Anda di halaman 1dari 30

PEMANFAATAN MINYAK CRUDE PALM OIL (CPO)

MENJADI FRAKSI OLEIN DAN STEARIN BESERTA


PENGAPLIKASIANNYA

Di Susun Oleh :

Dimas Prasetyo : 2002006


Irda Yanti : 2002015
M. Al Haqqi : 2002018
Muhammad Iqbal Hadi : 2002024

Dosen Pengampu :

Budi Mulyara S.Pi., M.Sc

PROGRAM STUDI

TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN

INSTITUT TEKNOLOGI SAWIT INDONESIA

MEDAN

2023 / 2024
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................i


BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 2
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 2
1.2 Tujuan............................................................................................... 3
1.3 Manfaat............................................................................................. 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4
2.1 Crude Palm Oil ................................................................................. 4
2.1.1 Fraksi Olein dan Fraksi Stearin ........................................................ 7
2.2 Pengolahan Crude Palm Oil Menjadi Olein dan Stearin ................... 8
2.2.1 Rafinasi ................................................................................................. 9
2.2.2 Fraksinasi ........................................................................................... 10
2.2.3 Pembuatan Minyak Goreng dari Fraksi Olein .............................. 12
2.2.4 Pembuatan Margarin dari Fraksi Stearin ...................................... 19
BAB 3 PENUTUP .............................................................................................. 27
3.1 Kesimpulan ..................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 28

i
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Industri minyak sawit telah memberikan kontribusi yang sangat besar
pada pendapatan devisa bagi negara Indonesia melalui pemenuhan minyak
sawit dan produknya untuk kebutuhan domestik maupun ekspor. Namun,
sebagian besar minyak sawit Indonesia diekspor masih dalam bentuk CPO,
sehingga ekspor dalam bentuk produk setengah jadi atau jadi perlu
ditingkatkan untuk meningkatkan nilai tambah bagi industri minyak sawit.
Meskipun pemanfaatan minyak sawit untuk beragam produk telah
diproduksi, namun masih banyak produk produk diversifikasi minyak sawit
yang masih dapat dikembangkan di Indonesia.

Minyak kelapa sawit pada dasarnya terdiri dari dua bagian yaitu
stearin (fraksi padatan) dan olein (fraksi cairan). Pemisahan kedua fraksi
tersebut dilakukan melalui proses fraksinasi. Pada proses fraksinasi akan
didapatkan fraksi stearin sebanyak 25 persen dan fraksi olein (minyak
makan) sebanyak 75 persen. Stearin memiliki slip melting point sekitar 44.5-
56.2 0C sedangkan olein pada kisaran 13-23 0C. Hal ini menunjukkan
bahwa stearin yang memiliki slip melting pont lebih tinggi akan berada
dalam bentuk padat pada suhu kamar.

Fraksi Olein mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi


dibandingkan dengan fraksi stearin, karena pada fraksi olein terdapat asam-
asam lemak esensial, selain itu minyak sawit olein lebih mudah difraksinasi
dan diubah menjadi produk pangan dan non pangan. Fraksi stearin
merupakan produk sampingan yang diperoleh dari minyak sawit bersama-
sama dengan fraksi olein. Teknologi pengolahan hasil samping fraksi olein
telah banyak dikembangkan, dibandingkan fraksi sterain. Salah satu
pemanfaatan produk samping fraksi strearin adalah margarin & shortening.
Teknologi pengolahan margarin dari fraksi sterain CPO bermacam-macam.
berbagai teknologi pengolahan tersebut berpengaruh terhadap margarin

2
yang dihasilkan. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai teknologi
pengolahan margarin dari fraksi stearin CPO perlu diketahui sehingga
diperoleh hasil margarin & Shortening yang bermutu tinggi.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yakni :
1. Menjelaskan secara rinci tentang proses pemisahan CPO menjadi
fraksi olein dan stearin, termasuk teknologi dan metode yang
digunakan
2. Menganalisis dampak ekonomi dari pemanfaatan CPO menjadi
fraksi olein dan stearin, termasuk potensi peningkatan nilai tambah
bagi produsen dan pelaku industri.
3. Memberikan informasi kepada konsumen tentang berbagai produk
yang dihasilkan dari CPO, seperti minyak goreng, margarin, dan
produk lainnya, serta manfaatnya bagi kesehatan.

