Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KELOMPOK III

PRAKTIKUM TEKNIK REAKSI KIMIA

MODUL 3
METANOLISIS MINYAK NABATI

Disusun Oleh:

Kelompok III

No Nama NIM
1 Alya Az Zahra 2007036175
2 Muhammad Akbar 2007034769
3 Chantika Maharani 2007036668

Dosen Pembimbing: Anisa Mutamima, B.Eng., M.Eng.

PROGRAM STUDI D-III TEKNIK KIMIA


JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2022
ABSTRAK
Biodiesel merupakan sumber bahan bakar alternatif pengganti solar yang terbuat dari
minyak nabati atau lemak hewani, tidak mengandung sulfur dan tidak beraroma.
Biodiesel dihasilkan dengan mereaksikan minyak nabati dengan alkohol menggunakan
basa sebagai katalis pada suhu dan komposisi tertentu atau reaksi transesterifikasi.
Percobaan ini bertujuan untuk membuat biodiesel melalui reaksi transesterifikasi
minyak nabati, menganalisa beberapa sifat-sifat fisika biodiesel, dan menjelaskan
pengaruh waktu reaksi pembuatan biodiesel dari minyak nabati terhadap perolehan
biodiesel. Percobaan ini dilakukan dengan menvariasikan waktu reaksi yaitu 90 dan 45
menit, serta menentukan karakteristik biodiesel yaitu densitas, viskositas, kadar air, titik
nyala, pH, dan konversi. Densitas biodiesel yang diperoleh pada waktu reaksi 90 dan 45
menit secara berturut-turut yaitu sebesar 0,764 gr/ml dan 0,768 gr/ml. Viskositas
biodiesel yang diperoleh pada waktu reaksi 455 dan 90 menit secara berturut-turut yaitu
sebesar 1,18 mpa.s dan 0,69 mpa.s. Kadar air biodiesel yang diperoleh pada waktu
reaksi 90 dan 45 menit secara berturut-turut yaitu sebesar 2,26 %, dan 4,54%. Titik
nyala biodiesel yang diperoleh pada waktu reaksi 90 dan 45 menit secara berturut-turut
berada pada suhu 150 0C dengan waktu 119 s, dan 140 0C dengan waktu 111 s. pH
biodiesel yang diperoleh pada waktu reaksi 90 dan 45 menit adalah 5 dan 8. Konversi
yang dihasilkan pada waktu reaksi 90 dan 45 menit secara berturut-turut didapat
sebesar 84% dan 90%.

Kata Kunci: biodiesel, minyak nabati, transesterifikasi

ii
DAFTAR ISI

ABSTRAK ..................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Tujuan Pratikum ................................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 2
2.1 Landasan Teori .................................................................................................. 2
2.1.1 Biodiesel ................................................................................................... 2
2.1.2 Minyak Nabati .......................................................................................... 5
2.1.3 Metanol..................................................................................................... 6
2.1.4 Katalis....................................................................................................... 7
2.1.5 Pembuatan Biodisel .................................................................................. 7
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN .................................................................. 10
3.1 Bahan ............................................................................................................... 10
3.2 Alat ................................................................................................................. 10
3.3 Prosedur Percobaan ......................................................................................... 10
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 10
4.1 Hasil ................................................................................................................. 11
4.2 Pembahasan ..................................................................................................... 11
4.2.1 Konversi Minyak Nabati Menjadi Biodiesel ....................................... 14
4.2.2 Uji Densitas (Massa Jenis) Biodiesel .................................................. 15
4.2.3 Uji Viskositas Biodiesel ...................................................................... 16
4.2.4 Uji Kadar Air Biodesel ........................................................................ 16
4.2.5 Uji Titik Nyala Biodiesel..................................................................... 17
4.2.2 Uji Ph ................................................................................................... 17
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................ 18
5.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 18
5.2 Saran ................................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 19
LAMPIRAN A .............................................................................................................. 20
LAMPIRAN B............................................................................................................... 20
LAMPIRAN C .............................................................................................................. 24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Biodiesel merupakan salah satu jenis bahan bakar yang berasal dari sumber energi
terbarukan dari minyak tumbuhan yang dipercaya akan menjadi bahan bakar yang
digunakan pada alat transportasi untuk menggantikan bahan bakar yang berasal dari
minyak bumi sehingga menyebabkan banyaknya polusi udara. Biodiesel dapat dibuat
dari minyak murni tumbuhan, limbah minyak setelah pemakaian maupun minyak yang
berasal dari lemak hewan. Minyak tumbuhan dapat diklasifikasi menjadi dua jenis yaitu
edibel dan non edibel. Beberapa jenis minyak baik edibel maupun non edibel seperti
minyak bunga matahari, minyak kelapa sawit, dan minyak kemiri telah
ditransesterifikasi untuk menghasilkan biodiesel. Karena bahan bakunya berasal dari
minyak tumbuhan atau lemak hewan, biodiesel digolongkan sebagai bahan bakar yang
dapat diperbarui. Pada dasarnya semua minyak nabati atau lemak hewan dapat
digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel (Erliza, 2007).
Pemanfaatan minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel memiliki beberapa
kelebihan, diantaranya sumber minyak nabati mudah diperoleh, proses pembuatan
biodiesel dari minyak nabati mudah dan cepat, serta tingkat konversi minyak nabati
menjadi biodiesel yang tinggi (95%). Minyak nabati memiliki komposisi asam lemak
berbeda-beda tergantung dari jenis tanamannya. Zat-zat penyusun utama minyak-lemak
(nabati maupun hewani) adalah trigliserida, yaitu triester gliserol dengan asam-asam
lemak (C8 – C24). Komposisi asam lemak dalam minyak nabati menentukan sifat fisik
kimia minyak. (Erliza, 2007).

