Anda di halaman 1dari 30

Laporan Praktikum Dosen Pembimbing

Teknik Reaksi Kimia Dr.Yelmida

METANOLISIS MINYAK NABATI

Kelompok : II (Dua)
Nama Kelompok : 1. Andes Sagita (1307022860)
2. Sari Wahyuni S. (1307036091)
3. Siti Rahmalia (1307035765)

LABORATORIUM DASAR-DASAR PROSES KIMIA


PROGRAM STUDI D-III TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2015
ABSTRAK

Biodiesel merupakan bahan bakar alternative yang terdiri dari mono-alkil


ester asam lemak yang berantai panjang dari minyak tumbuhan maupun lemak
hewan. Biodiesel yang dipercobakan berbasis minyak goreng melalui reaksi
transesterifikasi dengan methanol dan hasil samping gliserol. Tujuan dari
percobaan ini ialah menentukan pengaruh waktu reaksi terhadap perolehan
biodiesel dan menganalisa sifat-sifat fisika dari biodiesel hasil percobaan. Waktu
reaksi yang divariasikan pada percobaan ini yaitu 45 menit dan 60 menit,
sedangkan analisa sifat fisika terdiri dari penentuan kadar air, konversi, derajat
keasaman (pH), viskositas, densitas dan flash point. Dari hasil percobaan
didapati konversi biodiesel dengan waktu reaksi 45 menit sebesar 69,888 %
sedangkan biodiesel dengan waktu reaksi 60 menit sebesar 35,578 %. Kadar air
biodiesel yang diperoleh dengan waktu reaksi 45 menit yaitu sebesar 0,169 %
sedangkan biodiesel dengan waktu reaksi 60 menit yaitu sebesar 1,06 %. Berat
jenis (densitas) biodiesel yang diperoleh dengan waktu reaksi 45 menit yaitu
sebesar 0,807 gr/cm3 sedangkan biodiesel dengan waktu reaksi 60 menit yaitu
sebesar 0,867 gr/cm3. Viskositas biodiesel yang diperoleh dengan waktu reaksi 45
menit sebesar 3,310 cSt sedangkan biodiesel dengan waktu reaksi 60 menit
sebesar 3,451 cSt. Derajat keasaman (pH) dari biodiesel dengan waktu reaksi 45
menit adalah 6,5 sedangkan biodiesel dengan waktu reaksi 60 menit adalah 7.
Dan analisa titik nyala untuk biodiesel yang diperoleh dengan waktu reaksi 45
menit adalah 125 °C sedangkan biodiesel dengan waktu reaksi 60 menit adalah
130 °C.

Kata Kunci : berat jenis, biodiesel, kadar air, konversi, pH, titik nyala,
transesterifikasi, viskositas, waktu reaksi.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari percobaan metanolisis minyak nabati yaitu untuk


mempelajari pengaruh waktu reaksi terhadap konversi minyak nabati menjadi
biodiesel.

1.2 Latar Belakang


Biodiesel adalah bioenergi atau bahan bakar nabati yang dibuat dari minyak
nabati, baik minyak yang belum digunakan maupun minyak bekas dari
penggorengan dan melalui proses transesterifikasi. Biodiesel digunakan sebagai
bahan bakar alternatif pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk motor diesel,
dan dapat diaplikasikan baik dalam bentuk 100% (B100) atau campuran dengan
minyak solar pada tingkat konsentrasi tertentu (BBX), seperti 10% biodiesel
dicampur dengan 90% solar yang dikenal dengan nama B10. (Erliza, dkk, 2007:
8).
Pemanfaatan minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel memiliki
beberapa kelebihan, diantaranya sumber minyak nabati mudah diperoleh, proses
pembuatan biodiesel dari minyak nabati mudah dan cepat, serta tingkat konversi
minyak nabati menjadi biodiesel yang tinggi (95%). Minyak nabati memiliki
komposisi asam lemak berbeda-beda tergantung dari jenis tanamannya. Zat-zat
penyusun utama minyak-lemak (nabati maupun hewani) adalah trigliserida, yaitu
triester gliserol dengan asam-asam lemak (C8 – C24). Komposisi asam lemak
dalam minyak nabati menentukan sifat fisik kimia minyak. (Erliza, dkk, 2007:
11).
Biodiesel memiliki prospek yang baik sebagai sumber energi pengganti
minyak bumi. Konversi energi biodiesel juga tidaklah kalah dengan bahan bakar
diesel dari minyak bumi. Kandungan energi yang mencapai sekitar 80 % dari
kandungan energi petroleum diesel. Selain itu proses pengolahan biodiesel
dianggap jauh lebih ekonomis dibandingkan proses pengolahan minyak bumi.
Biodiesel dianggap cukup menjanjikan sebagai bahan bakar pengganti minyak
bumi, mengingat kandungan minyak bumi yang semakin menipis. Dari segi
dampak terhadap lingkungan biodiesel juga memberikan pengaruh yang kecil
terhadap pencemaran lingkungan. Hal ini disebabkan siklus karbon yang pendek
dari pembakaran biodiesel yang cenderung aman dibandingkan dengan petroleum
diesel.
Saat ini Indonesia merupakan penghasil minyak sawit (CPO) nomor dua
terbesar didunia setelah Malaysia. Pangsa produksi Indonesia saat ini adalah 36 %
dari total produksi dunia, sementara Malaysia menguasai 47 %. Meskipun
demikian, Indonesia memiliki peluang pengembangan produksi CPO lebih besar
karena ketersediaan lahan yang yang masih luas (Prawito, 2009). Berdasarkan
kenyataan tersebut maka pengembangan dengan topik pengolahan biodiesel
semakin diminati. Percobaan pembuatan biodiesel dilakukan dengan
menggunakan bahan baku minyak goreng dari kelapa sawit dengan pereaksi
metanol malalui proses transesterifikasi.