1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini yakni :
1. Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang proses produksi
minyak sawit, peran CPO, dan manfaat pengelolaannya.
2. Membantu industri dalam memilih teknologi dan metode produksi
yang efisien, ramah lingkungan, dan sesuai dengan standar
keberlanjutan
3. Mendukung industri dalam meningkatkan daya saingnya dengan
memanfaatkan fraksi olein dan stearin untuk menciptakan produk
bernilai tambah.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Crude Palm Oil


CPO (Crude Palm Oil) adalah produk utama dalam pengolahan
minyak sawit disamping minyak inti sawit yang didapatkan dengan
pengepresan buah kelapa sawit. CPO berupa minyak yang agak kental
berwarna kuning jingga kemerah-merahan, mengandung asam lemak
bebas (free fattr acid/FFA) 5% dan mengandung banyak karotene atau pro
vitamin E 800-900 ppm dengan titik leleh berkisar antara 33-34oC
(Sugito,2001).

CPO berasal dari pengolahan bagian serabut (mesoskarp) dari


kelapa sawit. CPO dengan teknologi pengolahan lanjut yaitu dengan
fraksinasi dapat menghasilkan fraksi stearin (pada suhu kamar berbentuk
padat) dan fraksi olein (pada suhu kamar berbentuk cair). Pengolahan olein
menghasilkan minyak goreng, produk-produk lain seperti margarine,
shortening, asam lemak, gliserol atau gliserin. Sedangkan pengolahan
stearin oleh industri hilir menghasilkan produk margarin, sabun, lilin, cocoa
butter substitution (pengganti lemak kakao), shortening nabati, dan lain-
lain. Red palm oil merupakan produk lain dari pengolahan CPO, dimana
kandungan karoten pada red palm oil diusahakan tetap tinggi selama
pengolahan. Biasanya digunakan untuk makanan, misalnya salad dressing.

Pada CPO, komposisi terbesar asam lemak penyusunnya adalah


asam lemak palmitat sehingga sering disebut sebagai minyak palmitat.
Warna jingga kemerahan pada CPO antara lain diakibatkan dari zat warna
alami yang terkandung pada buah kelapa sawit yang juga merupakan nutrisi
penting, yaitu beta karoten. Selain itu, warna gelap juga dapat diakibatkan
dari proses pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) menjadi CPO, dan zat-
zat lain yang terkandung di dalamnya. CPO merupakan minyak mentah
yang di dalamnya masih mengandung getah, dan bahan-bahan pencemar
berupa kotoran maupun flavor yang tidak diinginkan (Departemen
Pertanian,2006).

4
Untuk itu, sebelum diolah menjadi berbagai produk olahan minyak dan
lemak, perlu dilakukan proses pemurnian CPO dengan tahapan-tahapan
sebagai berikut :

1. Pemanenan
Kriteria pemanenan buah sawit, yaitu tanaman telah berumur ± 31
bulan. Penyebaran panen telah mencapai 1:5 artinya setiap 5 pohon
terdapat 1 tandan buah matang panen. 60% atau lebih buahnya telah
matang panen, dan berat tandan mencapai 3 kg/lebih. Ciri-ciri dari tandan
matang panen, yaitu adanya buah yang lepas/jatuh dari tandan sekurang-
kurangnya 5 buah untu tandan yang beratnya kurang dari 10kg, atau
sekurang-kurangnya 10 buah untuk tandan yang beratnya 10kg atau lebih.