1.2 Tujuan Percobaan


Tujuan dari percobaan metanolisis minyak nabati yaitu untuk mempelajari
pengaruh waktu reaksi terhadap konversi minyak nabati menjadi biodiesel.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari mono-alkil ester asam lemak
yang dipakai sebagai sumber energi alternatif pengganti minyak bumi. Biodiesel dapat
dibuat dari minyak nabati seperti minyak kelapa sawit, minyak kelapa, minyak kemiri,
minyak jarak pagar dan tumbuhan lainnya yang mengandung minyak (trigliserida).
Biodiesel tergolong bahan bakar yang dapat diperbaharui karena berasal dari hasil
pertanian. Nama biodiesel telah disetujui oleh Departemen of Energy (DOE), Environmental
Protection Agency (EPA) dan American Society of Testing Material (ASTM) sebagai industri
energi alternatif. Berasal dari asam lemak yang sumbernya renewable limit, dikenal sebagai
bahan bakar yang ramah lingkungan dan menghasilkan emisi gas buang yang relatif lebih
bersih dibandingkan bahan bakar konvensional (Wijaya, 2011).
Menurut Soerawidjaja (2005), biodiesel merupakan sumber energi yang
diformulasikan untuk mesin diesel dengan berbagai kelebihan antara lain :
1. Termasuk bahan bakar yang dapat diperbaharui
2. Tidak memerlukan modifikasi mesin diesel dalam penggunaannya
3. Tidak memperparah efek rumah kaca karena siklus karbonnya yang terlibat
pendek
4. Kandungan energi yang hampir sama dengan kandungan energi petroleum diesel
(sekitar 80 % dari petroleum diesel)
5. Penggunaan biodiesel dapat memperpanjang usia mesin diesel karena
memberikan lubrikasi lebih daripada petroleum diesel
6. Aman digunakan karena lebih mudah terurai daripada gula, kandungan racunnya
10 kali lebih rendah daripada garam, memiliki flash point yang tinggi
7. Bilangan setana yang lebih tinggi dibandingkan petroleum diesel
8. Hasil pembakaran dari biodiesel, 90 % mengurangi total hidrokarbon yang tidak
terbakar, 75 - 90 % mengurangi senyawa hidrokarbon aromatik, secara signifikan
mengurangi karbon monoksida dan 90 % resiko kanker

Pada prinsipnya pembuatan biodiesel sangatlah sederhana. Permbuatan metil ester


asam lemak atau biodiesel dapat dilakukan dengan reaksi transesterifikasi trigliserida

2
3

atau dengan reaksi esterifikasi asam lemak dengan alkohol dan bantuan katalis. Reaksi
transesterifikasi antara trigliserida dan metanol dapat dilihat pada reaksi dibawah ini.

Sumber: Soerawidjaja, 2005


Gambar 2.1 Reaksi transesterifikasi trigliserida dan metanol
Biodiesel termasuk golongan alkohol dengan nama kimia alkil ester, bersifat sama
seperti solar bahkan lebih baik nilai cetanenya. Biodiesel dibuat lewat reaksi antara
SVO (Straight Vegetable Oil) atau WVO (Waste VegetableOil) dengan metanol atau
etanol dengan bantuan katalisator soda-api (caustic-soda atau NaOH) atau KOH.
Hasilnya adalah metil ester (biodiesel) dengan produk sampingan yaitu gliserin
(Prihandana, 2008).
Biodiesel berbeda dari minyak sayur atau straight vegetable oil (SVO) yang
dapat digunakan (secara murni atau campuran) sebagai bahan bakar pada beberapa
kendaraan yang mesinnya telah dimodifikasi. Terdapat berbagai macam minyak yang
dapat diproduksi menjadi biodiesel, meliputi:
1. Bahan baku minyak nabati murni; biji kanola dan minyak kedelai yang paling
banyak digunakan. Minyak kedelai paling banyak digunakan 90% sebagai stok
bahan bakar di Amerika.
2. Minyak jelantah.
3. Lemak hewan termasuk produk turunan seperti asam lemak Omega-3 dari minyak
ikan.
4. Algae juga dapat dipergunakan sabagai bahan baku biodiesel yang dapat
dibiakkan dengan menggunakan bahan limbah seperti air selokan tanpa
menggantikan lahan untuk tanaman pangan.
5. Lemak hewani sangat terbatas dalam persediaan dan tidak efisien meningkatkan
kadar lemak dalam tubuh hewan. Walaupun demikian, produksi biodiesel dengan
lemak hewani tidak dapat diacuhkan dan dapat dijadikan sebagai pengganti
penggunaan petro-diesel dalam jumlah kecil. Hingga sekarang, investasi senilai 5
4

