MODUL 3
METANOLISIS MINYAK NABATI
Disusun Oleh:
Kelompok III
No Nama NIM
1 Alya Az Zahra 2007036175
2 Muhammad Akbar 2007034769
3 Chantika Maharani 2007036668
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Tujuan Pratikum ................................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 2
2.1 Landasan Teori .................................................................................................. 2
2.1.1 Biodiesel ................................................................................................... 2
2.1.2 Minyak Nabati .......................................................................................... 5
2.1.3 Metanol..................................................................................................... 6
2.1.4 Katalis....................................................................................................... 7
2.1.5 Pembuatan Biodisel .................................................................................. 7
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN .................................................................. 10
3.1 Bahan ............................................................................................................... 10
3.2 Alat ................................................................................................................. 10
3.3 Prosedur Percobaan ......................................................................................... 10
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 10
4.1 Hasil ................................................................................................................. 11
4.2 Pembahasan ..................................................................................................... 11
4.2.1 Konversi Minyak Nabati Menjadi Biodiesel ....................................... 14
4.2.2 Uji Densitas (Massa Jenis) Biodiesel .................................................. 15
4.2.3 Uji Viskositas Biodiesel ...................................................................... 16
4.2.4 Uji Kadar Air Biodesel ........................................................................ 16
4.2.5 Uji Titik Nyala Biodiesel..................................................................... 17
4.2.2 Uji Ph ................................................................................................... 17
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................ 18
5.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 18
5.2 Saran ................................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 19
LAMPIRAN A .............................................................................................................. 20
LAMPIRAN B............................................................................................................... 20
LAMPIRAN C .............................................................................................................. 24
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
3
atau dengan reaksi esterifikasi asam lemak dengan alkohol dan bantuan katalis. Reaksi
transesterifikasi antara trigliserida dan metanol dapat dilihat pada reaksi dibawah ini.
Standar mutu biodiesel telah dikeluarkan dalam bentuk SNI No. 04-7182-2006,
melalui keputusan Kepala Badan Standarisasi Nasional (BSN) Nomor
73/KEP/BSN/2/2006 tanggal 15 maret 2006. Standar mutu biodiesel tersebut adalah
sebagai berikut:
Tabel 2.1 Spesifikasi Bio-diesel Sesuai Standar Indonesia RSNI EB 020551
Parameter Kualitas Alternative
Batas Test Method
dan Units Method
Density at 40 oC, kg/m3 850 – 890 ASTM D 1298 ISO 3675
Kinem. Visc. at 40 oC, mm2/s ISO 3104
2,3 – 6,0 ASTM D 445
(cSt)
ISO 5165
Cetane number min. 51 ASTM D 613
FBI-A01-03
Acid value, mg-KOH/g max. 0,8 AOCS Cd 3-63
10
Sterculia feotida Kepoh Inti Biji 45-55 NP
.
11 Callophyllum
Nyamplung Inti Biji 40-73 NP
. inophyllum
12
Bombax malabaricum Randu Alas/ Agung Biji 18-26 NP
.
13
Ximenia americana Bidaro Inti Biji 49-61 NP
.
14
Cerbera odollam Bintaro Biji 43-64 NP
.
15
Gmelina asiatica Bulangan Biji - NP
.
16
Croton tiglium Cerakin/kroton Inti Biji 50-60 NP
.
17
Hernandia peltata Kampis Biji - NP
.
18
Hibiscus cannabiinus Kenaf Biji 18-20 NP
.
(Sumber :Prawito, 2009)
2.1.3 Metanol
Jenis alkohol yang paling sering digunakan pada proses transesterifikasi adalah
metanol dan etanol. Metanol merupakan jenis alkohol yag paling disukai dalam
pembuatan biodiesel karena metanol (CH3OH) mempunyai keuntungan lebih stabil
dibandingkan dengan etanol (C2H5OH) karena metanol memiliki satu ikatan karbon
sedangkan etanol memiliki dua ikatan karbon sehingga lebih mudah memperoleh
pemisahan gliserol dibandingkan dengan etanol (Hikmah, 2010).
Kerugian dari metanol adalah metanol merupakan zat beracun dan berbahaya bagi
kulit, mata, paru-paru dan pencernaan dan dapat merusak plastik dan karet terbuat dari
batu bara metanol berwarna bening seperti air, mudah menguap, mudah terbakar dan
mudah bercampur dengan air. Etanol lebih aman, tidak beracun dan terbuat dari hasil
pertanian, etanol memiliki sifat yang sama dengan metanol yaitu berwarna bening
seperti air, mudah menguap, mudah terbakar dan mudah bercampur dengan air.