1.3 Landasan Teori


1.3.1 Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari mono-alkil ester asam
lemak yang dipakai sebagai sumber energi alternatif pengganti minyak bumi.
Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati seperti minyak kelapa sawit, minyak
kelapa, minyak kemiri, minyak jarak pagar dan tumbuhan lainnya yang
mengandung minyak (trigliserida). Biodiesel tergolong bahan bakar yang dapat
diperbaharui karena berasal dari hasil pertanian. Nama biodiesel telah disetujui
oleh Departemen of Energy (DOE), Environmental Protection Agency (EPA)
dan American Society of Testing Material (ASTM) sebagai industri energi alternatif.
Berasal dari asam lemak yang sumbernya renewable limit, dikenal sebagai bahan bakar yang
ramah lingkungan dan menghasilkan emisi gas buang yang relatif lebih bersih
dibandingkan bahan bakar konvensional.
Menurut Soerawidjaja (2005), biodiesel merupakan sumber energi yang
diformulasikan untuk mesin diesel dengan berbagai kelebihan antara lain :
1. Termasuk bahan bakar yang dapat diperbaharui
2. Tidak memerlukan modifikasi mesin diesel dalam penggunaannya
3. Tidak memperparah efek rumah kaca karena siklus karbonnya yang terlibat
pendek
4. Kandungan energi yang hampir sama dengan kandungan energi petroleum
diesel (sekitar 80 % dari petroleum diesel)
5. Penggunaan biodiesel dapat memperpanjang usia mesin diesel karena
memberikan lubrikasi lebih daripada petroleum diesel
6. Aman digunakan karena lebih mudah terurai daripada gula, kandungan
racunnya 10 kali lebih rendah daripada garam, memiliki flash point yang
tinggi
7. Bilangan setana yang lebih tinggi dibandingkan petroleum diesel
8. Hasil pembakaran dari biodiesel, 90 % mengurangi total hidrokarbon yang
tidak terbakar, 75 - 90 % mengurangi senyawa hidrokarbon aromatik, secara
signifikan mengurangi karbon monoksida dan 90 % resiko kanker

Pada prinsipnya pembuatan biodiesel sangatlah sederhana. Permbuatan


metil ester asam lemak atau biodiesel dapat dilakukan dengan reaksi
transesterifikasi trigliserida atau dengan reaksi esterifikasi asam lemak dengan
alkohol dan bantuan katalis. Reaksi transesterifikasi antara trigliserida dan
metanol dapat dilihat pada reaksi dibawah ini.

Sumber: Soerawidjaja, 2005

Gambar 1.1 Reaksi tranesterifikasi trigliserida dan metanol


Biodiesel termasuk golongan alkohol dengan nama kimia alkil ester, bersifat
sama seperti solar bahkan lebih baik nilai cetanenya. Biodiesel dibuat lewat reaksi
antara SVO (Straight Vegetable Oil) atau WVO (Waste VegetableOil) dengan
metanol atau etanol dengan bantuan katalisator soda-api (caustic-soda atau NaOH)
atau KOH. Hasilnya adalah metil ester (biodiesel) dengan produk sampingan yaitu
gliserin (Prihandana & Hendroko, 2008).
Biodiesel berbeda dari  minyak sayur atau straight vegetable oil (SVO)
yang dapat digunakan (secara murni atau campuran) sebagai bahan bakar pada
beberapa kendaraan yang mesinnya telah dimodifikasi. Terdapat berbagai macam
minyak yang dapat diproduksi menjadi biodiesel, meliputi:
1. Bahan baku minyak nabati murni; biji kanola dan minyak kedelai yang paling
banyak digunakan. Minyak kedelai paling banyak digunakan 90% sebagai stok
bahan bakar di Amerika.
2. Minyak jelantah.
3. Lemak hewan termasuk produk turunan seperti asam lemak Omega-3 dari
minyak ikan.
4. Algae juga dapat dipergunakan sabagai bahan baku biodiesel yang dapat
dibiakkan dengan menggunakan bahan limbah seperti air selokan tanpa
menggantikan lahan untuk tanaman pangan.
5. Lemak hewani sangat terbatas dalam persediaan dan tidak efisien
meningkatkan kadar lemak dalam tubuh hewan. Walaupun demikian, produksi
biodiesel dengan lemak hewani tidak dapat diacuhkan dan dapat dijadikan
sebagai pengganti penggunaan petro-diesel dalam jumlah kecil. Hingga
sekarang, investasi senilai 5 juta dollar sedang dibuat pabrik di Amerika,
direncanakan akan memproduksi 11.4 juta liter biodiesel dari perkiraan 1
milyar kg lemak ayam setiap tahun dari peternakan ayam lokal.

Standar mutu biodiesel telah dikeluarkan dalam bentuk SNI No. 04-7182-
2006, melalui keputusan Kepala Badan Standarisasi Nasional (BSN) Nomor
73/KEP/BSN/2/2006 tanggal 15 maret 2006. Standar mutu biodiesel tersebut
adalah sebagai berikut:
Tabel 1.1 Spesifikasi Bio-diesel Sesuai Standar Indonesia RSNI EB 020551
Parameter Kualitas Alternative
Batas Test Method
dan Units Method
Density at 40 oC, kg/m3 850 – 890 ASTM D 1298 ISO 3675
Kinem. Visc. at 40 oC, ISO 3104
2,3 – 6,0 ASTM D 445
mm2/s (cSt)
ISO 5165
Cetane number min. 51 ASTM D 613