juta dollar sedang dibuat pabrik di Amerika, direncanakan akan memproduksi


11.4 juta liter biodiesel dari perkiraan 1 milyar kg lemak ayam setiap tahun dari
peternakan ayam local (rahayu, 2005)

Standar mutu biodiesel telah dikeluarkan dalam bentuk SNI No. 04-7182-2006,
melalui keputusan Kepala Badan Standarisasi Nasional (BSN) Nomor
73/KEP/BSN/2/2006 tanggal 15 maret 2006. Standar mutu biodiesel tersebut adalah
sebagai berikut:
Tabel 2.1 Spesifikasi Bio-diesel Sesuai Standar Indonesia RSNI EB 020551
Parameter Kualitas Alternative
Batas Test Method
dan Units Method
Density at 40 oC, kg/m3 850 – 890 ASTM D 1298 ISO 3675
Kinem. Visc. at 40 oC, mm2/s ISO 3104
2,3 – 6,0 ASTM D 445
(cSt)
ISO 5165
Cetane number min. 51 ASTM D 613

Flash point (closed cup) ISO 2710


min. 100 ASTM D 93
(oC)
-
Cloud point (oC) max. 18 ASTM D 2500

Cu strip corrosion ISO 2160


max. no. 3
(3 hr, 50 oC) ASTM D 130

Carbon residue (%-b), max. 0,05


ASTM D 4530 ISO 10370
- in original sample (max. 0,3)
- in 10 % distillation residue

Water and sediment, %-vol. max. 0,05 ASTM D 2709 -


90 % distillation temperature,
o
max. 360 -
C ASTM D 1160
ISO 3987
Sulfated ash, %-w max. 0,02 ASTM D 874

ASTM D 5453 ISO 20884


Sulfur, ppm-w (mg/kg) max. 100
prEN
Phosphorous, ppm-w (mg/kg) max. 10 AOCS Ca 12-55 FBI-A05-03
5

FBI-A01-03
Acid value, mg-KOH/g max. 0,8 AOCS Cd 3-63

Free glycerol, %-w max. 0,02 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03

Total glycerol, %-w max. 0,24 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03

Alkyl ester content, %-w min. 96,5 calculated FBI-A03-03

Iodine value, %-b (g-I2/100 g) max. 115 AOCS Cd 1-25 FBI-A04-03

2.1.2 Minyak Nabati


Minyak nabati merupakan senyawa trigliserida yang memiliki berat molekul yang
besar sehingga tergolong kedalam kelas besar dalam senyawa-senyawa organik.
Trigliserida itu sendiri terdiri dari 3 senyawa gliserol yang saling berikatan. Komposisi
yang terdapat dalam minyak nabati terdiri dari trigliserida-trigliserida asam lemak
(mempunyai kandungan terbanyak dalam minyak nabati, mencapai sekitar 95%-bb),
asam lemak bebas (Free Fatty Acid atau biasa disingkat dengan FFA), mono- dan
digliserida, serta beberapa komponen-komponen lain seperti phosphoglycerides,
vitamin, mineral, atau sulfur.
Banyak jenis sumber bahan baku nabati atau tumbuhan di Indonesia yang bisa
diolah menjadi biodiesel yang dapat dilihat dari Tabel 2.2
Tabel 2.2 Tumbuhan Indonesia Penghasil Minyak Lemak
N Kadar %-b- P/
Nama Latin Nama Lokal Sumber
o kr NP
1. Ricinus communis Jarak Kaliki Biji 45-50 NP
2. Jatropa curcas Jarak Pagar Inti Biji 40-60 NP
3. Ceiba pentandra Kapuk / Randu Biji 24-50 NP
4. Heven brasiliensis Karet Biji 40-50 NP
5. Psophocarpus tetrag Kecipir Biji 15-20 P
6. Moringa oleifera Kelor Biji 30-49 P
7. Aleurites mohiccana Kemiri Inti biji 57-69 NP
Inti Biji
8. Aleurites trisperma Kemiri Cina - NP
Daging
9. Sleichera trijuga Kusambi Biji 55-70 NP
6