Metanol dan etanol yang dapat digunakan hanya yang murni 99%. Metanol memiliki
7
massa jenis 0,7915 g/m3, sedangkan etanol memiliki massa jenis 0,79 g/m3 (Hikmah,
2010)
2.1.4 Katalis
Katalis adalah suatu zat yang berfungsi mempercepat laju reaksi dengan
menurunkan energi aktivasi, namun tidak menggeser letak keseimbangan. Penambahan
katalis bertujuan untuk mempercepat reaksi dan menurunkan kondisi operasi. Tanpa
katalis reaksi transesterifikasi baru dapat berjalan pada suhu 250°C. Ketika reaksi
selesai, kita akan mendapatkan massa katalis yang sama seperti pada awal kita
tambahkan (Hikmah, 2010)
Sesuai dengan fungsinya, katalis dimanfaatkan untuk mempercepat suatu reaksi,
ikut bereaksi tetapi tidak ikut terkonsumsi menjadi produk katalis-katalis dengan
komponen kalsium dan magnesium kurang baik digunakan sebagai katalis karena
cenderung membentuk sabun (memiliki sifat ganda). Senyawa yang mengikat
komponen Si, Mg dan Al cenderung berfungsi sebagai penyangga katalis. Katalis
logam seperti Cu dan Sn pada reaksi metanolisis tidak ditemukan hasil berupa metil
ester. Katalis yang bersumber dari limbah seperti janjang sawit dan limbah sekam padi
juga dapat digunakan sebagai katalis. Sekam padi mengandung senyawa dengan
komponen K dan Na, janjang sawit banyak mengandung komponen K yang baik
sebagai katalis (Hikmah, 2010)
2.1.5 Pembuatan Biodiesel
Biodiesel dapat berupa metil ester ataupun etil ester tergantung dari jenis alkohol
yang digunakan. Tetapi yang paling sering diproduksi adalah metil ester karena
metanol mudah didapat dan tidak mahal. Berdasarkan kandungan FFA dalam minyak
nabati maka proses pembuatan biodiesel secara komersial dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Transesterifikasi dengan katalis basa (sebagian besar menggunakan kalium
hidroksida) untuk bahan baku refined oil atau minyak nabati dengan kandungan
FFA rendah.
2. Esterifikasi dengan katalis asam (umumnya menggunakan asam sulfat) untuk
minyak nabati dengan kandungan FFA tinggi dilanjutkan dengan transesterifikasi
dengan katalis basa (Syamsidar 2013)
Proses esterifikasi dengan katalis asam diperlukan jika minyak nabati
mengandung FFA di atas 5%. Jika minyak berkadar FFA tinggi (>5%) langsung
ditransesterifikasi dengan katalis basa maka FFA akan bereaksi dengan katalis
membentuk sabun. Terbentuknya sabun dalam jumlah yang cukup besar dapat
8
menghambat pemisahan gliserol dari metil ester dan berakibat terbentuknya emulsi
selama proses pencucian.
Reaksi transesterifikasi yang berlangsung dengan menngunakan katalis alkali
(basa) berlangsung pada tekanan atmosfir dan temperatur 60 – 70 °C dengan
menggunakan alkohol. Proses transesterifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor
penting antara lain:
1. Waktu Reaksi
Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak antar zat semakin besar
sehingga akan menghasilkan konversi yang besar. Jika kesetimbangan reaksi sudah
tercapai maka dengan bertambahnya waktu reaksi tidak akan menguntungkan karena
tidak memperbesar hasil.
2. Pengadukan
Pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat pereaksi
dengan zat yang bereaksi sehingga mempercepat reaksi dan reaksi terjadi sempurna.
Sesuai dengan persamaan Archenius :
k = A e (-Ea/RT)
dimana, T = Suhu absolut (ºK)
R = Konstanta gas umum (cal/gmol ºK)
Ea = Tenaga aktivasi (cal/gmol)
A = Faktor tumbukan (t-1)
K = Konstanta kecepatan reaksi (t-1)
Semakin besar tumbukan maka semakin besar pula harga konstanta kecepatan
reaksi.Sehingga dalam hal ini pengadukan sangat penting mengingat larutan minyak-
katalis-metanol merupakan larutan yang immiscible.
3. Katalisator
Katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu reaksi
sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin besar.Pada
reaksi esterifikasi yang sudah dilakukan biasanya menggunakan konsentrasi katalis
antara 1 - 4 % berat sampai 10 % berat campuran pereaksi.
4. Suhu Reaksi
Semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka semakin banyak konversi yang
dihasilkan, hal ini sesuai dengan persamaan Archenius. Bila suhu naik maka harga k
makin besar sehingga reaksi berjalan cepat dan hasil konversi makin besar.