Flash point (closed cup) ISO 2710


min. 100 ASTM D 93
(oC)
-
Cloud point (oC) max. 18 ASTM D 2500

Cu strip corrosion ISO 2160


max. no. 3
(3 hr, 50 oC) ASTM D 130
Carbon residue (%-b), max. 0,05
ASTM D 4530 ISO 10370
- in original sample (max. 0,3)
- in 10 % distillation residue
Water and sediment, %-vol. max. 0,05 ASTM D 2709 -
90 % distillation
max. 360 -
temperature, oC ASTM D 1160
ISO 3987
Sulfated ash, %-w max. 0,02 ASTM D 874

ASTM D 5453 ISO 20884


Sulfur, ppm-w (mg/kg) max. 100
prEN
Phosphorous, ppm-w FBI-A05-03
max. 10 AOCS Ca 12-55
(mg/kg)
FBI-A01-03
Acid value, mg-KOH/g max. 0,8 AOCS Cd 3-63

Free glycerol, %-w max. 0,02 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03

Total glycerol, %-w max. 0,24 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03

Alkyl ester content, %-w min. 96,5 calculated FBI-A03-03


Iodine value, %-b (g-I2/100
max. 115 AOCS Cd 1-25 FBI-A04-03
g)
Halphen test negative AOCS Cb 1-25 FBI-A06-03
Sumber: Soerawidjaja, 2005

1.3.2 Minyak Nabati


Minyak nabati merupakan senyawa trigliserida yang memiliki berat molekul
yang besar sehingga tergolong kedalam kelas besar dalam senyawa-senyawa
organik. Trigliserida itu sendiri terdiri dari 3 senyawa gliserol yang saling
berikatan. Komposisi yang terdapat dalam minyak nabati terdiri dari trigliserida-
trigliserida asam lemak (mempunyai kandungan terbanyak dalam minyak nabati,
mencapai sekitar 95%-bb), asam lemak bebas (Free Fatty Acid atau biasa
disingkat dengan FFA), mono- dan digliserida, serta beberapa komponen-
komponen lain seperti phosphoglycerides, vitamin, mineral, atau sulfur.
Banyak jenis sumber bahan baku nabati atau tumbuhan di Indonesia yang
bisa diolah menjadi biodiesel yang dapat dilihat dari Tabel 1.2
Tabel 1.2 Tumbuhan Indonesia Penghasil Minyak Lemak
Kadar %-
No Nama Latin Nama Lokal Sumber P/NP
b-kr
1. Ricinus communis Jarak Kaliki Biji 45-50 NP
2. Jatropa curcas Jarak Pagar Inti Biji 40-60 NP
3. Ceiba pentandra Kapuk / Randu Biji 24-50 NP
4. Heven brasiliensis Karet Biji 40-50 NP
5. Psophocarpus tetrag Kecipir Biji 15-20 P
6. Moringa oleifera Kelor Biji 30-49 P
7. Aleurites mohiccana Kemiri Inti biji 57-69 NP
Inti Biji
8. Aleurites trisperma Kemiri Cina - NP
Daging
9. Sleichera trijuga Kusambi Biji 55-70 NP
10. Sterculia feotida Kepoh Inti Biji 45-55 NP
Callophyllum
11. Nyamplung Inti Biji 40-73 NP
inophyllum
Bombax
12. Randu Alas/ Agung Biji 18-26 NP
malabaricum
13. Ximenia americana Bidaro Inti Biji 49-61 NP
14. Cerbera odollam Bintaro Biji 43-64 NP
15. Gmelina asiatica Bulangan Biji - NP
16. Croton tiglium Cerakin/kroton Inti Biji 50-60 NP
17. Hernandia peltata Kampis Biji - NP
18. Hibiscus cannabiinus Kenaf Biji 18-20 NP
Keterangan :
Kr = kering ; P = minyak/lemak pangan ; NP = minyak/lemak non pangan.
(Sumber :Prawito, 2009)

1.3.3 Metanol
Jenis alkohol yang paling sering digunakan pada proses transesterifikasi
adalah metanol dan etanol. Metanol merupakan jenis alkohol yag paling disukai
dalam pembuatan biodiesel karena metanol (CH3OH) mempunyai keuntungan
lebih stabil dibandingkan dengan etanol (C2H5OH) karena metanol memiliki satu
ikatan karbon sedangkan etanol memiliki dua ikatan karbon sehingga lebih mudah
memperoleh pemisahan gliserol dibandingkan dengan etanol (Baedowi dan
Pranggonowati, 1982).
Kerugian dari metanol adalah metanol merupakan zat beracun dan
berbahaya bagi kulit, mata, paru-paru dan pencernaan dan dapat merusak plastik
dan karet terbuat dari batu bara metanol berwarna bening seperti air, mudah
menguap, mudah terbakar dan mudah bercampur dengan air. Etanol lebih aman,
tidak beracun dan terbuat dari hasil pertanian, etanol memiliki sifat yang sama
dengan metanol yaitu berwarna bening seperti air, mudah menguap, mudah
terbakar dan mudah bercampur dengan air. Metanol dan etanol yang dapat
digunakan hanya yang murni 99%. Metanol memiliki massa jenis 0,7915 g/m 3,
sedangkan etanol memiliki massa jenis 0,79 g/m3.

