Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

INDUSTRI BIODISEL

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Proses Industri Kimia I


Dosen Pengampu: Dara Nurfika Sari ST.,M.Pkim

Disusun Oleh:

CITRA PUSPITA MAHDAYANI S. NIM.200140053

RIZKI FITTRIA NIM.200140060

ANNISA AYU CAHYATI NIM.200140046

KISA KASAHARA NIM.200140035

LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

LHOKSEUMAWE

2021
Daftar ISi

DAftar Isi..................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................2
1.3 Tujuan......................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................3
2.1 Biodiesel..................................................................................................3
2.1.1 Sejarah Biodiesel.....................................................................................3
2.2 Standar Mutu Biodiesel (SNI).................................................................5
2.3 Keuntungan Biodiesel.............................................................................6
2.4 Manfaat Biodiesel....................................................................................6
2.5 Kekurangan Biodiesel.............................................................................7
2.6 Proses Pembuatan Biodiesel....................................................................7
2.6.1 Tahap Pre-treatment................................................................................8
2.6.2 Tahap Reaksi...........................................................................................9
2.6.3 Tahap Pemurnian...................................................................................11
BAB III PEMBAHASAN....................................................................................12
3.1 PROSES PEMBUATAN BIODISEL...................................................12
BAB IV PENUTUP.............................................................................................15
4.1 Kesimpulan............................................................................................15
4.2 Saran......................................................................................................15

i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak bumi di dunia
namun sampai saat ini masih mengimpor bahan bakar minyak (BBM) untuk
mencukupi kebutuhan bahan bakar minyak di sektor transportasi dan energi.
Kenaikan harga minyak mentah dunia akhir-akhir ini memberi dampak yang besar
pada perekonomian nasional, terutama dengan adanya kenaikan harga BBM.
Kenaikan harga BBM secara langsung berakibat pada naiknya biaya transportasi,
biaya produksi industri dan pembangkitan tenaga listrik. Dalam jangka panjang
impor BBM ini akan makin mendominasi penyediaan energi nasional apabila
tidak ada kebijakan pemerintah untuk melaksanakan penganekaragaman energi
dengan memanfaatkan energi terbaharukan dan lain-lain.
Biodiesel salah satu bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan, tidak
mempunyai efek terhadap kesehatan yang dapat dipakai sebagai bahan bakar
kendaraan bermotor dapat menurunkan emisi bila dibandingkan dengan minyak
diesel. Biodiesel terbuat dari minyak nabati yang berasal dari sumber daya yang
dapat diperbaharui. Beberapa bahan baku untuk pembuatan biodiesel antara lain
kelapa sawit, kedelai, bunga matahari, jarak pagar, tebu dan beberapa jenis
tumbuhan lainnya. Dari beberapa bahan baku tersebut di Indonesia yang punya
prospek untuk diolah menjadi biodiesel adalah kelapa sawit dan jarak pagar, tetapi
propek kelapa sawit lebih besat untuk pengolahan secara besar-besaran . Sebagai
tanaman industri kelapa sawit telah tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia,
teknologi pengolahannya sudah mapan. Dibandingkan dengan tanaman yang lain
seperti kedelai, bunga matahari, tebu, jarak pagar dan lain lain yang masih
mempunyai kelemahan antara lain sumbernya sangat terbatas dan masih diimpor
(kedelai & bunga matahari), tebu masih minim untuk bahan baku gula
(kekurangan gula nasional masih diimpor dan hanya dapat dipakai tetesnya
sebagai bahan alkohol), jarak pagar masih dalam taraf penelitian skala