5. Perbandingan molar antara alkohol dan minyak
9
Rasio molar antara alkohol dengan minyak nabati sangat mempengaruhi dengan
metil ester yang dihasilkan. Semakin banyak jumlah alkohol yang dugunakan maka
konversi ester yang dihasilkan akan bertambah banyak. Perbandingan molar antara
alkohol dan minyak nabati yang biasa digunakan dalam proses industri untuk
mendapatkan produksi metil ester yang lebih besar dari 98% berat adalah 6 : 1 (Jannah,
2008).
BAB III
METODE PERCOBAAN
10
11
11. Selanjutnya di uji sifat fisika dari biodiesel berupa berat jenis, viskositas, pH,
kadar air, titik nyala serta warna biodiesel.
BAB IV
4.1 Hasil
Hasil Uji karekteristik minyak nabati sebelum dilakukan metanolisis dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.1 Hasil Uji Karakteristik Minyak Nabati
Berat Jenis Viskositas pH Titik Nyala Warna
Hasil Uji karekteristik metanolisis minyak nabati menjadi biodisel dengan variasi waktu
reaksi selama 90 menit dan 45 menit dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.2 Hasil Uji Karakteristik Biodiesel
Waktu Kadar
Konversi Berat pH Viskositas Warna Uji Nyala
Reaksi Air
Jenis
Kuning
90 84% 0,764 5 1,18 mPa.s 2,26%
Agak >100
Menit gr/mL
Keruh
Kuning
45 90% 0,768 8 0,69 mPa.s 4,54%
Agak >100
Menit gr/mL
Keruh
4.2 Pembasahan
Biodiesel dibuat melalui suatu proses kimia yang disebut transesterifikasi, dimana
reaksi antara senyawa ester (CPO/minyak kelapa sawit) dengan senyawa alkohol
(metanol). Proses ini menghasilkan dua produk yaitu metil ester (biodiesel) dan gliserin.
Tahapan proses pembuatan biodiesel selanjutnya yaitu dengan melarutkan KOH
pellet sebanyak 0,75 gram dengan menggunakan metanol sebanyak 64,5 ml di dalam
labu alas bulat (sistem tertutup) yang telah diberi magnetik stirer dan dipanaskan di atas
heating mantle. KOH berfungsi sebagai katalis yang akan menurunkan energi aktivasi,
sehingga mempercepat suatu reaksi. Katalis ini ikut bereaksi, namun tidak ikut
terkonsumsi menjadi produk. Oleh karena itu katalis yang digunakan dalam percobaan
ini berfasa padat.
12
13
Biodisel yang didapat tidaklah murni melainkan terdapat sisa katalis, air dan sabun
yang tedapat didalamnya. Untuk itu dilakukan pencucian menggunakan air hangat yang
bertujuan untuk mengikat sisa katalis serta gliserol yang ter-emulsi didalam biodisel.
Pencucian dilakukan hingga mendapat biodisel dengan warna yang lebih jernih.
91
90
89
Konversi (%) 88
87
86
85
84
83
0 20 40 60 80 100
Waktu Reaksi (menit)
Berdasarkan Grafik 4.1 hasil konversi minyak nabati menjadi biodiesel pada
waktu reaksi 45 menit lebih tinggi dibadingkan dengan waktu reaksi 90 menit. Konversi
yang dihasilkan pada waktu reaksi 45 menit adalah sebesar 90%, sedangkan pada waktu
reaksi 90 menit konversi yang dihasilkan sebesar 84%. Seharusnya semakin lama waktu
reaksi maka kemungkinan kontak antar zat semakin besar sehingga akan menghasilkan
konversi yang semakin besar. Hasil yang didapat tidak sesuai dengan teoritis
dikarenakan masih terkandung air didalam biodiesel yang didapat dan kemungkinan
pencucian biodiesel pada waktu 45 menit tidak maksimal. (Zahrina, 2000).
4.2.2 Uji Densitas (Massa Jenis) Biodisel
Pada percobaan ini ada beberapa uji sifat fisika dari biodiesel yang diperoleh,
berupa berat jenis dan viskositas. Massa jenis merupakan sifat fisik yang berkaitan
dengan nilai kalori dan daya yang dihasilkan oleh mesin diesel per satuan volume bahan
bakar. Makin ringan bahan bakar semakin rendah pula massa jenisnya dan sebaliknya
makin berat bahan bakar semakin tinggi massa jenisnya. Semakin lama waktu reaksi
maka semakin banyak cabang rantai karbon yang diputuskan oleh metanol, sehingga
berat jenisnya juga akan semakin berkurang.