10
Sterculia feotida Kepoh Inti Biji 45-55 NP
.
11 Callophyllum
Nyamplung Inti Biji 40-73 NP
. inophyllum
12
Bombax malabaricum Randu Alas/ Agung Biji 18-26 NP
.
13
Ximenia americana Bidaro Inti Biji 49-61 NP
.
14
Cerbera odollam Bintaro Biji 43-64 NP
.
15
Gmelina asiatica Bulangan Biji - NP
.
16
Croton tiglium Cerakin/kroton Inti Biji 50-60 NP
.
17
Hernandia peltata Kampis Biji - NP
.
18
Hibiscus cannabiinus Kenaf Biji 18-20 NP
.
(Sumber :Prawito, 2009)
2.1.3 Metanol
Jenis alkohol yang paling sering digunakan pada proses transesterifikasi adalah
metanol dan etanol. Metanol merupakan jenis alkohol yag paling disukai dalam
pembuatan biodiesel karena metanol (CH3OH) mempunyai keuntungan lebih stabil
dibandingkan dengan etanol (C2H5OH) karena metanol memiliki satu ikatan karbon
sedangkan etanol memiliki dua ikatan karbon sehingga lebih mudah memperoleh
pemisahan gliserol dibandingkan dengan etanol (Hikmah, 2010).
Kerugian dari metanol adalah metanol merupakan zat beracun dan berbahaya bagi
kulit, mata, paru-paru dan pencernaan dan dapat merusak plastik dan karet terbuat dari
batu bara metanol berwarna bening seperti air, mudah menguap, mudah terbakar dan
mudah bercampur dengan air. Etanol lebih aman, tidak beracun dan terbuat dari hasil
pertanian, etanol memiliki sifat yang sama dengan metanol yaitu berwarna bening
seperti air, mudah menguap, mudah terbakar dan mudah bercampur dengan air.
Metanol dan etanol yang dapat digunakan hanya yang murni 99%. Metanol memiliki
7

massa jenis 0,7915 g/m3, sedangkan etanol memiliki massa jenis 0,79 g/m3 (Hikmah,
2010)
2.1.4 Katalis
Katalis adalah suatu zat yang berfungsi mempercepat laju reaksi dengan
menurunkan energi aktivasi, namun tidak menggeser letak keseimbangan. Penambahan
katalis bertujuan untuk mempercepat reaksi dan menurunkan kondisi operasi. Tanpa
katalis reaksi transesterifikasi baru dapat berjalan pada suhu 250°C. Ketika reaksi
selesai, kita akan mendapatkan massa katalis yang sama seperti pada awal kita
tambahkan (Hikmah, 2010)
Sesuai dengan fungsinya, katalis dimanfaatkan untuk mempercepat suatu reaksi,
ikut bereaksi tetapi tidak ikut terkonsumsi menjadi produk katalis-katalis dengan
komponen kalsium dan magnesium kurang baik digunakan sebagai katalis karena
cenderung membentuk sabun (memiliki sifat ganda). Senyawa yang mengikat
komponen Si, Mg dan Al cenderung berfungsi sebagai penyangga katalis. Katalis
logam seperti Cu dan Sn pada reaksi metanolisis tidak ditemukan hasil berupa metil
ester. Katalis yang bersumber dari limbah seperti janjang sawit dan limbah sekam padi
juga dapat digunakan sebagai katalis. Sekam padi mengandung senyawa dengan
komponen K dan Na, janjang sawit banyak mengandung komponen K yang baik
sebagai katalis (Hikmah, 2010)
2.1.5 Pembuatan Biodiesel
Biodiesel dapat berupa metil ester ataupun etil ester tergantung dari jenis alkohol
yang digunakan. Tetapi yang paling sering diproduksi adalah metil ester karena
metanol mudah didapat dan tidak mahal. Berdasarkan kandungan FFA dalam minyak
nabati maka proses pembuatan biodiesel secara komersial dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Transesterifikasi dengan katalis basa (sebagian besar menggunakan kalium
hidroksida) untuk bahan baku refined oil atau minyak nabati dengan kandungan
FFA rendah.
2. Esterifikasi dengan katalis asam (umumnya menggunakan asam sulfat) untuk
minyak nabati dengan kandungan FFA tinggi dilanjutkan dengan transesterifikasi
dengan katalis basa (Syamsidar 2013)
Proses esterifikasi dengan katalis asam diperlukan jika minyak nabati
mengandung FFA di atas 5%. Jika minyak berkadar FFA tinggi (>5%) langsung
ditransesterifikasi dengan katalis basa maka FFA akan bereaksi dengan katalis
membentuk sabun. Terbentuknya sabun dalam jumlah yang cukup besar dapat
8