1
laboratorium untukbudidaya dan pengolahannya, sehingga dapat dikatakan bahwa
kelapa sawit merupakan bahan baku untuk biodiesel yang paling siap.
Dalam program pengembangan biodisel berbahan baku kelapa sawit,
maka perkebunan kelapa sawit sangat menjanjikan terutama dalam mengangkat
keterpurukan perekonomian nasional, selain manfaat yang dirasakan oleh
masyarakat petani kelapa sawit yang menggantungkan hidupnya dari hasil panen
(Tandan Buah Segar) TBS, industri bio-diesel, juga pemanfaatan bio-diesel akan
dapat mengurangi atau menghentikan impor minyak solar yang berakibat
berkurangnya pembelanjaan luar negeri.
Biodiesel dibuat melalui suatu proses kimia yang disebut transesterifikasi
(transesterification) dimana reaksi antara senyawa ester (CPO/minyak kelapa
sawit) dengan senyawa alkohol (methanol). Proses ini menghasilkan dua produk
yaitu metil esters (biodiesel) dan gliserin (pada umumnya digunakan untuk
pembuatan sabun dan lain produk). Dalam bagian buku ini dibahas teknologi
pembuatan biodiesel agar para pengkaji, peneliti dan masyarakat luas dapat
mengetahui lebih dalam tentang proses pembuatan bahan bakar alternatif ini.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa yang dimaksud dengan Biodiesel?
b. Bagaimana proses pembuatan Biodiesel?
c. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari Biodiesel?

1.3 Tujuan
a. Mengetahui pengertian dari Biodiesel
b. Mengetahui proses pembuatan dari Biodiesel
c. Mengetahui kelebihan dan kekurangan dari Biodiesel

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biodiesel
2.1.1 Sejarah Biodiesel
Transesterifikasi minyak nabati pertama kali dilakukan pada tahun 1853
oleh 2 orang ilmuwan, yaitu E. Duffy dan J. Patrick. Hal ini terjadi sebelum mesin
diesel pertama ditemukan. Baru pada tanggal 10 Agustus 1893 di Augsburg,
Jerman, Rudolf Diesel mempertunjukan model mesin diesel penemuannya pada
world fair tahun 1898 di Paris, Prancis. Rudolph Diesel memamerkan mesin
dieselnya yang menggunakan bahan bakar kacang tanah. Dia mengira bahwa
penggunaan bahan bakar biomassa memang masa depan bagi mesin ciptaannya.
Namun pada tahun 1920, mesin diesel diubah supaya dapat menggunakan bahan
bakar fosil (Petro Diesel) dengan viskositas yang lebih rendah dari biodiesel.
Penyebabnya karena pada waktu mesin itu petro diesel relatif lebih murah dari
pada biodiesel.
Biodiesel (fatty acid methyl ester) adalah clear burner diesel replacement
fuel yang terbuat dari bahan-bahan alami dari sumber terbarukan seperti minyak
makan dan lemak hewan. Penggunaan biodiesel pada mesin diesel dapat
mengurangi emisi hidrokarbon tak terbakar, karbon monoksida (CO), sulfat,
hidrokarbon polsiklis, aromatik, nitrat hidro karbon polsiklis aromatik, dan
partikel partikel padatan reduksi ini akan semakin tinggi dengan presentase
biodiesel yang semakin tinggi. Reduksi terbaik adalah penggunaan biodiesel
murni atau B100.
Biodiesel dapat dibuat dari destilat asam lemak minyak kelapa sawit
dengan proses transesterifikasi saja maupun proses pretreatment terhadap minyak
dan asam lemak terlebih dahulu. Sekitar 55% dari biodiesel industri dapat
menggunakan destilat asam lemak miyak kelapa sawit. Sebagian lainnya hanya
menggunakan minyak nabati. Pemakaian minyak nabati yang diperkirakan akan
semakin banyak adalah jenis minyak kedelai, minyak kacang dan minyak kelapa
sawit.