1.3.4 Katalis
Katalis adalah suatu zat yang berfungsi mempercepat laju reaksi dengan
menurunkan energi aktivasi, namun tidak menggeser letak keseimbangan.
Penambahan katalis bertujuan untuk mempercepat reaksi dan menurunkan kondisi
operasi. Tanpa katalis reaksi transesterifikasi baru dapat berjalan pada suhu
250°C. Ketika reaksi selesai, kita akan mendapatkan massa katalis yang sama
seperti pada awal kita tambahkan.
Sesuai dengan fungsinya, katalis dimanfaatkan untuk mempercepat suatu
reaksi, ikut bereaksi tetapi tidak ikut terkonsumsi menjadi produk. Percobaan
untuk menguji performa beberapa katalis telah dilakukan pada proses pembuatan
biodiesel dan disajikan pada Tabel 1.3 yang menunjukkan bahwa kandungan
silika yang banyak bersifat tidak aktif pada reaksi metanolisis dan yang sangat
aktif adalah katalis dengan kandungan senyawa komponen Kalsium dan Natrium.
Senyawa dengan nilai 10 memberi arti  katalis mampu mengkonversi hingga 95%,
tetapi pada kenyataannya katalis tersebut juga banyak sekali menghasilkan sabun.

Tabel 1.3 Katalis metanolisis dan produksi metil ester asam-asam lemak relatif.
Produksi metil ester
Katalis Komposisi
asam lemak relatif
MgO 9,8 % MgO -
SiO2 93% SiO2 ; 3 % Al2O3 -
CaO 7% CaO ; 72% Al2O3 -
CaO.MgO 9,22%  CaO ; 91% MgO 10
CaO. Al2O3 14,8% CaO ; 85,2%Al2O3 -
CaO.SiO2 12,6% CaO ; 87,4%SiO2 -
CaO bubuk 3
6,34% CaO ; 5,64% MgO ; 0,5
CaO.MgO. Al2O3
86% Al2O3
K2CO3.MgO 4,76% K2CO3 ; 95,2% MgO 5
K2CO3.Al2O3 14,2% K2CO3 ;85% Al2O3 4
K2CO3 bubuk 6
Na2CO3 bubuk 0,8
2,73% Fe2O3 .SiO2O; 97,3% -
Fe2O3.MgO
MgO
1,5% - 3,6% CH3ONa ; 98,5% 2
CH3ONa.SiO2
- 96,5% SiO2
Sumber : Zahrina, 2002

Katalis-katalis dengan komponen Kalsium dan Magnesium kurang baik


digunakan sebagai katalis karena cenderung membentuk sabun (memiliki sifat
ganda).  Senyawa yang mengikat komponen Si, Mg dan Al cenderung berfungsi
sebagai penyangga katalis.  Katalis logam seperti Cu dan Sn pada reaksi
metanolisis tidak ditemukan hasil berupa metil ester. Katalis yang bersumber dari
limbah  seperti janjang sawit dan limbah sekam padi juga dapat digunakan sebagai
katalis. Sekam padi mengandung senyawa dengan komponen K dan Na, janjang
sawit banyak mengandung komponen K yang baik sebagai katalis.
1.3.5 Pembuatan Biodiesel
Biodiesel dapat berupa metil ester ataupun etil ester tergantung dari jenis
alkohol yang digunakan. Tetapi yang paling sering diproduksi adalah metil ester
karena metanol mudah didapat dan  tidak mahal. Berdasarkan kandungan FFA
dalam minyak nabati maka proses pembuatan biodiesel secara komersial
dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Transesterifikasi dengan katalis basa (sebagian besar menggunakan kalium
hidroksida) untuk bahan baku refined oil atau minyak nabati dengan
kandungan FFA rendah.
2. Esterifikasi dengan katalis asam (umumnya menggunakan asam sulfat) untuk
minyak nabati dengan kandungan FFA tinggi dilanjutkan dengan
transesterifikasi dengan katalis basa.
Proses esterifikasi dengan katalis asam diperlukan jika minyak nabati
mengandung FFA di atas 5%. Jika minyak berkadar FFA tinggi (>5%) langsung
ditransesterifikasi dengan katalis basa maka FFA akan bereaksi dengan katalis
membentuk sabun. Terbentuknya sabun dalam jumlah yang cukup besar dapat
menghambat pemisahan gliserol dari metil ester dan berakibat terbentuknya
emulsi selama proses pencucian.
Reaksi transesterifikasi yang berlangsung dengan menngunakan katalis
alkali (basa) berlangsung pada tekanan atmosfir dan temperatur 60 – 70 °C
dengan menggunakan alkohol. Proses transesterifikasi dipengaruhi oleh beberapa
faktor penting antara lain:
1. Waktu Reaksi
Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak antar zat
semakin besar sehingga akan menghasilkan konversi yang besar. Jika
kesetimbangan reaksi sudah tercapai maka dengan bertambahnya waktu reaksi
tidak akan menguntungkan karena tidak memperbesar hasil.
2. Pengadukan
Pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat
pereaksi dengan zat yang bereaksi sehingga mempercepat reaksi dan reaksi terjadi
sempurna. Sesuai dengan persamaan Archenius :
k = A e (-Ea/RT)
dimana, T = Suhu absolut (ºK)
              R = Konstanta gas umum (cal/gmol ºK)   
              Ea = Tenaga aktivasi (cal/gmol)
             A = Faktor tumbukan (t-1)
             K = Konstanta kecepatan reaksi (t-1)
Semakin besar tumbukan maka semakin besar pula harga konstanta
kecepatan reaksi.Sehingga dalam hal ini pengadukan sangat penting mengingat
larutan minyak-katalis-metanol merupakan larutan yang immiscible.
3. Katalisator
Katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu
reaksi sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin
besar.Pada reaksi esterifikasi yang sudah dilakukan biasanya menggunakan
konsentrasi katalis antara 1 - 4 % berat sampai 10 % berat campuran pereaksi.
4. Suhu Reaksi
Semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka semakin banyak konversi
yang dihasilkan, hal ini sesuai dengan persamaan Archenius. Bila suhu naik maka
harga k makin besar sehingga reaksi berjalan cepat dan hasil konversi makin
besar.
5. Perbandingan molar antara alkohol dan minyak
Rasio molar antara alkohol dengan minyak nabati sangat mempengaruhi
dengan metil ester yang dihasilkan. Semakin banyak jumlah alkohol yang
dugunakan maka konversi ester yang dihasilkan akan bertambah banyak.
Perbandingan molar antara alkohol dan minyak nabati yang biasa digunakan
dalam proses industri untuk mendapatkan produksi metil ester yang lebih besar
dari 98% berat adalah 6 : 1 (Jannah, 2008).
BAB II
METODE PERCOBAAN