menghambat pemisahan gliserol dari metil ester dan berakibat terbentuknya emulsi
selama proses pencucian.
Reaksi transesterifikasi yang berlangsung dengan menngunakan katalis alkali
(basa) berlangsung pada tekanan atmosfir dan temperatur 60 – 70 °C dengan
menggunakan alkohol. Proses transesterifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor
penting antara lain:
1. Waktu Reaksi
Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak antar zat semakin besar
sehingga akan menghasilkan konversi yang besar. Jika kesetimbangan reaksi sudah
tercapai maka dengan bertambahnya waktu reaksi tidak akan menguntungkan karena
tidak memperbesar hasil.
2. Pengadukan
Pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat pereaksi
dengan zat yang bereaksi sehingga mempercepat reaksi dan reaksi terjadi sempurna.
Sesuai dengan persamaan Archenius :
k = A e (-Ea/RT)
dimana, T = Suhu absolut (ºK)
R = Konstanta gas umum (cal/gmol ºK)
Ea = Tenaga aktivasi (cal/gmol)
A = Faktor tumbukan (t-1)
K = Konstanta kecepatan reaksi (t-1)
Semakin besar tumbukan maka semakin besar pula harga konstanta kecepatan
reaksi.Sehingga dalam hal ini pengadukan sangat penting mengingat larutan minyak-
katalis-metanol merupakan larutan yang immiscible.
3. Katalisator
Katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu reaksi
sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin besar.Pada
reaksi esterifikasi yang sudah dilakukan biasanya menggunakan konsentrasi katalis
antara 1 - 4 % berat sampai 10 % berat campuran pereaksi.
4. Suhu Reaksi
Semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka semakin banyak konversi yang
dihasilkan, hal ini sesuai dengan persamaan Archenius. Bila suhu naik maka harga k
makin besar sehingga reaksi berjalan cepat dan hasil konversi makin besar.
5. Perbandingan molar antara alkohol dan minyak
9

Rasio molar antara alkohol dengan minyak nabati sangat mempengaruhi dengan
metil ester yang dihasilkan. Semakin banyak jumlah alkohol yang dugunakan maka
konversi ester yang dihasilkan akan bertambah banyak. Perbandingan molar antara
alkohol dan minyak nabati yang biasa digunakan dalam proses industri untuk
mendapatkan produksi metil ester yang lebih besar dari 98% berat adalah 6 : 1 (Jannah,
2008).
BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Alat yang digunakan


Alat yang digunakan dalam pratikum ini yaitu, Heating mantel, Labu leher 3,
Kondensor, Statif, Termometer, Magnetic stirrer, Corong pisah, Erlenmeyer,
Gelas ukur, Gelas kimia, Piknometer, Timbangan analitik, Spatula, Tabung
semprot, Oven, Desikator , Aluminium Foil
3.2 Bahan yang digunakan
1. Metanol 64,5 ml
2. Minyak Nabati 50 ml
3. Padatan KOH 0,75 gr
4. Aquadest
5. Veselin
3.3 Prosedur Percobaan
1. Diuji sifat fisika dari minyak nabati berupa berat jenis, pH, viskositas, titik nyala
dan warna minyak nabati.
2. Dirangkai alat kondensor dan termometer dipasangkan pada rangkaian reaktor.
3. Ditimbang methanol sebanyak 63,5 mL dan padatan KOH 0,75 gram, kemudian
dilarutkan di dalam labu reaktor menggunakan magnetic stierer.
4. Ditambahkan 50 mL minyak nabati ke dalam labu reaktor, selanjutnya campuran
tersebut dipanaskan dan suhunya dijaga sekitar titik didih alkohol (65-70 ).
5. Dilakukan pemanasan dengan variasi waktu 90 dan 45 menit, lalu larutan
didiamkan sekitar satu jam hingga dingin.
6. Dipasang corong pisah di statif, kemudian hasil reaksi dituangan ke dalam corong
pisah.
7. Dipanaskan aquadest hingga hangat, lalu aquadest dimasukkan ke dalam botol
semprot.
8. Dicuci hasil reaksi menggunakan aquadest hangat, lakukan pencucian hingga sisa-
sisa katalis dan sabun hilang.
9. Produk samping (gliserol) ditampung menggunakan Erlenmeyer.
10. Biodiesel yang didapatkan diukur menggunakan gelas ukur.

10
11

11. Selanjutnya di uji sifat fisika dari biodiesel berupa berat jenis, viskositas, pH,
kadar air, titik nyala serta warna biodiesel.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Hasil Uji karekteristik minyak nabati sebelum dilakukan metanolisis dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.1 Hasil Uji Karakteristik Minyak Nabati
Berat Jenis Viskositas pH Titik Nyala Warna

0,802 gr/mL 2,17 mPa.s 5 - Kuning Bening

Hasil Uji karekteristik metanolisis minyak nabati menjadi biodisel dengan variasi waktu
reaksi selama 90 menit dan 45 menit dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.2 Hasil Uji Karakteristik Biodiesel

Waktu Kadar
Konversi Berat pH Viskositas Warna Uji Nyala
Reaksi Air
Jenis
Kuning
90 84% 0,764 5 1,18 mPa.s 2,26%
Agak >100
Menit gr/mL
Keruh
Kuning
45 90% 0,768 8 0,69 mPa.s 4,54%
Agak >100
Menit gr/mL
Keruh