3
Produksi biodiesel (metil ester) harus memenuhi persyaratan atau
spesifikasi yang sudah ditetapkan oleh suatu negara untuk daat dipakai sebagai
bahan bakar standar ASTM D 6751-02, dan Eropa berdasarkan EDIN 51606 dan
juga Indonesia SNI (Surendro, 2010) untuk menjamin konsistensi kualitas
biodiesel yang memenuhi spesifikasi pada kondisi proses pengolahan dan
pemurnian produk setelah produksi.
Nama biodiesel telah disetujui oleh Department of Energi (DOE),
Environmental Protection Agency (EPA) dan American Society of Testing
Material (ASTM), biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang menjanjikan
yang dapat diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas
melalui esterifikasi dengan alkohol. Biodiesel dapat digunakan tanpa modifikasi
ulang mesin diesel. Biodiesel juga dapat ditulis dengan B100, yang menunjukkan
bahwa biodiesel tersebut murni 100 % monoalkil ester. Biodiesel campuran
ditandai dengan ”BXX”, yang mana ”XX” menyatakan persentase komposisi
biodiesel yang terdapat dalam campuran. B20 berarti terdapat biodiesel 20% dan
minyak solar 80 %.
Biodiesel merupakan bahan bakar alternative yang menjanjikan yang dapat
diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas melalui
esterifikasi dengan alcohol. biodiesel dapat digunakan tanpa modifikasi ulang
mesin diesel. Karena bahan bakunya berasal dari minyak tumbuhan atau lemak
hewan, biodiesel digolongkan sebagai bahan bakar yang dapat diperbarui.
Komponen karbon dalam minyak atau lemak berasa dari karon dioksida diudara,
sehingga biodiesel dianggap tidak menyumbang pemanasan global sebanyak
bahan bakar fosil.
Mesin diesel yang beroperasi dengan menggunakan biodiesel
menghasilkan emisi karbon monoksida, hidrokarbon yang tidak terbakar,
partikulat, dan udara beracun yang lebih rendah dibandingkan dengan mesin
diesel yang menggunakan bahan bakar petroleum.

4
2.2 Standar Mutu Biodiesel (SNI)
Berdasarkan peraturan dirjen migas No.002/P/DM/MIGAS/1979 tanggal
25 mei 1979 tentang spesifikasi bahan bakar minyak dan gas dan standar
pengujian SNI 7182:2015 dapat dianalisa :
1. Angka Setana
Untuk bahan bakar motor diesel digunakan acuan Angka Setana, yaitu
dengan bahan referensi normal cetane (C16H34 ) yang tidak memiliki
keterlambatan menyala dan aromat methyl naphtalene (C10H7CH3 ) yang
keterlambatannya besar sekali. Angka Setana dari biodiesel sebesar minimal 51
sedangkan standar dari solar sebesar 48, berarti angka Setana biodiesel 1,05 lebih
rendah daripada solar. Tetapi angka Setana dari biodiesel yang dihasilkan masih
termasuk dalam kisaran standar biodiesel yaitu minimal 51. Pada mesin diesel
udara dimampatkan sampai tekanan 30 sampai 40 kg/cm 2 , akibat pembakaran
maka tekanan yang ada di dalam ruang bakar mencapai 60 sampai 65 kg/cm 2.
Pada kondisi ini diharapkan tidak ada keterlambatan dari nyala agar kenaikan
tekanan tidak terlalu tinggi. Kenaikan tekanan yang terlalu tinggi akan
menyebabkan detonasi. Hambatan lain yaitu proses pembakaran tidak sempurna
sehingga terbentuk jelaga.

2. Kinematic Viscosity
Standar Kinematik viscosity dari biodiesel adalah sebesar 2,3 cSt sampai 6
cSt. Jika harga viskositas terlalu tinggi maka akan besar kerugian gesekan di
dalam pipa, kerja pompa akan berat, penyaringannya sulit dan kemungkinan
kotoran ikut terendap besar, serta sulit mengabutkan bahan bakar sebaliknya jika
viskositas terlalu rendah berakibat pelumasan yang tipis, jika dibiarkan terus
menerus akan mengakibatkan keausan.

3. Spesific Gravity
Specific gravity dari biodiesel masih masuk dalam kisaran solar yaitu antara
0,82 sampai 0,95.

5
4. Nilai Kalor
Standar minimal kalori yang dihasilkan oleh biodiesel adalah 10.600 sampai
11.000 kkal/kg. Sebagai bahan bakar, biodiesel harus memenuhi persyaratan
yang ditetapkan oleh SNI.

