gambar 5. Proses Pendiaman Gambar 6. Gliserin Gambar 7. Pencucian Pertama Gambar 9. Pencucian Ketiga Gambar 8. Pencucian Kedua BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Minyak jelantah sebagai limbah akan menjadi bahan yang bermanfaat jika diolah untuk pengunaan yang lain. Salah satunya adalah pengolahan minyak jelantah menjadi biodiesel. Minyak jelantah tanpa pemurnian biasanya mengandung FFA yang cukup tinggi, oleh karena itu dalam proses pembuatan biodiesel kadar FFA tersebut diturunkan terlebih dahulu melalui proses esterifikasi. Pada proses esterifikasi dilanjutkan dengan proses transesterifikasi. Dari hasil praktikum yang telah dilakukan didapat bahwa biodiesel yang dihasilkan sebanyak 157 ml dengan gliserin 38 ml. Pencucian dilakukan sebanyak tiga kali dengan aquades masing-masing sebanyak 100 ml yang telah dipanaskan dengan suhu 80 C. Sedangkan untuk kadar FFA didapat sebesar 2,191 yaitu lebih dari 2 jadi menggunakan proses esterifikasi terlebih dulu sebelum menuju ke proses transesterifikasi. Faktor yang mempengaruhi proses transesterifikasi adalah: 1. Suhu 2. Waktu reaksi 3. Katalis 4. Pengadukan 5. Perbandingan reaktan
DAFTAR PUSTAKA Asthasari, Retno Ummy. 2008. Kajian Proses Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah dengan Menggunakan Katalis Abu Tandan Kosong Sawit. Skripsi Sarjana, Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Anonymous. Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-esterifikasi). Budijanto, 1993, Minyak Goreng Jelantah, Sadar Pangan dan Gizi, vol. 3 (2). ESDM, 2005, Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral ESDM, http://www/esdm.go.id/publikasi.php, (diakses 12 April 2010). Nugraha, Dadan. Tahun. Analisis Life Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.