4.2 Pembasahan

Biodiesel dibuat melalui suatu proses kimia yang disebut transesterifikasi, dimana
reaksi antara senyawa ester (CPO/minyak kelapa sawit) dengan senyawa alkohol
(metanol). Proses ini menghasilkan dua produk yaitu metil ester (biodiesel) dan gliserin.
Tahapan proses pembuatan biodiesel selanjutnya yaitu dengan melarutkan KOH
pellet sebanyak 0,75 gram dengan menggunakan metanol sebanyak 64,5 ml di dalam
labu alas bulat (sistem tertutup) yang telah diberi magnetik stirer dan dipanaskan di atas
heating mantle. KOH berfungsi sebagai katalis yang akan menurunkan energi aktivasi,
sehingga mempercepat suatu reaksi. Katalis ini ikut bereaksi, namun tidak ikut
terkonsumsi menjadi produk. Oleh karena itu katalis yang digunakan dalam percobaan
ini berfasa padat.

12
13

KOH pada dasarnya merupakan senyawa anorganik, sedangkan metanol


merupakan senyawa organik. Karena adanya ikatan hidrogen diantara keduanya maka
metanol dapat melarutkan KOH dengan mudah, Campuran minyak-katalis metanol
merupakan campuran yang immiscible (tidak saling larut), oleh karena itu penggunaan
magnetic stirer sebagai pengaduk serta proses pemanasan akan mempercepat proses
pencampuran antarsenyawa tersebut.
Pemberian metanol berlebih ini bertujuan untuk memperbesar konsentrasinya,
sehingga kesetimbangan akan bergeser ke kanan, laju reaksi ke kanan semakin cepat
dan konversinya semakin besar. Di samping itu, pemberian metanol berlebih ini juga
agar metanol yang berada di dalam sistem tidak habis (jika terjadi penguapan metanol
akibat sistem yang tidak tertutup dengan baik). Campuran reaksi dipanaskan pada suhu
sekitar titik didih alkohol, yaitu sekitar 65-70 °C. Labu alas bulat harus benar-benar
tertutup (dilapisi alumunium foil) agar tidak terjadi penguapan seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Sistem tertutup pada proses metanolisis


(sumber: Dokumen pribadi)
Pemanasan dilakukan dengan memvariasikan waktu reaksi, yaitu selama 90 menit
da 45 menit. Variasi waktu reaksi ini dilakukan guna mengetahui karakterisitik biodiesel
yang akan diperoleh serta konversinya. Setelah proses pemanasan, hasil reaksi
didiamkan di dalam corong pisah hingga terbentuk dua lapisan, lapisan atas berwarna
kuning keruh, sedangkan lapisan bawah berwama kuning jernih, Lapisan atas
merupakan metil ester (biodiesel) sedangkan lapisan bawah merupakan gliserol.
Keduanya dapat terpisah secara gravitasi karena adanya perbedaan densitas, dimana
densitas gliserol lebih besar dibandingkan densitas metil ester.
14

Gambar 4.2 Proses pencucian dan pemisahan


biodisel dan gliserol (sumber: Dokumen pribadi)

Biodisel yang didapat tidaklah murni melainkan terdapat sisa katalis, air dan sabun
yang tedapat didalamnya. Untuk itu dilakukan pencucian menggunakan air hangat yang
bertujuan untuk mengikat sisa katalis serta gliserol yang ter-emulsi didalam biodisel.
Pencucian dilakukan hingga mendapat biodisel dengan warna yang lebih jernih.

Gambar 4.3 a.) hasil reaksi 90 menit, b) hasil reaksi


45 menit (sumber: Dokumen pribadi)

4.2.1 Konversi minyak nabati menjadi biodiesel


Konversi memiliki pengertian bahwa untuk mengetahui sejauh mana reaksi telah
berlangsung atau untuk mengetahui jumlah mol hasil untuk setiap penggunaan mol
salah satu pereaksi atau basis. Biodiesel yang terbentuk kemudian dimasukkan ke dalam
gelas ukur, dihitung volumenya guna mengetahui konversi biodiesel. Dapat dilihat pada
Grafik 4.1.
15

91

90

89

Konversi (%) 88

87

86

85

84

83
0 20 40 60 80 100
Waktu Reaksi (menit)