2.3 Keuntungan Biodiesel


Biodiesel memiliki tingkat polusi yang lebih rendah dari pada solar dan
dapat digunakan pada motor diesel tanpa modifikasi sedikitpun. Biodiesel
dianggap tidak menyumbang pemanasan global sebanyak bahan bakar fosil.
Mesin diesel yang beroperasi dengan menggunakan biodiesel menghasilkan emisi
karbon monoksida, hidrokarbon yang tidak terbakar, partikulat, dan udara beracun
yang lebih rendah dibandingkan dengan mesin diesel yang menggunakan bahan
bakar petroleum. Penggunaan biodiesel mempunyai beberapa keuntungan,
menurut studi yang dilakukan National Biodiesel Board beberapa keuntungan
penggunaan biodiesel antara lain :
1. Biodiesel mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan minyak diesel,
sehingga dapat langsung dipakai pada motor diesel tanpa melakukan modifikasi
yang signifikan dengan resiko kerusakan yang sangat kecil.
2. Biodiesel memberikan efek pelumasan yang lebih baik daripada minyak diesel
konvensional. Bahkan satu persen penambahan biodiesel dapat meningkatkan
pelumasan hampir 30 persen.
3. Biodiesel dapat diperbarui dan siklus karbonnya yang tertutup tidak
menyebabkan pemanasan global (Dunn, 2005). Analisa siklus kehidupan
memperlihatkan bahwa emisi CO2 secara keseluruhan berkurang sebesar 78%
dibandingkan dengan mesin diesel yang menggunakan bahan bakar petroleum.

2.4 Manfaat Biodiesel


Beberapa manfaat biodiesel diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Mengurangi emisi dari mesin 8
2. Mempunyai rasio keseimbangan energy yang baik (Min. 1-2,5)

6
3. Energy lebih rendah 10-12% dari bahan bakar diesel minyak bumi, 37-38
Mj/kg. (Menimbulkan peningkatan efisiensi pembakaran biodiesel sebesar 5-
7%, juga menghasilkan penurunan torsi 5% dan efisiensi bahan bakar.
4. Bahan bakar alternative pengganti minyak bumi
5. Produk yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan
6. Jika 0,4-5% dicampur dengan bahan bakar diesel minyak bumi otomatis akan
meningkatkan daya lumas bahan bakar
7. Titik nyala tinggi 100-150oC (Meletup tidak spontan atau menyala dalam
keadaan normal).

2.5 Kekurangan Biodiesel


Faktanya, kandungan energi yang dimiliki oleh biodiesel lebih rendah
sekitar 11% dari solar berbahan fosil hewan. Konsekuensinya, bahan bakar ini
akan menghasilkan tenaga yang lebih rendah dibandingkan dengan solar
umumnya. Kekurangan lainnya terkait dengan kekuatan proses oksidasi pada
bahan bakar ini. Kelemahan pada oksidasi menyebabkan bahan bakar ini lebih
bermasalah pada proses penyimpanan. Kecenderungannya, jika disimpan terlalu
lama maka bahan bakar ini dapat menyumbat mesin akibat dari pengentalan.
Mikroba juga berkemungkinan hidup dalam biodiesel yang dapat
menggangu keawetan mesin. Mikroba jenis tertentu dapat mengganggu keawetan
dan kinerja mesin dalam kurun waktu jangka panjang.
Seiring meningkatnya permintaan biodiesel, maka akan dibutuhkan bahan
baku yang dapat digunakan untuk memproduksinya. Sementara, beberapa jenis
bahan baku adalah sumber bahan makanan yang terus berkurang di tengah
masyarakat. Di lain sisi, pertumbuhan jumlah penduduk mengharuskan naiknya
grafik angka bahan makanan, termasuk bahan-bahan yang digunakan sebagai
bahan biodiesel.

