Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KEMAJUAN KEGIATAN TAHAP AKHIR

PROGRAM INSENTIF PENELITI DAN PEREKAYASA LIPI 2010

JUDUL KEGIATAN I PENELITIAN

Eksplorasi Sumberdaya Mikroba Penghasil


Lemak Sel Tunggal Untuk Pengembangan Bioenergi
Alternatif Berbasis Biodiesel dan Biometan

PENELITI PENGUSUL

Dr. Joko Sulistyo, M.Agr

Pusat Penelitian Biologi

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

ENERGI BARU DAN TERBARUKAN

Lembaga llmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

LEMBAR PENGESAHAN
SATUAN KERJA PENANDATANGAN KONTRAK

1. Judul Kegiatan/Penelitian :

Eksplorasi Sumberdaya Mikroba Penghasil Lemak


Sel Tunggal untuk Pengembangan Bioenergi
Alternatif Berbasis Biodiesel dan Biometan

2.

Energ i Baru dan Terbarukan

Bidang Fokus

3. Peneliti Utama

Nama Lengkap

Dr. Joko Sulistyo , M.Agr.

Jenis Kelamin

Laki-Laki

4. Surat Perjanjian:

5.

Nomor

01/SU/SP/Insf-Dikti/IV/1 0

Tanggal

6 April2010

Biaya Tahun 2010

Rp . 157,455,000 ,-

Cibinong , 22 November, 2010


Disetujui ,
K~pala Pusat Penelitian Biologi-LIPI

1,_
~ Dr .

~
Siti Nuramaliati Prijono

NIP. 195804091982022001

Mengetahui,
Deputi ILMU PENGETAHUAN HAYA

Prof. Dr. lr.BAMBANG PRASETYA


NIP. 19600323198412001

Eksplorasi Sumberdaya Mikroba Penghasil


Lemak Sel Tunggal Untuk Pengembangan Bioenergi
Alternatif Berbasis Biodiesel dan Biometan

1.

ABSTRAK

Konsumsi masyarakat Indonesia terhadap minyak bumi semakin


meningkat, rata-rata naik 6% pertahun , khususnya minyak diesel sebagai
sumber bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbaharui, sedangkan produksi
kilang semakin menurun. Oleh karena itu perlu dicari dan dikembangkan
sumberdaya bahan bakar baru untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar
dalam negeri. Biodiesel berbasis LEMAK SEL TUNGGAL (LST) yang berasal
dari lemak mikroba adalah salah satu alternatif yang dapat dikembangkan.
Pada umumnya biodiesel mempunyai sifat-sifat yang mirip dengan
minyak diesel, dapat dipakai tanpa modifikasi mesin, polusinya lebih rendah,
dan efek pelumasannya lebih baik dari minyak diesel. Biodiesel juga
menawarkan konsumsi bahan bakar, tenaga, dan torsi yang hampir sama
dengan minyak diesel konvensional.
Bahan baku biodiesel yang telah diteliti di Indonesia antara lain adalah
minyak sawit dan minyak jarak. Khusus minyak sawit, stok bahan baku ini
diperkirakan belum mencukupi kebutuhan biodiesel pada masa yang akan
datang . Penyebabnya adalah lebih dari 90 % bahan baku tersebut masih
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan minyak goreng.
Penelitian alga sebagai penghasil LST, khususnya penelitian tentang
potensi alga sebagai bahan baku biodiesel, masih minim di Indonesia,
sehingga diharapkan dari penelitian

ini dapat terungkap bahwa alga

berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel di Indonesia.


Dalam percobaan ini digunakan tiga jenis alga yaitu Chiarella. vulgaris,
Scenedesmus. dimorphus dan Spirulina fusiformis . Dibudidayakan dalam skala
laboratorium (kapasitas akuarium 50 liter) kemudian dipanen (umur 14 hari , rata-rata
dihasilkan 350 gram alga per akuarium) setelah diekstrak hasil minyaknya rata-rata
15% . Katalis yang digunakan berupa enzim lipase amobil ataupun whole cell yang
diekstraksi dari beberapa jenis biakan mikroba (Bacillus subtilis, Actinomycetes,

Pseudomonas fluorescens dan Candida rugosa). Dari proses ini dihasilkan metil
ester yang selanjutnya disebut sebagai biodesel.

Kata kunci : alga , biodiesel, lemak sel tunggal , transesterifikasi enzimatik.

PRAKATA

Pencarian sumber energy baru dan terbarukan (new and renewable energy) ada lah
langkah strategis untuk mengatasi keterbatasan minyak bumi dan konsums i minyak
yang terus meningkat dari tahun ke tahun . Salah satu bentuk energy baru dan
terbarukan adalah biodiesel , yaitu bahan bakar yang berasal dari minyak nabati atau
lemak hewani dengan sifat seperti minyak diesel. Biodiesel ini selain berfungsi untuk
melumasi mesin juga berfungsi untuk meningkatkan kinerja mesin kendaraan
dengan emisi kendaraan

yang

cukup

kecil.

Pembuatan

biodiesel umumnya

melibatkan proses transesterifikasi dengan menggunakan katalis basa atau asam


untuk menghasilkan produk metal ester.

Pada penelitian yang dibiayai melalui "Program lnsentif Penelit dan Perekayasa LIP/

Tahun 2010" , penelitian bioprospeksi mikroba penghasil enzim lipase untuk


esterifikasi minyak alga (lemak sel tunggal) telah dilakukan dengan menghasilkan
keluaran berupa publikasi ilmiah dan prototype. Atas dukungan fasilitas dan sarana
kegiatan , para peneliti yang terl ibat dalam kegiatan mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Pusat

Penelitian

Biolog i - LIPI sehingga tahapan-

tahapan kegiatan dapat tercapai sesuai harapan .

LAPORAN AKHIR
DAFTAR lSI
Halaman
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN ........................................................................................... ........ 1-2
RINGKASAN ............................................... ....... ........ .....................................................................................3
PRAKATA ................................................................................................... .. .................................. ................. 4
DAFTAR lSI ... ......... ...... ........................... ...... .............................. ............... ......... ... ...... ......... ... ....................... 5
DAFTAR TABEL ...... ............ ............... ............ ...... ...... ... ......... ... ... ............ .......................................... ............. 6
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................................................................6
BAB I

PENDAHULUAN ..............................................................................................................................7-10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA ... .. .......... .. .... ............ ...... .. ....... ........................ ... ..................... ...... ......... ..... 11-13

BAB Ill TUJUAN DAN MANFAAT .................. ............ ............................................................ .................. .... 14
BAB IV METODOLOGI ........................... ... ... ...... ........................ ............... ............... ...... ... ... .. .......... ... ....... 15-25
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN .................. ...... ... .. ....... .............................. ..................... ...... ............. 26-36
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... ............. 38

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbandingan spesifikasi biodiesel dari LST alga terhadap minyak

diesel.

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.

Keanekaragaman jenis alga penghasillemak sel tunggal


(LST) sebagai bahan baku bahan bakar hayati.

Gam bar 2.

Kultur biakan alga dalam fotobioreaktor 5 liter berumur 10 hari


sebelum dipanen (A) dan setelah pemanenan (B).

Gam bar 3.

Kromatogram GC-MS hasil pirolisis LST alga yang diekstraksi


dari biakan Spirulina fusiformis

Gam bar 4.

Kromatogram GC-MS hasil pirolisis LST alga yang diekstraksi


dari biakan Scenedesmus dimorphus.

Gambar 5.

Kromatogram GC-MS hasil pirolisis LST alga yang diekstraksi


dari biakan Chiarella vulgaris.

Gambar 6.

Katalis enzimatik yang berasal dari biakan mikroba Candida


rugosa

Gambar 7.

Uji kualitatif awal biakan penghasil lipase (A) dan biakan terpilih
sebagai katalis reaksi transesterifikasi (B).

Gam bar 8.

Uji kuantitatif biakan terpilih penghasil lipase sebagai sumber


katalis reaksi transesterifikasi metil ester dari LST alga.

Gambar 9.

