4-8
DASAR KOMUNIKASI
Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
(225040107111199)
Agribisnis/K
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022
1
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER……………………………………………………………………….1
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………. 2
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………...3
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………..4
KESIMPULAN……………………………………………………………………………. 10
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………...10
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya sampaikan ke hadiran Allah Yang Maha Esa karena berkat-
Nya, makalah ini dapat selesai sesuai yang diharapkan. Dalam makalah ini, saya
membahas tentang “Analisis Aspek Sosial dan Budaya Masyarakat dari Industri
Kelapa Sawit”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen untuk
memperdalam pemahaman tentang budidaya tanaman industry yang saat ini sedang
dipelajari dalam perkuliahan.
Akhirnya saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu saya dalam pembuatan makalah ini.
Penyusun
3
ANALISIS ASPEK SOSIAL DAN BUDAYA DARI PEMANFAATAN
DAN PENGOLAHAN KOMODITAS INDUSTRI KELAPA SAWIT
(Elaeis guineensis Jacq.)
I. PENDAHULUAN
Asal tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) secara belum pasti diketahui.
Namun, ada dugaan kuat tanaman ini berasal dari dua tempat, yaitu Amerika Selatan
dan Afrika (Guenia). Spesies Elaeis melanococca atau Elaies oleivera diduga berasal
dari Amerika Selatan dan spesies Elaeis guineensis berasal dari Afrika (Guenia).
Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan
Aceh, yang luasnya mencapai 5.123 ha. Indonesia mulai mengekspor minyak sawit
pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara-negara Eropa, kemudian tahun 1923
4
mulai ekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton. Pertumbuhan kelapa sawit
khususnya setelah menghasilkan minyak sawit (CPO) tersebut berkembang pusat-
pusat pemukiman, perkantoran, pasar, dan lain-lain sedemikian rupa sehingga
secara keselurugan menjadi suatu agropolitan (kota-kota baru pertanian).
Saat ini kelapa sawit telah menjadi salah satu komoditas perkebunan yang berperan
sangat penting dalam penerimaan devisa negara, penyerapan tenaga kerja, serta
pengembangan perekonomian rakyat dan daerah. Pesatnya perkembangan kelapa
sawit di Indonesia didukung oleh kondisi pedoagroklimatnya yang memang sangat
sesuai untuk tanaman kelapa sawit, dan hal ini menjadi salah satu keunggulan
komparatif Indonesia di industri kelapa sawit. Kelapa sawit juga memiliki keunggulan
produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan sumber minyak nabati lainnya.
Kelapa sawit dapat menghasilkan minyak sekitar 7 ton/ha, sedangkan kedelai
menghasilkan minyak sebesar 3 ton/ha. Di samping itu, kelapa sawit juga memiliki
biaya produksi yang lebih rendah dan ramah lingkungan.
Gambar 3. Buah kelapa sawit akan menghasilkan dua jenis minyak yang
berbeda yaitu CPO dan CPKO
Kedua jenis minyak ini; CPO dan CPKO bisa diproses dan diolah menjadi aneka
jenis produk turunannya. CPO dan CPKO mempunyai karakteristik kimia, fisik
dan gizi unik yang berbeda. CPO kaya dengan asam palmitat (C16) sedangkan
5
CPKO kaya dengan asam laurat (C12) dan asam miristat (C14). Pada
prakteknya, dibandingkan CPKO, CPO lebih banyak diproses lanjut menjadi
minyak goreng, yang sering disebut sebagai minyak sawit.
Minyak sawit mempunyai komposisi asam lemak jenuh dan tidak jenuh dengan
proporsi yang seimbang. Komposisi asam lemak minyak sawit terdiri dari sekitar
40% asam oleat (asam lemak tidak jenuh tunggal), 10% asam linoleat (asam
lemak tidak jenuh ganda), 44% asam palmitat (asam lemak jenuh) dan 4,5%
asam stearar (asam lemah jenuh). Jadi, secara umum minyak sawit mempunyai
komposisi asam lemak jenuh dan tidak jenuh dengan proporsi yang seimbang.
Minyak sawit tidak mengandung asam lemak trans. Komposisi asam lemak
minyak sawit menyebabkan minyak sawit bersifat semi solid, dengan titik leleh
berkisar antara 33˚C sampai 39˚C. Karakter leleh yang demikian ini
menyebabkan minyak sawit bisa digunakan untuk berbagai formulasi dalam
bentuk alaminya; tanpa perlu proses hidrogenasi. Proses hidrogenasi untuk
tujuan meningkatkan kepadatan suatu minyak juga menyebabkan terjadinya
perubahan konfigurasi asam lemak tak jenuh dari cis ke trans.
b. Potensi Pengolahan Komoditas Kelapa Sawit
Saat ini, minyak sawit merupakan sakah satu dari 17 jenis minyak makan yang
diperdagangankan secara global dengan standar mutu dan keamanan pangan
diatur dan diakui oleh CODEX. Karena itulah maka di pasar dunia, minyak sawit
bisa ditemukan sebagai ingredient pada berbagai produk yang dipakai luas oleh
konsumen global. Karena itu juga maka kelapa sawit sering didengungkan
sebagai komoditas unggulan nasional.