2.6 Proses Pembuatan Biodiesel


Proses pembuatan biodiesel ( Methyl Ester ) dapat digunakan bahan baku
nabati seperti minyak kelapa sawit, jarak nyamplung, biji kemiri sunan, ataupun
minyak biji karet. Pembuatan biodiesel dengan bahan baku minyak biji karet
dilakukan melalui dua tahapan yaitu esterifikasi dan transesterifikasi. Biodiesel

7
dapat diperoleh melalui reaksi transterifikasi triglisrida dan atau reaksi esterifikasi
asam lemak bebas tergantung dari kualitas minyak nabati yang digunakan sebagai
bahan baku.
Transterifikasi adalah proses yang mereaksikan trigliserda dalam minyak
nabati atau lemak hewani dengan alcohol rantai pendek seperti methanol atau
etanol (pada saat ini sebagian besar produksi biodiesel menggunakan methanol)
menghasilkan metil ester asam lemak (Fatty Acids Methyl Ester / FAME) atau
biodiesel dan gliserol (gliserin) sebagai produk samping. Esterifikasi adalah
proses yang mereaksikan asam lemak bebas (FFA) dengan alcohol rantai pendek
(methanol atau etanol) menghasilkan metil ester asam lemak (FAME) dan air.
Katalis yang digunakan untuk reaksi esterifikasi adalah asam, biasanya asam
sulfat (H2SO4) atau asam fosfat (H2PO4). Katalis yang digunakan adalah Asam
Sulfat ( H2SO4) dan NaOH. Secara garis besar proses inti pembuatan biodiesel
dibagi menjadi beberapa tahap :
a. Tahap pre-treatment
b. Tahap esterifikasi
c. Tahap transesterifikasi
d. Tahap pemurnian

2.6.1 Tahap Pre-treatment


a. Persiapan Bahan baku pada Reaksi Esterifikasi
Sebelum melakukan reaksi esterifikasi minyak biji karet yang disimpan
pada T=30˚C dengan P=1 atm di G-01 . Kemudian dipindahkan menggunakan
Bucket Conveyor ke alat Screw Press untuk mengambil minyak mentah biji karet.
Minyak yang dihasilkan kemudian dialirkan ke Degummer untuk menghilang
gum pada minyak mentah biji karet dengan menambahkan Asam Phospat (H3PO4)
pada tangki proses degumming. Setelah itu, hasilnya dipompa ke Centrifuge – 01
(CT-01) untuk memisahkan antara residu dan minyak, kondisi operasi pada
tekanan 1 atm dan T=30˚C.

b. Persiapan Bahan baku pada Reaksi Transesterifikasi

8
Hasil dari Centrifuge (C-01B) dipompakan ke dalam Reaktor
Transesterifikasi (R-02A) untuk mereaksikan minyak karet dengan methanol
menggunakan katalis NaOH dari TP-04 yang disimpan pada T=30˚C P =1 atm
dialirkan ke dalam reaktor transesterifikasi Reaktor RATB (R02A) dengan T=
70˚C.

2.6.2 Tahap Reaksi


a. Reaksi Esterifikasi
Biji karet dengan Metanol dan H2SO4 direaksikan pada suhu 70 ˚C dan
tekanan 1 atm didalam RATB dengan kondisi operasi Isotermal. Reaksi ini bolak
balik sehingga konversi asam lemak menjadi produk dipengaruhi oleh
keseimbangan reaksi. Oleh karena itu, untuk mendapatkan jumlah produk yang
tinggi, diperlukan jumlah metanol yang berlebih pula. Dalam pencampuran
ini,asam lemak bebas akan bereaksi dengan methanol membentuk ester.
Pencampuran ini menggunakan rasio molar antara FFA dan Metanol yaitu 1 : 4,
dengan katalis asam sulfat yang digunakan adalah 5% dari FFA. Dengan
kemurnian metanol 99,8% Reaksi berlangsung selama 1,347 jam dengan konversi
97%. Kemudian diumpankan ke Reaktor transesterifikasi.
Reaksi yang terjadi pada Esterifikasi adalah sebagai berikut :

Gambar 2.1 Reaksi Esterifikasi di dalam reaktor

b. Reaksi Transesterifikasi
Hasil Reaksi di Centrifuge (C-02) dimasukkan ke dalam pemanas heater
(HE-01) supaya suhu menjadi 70˚C dan hasil reaksi dari centrifuge sebelumnya
dapat bereaksi dengan baik pada reaktor transesterifikasi. Dimana konversi di
reaktor transesterifikasi adalah 99%. Waktu reaksi 3 jam.