Hasil analisis kimia metil ester hasil reaksi transesterifikasi


LST alga dari C. vulgaris, S. dimorphus dan S. fusiformis

BASI
PENDAHULUAN
Perkembangan ekonomi dan industri di Indonesia mengakibatkan semakin
besarnya konsumsi masyarakat terhadap bahan bakar minyak (BBM) . Tingkat
konsumsi minyak rata-rata naik 6 % pertahun (Suroso, 2005) . Konsumsi
terbesar adalah minyak diesel. Pada tahun 2002 mencapai 22 juta kiloliter
dan diperkirakan akan terus meningkat pada tahun berikutnya , sehingga
mengakibatkan

persediaan

minyak

bumi

Indonesia

semakin

menipis

(Makmuri, 2003) . Produksi kilang-kilang minyak Indonesia juga semakin


menurun, bahkan produksi minyak bumi Indonesia saat ini tinggal 942.000
barrel perhari (Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, 2005), kurang
dari quota minimal yang ditetapkan oleh OPEC (Zuhdi, 2002 ;2003;2004) .
Menurut Soedradjat (1999), jika tidak ditemukan atau dikembangkan sumber
minyak baru, maka pad a tahun 2010 Indonesia bahkan akan menjadi net
importer. Sari (2002) mengatakan bahwa jika tidak diantisipasi, maka pada
tahun 2012 Indonesia akan menjadi net oil importir. Sepuluh tahun kemudian
(2022) akan menjadi total oil importer, karena persediaan minyaknya habis
sama sekali. sehingga nilai impor Indonesia akan lebih besar daripada nilai
ekspornya . Oleh karena itu diperlukan upaya guna mendapatkan bahan bakar
alternatif yang bersifat terbarukan, salah satunya adalah biodiesel (Rahayu,
2005; Zuhdi, 2002 ; 2003; 2004; Rahman, 1995).
Biodiesel merupakan bahan bakar dari minyak nabati maupun lemak hewan
(Briggs, 2004) yang memiliki sifat menyerupai minyak diesel. Biodiesel terdiri
dari mono-alkil ester yang dapat terbakar dengan bersih (Howell dkk,
1996). Biodiesel bersifat terbarukan, dapat menurunkan emisi kendaraan ,
bersifat melumasi dan dapat meningkatkan kinerja mesin . Biodiesel dibuat
secara transesterifikasi ataupun esterifikasi minyak nabati dengan katalis
basa ataupun asam sehingga menghasilkan metil ester (www.bppt.go .id) .
Kebutuhan minyak diesel yang besar otomatis akan membutuhkam bahan
baku yang besar pula. Oleh karena itu diperlukan sumber bahan baku baru
untuk menambah stok bahan baku pembuatan biodiesel . Kriteria yang
dibutuhkan adalah mudah tumbuh , mudah dikembangkan secara luas, dan
mengandung minyak nabati yang cukup besar. Hal ini dilakukan karena
diperkirakan bahan baku yang sudah ada belum mencukupi stok kebutuhan

biodiesel pada masa yang akan datang, karena masih dikonsumsi okeh
masyarakat Indonesia. Seperti kelapa sawit, walaupun Indonesia merupakan
penghasil kelapa sawit terbesar kedua didunia (setelah Malaysia) , pada tahun
2002 produksinya mencapa i 6,5 juta ton , namun sebagian besar produksinya
masih dipergunakan sebagai bahan baku pembuatan minyak sayur (Rahayu ,
2005) . Begitu pula dengan kedelai sebagian besar produksinya masih
digunakan sebagai bahan baku tahu , tempe , serta susu kedelai.
Konsep memilih bahan baku biodiesel adalah bukan sebagai pengganti
bahan baku yang telah ada , tetapi untuk memenuhi kekurangan bahan baku
pembuatan biodiesel. Berdasarkan realisasinya nanti dapat dibandingkan dan
dibuat pilihan bahan apa yang lebih efektif untuk dikembangkan dalam skala
besar sebagai bahan baku pembuatan biodiesel (Briggs , 2004). Dari sekian
banyak potensi alam yang dimiliki oleh Indonesia, alga dapat dicoba untuk
dikembangkan sebagai salah satu alternatif bahan baku pembuatan biodiesel.
Alga mengandung LST yang sangat tinggi, bahkan diantaranya, mempunyai
kandungan LST lebih dari 50 % (Briggs, 2004) . Kandungan LST yang besar
mengidentifikasikan kandungan asam lemak yang besar dalam alga (Cohen,
1999) . Dalam percobaan menggunakan bahan baku minyak sawit dan minyak
jarak, asam lemak inilah yang selanjutnya diproses menjadi biodiesel.
Semakin banyak kandungan asam lemak dalam suatu bahan baku, maka
semakin besar pula biodiesel yang dihasilkan (Zuhdi dkk, 2003).
Alga termasuk tumbuhan autrotof, yang tidak tergantung pada makhluk hidup
lain dan berfotosintesis. Dua hal penting yang dibutuhkan alga untuk
pertumbuhanya adalah sinar matahari yang cukup dan karbondioksida (C0 2 ).
Alga dapat tumbuh dan berkembang pada air asin dan air tawar, tetapi
kebanyakan spesiesnya hidup pada perairan !aut yang dangkal (Graham ,
Linda E, 2000) . Hal ini sangat sesuai dengan kondisi perairan Indonesia
sebagai negara kepulauan yang menyediakan banyak perairan dangkal
dengan sinar matahari yang cukup bagi pertumbuhaan alga .
Alga adalah adalah tumbuhan paling efektif proses fotosintesisnya . Hal ini
karena

alga

mampu

mengoptimalkan

sinar

matahari

dalam

proses

fotosintesis , walaupun sinar matahari terhalang oleh permukaan air (Briggs ,


2004) . Alga sangat besar perananya dalam biogeochemistry, yaitu sebagai
bagian penting dari siklus N (nitrogen) , 0

(oksigen) , S (Belerang) , P

(phosphate) , dan C (karbon) (Graham dan Wilcox , 2000) .

Alga

dibagi

menjadi

Phylum

yaitu

Cyanobacteria,

Glaucophyta,

Euglenophyta, Cryptophyta, Haptophyta, Dinophyta, Ochrophyta (salah satu


jenisnya adalah Alga coklat), Rhodophyta (Alga hijau) , dan Chlorophyta (Alga
merah) . Menurut ukuranya alga dibedakan menjadi dua jenis yaitu makroalga ,
yang berukuran besar dan mikroalga, yang berukuran mikrometer (Graham
dan Wilcox , 2000) . Makroalga dibagi menjadi 3 jenis , yaitu (1) Alga coklat,
yang dapat mencapai ukuran paling besar, biasa disebut dengan rumput !aut,
(2) Alga hijau , dan (3) Alga merah (en.wikipedia .org) .
Mikroalga merupakan jenis alga yang paling banyak dikembangkan untuk
keperluan riset dan teknologi . Hal ini karena mikroalga mempunyai beberapa
keuntungan, yaitu pertumbuhanya lebih cepat dan kandungan asam lemak
lebih besar (Cohen, 1999; Sheehan dkk, 1998).
Dua faktor terpenting yang dibutuhkan bagi pertumbuhan alga adalah sinar
matahari yang cukup dan karbondioksida. Selain itu alga juga membutuhkan
beberapa nutrisi tambahan seperti nitrogen, fosfate, dan zat besi agar
pertumbuhanya cepat dan optimal. Beberapa jenis alga juga membutuhkan
silikon (Graham dan Wilcox, 2000).
Alga dapat berkembang pada air laut dan air tawar, bahkan pada daerah
yang

basah

dan

lembab seperti

pegunungan

dan

derah

salju . Alga

mempunyai ukuran yang bervariasi , dari yang panjangnya satu mikrometer


sampai raksasa laut yang tingginya lebih dari 50 meter (Graham dan Wilcox,
2000) . Alga sejenis rumput !aut tingginya dapat mencapai 70 meter. Alga
dalam bentuk mikro biasa disebut dengan

fitoplankton yang merupakan

sumber rantai makanan dilaut (en.wikipedia .org) .


Menurut Sheehan dkk (1998) dari departemen energi USA, ada tiga
komponen zat utama yang terkandung dalam alga , yaitu karbohidrat, protein ,
dan triasigliserol sebagai LST. Karbohidrat dapat difermentasikan menjadi
alkohol , protein dapat diolah menjadi produk makanan dan kecantikan , dan
LST dapat diubah menjadi asam lemak. Kombinasi dari pemanfaatan tiga
komponen diatas dapat menghasilkan makanan ternak.
Salah satu jenis alga yang diteliti oleh Sheehan dkk (1998) kandungan
LSTnya bahkan dapat mencapai lebih dari 50 %. LST dapat digunakan

sebagai bahan baku pembuatan biodiesel (Rahayu , 2005 ; Zuhdi , 2004 ; Zuhdi
dkk, 2003 ; Zuhdi , 2002 ; Rahman , 1995 ; La Puppung , 1986).
Alga dapat diproduksi menjadi makanan yang dikonsumsi manusia , makanan
ternak, atau pupuk organik. Alga sangat besar perananya sebagai bagian
penting dari siklus N (nitrogen) , 0 (oksigen), S (belerang), P (fosfat), dan C
(karbon) . Alga memainkan peranan penting dalam bioteknologi, seperti
menyerap polusi dan pencemaran yang berlebihan (Graham dan Wilcox,
2000) . Alga juga dapat dimanfaatkan pada bidang farmasi sebagai bahan
pembuatan obat-obatan (Cohen , 1999), seperti adanya kandungan zat anti
HIV dan anti Herves (Catie , 1998).

:.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Budidaya Alga
Sebagaimana halnya tanaman , alga menggunakan cahaya matahari untuk
proses fotosintesis. Fotosintesis merupakan proses biokimia penting dimana
tumbuhan, alga, dan beberapa bakteri mengubah energi cahaya matahari
menjadi energi kimia. Alga menangkap energi cahaya melalui fotosintesis dan
mengubah bahan anorganik menjadi gula sederhana dengan menggunakan
energi yang diambil.