2. Sterilisasi
Yaitu memberikan steam/uap air pada tandan dalam suatu alat steriliser
berupa autoclave besar. Tujuan dari sterilisasi, yaitu merusak enzim lipolitik
untuk mencegah hidrolisis (pembentukan asam lemak bebas),
memudahkan pelepasan buah dari tandan, melunakkan buah, dan
mengkoagulasikan gum/emulsifier sehingga memudahkan pengambilan
minyak.

3. Stripping/threshing/pemipilan/perontokan
Alat yang digunakan bernama stripper (pemipil) yang berfungsi
melepaskan buah dari tandan dengan cara membnting tandan. Ini juga
disebut tahap proses bantingan dengan rangkaian peralatan yang disebut
stasiun bantingan. Tujuan dari stripping yaitu pelepasan buah kelapa sawit
dari tandan dan hasil pipilam disebut dengan brondolan, minyak hasi
ekstraksi tidak terserap lagi oleh tandan sehingga tidak menurunkan
efisiensi pengolahan, serta tandan tidak mempengaruhi volume bahan
dalam tahap pengolahan lebih lanjut.

4. Digesti
Digunakan ketel atau tangki silinder tertutup dalam steam jacket.
Didalam tangki terdapat pisau-pisau atau batang-batang yang terhubung

5
pada poros utama berfungsi untuk menghancurkan buah yang telah
dipisahkan dari tandan. Tujuan dari digesti, yaitu membebaskan minyak dari
perikarp, menghasilkan temperatur yang cocok bagi massa tersebut
dikempa/ekstraksi (190oC), pengurangan volume untuk meningkatkan
efisiensi pengolahan, serta penirisan minyak yang telah dilepaskan selama
proses digesti. Dalam digester buah akan hancur akibat gesekan, tekanan,
dan pemotongan. Brondolan tercacah berupa bubur. Minyak telah mulai
dilepaskan dari buah melalui lubang dibawah digester.

5. Ekstraksi minyak kelapa sawit


Alat ekstraksi biasanya berada dibawah digester.alat
ekstraksi/pengempaan di perusahaan pengolahan minyak kelapa sawit
disebut dengan screw press. Screw press menekan bahan lumatan/bubur
buah daam tabung berlubang dengan alat ulir/screw yang berputar
sehingga minyak keluar dari bubur buah. Minyak tersebut keluar lewat
lubang alat screw press. Besarnya tekanan diatur tergantung volume
bahan. Tekanan yang terlalu kuat akan membuah biji/nut akan pecah.
Proses ekstraksi/pengempaan dengan screw press, yaitu bekerja dengan
tekanan tinggi dan tekanan diperoleh dari perputaran ulir/screw. Bentuk
screw/helix yang berputar dalam wadah. Tekanan terhadap press cake
makin besar karena jarak antar uliran dengan dinding makin sempit.
Tekanan terlalu besar mengakibatkan banyak nut pecah. Cocok untuk
kelapa sawit dengan persentase nut kecil dan persentase serabut besar
(proporsi nut terhadap buah sekitar 20%)

6. Penjernihan (clarifier)
Minyak kasar hasil digesti dan ekstraksi di saring agar serabut kasarnya
dapat dipisahkan. Minyak hasil penyaringan ditampung dalam tangki dan
dilakukan pemanasan 95-100oC yang berfungsi untuk memperbesar
perbedaan berat jenis minyak, air, sludge yang dapat membantu proses
pengendapan. Kemudin dilakukan pengendapan dalam tangki yang
berfungsi agar minyak kasar/crude oil terpisah menjadi minyak
dan sludge/lumpur. Minyak dalam sludge dipisahkan dengan senrifugasi.

6
Minyak sawit kasar/crude palm oil dilakukan pemurnian dengan cara fisik
ataupun kimia.(Ketaren,2008).

Pengolahan olein menghasilkan minyak goreng, produk-produk lain


seperti margarine, shortening, asam lemak (fatty acid), gliserol atau
gliceryn. Sedangkan pengolahan stearin oleh industri hilir menghasilkan
produk margarin, sabun, lilin, cocoa butter substitution (pengganti lemak
kakao), shortening nabati, dan lain-lain. Red palm oil merupakan produk
lain dari pengolahan CPO, dimana kandungan karoten pada red palm oil
diusahakan tetap tinggi selama pengolahan. Biasanya sigunakan untuk
makanan, misalnya salad dressing.