9
Proses Transesterifikasi dilakukan dengan dua tahap dengan
menggunakan reaktor yang disusun secara seri.
Pada proses transesterifikasi prinsip kerjanya yaitu mencampurkan
Natrium Hidroksida (NaOH) dan metanol (CH3OH) dengan hasil reaksi
esterifikasi.
Reaksi yang terjadi pada reaktor transesterifikasi adalah sebagai berikut :

Gambar 2.2 Reaksi Transesterifikasi di dalam reaktor


Proses Transesterifikasi ini melibatkan reaksi antara trigliserida dengan
metanol membentuk metil ester. Adapun perbandingan rasio molar trigliserida
dengan methanol adalah 1 : 6 . Metanol yang digunakan merupakan methanol
yang biasa dijual dipasar-pasar bahan kimia. Semakin tinggi pemurnian dari bahan
yang digunakan akan meningkatkan hasil yang dicapai dengan kualitas yang
tinggi pula. Hal ini berhubungan erat dengan kadar air pada reaksi
transesterifikasi.Sebelum terjadinya reaksi Transesterifikasi pada reaktor (R-02A)
dan (R-02B) terjadi Reaksi Netralisasi antara H2SO4 dan HCl menjadi garam.
Reaksi netralisasi dalam reaktor ini terjadi sangat cepat,sehingga pada Reaktor
Transesterifikasi terjadi reaksi netralisasi yang kemudian dilanjutkan dengan
reaksi Transesterifikasi. Garam tidak berpengaruh dalam proses transesterifikasi.
Reaksi transesterifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berdampak pada
laju reaksi maupun besarnya konversi. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah
Jenis alkohol, Perbandingan molar alkohol dan trigliserida, Katalis, Suhu reaksi
dan air.

10
2.6.3 Tahap Pemurnian
Hasil keluaran reaktor transesterifikasi kemudian dialirkan menuju
washing tank yang bertujuan untuk menetralkan NaOH yang keluar dari reaktor
transesterifikasi dengan menggunakan HCl 36%. Pada washing tank (WT-01)
suhu dan tekanan nya adalah 40 ˚C dan 1 atm. Selanjutnya hasil keluaran dari
washing tank dialirkan menuju decanter (D-02). Pada decanter terjadi pemisahan
berdasarkan beda densitas dari bahan yang dimasukkan. Fungsi decanter ini
adalah untuk memisahkan fase ringan yang berupa minyak seperti
Trigliseride,asam lemak bebas,dan Methyl ester dengan fase berat yang berupa
larutan. Kondisi operasi pada decanter pada T = 40˚C dan P= 1 atm. Hasil atas
decanter kemudian dialirkan menuju Mixer (MX-01). Hasil dari Mixer kemudian
dialirkan menuju Centrifuge 3 (C-003) yang berfungsi untuk memisahkan NaCl
dan methanol dengan kondisi operasi P = 1 atm dan T = 30˚C . Hasil atas
centrifuge 3 dialirkan ke tangki penyimpanan Biodiesel. Hasil bawah Centrifuge 3
dialirkan ke Centrifuge 4, Centrifuge 4 berfungsi untuk memisahkan gliserol dan
methanol dengan kondisi operasi T = 30˚C dan P = 1 atm. Hasil atas Centrifuge 4
dialirkan ke Menara Distilasi ( MD-01). Hasil bawah Centrifuge 4 dialirkan ke
Tangki Gliserol.