1.1 Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan pada percobaan metanolisis minyak nabati
adalah heating mantel, magnetic stirrer, corong pisah, termometer, erlenmeyer,
picnometer, viskosmeter ostwald, penangas air, pipet takar dan almunium foil.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah metanol p.a, minyak goreng nabati
“Fortune” dan KOH p.a.

2.2 Prosedur Kerja


a. Kandungan asam lemak bebas dan kadar air dalam minyak nabati diuji.
b. Katalis KOH pellet (0,75 gram) dilarutkan ke dalam 63,5 ml metanol
dengan menggunakan pengaduk magnetik atau agitator standar.
c. Campuran metanol dan katalis dimasukkan ke dalam reaktor tertutup,
selanjutnya ditambahkan minyak nabati sebanyak 50 ml, dan kemudian
ditambahkan lagi 10 ml metanol. Sistem dalam keadaan tertutup total
untuk menghindari penguapan metanol.
d. Campuran reaksi dipanaskan dan dijaga pada suhu sekitar titik didih
alkohol (sekitar 65-70oC) guna mempercepat reaksi. Pemanasan dilakukan
dengan variasi waktu: 45 dan 60 menit. Pemberian metanol berlebih
diperlukan untuk memastikan konversi yang sempurna. Hasil reaksi
didinginkan, kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah sampai
terbentuk lapisan.
e. Hasil pemisahan berupa metil ester (biodiesel) dan gliserol. Gliserol
dimasukkan ke dalam wadah dan disimpan, sedangkan biodiesel dibiarkan
di dalam corong pisah.
f. Biodiesel dimurnikan dengan air hangat untuk membuang sisa-sisa katalis
atau sabun.
g. Biodiesel yang didapat dikeringkan di dalam oven (±105 oC).
h. Sifat-sifat fisika dari biodiesel yang diperoleh diuji, berupa berat jenis,
viskositas, kadar air dan uji nyala serta konversi. Kemudian hasil yang
didapat dibandingkan dengan spesifikasi biodiesel.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Percobaan


Hasil pengujian biodiesel dengan variasi berbagai waktu reaksi disajikan
pada tabel 3.1 dibawah ini.
Tabel 3.1 Hasil pecobaan
Waktu Kadar Konvers Berat Uji
Viskositas
Sampel reaksi air i pH jenis nyala
(cSt)
(menit) (%) (%) (gr/cm3) (°C)
Biodiese 45 0,169 69,888 6,5 0,807 3,310 125
l 60 1,06 37,578 7 0,867 3,451 130

3.2 Pembahasan
Konversi biodiesel dari minyak nabati dilakukan melalui reaksi
transesterifikasi menggunakan metanol atau yang biasa disebut reaksi metanolisis.
Bahan baku minyak nabati yang digunakan ialah minyak goreng “Fortune”
sedangkan katalis yang digunakan ialah KOH p.a. Sebelum digunakan minyak
goreng perlu dianalisa terlebih dahulu. Analisa terkait preparasi bahan baku
meliputi penentuan kadar asam lemak bebas (ALB) dan kadar air pada minyak
goreng. Kadar asam lemak bebas untuk bahan minyak yang digunakan ialah
0,4887 %. Angka ini memenuhi persyaratan angka asam lemak bebas untuk reaksi
transesterifikasi menggunakan katalis basa dimana angka asam lemak bebas bahan
yang diperbolehkan ialah < 1 %. Hal ini dikarenakan angka asam lemak bebas
yang tinggi akan menganggu konversi biodiesel. Asam lemak bebas jika bereaksi
dengan katalis basa maka akan membentuk sabun melalui reaksi saponifikasi.
Sedangkan kadar air minyak goreng yang digunakan ialah 0,3365 %. Kadar air
yang tinggi pada bahan baku akan menyebabkan reaksi samping berupa reaksi
hidrolisis minyak (trigliserida) menjadi asam lemak dan gliserol. Hal ini akan
menambah kadar asam lemak bebas dari minyak dan akan menganggu hasil
biodiesel yang akan didapat nantinya. Jika kadar air bahan yang didapat tinggi
maka bahan minyak goreng haruslah dikeringkan terlebih dahulu sebelum
digunakan untuk proses metanolisis. Pengujian lainnya terkait bahan baku yaitu
antara lain pengujian pH, berat jenis dan viskositas. Pengujian ini diperlukan
untuk membandingkan antara bahan baku dan biodiesel yang akan didapatkan
nantinya. Berdasarkan pengujian pH didapati pH minyak yaitu 5 dan untuk berat
jenis minyak yaitu 0,854 gr/cm3, sedangkan viskositas minyak yaitu 0,71 mm/s.
Percobaan dilakukan dengan mereaksikan antara minyak goreng dan
metanol dengan bantuan katalis basa berupa KOH p.a. KOH pada reaksi ini
berfungsi untuk menurunkan energi aktifasi dari sistem larutan sehingga dapat
mempercepat reaksi dan reaksi metanolisis dapat berlangsung pada suhu dan
tekanan yang tidak terlalu tinggi. Hasil dari reaksi ini menghasilkan metil ester
dan gliserol. Metil ester dan gliserol dapat terpisah secara gravitasi oleh karena
perbedaan berat jenis, dimana berat jenis metil ester 7,35 lbs/gal sedangkan
gliserol 10 lbs/gal. Hal ini dapat terlihat pada media pemisah dengan terbentuknya
2 lapisan fasa. Lapisan atas ialah metil ester yang memiliki berat jenis lebih ringan
dan lapisan bawah ialah gliserol. Metil ester yang masih mengandung pengotor
dibersihkan dengan menggunakan air hangat untuk melarutkan residu katalis dan
sabun sehingga didapati biodiesel yang bebas dari pengotor.