Pada CPO, komposisi terbesar asam lemak penyusunnya adalah asam


lemak palmitat sehingga sering disebut sebagai minyak palmitat. Warna
jingga kemerahan pada CPO antara lain diakibatkan dari zat warna alami
yang terkandung pada buah kelapa sawit yang juga merupakan nutrisi
penting, yaitu beta karoten. Selain itu, warna gelap juga dapat diakibatkan
dari proses pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) menjadi CPO, dan zat-
zat lain yang terkandung di dalamnya. CPO merupakan minyak mentah
yang di dalamnya masih mengandung getah, dan bahan-bahan pencemar
berupa kotoran maupun flavor yang tidak diinginkan (Departemen
Pertanian,2006).

2.1.1 Fraksi Olein dan Fraksi Stearin


Minyak kelapa sawit pada dasarnya terdiri dari dua bagian yaitu
stearin (fraksi padatan) dan olein (fraksi cairan). Pemisahan kedua fraksi
tersebut dilakukan melalui proses fraksinasi. Proses fraksinasi dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui penyaringan kering (dry
fractionation), penyaringan basah (detergent fractionation). Industri
pengolahan kelapa sawit cenderung memakai teknik penyaringan kering
dengan menggunakan membrane filter press karena lebih ekonomis
dan ramah lingkungan.

Pada proses fraksinasi akan didapatkan fraksi stearin sebanyak 25


persen dan fraksi olein (minyak makan) sebanyak 75 persen. Stearin

7
memiliki slip melting point sekitar 44.5-56.2 0C sedangkan olein pada
kisaran 13-23 0C. Hal ini menunjukkan bahwa stearin yang memiliki slip
melting point lebih tinggi akan berada dalam bentuk padat pada suhu
kamar.

Fraksi stearin merupakan produk sampingan yang diperoleh dari


minyak sawit bersama-sama dengan fraksi olein. Sebagai produk
sampingan, stearin cukup berperan dalam perdagangan internasional.
Stearin dapat digunakan sebagai lemak padat (hard fat) maupun
sebagai margarin hard stock rendah trans.

Stearin juga dapat digunakan untuk menggantikan permintaan


terhadap lemak hewan serta fungsinya sebagai lemak reroti (shortening)
maupun minyak goreng (frying fats).

Stearin yang dihasilkan akan berbeda-beda tergantung dari proses


fraksinasi yang dilakukan. Stearin memiliki beberapa bentuk atau
klasifikasi dalam perdagangan tergantung pada penggunaannya.
Masing-masing jenis tersebut memiliki standar yang berbeda seperti
standar Crude Palm Stearin, Pretreated Palm Stearin, dan Refined
Bleached Deodorized (RBD) Palm Stearin.

2.2 Pengolahan Crude Palm Oil Menjadi Olein dan Stearin


Crude palm oil (CPO) adalah minyak dan lemak kasar hasil
pengepresan tandan segar buah sawit, dimurnikan dengan proses refinery,
dan digunakan sebagai bahan baku dalam proses produksi margarin.
Produk pangan olahan yang ada di Indonesia saat ini pada umumnya
adalah menggunakan minyak dan lemak dari sawit, mulai dari produk
makanan formula untuk anak-anak hingga produk makanan untuk orang
dewasa.

Bahan baku minyak dan lemak yang digunakan adalah berasal dari
campuran (blending) antara RBDPO (refined bleached deodorized palm
oil), RBDPS (palm stearine) dan RBDPE (palm olein), minyak proses

8
hidrogenasi, minyak proses interesterifikasi kimia dan interesterifikasi
enzimatik.