Namun dari hasil pengujian yang telah dilakukan, berat jenis biodiesel yang
diperoleh pada waktu reaksi 45 menit yaitu 0,768 gr/mL, sedangkan pada waktu reaksi
50 menit yaitu 0,764 gr/mL. Hasil berat jenis biodiesel yang didapatkan ini juga tidak
sesuai standar ASTM D-1298 untuk massa jenis biodiesel antara 0,850 gr/mL - 0,890
16
gr/mL (pada suhu 40°C). Ketidakakuratan ini terjadi karena pengujian berat jenis
biodiesel tidak dilakukan pada suhu 40°C
Salah satu faktor yang mempengaruhi berat jenis yaitu, semakin besar suhu maka
berat jenis akan semakin berkurang, begitupun sebaliknya. Oleh karena itu berat jenis
biodiesel yang didapat jauh dibawah standar ASTM. Namun jika dibandingkan dengan
berat jenis minyak uji, berat jenis biodiesel yang didapat pada variasi waktu reaksi
didapat lebih rendah. Ini berarti terjadi penurunan berat jenis. Reaksi metanolisis akan
menyebabkan terputusnya rantai-rantai karbon minyak nabati oleh metanol sehingga
dihasilkan biodiesel dengan berat jenis yang lebih rendah dibandingkan berat jenis
minyak nabati.
Kadar air yang besar menyebabkan peningkatan pembentukan sabun, sehingga air lebih
mudah tersuspensi kedalam minyak.
4.2.5 Uji Titik Nyala Biodisel
Flash point (titik nyala atau titik kilat) adalah titik suhu terendah yang
menyebabkan bahan bakar dapat menyala. Penentuan titik nyala ini berkaitan dengan
keamanan dalam penyimpanan dan penanganan bahan bakar. Pada standart ASTM
biodiesel nilai flash point minimal 100°C karena untuk mengeliminasi kontaminasi
metanol akibat proses konversi minyak nabati yang tidak sempurna. Pada uji titik nyala
kali ini dapat diidentifikasi secara pasti karena menggunakan alat termomrter yang
dimiliki adalah ukuran 150°C. Sehingga pada saat uji berlangsung suhu yang didapat
melebihi dari 100°C sehingga dapat diketahui skala pastinya.
4.2.6 Uji pH
Tahap proses pengujian pH biodiesel sama dengan pengujian pH minyak nabati.
Berdasarkan hasil percobaan, pH biodiesel yang diperoleh pada waktu reaksi 45 menit
yaitu sebesar 8, sedangkan pada waktu reaksi 90 menit sebesar 5 %. Hasil yang
didapatkan tersebut tidak sesuai dengan standar pH biodiesel SNI yaitu 6-7 . PH
biodiesel yang didapat sangat kurang dan melebihi standar SNI, oleh karena itulah pH
biodiesel waktu reaksi 45 menit mencapai 8, kemungkinan KOH yang dipakai iku larut
diakibatkan karena pencucian menggunakan aquadest.
Dari keseluruhan analisa diatas bahwa biodiesel yang didapat belum memenuhi
baku mutu yang ada. Sehingga dapat dikatakan praktikum metanolisis kali ini belumlah
berhasil karena keterbatasan alat dan faktor kesalahan manusia/human error yang
terdapat didalamnya. Untuk itu perlu dilakukan pengembangan metode dan kelengkapan
alat yang sesuai standar uji yang ada.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan hubungan antara lama waktu reaksi
terhadap konversi minyak nabati menjadi biodiesel adalah tidaklah bebanding lurus
karena mengalami penurunan dari waktu reaksi 90 menit ke 45 menit yang
kemungkinan disebabkan pada waktu reaksi 45 menit hasil biodiesel yang didapatkan
masih mengandung banyak air dikarenakan pada saat proses pencucian tidak maksimal.
5.2 Saran
1. Praktikan diharuskan untuk selalu mengamati dan mengatur suhu reaksi agar tidak
melewati suhu diatas kondisi operasi.
2. Praktikan diharapkan untuk dapat mengkondisikan alat-alat yang digunakan agar
terbebas dari air.
3. Proses pemisahan dan pencucian sebaiknya dilakukan sebanyak mungkin agar
hasil terbebas dari residu atau pengotor.
4. Disarankan untuk praktikum selanjutnya melakukan pengujian titik nyala
biodiesel yang sudah di oven dan tidak mengandung kadar air, sehingga dapat
membandingkannya.
18
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN
B.1 Berat Jenis )
1. Minyak Nabati
Dik.
2. Biodiesel
- Waktu Reaksi 90 Menit
Dik.
B.2 Viskositas )
1. Minyak Nabati
Dik.
)
)
20
21
2. Biodiesel
- Waktu Reaksi 30 Menit
Dik.
)
)
)
)
22
atau 84%
- Waktu Reaksi 45 Menit
atau 90%
)
)
)
)
)
)
Keterangan:
23
LAMPIRAN C
DOKUMENTASI
Gambar C.3 Minyak Nabati Di Corong Gambar C.4 Memurnikan Minyak Nabati
Pisah
24