11
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 PROSES PEMBUATAN BIODISEL


Adapun proses pembuatan biodiesel diuraikan dibawah ini :

Gambar 3.1 Flowsheet Pembuatan Biodisel PT. Bukit Asam TBK

Pada proses pembentukan biodiesel dengan bahan baku berupa CPO


(Crude Palm Oil), harus diketahui terlebih dahulu apakah mengandung asam
lemak bebas >2% atau 2% maka harus melewati tahap esterifikasi terlebih dahulu
baru kemudian melakukan tahap transesterifikasi agar ALB tidak memiliki
kecenderungan yang besar untuk membentuk sabun selama proses terjadi. Dalam
proses ini kandungan ALB-nya >2% sehingga perlu dilakukan tahap esterifikasi
agar didapatkan produk berupa metil ester. Bahan baku CPO yang berada pada
TK-01 (Tangki 1) dikeluarkan dari tangki melalui pipa dengan bantuan gaya
gravitasi menuju ke heater untuk dipanaskan hingga temperatur 110oC (+5oC,
-5oC). Hal ini dilakukan agar air pada CPO menguap karena sifat air yang mudah
bereaksi dengan katalis asam maupun basa yang dapat mengakibatkan lambatnya
kerja katalis. Proses pemanasan ini juga dikarenakan struktur CPO yang berupa
semi-padatan sehingga harus dipanaskan agar tidak membeku, lalu didinginkan

12
menggunakan kondenser hingga temperatur 60oC agar CPO tidak kembali
membeku. Kemudian CPO dialirkan dengan bantuan pompa menuju ke Reaktor 2.
Di dalam reaktor ini CPO dicampur dengan methanol dari TK-02 dan katalis asam
sulfat (H2SO4) dari TK-03 yang sebelumnya telah dilakukan pengadukan dalam
Reaktor 1 dan kemudian dialirkan melalui pipa dengan bantuan pompa menuju
Reaktor 2.
Dalam Reaktor 2 terjadi proses esterifikasi pada temperatur 60 oC
menggunakan pengadukan dengan kecepatan 300 rpm. Perbandingan yang
digunakan antara CPO dan methanol adalah 1:6 dengan hasil konversi mencapai
65%. Pada dinding luar Reaktor 2 dipasang jaket pendingin agar temperatur
selama proses bisa dijaga konstan dan methanol tidak menguap.
Keluaran dari Reaktor 2 dialirkan melalui pipa dan bantuan pompa menuju
ke Separator 1 untuk memisahkan hasil proses Reaktor 2 yang berupa metil ester,
CPO, air, katalis, dan sisa methanol menjadi metil ester + CPO + uap methanol
pada bagian atas Separator 1 dan sisanya berupa H2SO4 + H2O terpisah menuju ke
bagian bawah separator. Produk bawah dari separator ini kemudian dialirkan
menggunakan pipa menuju ke TK-07 sebelum dilakukan tindakan selanjutnya.
Bisa di recovery untuk menghasilkan H2SO4 pekat atau dibuang.
Metil ester dan CPO hasil pemisahan pada Separator 1 kemudian dialirkan
menggunakan pipa dengan bantuan pompa menuju Reaktor 4 untuk melalui tahap
transesterifikasi. Sebelumnya, methanol dan katalis basa KOH dihomogenkan
dalam Reaktor 3 sehingga terbentuk Kalium Metoksida. Senyawa ini lah yang
dialirkan menuju Reaktor 4. Dalam reaktor ini terjadi proses pencampuran metil
ester dan CPO dengan Kalium Metoksida selama kurang lebih 2 jam dengan
temperatur 58-65oC. Reaktor 4 ini dilengkapi pemanas dan pengaduk, yaitu saat
pemanasan juga dilakukan pengadukan dengan kecepatan kurang lebih 300 rpm.
Hasil akhir dari Reaktor 4 ini adalah metil ester dengan konversi sekitar 94-98%.
Keluaran dari Reaktor 4 kemudian dialirkan ke Separator 2 untuk
memisahkan gliserol dan metil ester dengan pengendapan. Gliserol akan berada
pada lapisan bawah karena berat jenisnya yang lebih besar dari metil ester.
Kemudian gliserol dipisahkan dan ditampung ke TK-08, metil ester diambil untuk