Adapun tahapan tahapannya yakni :

2.2.1 Rafinasi
Rafinasi merupakan proses pemurnian CPO untuk memperoleh
minyak yang mengandung kadar asam lemak bebas, kadar air dan
kadar kotoran rendah, serta berwarna kuning pucat. Produk dari rafinasi
CPO disebut sebagai refined bleached deodorized palm oil (RBDPO).
Rafinasi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu rafinasi kimia dan rafinasi
fisika.
Pada rafinasi kimia, asam lemak bebas diturunkan dengan cara
netralisasi sedangkan pada rafinasi fisika melalui penggunaan suhu
tinggi dan tekanan rendah. Umumnya, rafinasi CPO dilakukan melalui
rafinasi fisika karena lebih efisien, kehilangan triasilgliserol netral
rendah, biaya peralatan murah, waktu singkat dan jumlah limbah relatif
lebih sedikit dibandingkan rafinasi kimia (Basironet al. 2000). Tahapan
rafinasi kimia meliputi degumming, netralisasi, bleaching dan ,
sementara itu, tahapan pada rafinasi fisika yaitu degumming, bleaching
dan .
1. Degumming bertujuan untuk menghilangkan gum, menyerap warna
dan logam berat, memucatkan warna dan menghilangkan air. Proses
degumming dilakukan menggunakan asam fosfat 0,01-0,05% dari
berat minyak pada suhu 90-105ºC selama 15-30 menit (Basiron et
al. 2000).
2. Netralisasi merupakan proses untuk menghilangkan asam lemak
bebas yang dikandung CPO melalui reaksi penyabunan
menggunakan basa seperti natrium hidroksida. Umumnya,
netralisasi CPO dilakukan menggunakan larutan natrium hidroksida
14% dengan jumlah tergantung pada kadar asam lemak bebas pada
CPO, pada suhu sekitar 50-70°C selama 30-45 menit (Hasibuan et
al. 2021).

9
3. Bleaching bertujuan untuk memucatkan warna minyak sawit dengan
menyerap karoten dan logam, mengadsorpsi fosfolipid dan
menghilangkan residu asam fosfat. Proses bleaching menentukan
mutu produk minyak sawit meliputi warna kuning pucat dan
kandungan logam rendah (Basiron et al. 2000; Hasibuan 2016).
4. Bleaching dilakukan menggunakan tanah pemucat (bleaching earth,
BE) seperti lempung terpilar, bentonit, karbon aktif, alumina dan
silica (Nursulihatimarsyilaet al. 2012).
5. merupakan tahapan akhir dan penting yang berpengaruh pada
kualitas minyak karena memengaruhi organoleptik, stabilitas, nilai
gizi dan sifat fungsionalnya. Minyak yang telah dideodorisasi
diharapkan tidak berasa atau berbau (bland), keasaman rendah dan
tidak ada hidrolisis, stabilitas oksidatif tinggi, warna terang, stabil dan
kontaminan hilang seperti air dan logam. Efek yang tidak diinginkan
dari proses deodorisasi adalah asam lemak trans, polimerisasi, asil-
migrasi dan degradasi vitamin dan antioksidan alami. Kondisi proses
deodorisasi yang umum dilakukan yaitu pada suhu 240270ºC pada
0,25-1,32 kPa selama 1-3 jam (Basiron et al. 2000; Gibonet al. 2009).

2.2.2 Fraksinasi
Fraksinasi minyak dan lemak dapat dilakukan dengan cara
fraksinasi pelarut, fraksinasi deterjen dan fraksinasi kering. Proses
fraksinasi yang umum dilakukan pada minyak sawit di Indonesia adalah
fraksinasi kering yang merupakan proses ramah lingkungan dan hemat
biaya. Kristalisasi dapat dilakukan secara lambat atau cepat dengan
proses batch atau semi kontinu. Minyak yang dikristalisasi dipisahkan
menjadi fraksi stearin sawit/palm stearin (berbentuk padat) dan fraksi
olein sawit/palm olein (berbentuk cair) dengan rendemen masing-
masing sekitar 20-30% dan 70-80% melalui filtrasi menggunakan filter
membran bertekanan. Teknologi filtrasi dikembangkan melalui
penggunaan pelat lebih besar dan tekanan lebih tinggi untuk
meningkatkan efisiensi proses dan kualitas produk (Gibon et al. 2009).