Faktor-Faktor yang Menentukan Laju Pertumbuhan Alga


Berikut ini adalah faktor penting yang menentukan laju pertumbuhan alga,

Cahaya- cahaya diperlukan untuk proses fotosintesis

Suhu :Ada rentang suhu ideal yang diperlukan untuk pertumbuhan alga

MediaiNutrisi- Komposisi air merupakan suatu pertimbangan yang


penting (termasuk salinitas)

pH -Alga biasanya membutuhkan pH antara 7 dan 9 untuk mencapai laju


pertumbuhan yang optimal

Jenis Alga -Berbeda jenis, beda pula laju pertumbuhannya

Aerasi- Alga membutuhkan kontak dengan udara, untuk kebutuhan C02

Mengaduk- Mengaduk untuk mencegah terjadinya sedimentasi alga dan


memastikan semua sel sama-sama terkena cahaya

Fotoperiodik: Cahaya dan siklus gelap

Contoh nutrisi untuk alga air tawar

Ca(N03)2; KH2P04; MgS04; NaHC03 & trace elements I logam

NaN03; MgS04; NaCI; K2HP0 4; KH 2P04; CaCI 2 & trace elements I logam
Contoh nutrisi untuk alga biru hijau:

NaN03; Na2HP04; K2HP04 & trace elements I logam

Fotobioreaktor Alga

Fotobioreaktor adalah sistem yang dikendalikan dengan menggabungkan


beberapa jenis sumber cahaya. lstilah fotobioreaktor lebih umum digunakan
untuk mendefinisikan sebuah sistem tertutup, sebagai kebalikan dari tanki
atau kolam terbuka. Kolam tertutup dalam rumah kaca juga dapat dianggap
sebagai suatu bentuk fotobioreaktor (PBR). canggih . Karena sistem PBR ini

dari LST alga akan diproses menggunakan katalis enzimatik yang diekstraksi
dari beberapa jenis biakan mikroba penghasil enzim lipase.
LST dari alga dapat diesterifikasi sehingga memiliki sifat-sifat yang mirip
dengan

minyak fosildiesel

dengan

memakai

senyawa

alkohol

seperti

methanol atau ethanol dalam suatu proses yang disebut (Rahman , 1995).
Esterifikasi merupakan proses untuk mengubah LST menjadi metil ester. Metil
ester inilah yang disebut sebagai biodiesel. Umumnya LST mempunyai

,.__

viskositas yang lebih tinggi dari kisaran neburut National Biodiesel Board
(NBB). Esterifikasi bertujuan untuk menurunkan viskositas dari bahan baku ,
sehingga viskositas biodiesel yang dihasilkan masuk dalam kisaran yang
distandarkan oleh NBB (Adryan , 2002; Pelly, 2000; Kae, 2000 ; Rahayu, 2005;
Zuhdi dkk, 2003; Gabrosky dan Me Carmie, 1998; dan Culshaw, 1993).

BAS Ill
TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan dari penelitian

ini adalah untuk mengembangkan potensi alga

penghasil LST sebagai bahan baku biodiesel.

Dengan cara pengujian

katalisasi alkil ester asam lemak dari biomassa alga secara transesterifikasi
enzimatik , menggunakan etanol atau alkohol. Katalis

yang digunakan

berupa enzim lipase amobil ataupun whole cell yang diekstraksi dari
beberapa

JenJs

biakan

mikroba

(Bacillus

subtilis,

Actinomycetes,

Pseudomonas f/uorescens dan Candida rugosa). Dari proses ini dihasilkan


metil ester yang selanjutnya disebut sebagai biodesel.
Penelitian didasarkan pada studi literatur, pertukaran informasi melalui media
seminar, pengamatan langsung dilapangan serta budidaya alga skala lab dan
pengujian enzim dari mikroba penghasil enzim lipase untuk esterifikasi asam
lemak sel tunggal. Beberapa jenis alga memiliki kandungan LST hingga
mencapai 60 %. LST inilah yang selanjutnya akan diproses menjadi biodiesel
melalui transesterifikasi secara enzimatik. Dalam percobaan ini digunakan

Chiarella vulgaris, Scenedesmus dimorphus dan Spirulina fusiformis .


Adapun

limbah hasil olahannya akan dimanfaatkan sebagai penghasil

biometan secara fermentasi anaerob.

BAB IV
METODOLOGI
Media Produksi Alga

Sekitar 1 cm

biakan alga yang telah ditumbuhkan pada media PDA

diinokulasikan pad a 100 ml media, mengandung 2% glukosa, 0.5% yeast


extract dan

0.1%

KH2P04

pada

pH

netral

(sekitar 6.5) , kemudian

diinkubasikan diatas shaker pada suhu 25oC pada kecepatan 150 rpm selama
4-5 hari . Selanjutnya biakan dihomogenkan pad a kecepatan tinggi selama 10
detik, sebanyak 5 ml biakan yang telah homogen diinokulasikan pada 45 ml
media dalam erlenmeyer 250 mi.
Selanjutnya biakan divakum filter menggunakan kertas saring Whatman No.1
guna memisahkan biomassa dan cairan. Biomassa dikering bekukan pada 40oc dan 0.15 Mbar hingga diperoleh berat konstan . Cairan kultur tanpa
biomassa selanjutnya digunakan untuk penentuan COD dan kadar gula
reduksi. COD ditentukan berdasarkan metode APHA (1995) dan penentuan
gula reduksi berdasarkan metode DNS (Mandels , 1976).
Pemanenan Alga

Pengumpulan

alga

terdiri

dari

pemisahan

alga

dari

media

tumbuh,

pengeringan, dan pengiriman, baik untuk pengguna akhir atau pemrosesan


secara kimia. Selain itu, jika pengiriman untuk lokasi yang jauh, alga mungkin
perlu dikemas untuk transportasi. Pemisahan alga dari media disebut juga
panenan. Alga dapat dipanen menggunakan microscreen, sentrifugasi , dan
flokulasi atau dengan buih pengapung. Cara panen dengan buih pengapung ,
air dan ganggang diaerasi kedalam buih, kemudian alga dipisahkan dari air.
Dalam banyak hal, tidak perlu dilakukan pemisahan alga dari cairan biakan .
Kelebihan

produksi

dan

produksi

diluar

musim

bisa , bagaimanapun,

menyebabkan kepekatan dan kerapatan tinggi . Kepadatan kultur alga yang


tinggi dapat dipekatkan dengan cara flokulasi kimia atau sentrifugasi . Produk
seperti aluminium sulfat dan feri klorida sel menyebabkan sel-sel alga
menggumpal dan mengendap atau mengapung ke permukaan . Pemulihan
biomassa alga selanjutnya dilakukan masing-masing dengan cara menyedot
supernatan atau mengeluarkan sel-sel dari permukaan .

Sentrifugasi biakan alga dalam volume besar biasanya dilakukan dengan


menggunakan alat pemisah krim , laju aliran disesuaikan dengan jen is alga
dan kecepatan sentrifugasi dari alat pemisah . Sel-sel mengumpul didinding
botol sentrifus sebagai pasta yang tebal , kemudian disuspensikan kembali
dengan sedikit air. Bubur yang dihasilkan dapat disimpan selama 1-2 minggu
da lam lemari pendingin atau dibekukan . Untuk cara yang terakhir, dapat
dilakukan penambahan bahan krioprotektan (glukosa , dimetilsulfoksida) untuk
menjaga integritas sel selama pembekuan.
Filtrasi

Filtrasi umumnya dapat dilakukan dengan membran selulosa termodifikasi


dengan bantuan pampa hisap. Kelebihan dari metode ini sebagai alat
pemekat adalah kemampuannya mengumpulkan alga dengan kepadatan
sangat rendah. Namun , pemekatan dengan alat filtrasi hanya terbatas pada
volume yang kecil dan cenderung pada akhirnya menyebabkan penyumbatan
filter oleh sel-sel yang mengumpul pada saat alat penghisap digunakan .
Beberapa metode telah dirancang untuk menghindari masalah-masalah
tersebut. Salah satunya melibatkan penggunaan vakum reverse-flow, di mana
tekanan bekerja dari atas , membuat prosesnya menjadi lebih lembut dan
mencegah sel-sel mengumpul . Metode itu sendiri telah dimodifikasi sehingga
memungkinkan volume air yang relatif besar akan terkonsentrasi dalam waktu
yang singkat (20 liter menjadi 300 ml dalam waktu 3 jam) . Proses yang kedua
menggunakan vakum langsung tetapi menggunakan pisau pengaduk dalam
botol yang terletak di atas filter, sehingga mencegah partikel mengumpul
selama proses pemekatan.

Sentrifugasi

Sentrifugasi

adalah

metode

memisahkan

alga

dari

med ia

dengan

menggunakan sentrifus sehingga menyebabkan alga mengumpul dibagian


bawah botol atau tangki. Sentrifugasi dan pengeringan saat ini dianggap
terlalu mahal untuk penggunaan perorangan , meskipun terbukti bermanfaat
pada skala komersial dan skala industri.