3.2.1 Konversi Biodiesel


Konversi didefinisikan sebagai banyaknya zat yang bereaksi menghasilkan
produk per banyaknya zat yang diumpankan. Dengan konversi maka dapat
diketahui seberapa banyak minyak goreng yang terkonversi menjadi biodiesel
sebagasi hasil utama. Konversi yang tinggi menunjukan bahwa reaksi berjalan
dengan baik atau bahkan optimal. Variasi waktu reaksi 45 menit dan 60 menit
pada percobaan ini juga akan dilihat pengaruhnya terhadap hasil konversi.
Reaksi tranesterifikasi merupakan reaksi yang reversible sehingga biodiesel
dapat juga kembali menjadi minyak dan metanol. Hal ini tentu harus dihindarkan
karena akan menganggu perolehan hasil. Hasil percobaan terkait konversi
biodiesel yang dihasilkan disajikan pada grafik 3.1 dibawah ini.

Konversi Biodiesel
80
70
60
Konversi (%)

50
40 konversi
30
20
10
0
45 60
Waktu Reaksi (menit)

Gambar 3.1 Konversi biodiesel pada variasi waktu reaksi 45 menit dan 60 menit

Berdasarkan grafik 3.1 dapat diketahui bahwa pengaruh waktu reaksi sangat
signifikan terhadap hasil perolehan biodiesel. Konversi biodiesel dengan waktu
reaksi 45 menit adalah 69,888 % sedangkan biodiesel dengan waktu reaksi 60
menit adalah 37,578 %. Perbedaan angka yang cukup signifikas ini menunjukkan
bahwa waktu reaksi 45 menit adalah waktu yang lebih optimal dibandingkan
waktu reaksi 60 menit. Hasil produk pada waktu reaksi 60 menit lebih banyak
mengandung gliserol dan sabun. Selain itu juga diindikasikan bahwa metanol
diperoleh kembali setelah reaksi. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi tidak berjalan
dengan semestinya dan hal ini jugalah yang menunjukkan bahwa reaksi
transesterifikasi merupakan reaksi yang reversible.

3.2.2 Viskositas Biodiesel


Sifat fisika biodiesel yang perlu yang dianalisa diantaranya adalah
viskositas. Viskositas nantinya akan berpengaruh terhadap kualitas biodiesel.
Viskositas yang terlalu tinggi akan membuat bahan bakar teratomisasi menjadi
tetesan yang lebih besar sehingga akan mengakibatkan deposit pada mesin. Tetapi
apabila viskositas terlalu rendah akan memproduksi spray yang terlalu halus
sehingga terbentuk daerah rich zone yang menyebabkan terjadinya pembentukan
jelaga (Prihandana, 2006).
Pengujian viskositas biodiesel yang diperoleh menggunakan alat viskometer
Ostwald. Pengujian viskositas biodiesel dilakukan pada suhu 40 °C untuk
mempermudah membandingkan hasil dengan standar mutu biodiesel yang telah
ada. Sesuai standar mutu biodiesel yang tercantum dalam SNI-04-7182-2006
viskositas biodiesel yang memenuhi standar yaitu antara 2,3 – 6 (cSt). Dari
pengujian viskositas didapati viskositas biodiesel dengan waktu reaksi 45 menit
adalah 3,310 cSt sedangkan biodiesel dengan waktu reaksi 60 menit adalah 3,451
cSt. Dari hasil pengujian tersebut maka dapat dinyatakan biodiesel yang
dipercobakan memenuhi standar mutu untuk nilai viskositas. Viskositas hasil juga
berbeda dengan viskositas minyak (21,024 cSt) sehingga dapat dinyatakan hasil
yang didapat bukanlah minyak melainkan biodiesel.

3.2.3 Berat Jenis Biodiesel


Berat jenis merupakan sifat fisika yang berkaitan dengan nilai kalori dan
daya bakar dari biodiesel per satuan volume. Standar mutu untuk berat jenis
biodiesel tercantum dalam SNI-04-7182-2006. Standar berat jenis biodiesel
berkisar antara 0,85 – 0,89 gr/cm3 pada suhu 40 °C. Berdasarkan pengujian, berat
jenis biodiesel pada suhu 40 °C dengan waktu reaksi 45 menit adalah 0,807 gr/cm3
sedangkan biodiesel dengan waktu reaksi 60 menit adalah 0,867 gr/cm3. Dari data
tersebut didapati bahwa berat jenis biodiesel dengan waktu reaksi 45 menit tidak
memenuhi standar mutu. Hasil percobaan yang memenuhi standar mutu ialah
biodiesel dengan waktu reaksi 60 menit. Sebagai pembanding untuk menyatakan
bahwa hasil percobaan merupakan biodiesel maka perlu dibandingkan dengan
berat jenis minyak dimana berat jenis minyak 0,854 gr/cm 3. Oleh karena nilai
berat jenis yang berbeda maka dapat dinyatakan bahwa hasil percobaan bukanlah
minyak.