10
Fraksi-fraksi minyak sawit dapat dihasilkan melalui fraksinasi
multi tahap Fraksi-fraksi yang dihasilkan yaitu palm olein, palm stearin,
olein super, dan soft palm mid fraction yang dihasilkan dari satu atau
dua tahap fraksinasi. Fraksi tengah minyak sawit (palm mid fraction)
dihasilkan melalui tiga tahap fraksinasi, yang merupakan lemak spesial
untuk industri konfeksioneri sebagai bahan untuk cocoa butter
equivalent (CBE) (Gibon et al. 2009; Hasibuan 2012).

Pada fraksinasi minyak sawit, fraksi olein dan stearin menjadi


berkabut pada suhu yang lebih rendah. Kandungan asam palmitat fraksi
stearin dan olein juga dipengaruhi oleh suhu kristalisasi. Kristal minyak
muncul sebagai bentuk β’ yang berbentuk bola dan jarum. Kristal
sedikit lebih besar dengan peningkatan waktu kristalisasi dan pada
suhu kristalisasi yang tinggi (22ºC) dengan ukuran kristal berkisar
antara 4,34-22,29 Um.

Pada suhu yang rendah (14°C), jumlah kristal meningkat dengan


peningkatan waktu kristalisasi (Normah et al. 2013).

Gambar Alur Proses Fraksi CPO

11
2.2.3 Pembuatan Minyak Goreng dari Fraksi Olein
Proses pengolahan CPO menjadi minyak goreng dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu proses secara kimia dan proses
secara fisika. Perbedaan utamanya yaitu cara menghilangkan
kandungan asam lemak bebas (ALB) dan impuritis yang dikandung
dalam CPO. Proses pemurnian secara kimia ialah proses pemurnian
CPO, dimana proses menghilangkan kandungan ALB dan impuritisnya
dengan jalan reaksi kimia, yaitu mereaksikan NaOH dengan ALB yang
berada dalam CPO. Sedangkan proses pemurnian secara fisika ialah
proses pemurnian CPO dengan cara menghilangkan kandungan ALB
dan impuritisnya secara distilasi (penyulingan), yaitu dengan jalan
memanaskan CPO pada keadaan vacuum pada temperatur dimana
ALB bisa diuapkan

Secara garis besar proses pengolahan Pabrik Minyak Goreng


Secara Kimia terdiri dari dua proses, yaitu proses rafinasi (pemurnian)
dan proses fraksinasi (pemisahan). Proses rafinasi terdiri dari proses
degumming, proses netralisasi, proses bleaching dan proses
deodorisasi. Minyak yang diperoleh dari proses rafinasi terdiri dari olein
dan stearin, dalam proses fraksinasi stearin dipisahkan dari olein. Untuk
memperjelas proses pengolahan minyak goreng secara kimia dapat
dilihat dalam uraian di bawah ini.

1). Proses Degumming


Proses degumming bertujuan untuk menghilangkan zat-zat yang
terlarut atau zat-zat yang bersifat koloidal, seperti resin, gum, protein,
dan fosfatida dalam minyak mentah. Pada prinsipnya proses
degumming ini adalah proses pembentukan dan pengikatan flok-flok
dari zat-zat terlarut dan zat-zat yang bersifat koloidal dalam minyak
mentah, sehingga flok-flok yang terbentuk cukup besar untuk bisa
dipisahkan dari minyak. Beberapa cara yang sering dilakukan untuk
melaksanakan proses degumming ini, antara lain :
✓ Degumming dengan pemanasan.