Sentrifus adalah alat yang bermanfaat baik untuk ekstraksi LST dari alga
maupun pemisahan bahan-bahan kimia dalam biodiesel . Jika digabungkan
dengan homogenizer, kemungkinan dapat memisahkan LST dan bahan yang
bermanfaat lainnya dari alga sekaligus .
Sentrifus adalah sebuah peralatan, umumnya digerakkan oleh motor, yang
menempatkan objek diatas putaran sumbu rotasi yang tetap, menerapkan
gaya tegak lurus dengan sumbu. Sentrifus bekerja menggunakan prinsip

----

sedimentasi , dimana percepatan sentripetal digunakan secara merata untuk


mendistribusikan zat-zat (biasanya dalam bentuk larutan untuk pemakaian
skala kecil) pada kepekatan yang tinggi atau rendah. sentrifugasi continuousflow dengan metode rotor klasik digunakan secara meluas . Metode ini cukup
efisien, tetapi sel-sel alga yang sensitif mungkin akan rusak akibat pemeletan
pada dinding rotor dan pada dasarnya metode ini kurang selektif; semua
partikel dengan tingkat sedimentasi diluar ukuran akan ikut mengumpul.
Flotasi
Flotasi biasanya digunakan secara kombinasi dengan flokulasi untuk panenan
alga dalam air limbah. lni adalah metode yang sederhana dimana alga dapat
dibuat mengapung di permukaan medium untuk kemudian dipisahkan.
Flotasi udara terlarut
Flotasi udara terlarut memisahkan alga dari media tumbuh menggunakan fitur
baik secara flotasi buih maupun flokulasi. Menggunakan tawas untuk flokulasi
alga dan campuran udara, dengan gelembung halus yang dikeluarkan oleh
kompresor udara. Tawas adalah nama umum untuk beberapa trivalen sulfat
logam seperti aluminium, kromium, atau besi dan logam univalen seperti
kalium atau natrium, misalnya Alk (S04)2.
Flotasi Buih
Flotasi buih adalah metode pemisahan alga dari media melalui penyesuaian
pH dan gelembung udara melalui suatu kolom untuk membuat buih alga yang
mengumpul di atas permukaan cairan. Alga mengumpul didalam buih diatas
permukaan cairan, dan dapat dipisahkan dengan alat penghisap . pH yang
diperlukan tergantung pada jenis alga. Flotasi buih dan pengeringan saat ini
dianggap terlalu mahal untuk tujuan komersial. Biaya flotasi buih diperkirakan
terlalu tinggi untuk penggunaan secara komersial.

Flokulasi
Flokulasi adalah metode untuk memisahkan alga dari media menggunakan
bahan kimia untuk memaksa alga membentuk gumpalan . Kelemahan utama
dari metode pemisahan cara ini adalah kesulitan dalam memisahkan bahan
kimia yang ditambahkan dari alga yang telah dipisahkan , sehingga mungkin
membuatnya tidak ekonomis dan tidak efisien untuk penggunaan komersial,
meskipun mungkin lebih praktis jika untuk tujuan penelitian. Biaya untuk
memisahkan bahan kimia dianggap terlalu mahal untuk tujuan komersial.

Flokulasi
Flokulan, atau agen penggumpal, adalah bahan kimia untuk meningkatkan
flokulasi, sehingga menyebabkan koloid dan partikel tersuspensi lainnya
dalam cairan beragregasi, membentuk gumpalan . Alum dan besi klorida
adalah jenis flokulan kimiawi yang digunakan untuk memanen alga. Suatu
produk komersial yang disebut "Chitosan", yang biasanya digunakan untuk
penjernihan air, juga dapat digunakan sebagai flokulan, namun jauh lebih
mahal. Air payau atau air laut membutuhkan flokulan kimia tambahan untuk
menginduksi terjadinya flokulasi. Pemanenan cara flokulasi kimia merupakan
metode yang terlalu mahal untuk pekerjaan besar. Mengganggu pasokan C02
kedalam media juga dapat menyebabkan alga berflokulasi sendiri yang
disebut "autoflokulasi".

Cara Ekstraksi LST Alga


Ekstraksi LST alga adalah topik yang sedang hangat diperdebatkan saat ini
karena proses ekstraksi merupakan salah satu proses yang lebih mahal untuk
dapat menentukan keberlangsungan biodiesel berbasis alga.
Dari segi konsep, ide ini cukup sederhana: Mengekstraksi alga dari media
pertumbuhan (dengan proses pemisahan yang tepat) , dan memanfaatkan
alga yang masih segar untuk mengekstraksi LST. (Catatan: alga tidak perlu
dikeringkan sebelum ekstraksi LST).
Ada tiga metode yang dikenal untuk mengekstraksi minyak dari biji-bijian dan
metode ini seharusnya dapat diterapkan juga untuk mengekstraksi LST alga ;
1. Pengepresan dengan alat pengepres (Laarhoven eta!, 2005) .
~

2 . Ekstraksi dengan pelarut heksan


3. Ekstraksi cairan fluida superkritis (BioDieseiNow Forums , 2005) .

Pengepresan dengan Expeller


Pengepresan dengan expeller-Untuk menJaga kandungan minyak jika alga
sudah dikeringkan, sehingga minyaknya dapat diekstraksi menggunakan alat
pengepres minyak. Banyak produsen minyak sayur menggunakan kombinasi
pengepresan mekanik dan pelarut kimia untuk mengekstraksi minyak.
Dari ketiga cara diatas pengepresan merupakan cara yang paling mudah dan
murah . Sisa ekstraksi ini dapat dimanfaatkan sebagai pupuk atau gas
biometan , jika limbahnya difermentasi menggunakan biakan metanogen
anaerob. Menurut Sheehan dkk (1998) kandungan LST dalam alga mikro
dapat mencapai 60%. Kelebihan alga adalah kandungan LSTnya besar dan
pertumbuhanya sangat cepat.
Estraksi alga dengan could press sangat cocok dipakai untuk produksi dalam
skala kecil. Proses pengepresan mempunyai efisiensi rendah karena untuk
mendapatkan LST, alga yang sudah dikeringkan dipress sehingga hancur.
Minyak LST yang dihasilkan adalah sekitar 70% dari jumlah LST yang
terkandung dalam alga. Sedangkan sisanya masih bercampur dengan sisa
ekstraksi yang berupa karbohidrat.
Metode Pelarut Heksan
LST alga dapat diekstraksi menggunakan bahan kimia . Benzena dan eter
telah digunakan , namun bahan kimia yang populer untuk pelarut ekstraksi
adalah heksana yang relatif murah . Kelemahan menggunakan pelarut kimia
untuk mengekstraksi LST adalah berbahaya karena bekerja dengan bahan
kimia . Benzena digolongkan sebagai bahan karsinogen. Pelarut kimia juga
menyebabkan masalah terjadinya bahaya ledakan .
Ekstraksi pelarut heksana dapat digunakan secara terpisah atau digunakan
bersama dengan alat pengepres minyak I cara expeller. Setelah minyak dapat
diekstraksi dengan expeller, sisa pulp dapat dicampur dengan sikloheksana
untuk mengekstraksi kandungan

LST yang tersisa . LST terlarut dalam

sikloheksan , dan pulpnya dapat difiltrasi dari larutan . LST dan sikloheksan
dipisahkan dengan cara penyulingan.
Laarhoven dkk (2005) menggunakan sikloheksan untuk menyerap LST yang
masih bercampur dengan

karbohidrat.

Kemudian

LST dipisahkan dari

sikloheksan dengan cara distilasi (penyulingan). Dengan proses m1 , hasil


akhir proses ekstraksi dapat mencapai lebih dari 95 % .
Cara lain untuk mengekstraksi LST dapat digunakan metode Lepage (1984)
yang dimodifikasi. Larutan heksan-isopropanol sebanyak 1Om I (3 :2, v/v)
ditambahkan pada biomassa yang sudah dikering beku dalam tabung
sentrifus 45 ml , dihomogenasi selama 1 menit, dan disentrifus pada 5000 rpm
selama 10 men it. Prosedur ekstraksi diu lang sebanyak 2 kali pada residunya
dan ketiga supernatant yang telah diperoleh digabung kembali. Sebanyak 10
ml sodium sulfat 0.47 M kemudian ditambahkan pada supernatan untuk
memecah emulsi. Fasa (lapisan) teratas mengandung LST murni kemudian
dipindahkan

pada

tabung

lainnya

dan

dievaporasi

hingga

kering

menggunakan arus I aliran udara nitrogen diatas penangas air pada suhu
45C. Berat kering residu ditentukan sebagai berat total LST alga .