Grafik 4.1 Waktu reaksi vs konversi

Berdasarkan Grafik 4.1 hasil konversi minyak nabati menjadi biodiesel pada
waktu reaksi 45 menit lebih tinggi dibadingkan dengan waktu reaksi 90 menit. Konversi
yang dihasilkan pada waktu reaksi 45 menit adalah sebesar 90%, sedangkan pada waktu
reaksi 90 menit konversi yang dihasilkan sebesar 84%. Seharusnya semakin lama waktu
reaksi maka kemungkinan kontak antar zat semakin besar sehingga akan menghasilkan
konversi yang semakin besar. Hasil yang didapat tidak sesuai dengan teoritis
dikarenakan masih terkandung air didalam biodiesel yang didapat dan kemungkinan
pencucian biodiesel pada waktu 45 menit tidak maksimal. (Zahrina, 2000).
4.2.2 Uji Densitas (Massa Jenis) Biodisel
Pada percobaan ini ada beberapa uji sifat fisika dari biodiesel yang diperoleh,
berupa berat jenis dan viskositas. Massa jenis merupakan sifat fisik yang berkaitan
dengan nilai kalori dan daya yang dihasilkan oleh mesin diesel per satuan volume bahan
bakar. Makin ringan bahan bakar semakin rendah pula massa jenisnya dan sebaliknya
makin berat bahan bakar semakin tinggi massa jenisnya. Semakin lama waktu reaksi
maka semakin banyak cabang rantai karbon yang diputuskan oleh metanol, sehingga
berat jenisnya juga akan semakin berkurang.
Namun dari hasil pengujian yang telah dilakukan, berat jenis biodiesel yang
diperoleh pada waktu reaksi 45 menit yaitu 0,768 gr/mL, sedangkan pada waktu reaksi
50 menit yaitu 0,764 gr/mL. Hasil berat jenis biodiesel yang didapatkan ini juga tidak
sesuai standar ASTM D-1298 untuk massa jenis biodiesel antara 0,850 gr/mL - 0,890
16

gr/mL (pada suhu 40°C). Ketidakakuratan ini terjadi karena pengujian berat jenis
biodiesel tidak dilakukan pada suhu 40°C
Salah satu faktor yang mempengaruhi berat jenis yaitu, semakin besar suhu maka
berat jenis akan semakin berkurang, begitupun sebaliknya. Oleh karena itu berat jenis
biodiesel yang didapat jauh dibawah standar ASTM. Namun jika dibandingkan dengan
berat jenis minyak uji, berat jenis biodiesel yang didapat pada variasi waktu reaksi
didapat lebih rendah. Ini berarti terjadi penurunan berat jenis. Reaksi metanolisis akan
menyebabkan terputusnya rantai-rantai karbon minyak nabati oleh metanol sehingga
dihasilkan biodiesel dengan berat jenis yang lebih rendah dibandingkan berat jenis
minyak nabati.

4.2.3 Uji Viskositas Biodisel


Viskositas merupakan tahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan dalam pipa
kapiler terhadap gaya gravitasi yang biasanya dinyatakan dalam waktu yang diperlukan
untuk mengalir pada jarak tertentu. Minyak nabati memiliki viskositas/ kekentalan yang
relatif tinggi dibanding minyak yang berasal dari fraksi minyak bumi, karena adanya
percabangan pada rantai karbonnya yang cenderung panjang. Reaksi metanolisis akan
menyebabkan terputusnya rantai-rantai karbon tersebut oleh metanol sehingga
dihasilkan biodiesel dengan viskositas yang lebih rendah dibandingkan viskositas
minyak nabati.
Berdasarkan hasil pengujian, viskositas biodiesel yang diperoleh pada waktu
reaksi 45 menit yaitu sebesar 0,26 mPa.s, sedangkan pada waktu reaksi 90 menit sebesar
0,36 mPa.s. Nilai viskositas biodiesel yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar
ASTM D 445 yaitu 2,3-6,0 mPa.s. Namun jika dibandingkan dengan viskositas minyak
nabati yaitu sebesar 2,17 mPa.s, viskositas biodiesel lebih rendah dibandingkan
viskositas minyak nabati.

4.2.4 Uji Kadar Air Biodisel


Tahap proses pengujian kadar air biodiesel sama dengan pengujian kadar air
minyak nabati. Berdasarkan hasil percobaan, kadar air biodiesel yang diperoleh pada
waktu reaksi 45 menit yaitu sebesar 4,54%, sedangkan pada waktu reaksi 90 menit
sebesar 2,26 %. Hasil yang didapatkan tersebut tidak sesuai dengan standar kadar air
biodiesel ASTM yaitu maksimal 0,05% Kadar air biodiesel yang didapat sangat besar
dan melebihi standar ASTM, oleh karena itulah konversi minyak nabati menjadi
biodiesel pada waktu reaksi 90 menit lebih kecil dibandingkan waktu reaksi 45 menit.
17