12
✓ Degumming dengan menggunakan asam seperti asam fosfat, asam
sulfat, asam kloroda, asam asetat dan lain-lain.
✓ Degumming dengan kostik alkali.
✓ Degumming dengan hidrasi
✓ Degumming dengan reagen khusus, seperti asam formiat, natrium
fosfat, natrium klorida dan lain-lain.

Proses degumming yang paling banyak digunakan dewasa ini


adalah proses degumming dengan menggunakan asam. Pengaruh
yang ditimbulkan oleh asam tersebut adalah menggumpalkan dan
mengendapkan zat-zat seperti protein, fosfatida, gum dan resin yang
terdapat dalam minyak mentah. Proses degumming dengan kostik
alkali, partikel-partikel sabun yang terbentuk akan menyerap zat-zat
lendir dan sebagian pigmen, tetapi proses ini mempunyai kelemahan,
yaitu adanya kecenderungan untuk membentuk emulsi dari sabun yang
terbentuk sehingga makin banyak minyak hilang.

2). Proses Netralisasi


Proses netralisasi atau deasidifikasi pada pemurnian minyak sawit
kasar bertujuan untuk menghilangkan asam lemak bebas yang terdapat
dalam minyak sawit kasar. Asam lemak bebas (ALB) dapat
menimbulkan bau yang tengik. Beberapa proses netralisasi yang
digunakan pada industri kimia antara lain :

✓ Netralisasi dengan soda kostik.


✓ Netralisasi dengan alkali karbonat.
✓ Netralisasi dengan kapur.
✓ Deasidifikasi dengan distilasi uap.
✓ Deasidifikasi dengan ekstraksi solvent.
✓ Deasidifikasi dengan esterifikasi.
✓ Deasidifikasi dengan resin penukar ion.

Proses netralisasi yang paling sering digunakan dalam industri kimia


adalah proses netralisasi dengan soda kostik, dengan prinsip reaksi

13
penyabunan antara asam lemak bebas dengan larutan soda kostik,
yang reaksi penyabunannya sebagai berikut :

R COOH + NaOH RCOONa + H2O (2-3)

Kondisi reaksi yang optimum pada tekanan atmosfir adalah pada


suhu 60 – 80 ℃, dimana reaksinya merupakan reaksi kesetimbangan
yang akan bergeser ke sebelah kanan. Soda kostik yang direaksikan
biasanya berlebihan, sekitar 5 – 7 % dari kebutuhan stokiometris.
Sabun yang terbentuk dipisahkan dengan cara pengendapan atau
sentrifugal. Soda kostik disamping berfungsi sebagai penetralisir asam
lemak bebas, juga memiliki sifat penghilang warna (decoulorization).
Keburukan pemakaian soda kostik adalah adanya gliserida-gliserida
netral turut tersabunkan serta adanya kehilangan minyak netral yang
turut terbawa soap stock.

Proses netralisasi lain yang sering digunakan adalah netralisasi


dengan distilasi uap. Proses ini dilakukan pada suhu tinggi dan tekanan
rendah (vacuum), dimana asam lemak bebas yang lebih volatile dari
gliserida akan menguap. Netralisasi atau deasidifikasi dengan distilasi
uap ini dapat dikatakan cukup efektif, karena dapat mereduksi asam
lemak bebas sampai 0,01 – 0,03 %.

Netralisasi merupakan suatu proses untuk memisahkan asam


lemak bebas dari minyak atau lemak dengan cara mereaksikan asam
lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya, sehingga membentuk
sabun (soap stock). Pemisahan asam lemak bebas dapat juga
dilakukan dengan cara penyulingan yang dikenal dengan istilah
deasidifikasi. Netralisasi dengan menggunakan NaOH juga membantu
dalam mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa getah dan lendir
dalam minyak. Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan zat
warna dan kotoran seperti fosfatida dan protein dengan cara
membentuk emulsi. Emulsi yang terbentuk ini dapat dipisahkan dari
minyak dengan cara sentrifugasi. Netralisasi dengan menggunakan