Ekstraksi Fluida superkritis


Cara ini dapat mengekstraksi hampir 100% dari LST yang terkandung dengan
sendirinya . Namun cara ini membutuhkan peralatan khusus untuk penahanan
dan tekanan dan cairan ekstraksi superkritis/C02, C02 dicairkan dengan
tekanan dan dipanaskan hingga mencapai suatu titik dengan sifat-sifat yang
dimilikinya antara cair dan gas. Fluida cair ini kemudian bertindak sebagai
pelarut dalam mengekstraksi LST.

Metode Ekstraksi Lain yang Kurang Dikenal


Ekstraksi enzimatik
Ekstraksi enzimatik - menggunakan enzim untuk mendegradasi dinding sel
dimana air bertindak sebagai pelarutnya, cara ini akan membuat fraksinasi
LST menjadi jauh lebih mudah. Biaya proses ekstraksi ini diperkirakan akan
jauh lebih besar dari ekstraksi menggunakan heksan.

Kedutan Osmotik
Kedutan osmotik - adalah penurunan tekanan osmotik secara tiba-tiba ,
sehingga menyebabkan sel dalam larutan pecah. Kedutan osmotik kadangkadang digunakan untuk mengeluarkan komponen selular, termasuk LST.

Ekstraksi Ultrasonik
Ekstraksi ultrasonik dapat lebih mempercepat proses ekstraksi . Menggunakan
reaktor ultrasonik , gelombang ultrasonik dapat digunakan untuk membuat

gelembung kavitasi dalam bahan pelarut, ketika gelembung pecah di dekat


dinding sel , menciptakan gelombang kedut dan jet-jet cairan menyebabkan
dinding-dinding sel terkoyak sehingga melepaskan isinya ke dalam pelarut.

Transesterifikasi LST Alga

Setelah biomasa alga diekstraksi menjadi LST, maka proses selanjutnya


adalah esterifikasi . Untuk merubah LST menjadi biodiesel dapat dipakai
perbandingan campuran yang digunakan , yaitu minyak LST 87 %, Alkohol
12%, dan katalis 1%. Campuran ini kemudian dimasukkan ked a lam reaktor
untuk dipanaskan sampai suhu 65 derajat Celcius selama 1-8 jam. Proses
esterifikasi ini akan menghasilkan metil ester 86 %, alkohol 4 %, limbah
1% (untuk pupuk organik), dan gliserin 9 %.

Dari campuran ini dihasilkan dua zat yang mempunya1 masa jenis yang
berbeda, yaitu metil ester

dan gliserin . Campuran ini dapat dipisahkan

dengan proses sentrifugasi . Metil ester kemudian dicuci dengan air hangat,
untuk membersihkan sisa katalis dan sabun. Tidak ada bahan yang terbuang
dari proses pengolahan biodiesel ini (National Biodiesel Board).

Sebagai

bahan

bakar,

biodiesel

harus

memenuhi

persyaratan

yang

ditetapkan oleh ASTM . Salah satu parameter yang penting untuk menentukan
kualitas bahan bakar adalah cetane number. Cetane number merupakan
ukuran yang menyatakan kualitas pembakaran bahan bakar, dalam ruang
bakar motor diesel . Cetane number adalah fungsi dari banyaknya CH3 dan
CH 2 dalam komposisi bahan bakar (Connemann dan Fischer, 1998).

Kisaran Bilangan Setana adalah 1 sampai 100 . bah an bakar dengan nilai
bilangan setana 100 adalah setana (heksadeka) , bah an bakar dengan nilai
bilangan setana terendah adalah 2.2.4.4.6.8.8 heptametilnonana , dengan nilai
bilangan setana 15 (O 'Conner, Forester dan Scurel, 1992)
Bilangan setana dapat ditentukan berdasarkan sifat fisik bahan bakar, seperti
densitas dan viskositas kinematik (Henein , Fragoulis , 1985), tetapi penentuan

cetane number berdasarkan sifat kimianya dianggap lebih baik. Salah satu
formula yang dapat digunakan untuk menghitung bilangan setana adalah
yang diajukan oleh Gautier (1998), yaitu:
Bilangan Setana

=-.057 H3 +0.935 H2-0.454 H1 -9 ,718 HA+0 .102 H0

H3 adalah semua metil hydrogen kecuali yang terikat langsung pada gugus
aromatik. H2 adalah semua metilen dan hidrogen metilen kecuali yang terikat
langsung pada gugus aromatik. H1 adalah semua hidrokarbon atau gugus
karbon yang terikat pada gugus aromatik . HA adalah semua hydrogen mono
aromatik. HD adalah semua hidrogen poli aromatik.
Pembuatan biodisel tidak hanya memerlukan bahan baku saja, tetapi juga
memerlukan alkohol (methanol atau ethanol), yang jumlahnya sekitar 10 %
dari campuran (Briggs , 2004). Alkohol berguna untuk menurunkan viskositas
minyak nabati dengan proses esterifikasi, sehingga biodiesel mempunyai
sifat-sifat yang mirip dengan minyak diesel (Rahman, 1995). Alkohol dapat
diperoleh dengan cara fermentasi karbohidrat yang terkandung dalam alga ,
setelah diambil LSTnya (Sheehan, 1998). Menurut Sheehan dkk (1998) ada
beberapa tahapan untuk mendapatkan biodiesel alga, yaitu: (1 ). Pengeringan;
(2). Ekstraksi Alga menjadi minyak nabati; (3). Esterifikasi LST menjadi metil
ester, menggunakan katalis asam. basa, maupun enzim.

Transesterifikasi Enzimatik

Lipase (gliserol ester hydrolase EC 3.1.1 .3) adalah enzim yang mengkatalisis
hidrolisis asilgliserol asam lemak, gliserol diasil, gliserol monoasil dan gliserol
(transesterifikasi atau alkoholisis) . Enzim-enzim tersebut diproduksi secara
intra dan ekstraselular pada beberapa jenis mikroba , misalnya, Candida

antarctica,
Bukholdeira

Thermomyces lanuginosus, Rhizomucor miehei dan


sp , Pseudomonas

Alcaligenes,

Pseudomonas

bakteri

mendocina,

Chromobacterium viscosum .
Tak terhitung banyaknya penelitian tentang hal ini terutama ditujukan untuk
penggunaan secara praktis dalam industri, untuk menghidrolisis lemak, untuk
memproduksi asam lemak, pangan aditif, sintesis ester dan peptida , membuat
campuran rasemik, deterjen , dan lain sebagainya . Dalam pustaka ada revisi
yang menarik mel iputi produksi, pemurnian , pem isahan dan karakterisasi .

Sebagian besar penelitian mengenai transesterifikasi minyak nabati untuk


menghasilkan biodiesel adalah penggunaan enzim komersial murni pada
beberapa media reaksioner (mengandung pelarut, bahan aditif, larutan ionpolar, cairan superkritis atau bahan-bahan pembantu fiksasi enzimatik ,
terutama celite dan polimer). Ada juga penelitian mengenai reseptor baru
golongan asil, pada ketersediaan lipase dari Candida antarctica yang
difiksasi , serta penghambatan lipase terhadap gliserol.

Shiamada et al. (2002) melaporkan mengenai kesulitan penggunaan kembali


enzim yang digunakan dalam transesterifikasi dan mengungkapkan bahwa
metanol yang tidak terlarut adalah senyawa ireversibel yang menghentikan
aktivitas lipase, meskipun difiksasi. Mereka mengevaluasi sistem metanolisis
menggunakan lipase dari Candida antarctica yang difiksasi, serta residu
minyak dalam batch dari kedua tahapan , dengan berbagai variasi enzim dan
metanol, untuk mendapatkan produksi biodiesellebih besar dari 90%.

Watanabe et al. (2001) menggunakan minyak bekas dan lipase dari Candida
antarctica yang difiksasi didalam kolom dengan berbagai proporsi metanol,
mengamati bahwa aktivitas enzim bertahan selama 100 hari reaksi tanpa
mengalami penurunan aktivitasnya .
Namun, ada beberapa penelitian yang ditujukan untuk mengurangi biaya
enzim murni dan mengenai penerapan langsung mikroba dalam reaksi
transesterifikasi .

Metode produksi secara komersial lebih senng menggunakan media basa


untuk transesterifikasi minyak atau lemak, pada ketersediaan etanol, untuk
menghasilkan metil ester asam lemak dan gliserol. Namun, metode ini
memiliki beberapa kelemahan, antara lain kesulitan dalam pemisahan
gliserol , katalis basa yang terus terbawa dalam larutan , perlakuan lanjutan
terhadap limbah cair mengandung alkali, sifat prosesnya yang berenergi
tinggi , keterlibatan asam lemak bebas dan kehadiran air dalam reaksi .