3.2.4 Kadar Air Biodiesel


Kadar air yang memenuhi standar untuk biodiesel telah tercantum pada
SNI-04-7182-2006 yang mencantumkan nilai kadar air dan residu pada biodiesel
adalah maksimal 0,05 %. Berdasarkan percobaan didapati kadar air biodiesel
dengan waktu reaksi 45 menit adalah 0,169 % sedangkan biodiesel dengan waktu
reaksi 60 menit adalah 1,06 %. Jika dibandingkan dengan standar mutu untuk
kadar air maka biodiesel hasil percobaan tidak satupun memenuhi standar. Kadar
air biodiesel yang tinggi akan merugikan dari segi pengaplikasiannya karena dapat
menyebabkan kerusakan pada mesin akibat korosi. Kadar air yang melebihi batas
standar ini dapat dipengaruhi oleh banyak hal diantaranya bahan-bahan yang
digunakan mengandung air yang cukup banyak. Hal ini ditunjukkan dengan
begitu seringnya proses penyucian dilakukan oleh karena banyaknya sabun yang
terbentuk pada hasil. Tercatat proses penyucian untuk biodiesel variasi pertama
dilakukan sebanyak 27 kali sedangkan biodiesel variasi kedua sebanyak 18 kali.
Keberadaan senyawa H2O pada reaksi metanolisis sangat berpengaruh terhadap
kelangsungan reaksi, oleh karena dapat terjadinya reaksi hidrolisis. Kadar air pada
proses harus dibuat seminimal mungkin untuk mencapai konversi biodiesel yang
optimal. Kadar air juga secara langsung mempengaruhi kualitas yang dinyatakan
sebagai sifat-sifat fisika biodiesel.

3.2.5 Titik Nyala (Flash Point) Biodiesel


Penentuan uji nyala berkaitan dengan faktor keamanan terhadap
penyimpanan dan penanganan. Titik nyala yang rendah akan menyebabkan
bahaya karena mudah terbakar pada suhu rendah sedangkan jika titik nyala tinggi
maka akan mempersulit penggunaan karena membutuhkan suhu tinggi untuk
dapat menyala atau terbakar. Standar untuk titik nyala biodiesel telah diatur dan
tercantum dalam SNI-04-7182-2006 dan tertera standar titik nyala biodiesel
minimal 130 °C dalam mangkok terbuka dan 100 °C untuk mangkok tertutup.
Berdasarkan percobaan biodiesel dengan waktu reaksi 45 menit memiliki titik
nyala yaitu 125 °C sedangkan biodiesel dengan waktu reaksi 60 menit yaitu 130
°C. Biodiesel hasil percobaan yang memenuhi standar mutu SNI ialah biodiesel
dengan waktu reaksi 60 menit.

3.2.6 Derajat Keasaman Biodiesel


Derajat keasaman (pH) biodiesel ditentukan dengan menggunakan kertas
indikator pH. Berdasarkan percobaan didapati pH biodiesel dengan waktu reaksi
45 menit adalah 6,5 sedangkan pH biodiesel dengan waktu reaksi 60 menit adalah
7. Dari hasil dapat terlihat bahwa pengaruh waktu reaksi terhadap pH biodiesel
tidak terlalu berpengaruh. Selain itu hasil percobaan dibandingkan nilai pH-nya
dengan pH minyak yang telah diuji terlebih dahulu. pH minyak goreng yang
digunakan ialah 5 dan berbeda dengan pH dari biodiesel sehingga dapat dikatakan
bahwa hasil percobaan bukanlah minyak.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Konversi yang dihasilkan pada waktu reaksi 45 dan 60 menit secara
berturut-turut didapat sebesar 69,888 % dan 37,578 %.
2. Viskositas biodiesel yang diperoleh pada waktu reaksi 45 dan 60 menit
secara berturut-turut yaitu sebesar 3,310 cSt dan 3,451 cSt.
3. Berat jenis biodiesel yang diperoleh pada waktu reaksi 45 dan 60 menit
secara berturut-turut yaitu sebesar 0,807 gr/cm3 dan 0,867 gr/cm3.
4. Kadar air biodiesel yang diperoleh pada waktu reaksi 45 dan 60 menit
secara berturut-turut yaitu sebesar 0,169 % dan 1,06 %.
5. Titik nyala biodiesel yang diperoleh pada waktu reaksi 45 dan 60 menit
secara berturut-turut berada pada suhu 125 0C dan 130 0C.
6. Derajat keasaman biodiesel yang diperoleh pada waktu reaksi 45 menit
dan 60 menit secara berturut-turut yaitu 6,5 dan 7.

4.2 Saran
 Praktikan diharuskan untuk selalu mengamati dan mengatur suhu reaksi
agar tidak melewati suhu diatas kondisi operasi.
 Praktikan diharapkan untuk dapat mengkondisikan alat-alat yang
digunakan agar terbebas dari air.
 Proses pemisahan dan pencucian sebaiknya dilakukan sebanyak
mungkin agar hasil terbebas dari residu atau pengotor.