6
Gambar 5. Total produksi minyak sawit dunia yang mencapai 43 juta metric ton
Minyak sawit pada kelapa sawit mempunyai potensi aplikasi yang sangat luas.
Penggunaan minyak kelapa sawit kasar atau crude palm oil (CPO) sebagai
bahan baku pembuatan produk olahan diantaranya yaitu industri pangan,
mengalami peningkatan sekitar 500000-650000 ton/tahun seiring dengan
peningkatan jumlah penduduk di Indonesia. Konsumsi CPO dalam negeri
sebagian besar digunakan untuk industri minyak goreng, sebagai konsumen
utama CPO di Indonesia.
Minyak sawit banyak digunakan dalam berbagai aplikasi pada berbagai produk
yang sangat luas dan beragam; baik produk pangan, maupun produk non-
pangan. Dalam bidang pangan, minyak sawit banyak digunakan sebagai minyak
goreng, shortening, margarin, vanaspati, cocoa butter substitutes, dan berbagai
ingridien pangan lainnya. Distribusi penggunaan CPO tahun 2010 tercatat untuk
kepentingan ekspor 4.84 juta ton (30.25%), minyak goreng 9.705 juta ton
(60.65%), margarine dan shortening 0.695 juta ton (4.34%), serta oleochemical
0.761 juta ton (4.76%). Secara umum, penggunaan kelapa sawit secara khusus
pada bagian minyak sawit pada berbagai produk semakin meningkat.
7
munculnya masalah social
Selain itu, keberadaan perkebunan atau pengolah komoditas kelapa sawit ini juga
membuat integrasi masyarakat semakin baik. Masyarakat yang sebelumnya
terkotak-kotak kini mulai bercampur-baur tidak hanya dilingkungan perkebunan,
kondisi keharmonisan masyarakat terbawa hingga dalam kehidupan masyarakat
umum. Faktor eksternal negatif, keberadaan perkebunan kelapa sawit membuat
jalan desa semakin rusak padahal jalan tersebut menjadi akses masyarakat.Fakta
yang terjadi sekarang ini, masyarakat adat yang tinggal disekitar lokasi
perkebunan kelapa sawit seringkali terabaikan hak-nya sebagai manusia oleh
perlakuan pengusaha perkebunan.
8
Gambar 6. Pengolahan kelapa sawit (minyak
sawit) menjadi beberapa produk pangan
Minyak sawit baik digunakan untuk membuat vanaspati atau vegetable ghee,
yang mengandung 100% lemak nabati; bisa digunakan untuk substitusi mentega
susu dan mentega coklat. Kandungan asam palmitat pada minyak sawit sangat
baik untuk proses aerasi campuran lemak/gula; misalnya pada proses baking.
Minyak sawit juga banyak dipakai untuk produksi krim biscuit; terutama karena
kandungan padatan dan titik lelehnya yang cukup tinggi.
Minyak sawit pada kelapa sawit berpotensi untuk dijadikan bahan mentah untuk
produksi lemak special yang bernilai ekonomi tinggi. Lemak special adalah suatu
jenis lemak yang mempunyai fungsionalitas khusus, sehingga memiliki potensi
aplikasi yang khusus pula. Utamanya, aplikasi lemak special ini adalah untuk
formulasi produk coklat, permen coklat, produk bakteri, es krim, dan lain-lain.
Produk-produk yang dapat dihasilkan dari minyak sawit sangat luas dengan
intensitas modal dan teknologi yang bervariasi. Produksi CPO Indonesia yang
diolah di dalam negeri sebagian besar masih dalam bentuk produk antara seperti
RBD palm oil, stearin dan olein, yang nilai tambahnya tidak begitu besar dan baru
sebagian kecil.
9
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Hadi, S. P. (2005). Aspek Sosial AMDAL: Sejarah, Teori, dan Metode. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Ann Laura Stoler, 2005, Kapitalisme dan Konfrontasi di Sabuk Perkebunan Sumatra,
1870-1979. Yogyakarta: KARSA.
Fauzi, Yan, dkk, 2002, Kelapa Sawit: Budi Daya, Pemanfaatan Hasil & Limbah,
Analisis Usaha & Pemasaran. Depok: Penerbar Semangat.
Melwita, E., Fatmawaty, & Oktaviani. (2014). Ekstraksi Minyak Biji Kapuk dengan
Metode Sokletasi. J. Tek. Kim., 1(20), 20–27
10