Produksi lipase
Produksi lipase ekstraseluler dari biakan mikroba dilakukan dalam gelas
Erlenmeyer 250 ml , masing-masing berisi 50 ml media terdiri dari pepton
(0 ,5%) , yeast extract (0 ,3%) , NaCI (0 ,25%), MgS04 (0,05%) dan minyak
kelapa (3 ,0%) pada pH 7.0. Medium disterilkan dan diinokulasi dengan 3,5 ml
(4

x 108

sel I ml) inokulum kemudian diinkubasi selama 60 jam pad a 34

oc

diatas shaker pada 200 rpm. Pada akhir masa inkubasi, supernatan dari
media fermentasi disentrifugasi pad a 6987g selama 10 men it. Supernatan
diberi perlakuan dengan a seton (1 :4 v/v) selama 1 jam pad a 4

oc, dilanjutkan

dengan sentrifugasi pad a 6987 g selama 10 me nit. Endapan dilarutkan dalam


50 mM buffer fosfat (pH 5.0) dan dikeringbekukan untuk digunakan sebagai
sediaan lipase untuk diimobilisasi lebih lanjut.

Pengujian Aktivitas Enzimatik


Uji aktivitas lipase dilakukan secara spektrofotometri menggunakan p-nitro
fenil palmitat sebagai substrat. p-nitro fenol dilepaskan dari p-nitro fenil
palmitat melalui hidrolisis yang dimediasi enzim lipase . Satu unit (U) enzim
lipase dinyatakan sebagai banyaknya enzim yang melepaskan satu mikromol
p-nitro fenol per menit pada kondisi pengujian.

lmobilisasi Lipase
Lipase dari biakan mikroba terpilih diimobilisasi dengan silika yang diaktivasi
dengan etanolamin, dilanjutkan dengan pengikatan dengan glutaraldehida .

Persiapan Reaksi transesterifikasi


Reaksi transesterifikasi dilakukan pada suhu 30 C dalam botol bertutup yang
ditempatkan diatas shaker ulang-al ik. Campuran reaksi awal terdiri dari
minyak-metanol dengan perbandingan molar 1 :2 , t-butanol-m inyak dengan
volume rasio 0,2 , enzim lipase amobil 20 U dan 200 rpm (kecuali dinyatakan

lain) , berikut kontrol masing-masing . Semua pengujian dilakukan dalam tiga


ulangan dan hasilnya dilaporkan sebagai rata-rata standar deviasi.
Sampling dan analisis
Sampel diambil dari campuran reaksi pada interval waktu tertentu . Sampel
disentrifugasi pad a 6.987 g selama 10 me nit pad a 4 oc untuk memisahkan
bahan pembawa mengandung enzim amobil (dengan demikian meniadakan
kemungkinan adanya reaksi tambahan) diikuti dengan pengenceran 100 kali
lipat dari sampel awal dengan n-heksana . Uji stabilitas dilakukan dalam
pelarut t-butanol pada setiap siklus (hingga 20 siklus) dan supernatan serta
aktivitas residual enzim amobil diuji untuk mengetahui sisa aktivitas enzim
selama lebih dari tujuh siklus .

Sintesis metil ester asam lemak dianalisis dengan menyuntikan cairan dari
campuran reaksi yang diencerkan pada gas kromatografi . Suhu kolom dijaga
pada 150C selama 0,5 menit, meningkat sampai 250 oc pada 15oC/menit dan
dipertahankan pada suhu ini selama 6 menit. Suhu dari injektor dan detektor
ditetapkan masing-masing pada 245 dan 350 C. Persentase molar konversi
produk, diidentifikasi dengan membandingkan daerah puncak standar metil
ester pada retensi waktu tertentu. Kuantifikasi produk akhir (metil ester asam
lemak) dilakukan berdasarkan kalibrasi kurva dari metil ester asam lemak
murni (metil oleat, metillinoleate , metil stearat dan metil palmitat) .

BABV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Mikroalga sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi bahan baku biofue/.
Mengingat mikroalga dapat tumbuh dengan sangat cepat, bahkan dapat dipanen dalam
waktu sing kat yakni sekitar 7-10 hari (Lardon , eta/, 2009) .
Sela in, Chiarella dan Scenedesmus yang telah diteliti dan cukup banyak ditemukan
di perairan Indonesia , ada empat kelompok mikroalga potensiallainnya yang dapat
ditemukan diseluruh kawasan perairan dunia . Yaitu , kelompok diatom (Bacillariophyceae) ,
alga hijau (Chlorophyceae), alga emas (Chrysophyceae) , dan alga biru (Cyanophyceae) .
Keempat kelompok alga tersebut bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku bahan bakar
hayati. Berdasarkan penelitian sebelumnya , setidaknya ada tiga jenis mikroalga yang ideal
untuk dijadikan sumber bahan bakar hayati, yaitu Chiarella , Scenedesmus dan Dunaliella.

~:' Kandungan Minyak (%dw)

Gambar 1.

Keanekaragaman jenis alga penghasil lemak sel tunggal

(LST) sebagai bahan baku bahan bakar hayati

Gam bar 1, menunj ukkan hasil penelusuran pustaka kandungan minyak alga yang
berasa l dari Chiarella mencapai 15-55 persen , Snenedesmus mencapa i 16-40 persen

Ankistrodesmus 28-40 persen , Botryococcus 29-75 persen , Cyclotella , 42 persen ,


Hantzschia 66 persen , Nannochloris 6-63 persen , Nitzschia 28-50 persen , Nannochloropsis

31 -68 persen , Phaeodactylum 31 persen , Stichococcus, 9-59 persen , Tetraselmis 15-32


persen , Tha/assiosira 21-31 persen , Neoch/oris , 35-54 persen dan Schiochytrium 50-77
persen .
Kandungar1 karbohidrat dan protein dari beberapa jenis alga menunjukkan
persentase yang bervariasi , termasuk biakan yang telah dibudidayakan dalam fotobioreaktor
di laboratorium , yaitu Snenedesmus dimorphus masing-masing mengandung 21 -52 persen
dan 8-18 persen , Chiarella vulgaris masing-masing berkisar 12-17 dan 51-58 persen ,
sementara Spirulina fusiformis masing-masing 13-16 persen dan 60-71 persen.
Produktivitas alga 30 kali lebih banyak dibanding tumbuhan darat. Untuk
mendapatkan satu liter bahan bakar hayati (BBH), hanya membutuhkan 5 ton biomasa alga.
Studi band ing produksi BBH per luas wilayah kultivasi antara alga dengan sumber BBH
lainnya , menunjukkan hasil yang menjanjikan. Jika produksi minyak kelapa sawit mencapai
5.960 liter per Ha, kelapa dalam 2.689 liter per Ha , jarak pagar 1.892 liter per Ha, kedelai
hanya 4 liter per Ha dan jagung 172 liter per Ha, maka dari budidaya mikroalga penghasil
LST dapat diproduksi BBH sebanyak 136.900 liter per Ha. Selain itu, kelapa sawit, misalnya ,
perlu waktu 5 bulan, sedangkan jarak pagar perlu waktu 3 bulan . Jika dibandingkan sumber
minyak bumi yang tidak terbarukan dan perlu proses yang rumit serta mahal produksinya,
potensi mikroalga masih lebih unggul. Dari 1 hektar ladang minyak bumi hanya bisa
menghasilkan 0,83 barrel minyak per hari , sedangkan pada luas yang sama alga mampu
menghasilkan sebanyak 2 barrel BBH (Schenk, eta/. 2008) .

(A)

Gambar2.

(B)

Kultur biakan alga dalam fotobioreaktor 5 liter berumur 10 hari


sebelum dipanen (A) dan setelah pemanenan (B) .

Gambar 2 menunjukkan model fotobioreaktor dan biomasa alga hasil panenan


yang dikembangkan untuk kebutuhan laboratorium penelitian. Mikroalga mampu menyerap
karbondioksida dan nutrien secara efektif, sehingga dapat tumbuh cepat dan bisa dipanen
dalam 7 hingga 10 hari . Nilai lebih dari sifat alga adalah sumbernya yang terbarukan dan
ramah lingkungan. Pada tahap budidaya , perkembangbiakan mikroalga juga meningkat 2,5
kali bila ke dalam fotobioreaktor dipasok C0 2 . Untuk menghasilkan 5 ton mikroalga setiap
hari diperlukan 1 kg C0 2 . Total butuh 10 kg C0 2 hingga panen.
Dengan demikian , budidaya mikroalga berpeluang mengatasi masalah lingkungan
global , karena selama ini C0 2 merupakan gas pencemar penyebab efek rumah kaca yang
berakibat terhadap pemanasan global. Budidaya alga untuk tujuan penyerapan emisi C02
mendukung pencapaian peringkat hijau industri ramah lingkungan , karena pada tahapan hilir
pengolahan alga menjadi BBH, juga tidak menimbulkan pencemaran mengingat limbahnya
juga dapat dimanfaatkan menjadi pupuk organik pakan ternak .

"',.,......

,---.,.
~

Chrom a!og:am_i\ n3 9.:5prlr;,~: \G(,: Tv!_Ssg !''~~!'\[?aJ'!I~!9J~c~ I~\_n,~3_9."~J:l.~l ~ QYQ .. _

.....-..

5,91 0.00 8

.....-..