Kadar air yang besar menyebabkan peningkatan pembentukan sabun, sehingga air lebih
mudah tersuspensi kedalam minyak.
4.2.5 Uji Titik Nyala Biodisel
Flash point (titik nyala atau titik kilat) adalah titik suhu terendah yang
menyebabkan bahan bakar dapat menyala. Penentuan titik nyala ini berkaitan dengan
keamanan dalam penyimpanan dan penanganan bahan bakar. Pada standart ASTM
biodiesel nilai flash point minimal 100°C karena untuk mengeliminasi kontaminasi
metanol akibat proses konversi minyak nabati yang tidak sempurna. Pada uji titik nyala
kali ini dapat diidentifikasi secara pasti karena menggunakan alat termomrter yang
dimiliki adalah ukuran 150°C. Sehingga pada saat uji berlangsung suhu yang didapat
melebihi dari 100°C sehingga dapat diketahui skala pastinya.
4.2.6 Uji pH
Tahap proses pengujian pH biodiesel sama dengan pengujian pH minyak nabati.
Berdasarkan hasil percobaan, pH biodiesel yang diperoleh pada waktu reaksi 45 menit
yaitu sebesar 8, sedangkan pada waktu reaksi 90 menit sebesar 5 %. Hasil yang
didapatkan tersebut tidak sesuai dengan standar pH biodiesel SNI yaitu 6-7 . PH
biodiesel yang didapat sangat kurang dan melebihi standar SNI, oleh karena itulah pH
biodiesel waktu reaksi 45 menit mencapai 8, kemungkinan KOH yang dipakai iku larut
diakibatkan karena pencucian menggunakan aquadest.
Dari keseluruhan analisa diatas bahwa biodiesel yang didapat belum memenuhi
baku mutu yang ada. Sehingga dapat dikatakan praktikum metanolisis kali ini belumlah
berhasil karena keterbatasan alat dan faktor kesalahan manusia/human error yang
terdapat didalamnya. Untuk itu perlu dilakukan pengembangan metode dan kelengkapan
alat yang sesuai standar uji yang ada.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan hubungan antara lama waktu reaksi
terhadap konversi minyak nabati menjadi biodiesel adalah tidaklah bebanding lurus
karena mengalami penurunan dari waktu reaksi 90 menit ke 45 menit yang
kemungkinan disebabkan pada waktu reaksi 45 menit hasil biodiesel yang didapatkan
masih mengandung banyak air dikarenakan pada saat proses pencucian tidak maksimal.
5.2 Saran
1. Praktikan diharuskan untuk selalu mengamati dan mengatur suhu reaksi agar tidak
melewati suhu diatas kondisi operasi.
2. Praktikan diharapkan untuk dapat mengkondisikan alat-alat yang digunakan agar
terbebas dari air.
3. Proses pemisahan dan pencucian sebaiknya dilakukan sebanyak mungkin agar
hasil terbebas dari residu atau pengotor.
4. Disarankan untuk praktikum selanjutnya melakukan pengujian titik nyala
biodiesel yang sudah di oven dan tidak mengandung kadar air, sehingga dapat
membandingkannya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Erliza, M. 2008. Kinetika Reaksi Transesterifikasi Minyak Biji Nyamplung


(Calophyllum Inophyllum) pada Proses Produksi Biodiesel. Fakultas Teknologi
Pertanian. Bogor.
Hendroko. 2007. Teknologi Bioenergi. PT Agromedia Pustaka. Jakarta.
Hikmah, 2010. Proses Pembuatan Biodisel. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Sumatra Utara. Medan
Jannah, R. 2008. Reaksi Transesterifikasi Trigliserida minyak jarak dengan methanol.
UI Press. Jakarta
Prihandana, R dan Hendroko, R. 2006. Energi Hijau „Pilihan Bijak Menuju Negeri
Mandiri Energi. PT Agromedia Pustaka, Jakarta.
Syamsidar, 2013. Pembuatan dan Uji Kualtitas Biodisel Dari Minyak Jelantah.
Teknosains. (7) 209-218.
Soerawidjaja T. 2005. Menjadikan Biodiesel sebagai Bagian dari Liquid Fuel Mix di
Indonesia. ITB Press. Bandung
Wijaya, K. 2011. “Teknologi Proses Produkssi Biodisel”. Proses Pengembangan
Biofuel Sebagau Subtitusi Bahan Bakar Minyak. (2) 17-28
Zahrina. 2002. Bahan Bakar Alternatif Biodiesel. Jurusan Teknik Kimia Fakulitas
Teknik Universitas Sumatra Utara. Medan

19
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN
B.1 Berat Jenis )
1. Minyak Nabati
Dik.

2. Biodiesel
- Waktu Reaksi 90 Menit
Dik.

- Waktu Reaksi 45 Menit


Dik

B.2 Viskositas )
1. Minyak Nabati
Dik.

)
)

20
21

2. Biodiesel
- Waktu Reaksi 30 Menit
Dik.

)
)

- Waktu Reaksi 45 Menit


Dik.

)
)
22

B.3 Konversi (%)


- Waktu Reaksi 90 Menit

atau 84%
- Waktu Reaksi 45 Menit

atau 90%

B.4 Kadar Air (%)


- Waktu Reaksi 90 Menit
Dik.

)
)
)

- Waktu Reaksi 45 Menit


Dik.

)
)
)

Keterangan:
23
LAMPIRAN C
DOKUMENTASI

Gambar C.1 Alat metanolisis Gambar C.2 Alat Labu Leher 3

Gambar C.3 Minyak Nabati Di Corong Gambar C.4 Memurnikan Minyak Nabati
Pisah

Gambar C.5 Uji titik nyala Gambar C.6 Hasil biodesel

24

Anda mungkin juga menyukai