DAFTAR PUSTAKA

Baedowi, M dan S. Pranggonowati. 1982. Petunjuk Praktek Pengawasan Mutu


Hasil Pertanian 1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat
Pendidikan Menengah Kejuruan. Jakarta.
Erliza Hambali, Siti Mujdalipah, Armansyah Haloman, Abdul Waries, Roy
Hendroko .(2007). Teknologi Bioenergi. Jakarta : PT Agromedia Pustaka.
Jannah R. 2008. Reaksi Transesterifikasi Trigliserida minyak jarak dengan
methanol. Jakarta: UI Press.
Prawito. 2009. Biodiesel. http://chemical-engineer.digitalzones.com. Diakses
Tanggal 03 November 2015.
Prihandana, Rama dan Hendroko, Roy, 2006. Energi Hijau ‘Pilihan Bijak Menuju
Negeri Mandiri Energi. PT Agromedia Pustaka, Jakarta.
Soerawidjaja T. 2005. Menjadikan Biodiesel sebagai Bagian dari Liquid Fuel
Mix di Indonesia. Bandung: ITB Press.
Zahrina. 2002. Bahan Bakar Alternatif Biodiesel. Jurusan Teknik Kimia Fakulitas
Teknik : USU. Medan.
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN

A.1. Uji Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) Minyak Nabati


- Volume KOH yang digunakan (V) = 2,3 ml
- Normalitas larutan KOH(N) = 0,083 N
- Berat sampel minyak uji (W) = 10 gr
25,6 x N x V
ALB= x 100 %
W
25,6 x 0,083 N x 2,3 ml
¿ x 100 %
10 gr
= 0,4887 %
A.2. Konversi (%)
massa biodiesel yang dihasilkan
konversi= x 100 %
massa minyak nabati yang digunakan

massa minyak nabati = Densitas minyak x Volume minyak


= 0,854gr/ml x 50 ml
= 42,7 gr
 Waktu reaksi 45 menit
Massa Biodisel = 28,20 gr
28,20 gr
konversi= x 100 %=69,888 %
42,7 gr

 Waktu reaksi 60 menit


Massa Biodisel = 16,29 gr
16,29 gr
konversi= x 100 %=37,578 %
42,7 gr
A.3. Berat Jenis

( Berat picno+biodiesel )−(Berat picno kosong)


berat jenis=
volume picnometer
Berat picno kosong = 15,51 gr

 Minyak uji
Berat picno + minyak = 24,05 gr
( 24,05−15,51 ) gram
berat jenis= =0,854 gr /ml
10 ml

 Biodiesel dengan waktu reaksi 45 menit


Berat picno + biodiesel = 23,58 gr
( 23,58−15,51 ) gram
berat jenis= =0,807 gr /ml
10 ml

 Biodiesel dengan waktu reaksi 60 menit


Berat picno + biodiesel = 24,18 gr
(24,18−15,51)gram
berat jenis= =0,867 gr /ml
10 ml
A.4. Viskositas

t×ρ
viskositas= ×μ°
t°×ρ°
 Minyak uji
Jarak tanda batas atas hingga bawah = 30 mm
Waktu sampel (t) = 42,31 sekon
Densitas sampel (𝝆) = 0,854 gr/ml
Waktu air (t°) = 1,14 sekon
Densitas air (𝝆°) = 0,992 gr/ml
Viskositas air (𝝻°) = 0,658 cSt

t×ρ 42,31 s ×0,854 gr /ml


viskositas= × μ °= ×0,658 cSt =21,024 cSt
t°×ρ° 1,14 s × 0,992 gr /ml

 Biodiesel dengan waktu reaksi 45 menit


Jarak tanda batas atas hingga bawah = 30 mm
Waktu sampel (t) = 7,05 sekon
Densitas sampel (𝝆) = 0,807 gr/ml
Waktu air (t°) = 1,14 sekon
Densitas air (𝝆°) = 0,992 gr/ml
Viskositas air (𝝻°) = 0,658 cSt

t×ρ 7,05 s × 0,807 gr /ml


viskositas= × μ °= × 0,658 cSt =3,310 cSt
t°×ρ° 1,14 s ×0,992 gr /ml
 Biodiesel dengan waktu reaksi 60 menit
Jarak tanda batas atas hingga bawah = 30 mm
Waktu sampel (t) = 6,84 sekon
Densitas sampel (𝝆) = 0,867 gr/ml
Waktu air (t°) = 1,14 sekon
Densitas air (𝝆°) = 0,992 gr/ml
Viskositas air (𝝻°) = 0,658 cSt

t×ρ 6,84 s ×0,867 gr /ml


viskositas= × μ °= ×0,658 cSt =3,451cSt
t°×ρ° 1,14 s × 0,992 gr /ml

A.5. Uji kadar air

initial weight−final weight


kadar air= x 100 %
final weight
 Minyak uji
Initial weight = 41,75 gr
Final weight = 41,61 gr
( 41,75−41,61) gr
kadar air= x 100 %=0,336 %
41,61 gr

 Biodiesel dengan waktu reaksi 45 menit


Initial weight = 153,70 gr
Final weight = 153,44 gr
(153,70−153,44)gr
kadar air= x 100 %=0,169 %
153,44 gr

 Biodiesel dengan waktu reaksi 60 menit


Initial weight = 48,61 gr
Final weight = 48,10 gr
( 48,61−48,10) gr
kadar air= x 100 %=1,06 %
48,10 gr
LAMPIRAN B

GAMBAR

Gambar B.1 Pembuatan larutan potassium metoksida


Gambar B.2 Proses pemanasan bahan baku dengan bantuan refluks

(a) (b)

Gambar B.3 Hasil reaksi metanolisis setelah (a) waktu reaksi 45 menit dan (b)
waktu reaksi 60 menit

(a) (b)
Gambar B.4 Pemisahan biodiesel dan gliserol didalam corong pisah pada (a)
waktu reaksi 45 menit dan (b) waktu reaksi 60 menit

(a) (b)
Gambar B.5 Pencucian biodiesel menggunakan air hangat pada (a) waktu reaksi
45 menit dan (b) waktu reaksi 60 menit

(a) (b)

Gambar B.6 Hasil biodiesel pada (a) waktu reaksi 45 menit dan (b) waktu reaksi
60 menit.
(a) (b)

Gambar B.7 Pengujian titik nyala biodiesel pada (a) waktu reaksi 45 menit dan (b)
waktu reaksi 60 menit

Anda mungkin juga menyukai