"
"'
~

.-- -.-- ., .- .,... --.-

:- - --

10.0

;j

.l1l-l-~_j~-"---.---.-:-.-.--., -.~--;:-:----;-------:---:--~-----~-~

; ;-> .
20.0

30.0

40.0

50.0

T!C*J.OO

59.0

min

Peak Report TIC


Peak#
1
2

3
4

5
6
7

R.Time
3.972
5.95 1
25.081
26.414
27.467
27.671
29.364
32 .637

Gambar 3.

Area
1067442
9842605
636346
303308
1739587
14958854
439373
4034219
33021734

Cone%
3.23
29.81
1.93
0. 92
5.27
45.30
1.33
12.22
100.00

Name
TRID EUTEROACETONITRILE
Acetic acid (CAS) Ethylic acid
Pentadecane (CAS) n-Pentadecane
Tetradecane (CAS) n-Tetradecane
Heptadec-8-ene
Heptadecane (CAS) n-Heptadecane
2-Hexadecen-1-ol, 3,7, 11, 15-tetramethyl-, [R-[R*,R*-(E)]]- (CAS) Phytol
2-Hexadecen- 1-ol, 3,7,11,15-tetramethyl-, (R-[R*,R*-(E)]]- (CAS) Phytol

Kromatogram GC-MS hasil pirolisis LST alga yang diekstraksi

dari biakan Spirulina fusiformis

ChroinatogrlllTI _ "\rL.6.~l~ I :~:dimorphus

C:liCMSs_olutioniDatn\Project I \An.641 :I:?:_di;rr~p_hl!s,Q(JQ


~

I ,611,367

r--

'"'

:<;

;;

~
,.-.

T
~

g:

TIC' I .00
10 0

20 0

30 0

40.0

59.0
min

Peak Report TIC


Peak#
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

R.Time
3.822
26.353
27.674
29.368
29.482
29.677
29.875
30.406
32.643
34.788
38 .075
42.770

Gam bar 4.

Area
372379
310447
375273
4821511
1242969
1007600
1598533
144745
1657588
247372
2627874
208653
14614944

Cone%
2.55
2.12
2.57
32.99
8.50
6.89
10.94
0.99
11 .34
1.69
17.98
1.43
100.00

Name
Methane, tetranitro- (CAS) Tetranitromethane
2(4H)-Benzofuranone, 5,6, 7, 7a-tetrahydro-4,4,7a-trimethyl- (CAS) DIHYDRC
Tetradecane (CAS) n-Tetradecane
2-Hexadecen-1-ol, 3,7, 11, 15-tetramethyl- , [R-[R*,R*-(E)]]- (CAS) Phytol
2-Pentadecanone, 6.1 0, 14-trimethyl- (CAS} 6,1 0. 14-Trimethyl-2-pentadecan
2-Hexadecen-1-ol, 3,7, 11 ,15-tetramethyl-, [R -[R*,R*-(E)]]- (CAS) Phytol
5.7-D IMETHYLOCTAHYDROCOUMARIN 4
2-Hexadecen-1-ol, 3,7, 11 , 15-tetramethyl-, [R-[R*,R*(E)]]- (CAS) Phytol
Octadecane, 1, 1'-[1 ,3-propanediylbis(oxy)]bis- (CAS) 1,3-DIOCTADECYLOX
1-TRICOSENE
DIMETHOXYGL YCEROL DOCOSYL ETHER

Kromatogram GC-MS hasil pirolisis LST alga yang diekstraksi


dari biakan Scenedesmus dimorphus

Chromatogram
An ...641-2- .chlorclla C:\GCMSsolmioniOuta\Project
641-2- .ch
. -- ..
- ----- I\An.
..
---lorella.QGD
- '

j6,621 ,548

-~

~
0

----- -"--......,.... -;----,---

10.0

Peak#
1
2

3
4
5
6
7

R.Time
20 .732
29.374
29497
29 .883
32 .654
33.574
39.783
47.820

Gam bar 5.

TIC*l.OO

~---------

20.0

Area
475964
1472891
312669
1118867
21226698
405624
1035231
727012
26774956

300

. Cone%
1.78
5.50
1.17
4.18
79.28
1.51
3.87
2.72
100.00

40.0

50.0

59.0
min

Peak Report TIC


Name
Naphthalene (CAS) White tar
2-Hexadecen-1-ol, 3,7.11 ,15-tetramethyl-. [R-[R*,R-(E)]]- (CAS) Phytol
2-Pentadecanone, 6,1 0, 14-trimethyl- (CAS) 6,1 0, 14-Trimethyl-2-pentadecan,
2-Hexadecen-1-ol, 3,7 , 11, 15-tetramethyl-, [R-[R*,R*-(E)]]- (CAS) Phytol
2-Hexadccen-1-ol, 3,7 , 11, 15-tetramethyl-, [R-[R*,R*-(E)]]- (CAS) Phytol
9-0ctadecenoic acid (Z)- , 2-hydroxy-1-(hydroxymethyl)ethyl ester (CAS) 2-M
1 ,2-Benzenedicarboxylic acid, dioctyl ester (CAS) Dioctyl phthalate

Kromatogram GC-MS hasil piro li sis LST alga yang diekstraksi


da ri biakan Ch/orella vulgaris.

Gambar 3,4 dan 5 adalah hasil kromatogram GC-MS hasil pirolisis LST alga yang
diekstraksi dari biakan Spirulina fusiformis , Scenedesmus dimorphus , Chlorellavulgaris,
LST yang dihasilkan dari budidaya skala laboratorium dengan kapasitas 50 liter hanya
15 % karena permukaan akuarium kurang Iebar.
Proses pembuatan biodiesel dari LST alga meliputi tiga tahapan, yaitu (1)
Pengeringan , (2) Ekstraksi lemak sel tunggal (LST) alga, dan (3) Esterifikasi LST
menjadi BBH (biodiesel) , secara transesterifikasi menggunakan katalis enzimatik yang
berasal dari biakan mikroba penghasil enzim lipase.

Gambar 6 : Katalis enzimatik yang berasal dari biakan mikroba Candida rugosa

Gambar 6 adalah katalis enzim penghasil lipase dari Candida rugosa yang akan
digunakan untuk reaksi transesterifikasi enzimatik. Reaksi ini dilakukan pada suhu
40-65C dalam botol bertutup diatas shaker. Campuran reaksi terdiri dari minyak
nabati : metanol (1 :2) , lipase dari biakan (+) uji lipolitik 20-25% , dirotasi pada 150
rpm , 24 jam . Sampel disentrifugasi pada 7000xg selama 10 menit pada 4C untuk
menghilangkan bahan pembawa, dilanjutkan pengenceran 100 kali dengan nheksana . Analisis metil ester asam lemak dilakukan dengan menggunakan GC.

lsolat yang dipilih untuk penguj ian aktivitas lipase adalah isolat bakteri dari sampel
pangan terfermentasi , termasuk terasi udang . Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa dari beberapa isolat yang telah diidentifikasi, mampu menghasilkan enzim lipase,
antara lain Actinomycetes , B. subtilis P. f/uorescens, dan C. rugosa , menunjukkan aktivitas
lipolitik, antara 2,20 U/ml hingga 3,9 U/ml setelah biakan-biakan tersebut diprakulturkan
pad a substrat mengandung tributirin 1% dan pada suhu ruang .

(B)

(A)
Gam bar 7.

Uji kualitatif awal biakan penghasil lipase (A) dan biakan terpilih
sebagai katalis reaksi transesterifikasi (B).

Gambar 7 dan 8, masing-masing menunjukkan hasil uji kualitatif dan uji kuantitatif
beberapa biakan penghasil enzim lipase pada media BYPTA (Mourey and Kilbertus , 1975)
yang mengandung minyak trybutirin sebagai bahan penginduksinya . Reaksi positif ditandai
adanya lingkaran bening disekeliling koloni, sedangkan reaksi negatif tidak menunjukkan
perubahan pada media pengujian , sehingga mampu mendeteksi keberadaan asam lemak
yang terbentuk akibat hidrolisis lemak yang ditunjukkan dengan adanya lingkaran jernih
disekitar koloni biakan .
Hasil uji kuantitatif aktivitas enzim lipase dari biakan terpilih menunjukkan bahwa pH
dan suhu optimal berpengaruh terhadap aktivitas enzim lipase dari Actinomycetes , B.
subtilis P. fluorescens, dan C. rugosa , sehingga menunjukkan aktivitas tertingg i, masing -

masing pada pH 8,0-8,5, (2 ,2-3,9

U/~t mol)

dan suhu antara 55-60C (3 ,6-4,8

UJ ~ mol) .

Uji Kualitatif dan Kuantitatif Aktivitas Lipase

---+---B . subtilis
_..._ Actinomycetes
............. P. fluorescence

---+--- C. rugosa

:g-3
E

::I
Q)
1/)

C'O

.!2- 2
....J

1/)

C'O

>
:;:;

~ 1

0
0

lnkubasi (Hari)

Gam bar 8.

Uji kuantitatif biakan terpilih penghasil lipase sebagai sumber


katalis reaksi transesterifikasi metil ester dari LST alga .