13
proses pencucian. Metil ester hasil kerja Separator 2 ini kemudian dialirkan ke alat
Washing untuk menghilangkan senyawa pengotor dan tidak diinginkan seperti
gliserol dan methanol. Temperatur pencucian ini dilakukan sekitar 55oC.
Pencucian dilakukan hingga tercapai pH campuran normal (pH 6.8 – 7.2).
Setelah mengalami pencucian, keluarannya akan dialirkan menuju ke Drier untuk
menghilangkan kadar air dalam metil ester dengan lama waktu kurang lebih 10
menit pada suhu sekitar 130oC. proses pengeringan ini dilakukan dengan cara
memberikan panas secara sirkulasi, dimana ujung pipa sirkulasi di tempatkan di
tengah permukaan cairan pada Drying.
Tahap akhirnya adalah mengalirkan metil ester yang telah dikeringkan
menuju ke alat Filterization atau proses filtrasi untuk menghilangkan partikel-
partikel pengotor biodiesel saat proses pembentukan berlangsung seperti karat
atau kerak dari dinding reaktor, kerak dari dinding pipa, ataupun kotoran dari
bahan baku yang digunakan. Filtrasi ini dilakukan dengan menggunakan filter
berukuran 10 mikron.
Metil ester yang telah di filtrasi ini kemudian ditampung ke TK-06 yang
telah sudah merupakan metil ester (biodiesel) murni dan siap digunakan sebagai
campuran solar ataupun digunakan sendiri sebagai bahan bakar.

14
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Proses transesterifikasi merupakan proses utama pembuatan biodiesel
karena disini merupakan kunci terbentuk methyl oleat yang disebut sebagai
biodiesel. Pada tahapan proses harus ditentukan pereaksi dan katalis yang
akan digunakan, untuk bahan baku CPO maka sebaiknya pereaksi yang
digunakan methanol dengan katalis NaOH atau KOH.
2. Minyak nabati merupakan campuran trigliserida dengan Asam Lemak
Bebas (ALB), komposisi minyak nabati tergantung pada tanaman
penghasil minyak tersebut. Kandungan ALB akan mempengaruhi proses
produksi biodiesel dan bahan bakar yang dihasilkan.
3. Secara garis besar proses inti pembuatan biodiesel dibagi menjadi
beberapa tahap: (a). Tahap pre-treatment, (b). Tahap esterifikasi, (c).
Tahap transesterifikasi, (d). Tahap pemurnian.

4.2 Saran
Pembuatan biodiesel mempunyai problem yang berakibat pada masih
tingginya biaya produksi biodiesel. Masalahnya berkaitan dengan sifat alami dari
campuran minyak nabati dan metanol yang tidak saling larut (membentuk 2 fasa)
sehingga proses produksi memerlukan pengadukan yang sangat kuat.

15
DAFTAR PUSTAKA
Biodiesel Technology , A patented biodiesel technology. developed at the
University of Toronto, www.rendermagazine.com, akses tanggal 21 Juli
2005.
Biofuels supplies and suppliers, http ://www journeytoforever.org/biofuel_supply,
akses 19 Oktober 2005.
Continuous Trans Esterification Reactor http ://www.biodiesel.org/resources
akses tanggal 25 September 2005
Darmosarkoro, W.(2006). Towards Sustainable Oil Palm Industry in Indonesia.
In: Procceding of the International Oil Palm Conference. Nusa Dua-Bali,
Juni 1923.
Direktorat Jendral Perkebunan, Departemen Pertanian. (2006). Penyediaan Bahan
Baku Bakar Nabati (Biofuel) Berbasis Jarak Pagar, Jakarta 22 februari.
Kinast, J.A.(2003). Production of Biodieseis from Multiple Feedstocks and
Properties of Biodiesel/diesel Blends. Final Report, National Renewable
Energy Laboratory. Corolado.

16

Anda mungkin juga menyukai