Hasil pengujian menunjukkan bahwa sumber enzim lipase dan volume enzim yang
ditambahkan berpengaruh terhadap proses transesterifikasi. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa enzim lipase dari biakan tertentu dapat bekerja secara efektif dan efisien sebagai
biokatalisator pada proses transesterifikasi , karena kondisi media yang sesuai , aktivitas
enzimatik juga menunjukkan hasil yang optimal , sehingga terjadi proses penguraian
trigliserida menjadi asam lemak yang diperlukan untuk sintesis ester asam lemak.
Terjadinya reaksi transesterifikasi dapat dianalisis berdasarkan perbandingan jumlah gugus
hidroksil pada substrat sebelum dan sesudah reaksi enzimatik, sehingga volume enzim
lipase yang ditambahkan berpengaruh terhadap penurunan asam lemak bebas (ALB) .

-e....
~

30
25

.lll::

ns

E
Qj

o C.

vulgaris

S. dimorphus

o S. fusiform is

20

...J

15

ns

Ill

<...
ns
"0
ns

10
5

0.

J .Jl

...., n ~ [

l [n

Jenis Asam Lemak

Gam bar 9.

Hasil analisis kimia metil ester hasil reaksi transesterifikasi LST alga dari
C. vulgaris, S. dimorphus dan S. fusiformis.

Gambar 9 menunjukkan kondisi campuran reaksi mengandung minyak alga yang


diekstraksi dari biakan C. Vulgaris, S. Dimorphus dan S. Fusiformis dengan pelarut metanol
10% dan ditransesterifikasi dengan enzim lipase dari biakan C. rugosa selama 24 jam.
Secara kualitatif terjadinya reaksi transesterifikasi ditunjukkan dengan adanya pembentukan
ester asam lemak yang memiliki polaritas dan solubilitas lebih tinggi dibandingkan dengan
kontrol yang tidak diberi penambahan pelarut alkohol. Campuran reaksi menunjukkan
terjadinya perubahan sifat kelarutan yang lebih baik, ditandai dengan tingginya kadar asam
lemak tidak jenuh dari golongan oleat, linoleat dan linolenat sebagai produk asam lemak
hasil hidrolisis trigliserida secara enzimatik, masing-masing sebesar 23, 24 dan 18%, (LST
dari C. vulgaris) , serta 12, 16 dan 24% (LST dari S. dimorphus) dan 14, 28 dan 16% (LST
dari S. fusiformis). Sintesis biodiesel dari LST alga sangat dipengaruhi oleh suhu inkubasi
dan kadar enzim lipase yang ditambahkan kedalam campuran reaksi . Konversi meningkat
seiring peningkatan suhu hingga mencapai 55C, mendekati titik didih campuran reaksi.
Sekitar 90% biodiesel dapat disintesis melalui penambahan enzim lipase amobil pada
campuran reaksi LST dan metanol pad a perbandingan 1:4 rasio molar, pad a 55C selama
24-48 h.
Hasil pirolisis menggunakan GC-MS pada kultur biakan algaS. dimorphus sebelum
metanolisis dengan metanol dan enzim lipase menunjukkan bahwa kultur biakan

BABVI
KESIMPULAN DAN SARAN
Bahan bakar hayati berbasis lemak sel tunggal (LST) , khususnya LST yang
berasal dari biakan alga adalah bahan bakar bersifat terbarukan , memiliki prospek
dan potensi sebagai alternatif bahan bakar diesel (solar) . Biodiesel mempunyai sifatsifat yang mirip dengan minyak diesel. Biodiesel juga menawarkan konsumsi bahan
bakar, tenaga , dan torsi yang hampir sama dengan minyak diesel konvensional.
Namun , studi tentang potensi alga sebagai sumber bahan bakar hayati masih
minim di Indonesia . Bahkan penelitian tentang potensi alga sebagai penghasil
biodiesel berbasis LST masih sangat terbatas. Diharapkan setelah terlaksananya
penelitian ini pengenalan secara luas mengenai budidaya alga dapat dikembangkan
sebagai komoditi baru industri bioenergi berbasis keanekaragaman hayati Indonesia.
Penelitian dan penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengembangkan teknik
pengolahan yang tepat untuk dikembangkan sebagai salah satu alternatif bahan
baku pembuatan bahan bakar hayati yang potensial untuk diimplementasikan.
Proses pembuatan biodiesel dari LST alga melibatkan tiga tahapan, yaitu (1)
Pengeringan , (2) Ekstraksi lemak sel tunggal (LST) alga, dan (3) Esterifikasi LST
menjadi bahan bakar hayati (biodiesel) , secara esterifikasi menggunakan katalis
kimiawi atau transesterifikasi menggunakan biokatalis enzimatik. Dengan demikian
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kandungan LST dari
berbagai jenis alga yang ada di Indonesia, serta teknologi pengolahannya untuk
mengetahui kualitas dan kuantitas biodiesel yang dihasilkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa LST alga sangat memungkinkan untuk
dimetanolisis menggunakan katalis enzimatik pada ketersediaan alkohol secara
transesterifikasi. Enzim lipase hasil ekstraksi dari biakan mikroba yang positif pada
uji lipolitik secara kualitatif dan kuantitatif, selanjutnya diimobilisasi untuk digunakan
sebagai katalisis pada reaksi transesterifikasi. Sintesis biodiesel dari LST alga
sangat dipengaruhi oleh suhu inkubasi dan kadar enzim lipase yang ditambahkan
kedalam campuran reaksi. Konversi meningkat seiring peningkatan suhu hingga
mencapai 55C , mendekati titik didih campuran reaksi . Sekitar 90% biodiesel dapat
disintesis melalui penambahan sebanyak 50 U enzim lipase amobil pada campuran
reaksi LST dan metanol pada perbandingan 1:4 rasio molar, pada 55 C selama 48 h.
Stabilitas lipase amobil yang tinggi juga menunjukkan efisiensi proses yang terjadi .
Hasil penelitian menunjukkan bahwa metanolisis dari LST alga secara efektif dapat
dilakukan dengan cara ini , menggunakan enzim lipase amobil dengan stabilitas yang
tinggi . Namun, penelitian dan pengembangan lebih lanjut mengenai sifat-sifatnya
sebagai bahan bakar hayati perlu dianalisis dan dikaji lebih lanjut.

Daftar Pustaka
Bruton , T. , H. Lyons , Y. Lerat, M. Stanley , M.B. Rasmussen . 2009 . A Review
of the Potential of Marine Algae as a Source of Biofuel in Ireland .

Seambiotic.
De Boer, A.J ., and J. van Doorn . 1998. Combined production of chemicals
and biomass with microalgae in a closed photobioreactor. ECN
Contribution to the 1Oth European Conference: Biomass for energy and
industry. ECN RX-98-003, pp . 27-29 .
La Puppung, P. 1986. Penggunan Minyak Kelapa sebagai Bahan Bakar Motor
Diesel. Lembaran Publikasi Lemigas. No . 1/86.
Lardon , L., A. Helias , B. Sialve , J-P Steyer, and 0 Bernard . 2009. Life-Cycle
Assessment of Biodiesel Production from Microalgae . Environ. Sci. and

Tech. July.
Masojfdek, J., S. Pap1kek, S. M. Ergejevova , V. Jirka, J. Cerveny, J. Kunc, J.
Korecko, 0 . Verbovikova , J. Kopecky, D. ' Tys , and G. Torzillo, , 2003.
A closed solar photobioreactor for cultivation of microalgae under suprahigh irradiance : basic design and performance . Journal of Applied
Phycology, Vol. 15, pp. 239-248.
Novakovic, G.V., Y.Kim , X. Wu, I.Berzin , and J.C. Merchuk. 2005 . Air-Lift
Bioreactors for Algal Growth on Flue Gas : Mathematical Modeling and
Pilot-Plant Studies. Ind. Eng. Chern. Res . (44) : 6154-6163 .
Rahman , M. 1995. Biodiesel , Alternatif Substitusi Solar yang Menjanjikan
bagi Indonesia. Lembaran Publikasi Lemigas. No . 1/95.
Reith , J.H ., van J. Doorn , L.R. Mur, R. Kalwij , G. Bakema and G. van der Lee .
2000. Sustainable co-production of natural fine chemicals and biofuels
from microalgae. Conference Biomass for Energy and Industry. Sevilla .
Sheehan , J., T. Dunahay, J. Benemann , P. Roessler. 1998. A look Back at
The U.S . Department of Energy's Aquatic Species Program : Biodiesel

from Algae. Colorado , USA


Schenk, P.M., S.R. Thomas-Hall , E. Stephens. 2008 . Second Generation
Biofuels : High-Efficiency Microalgae for Biodiesel Production . BioEnergy

Research . 1 :20-43 .
Zuhd i, M.F.A. 2003. Biodiesel Sebagai Alternatif Pengganti Bahan Bakar Fosil
Pada Motor Diesel. Laporan Riset, RUT VIII Bida ng Teknologi , LIP! ,
Kementerian Riset dan Teknologi Rl .

Anda mungkin juga menyukai