14
NaOH akan menyabunkan sejumlah kecil trigliserida. Hal serupa juga
terjadi pada komponen minor dalam minyak berupa sterol, klorofil,
vitamin E, dan karotenoid yang hanya sebagian kecil dapat dikurangi
dengan proses netralisasi (Ketaren)

Proses pemisahan asam lemak bebas dengan cara penyulingan


merupakan proses penguapan asam lemak bebas langsung tanpa
mereaksikan dengan larutan basa, sehingga asam lemak yang terpisah
tetap utuh. Minyak sawit kasar yang akan disuling terlebih dahulu
dipanaskan dengan alat penukar kalor (heat exchanger). Selanjutnya
minyak tersebut dialirkan secara kontinyu ke dalam alat penyuling
dengan letak horizontal. Sepanjang dasar ketel terdapat pipa-pipa
berlubang tempat menginjeksikan uap air ke dalam minyak yang sudah
dipanaskan pada suhu kurang lebih 240 - 270 ℃, sehingga asam lemak
bebas menguap bersama-sama dengan uap panas tersebut. Hasil
sulingan berupa campuran uap air dan asam lemak bebas akan
mengembun dalam kondensor pada suhu 70 – 80 ℃. Kerusakan
minyak hasil penyulingan akibat suhu tinggi dihindari dengan
menetralkan asam lemak bebas yang tertinggal dengan persenyawaan
basa (Ketaren).

3). Proses Bleaching.


Proses bleaching (pemucatan) dimaksudkan untuk mengurangi
atau menghilangkan zat-zat warna (pigmen) dalam minyak mentah,
baik yang terlarut ataupun yang terdispersi. Warna minyak mentah
dapat berasal dari warna bawaan minyak ataupun warna yang timbul
pada proses pengolahan CPO menjadi minyak goreng. Pigmen yang
biasa terdapat di dalam suatu minyak sawit kasar ialah karotenoid yang
berwarna merah atau kuning, chlorophillida dan phaephytin yang
berwarna hijau. Beberapa cara yang digunakan dalam bidang industri
kimia, untuk melakukan proses bleaching, diantaranya adalah :

✓ Bleaching dengan absorbsi.


✓ Bleaching secara kimia.

15
✓ Bleaching dengan hidrogenisasi.
✓ Bleaching dengan pemanasan.

Proses bleaching yang paling banyak digunakan adalah proses


bleaching dengan absorbsi. Proses ini menggunakan zat penyerap
(absorben) yang mempunyai aktivitas permukaan yang tinggi untuk
menyerap zat warna yang terdapat dalam minyak sawit kasar.
Disamping menyerap zat warna, absorben juga dapat menyerap zat
yang memiliki sifat koloidal lainnya seperti gum dan resin.

Absorben yang paling banyak digunakan dalam proses bleaching


minyak dan lemak adalah tanah pemucat (bleaching earth) dan arang
(karbon). Arang sangat efektif dalam penghilangan pigmen warna
merah, hijau dan biru, tetapi karena harganya terlalu mahal, maka
dalam pemakaiannya biasanya dicampur dengan tanah pemucat
dengan jumlah yang disesuaikan terhadap jenis minyak sawit kasar
yang akan dipucatkan.

Proses bleaching secara kimia pada dasarnya adalah reaksi


oksidasi zat warna oleh suatu zat kimia, sehingga terbentuk senyawa
tanpa warna, mungkin juga terjadi oksidasi terhadap gliserida, sehingga
proses ini jarang digunakan dalam pemucatan minyak untuk bahan
makanan. Bahan-bahan yang biasa dipakai sebagai oksidator antara
lain adalah chlorine, hypochloride, ozone, peroksida, sinar ultra violet
dan lainlain. Bleaching dengan hidrogenisasi dan pemanasan biasanya
dilakukan terhadap minyak yang mengandung pigmen carotenoid.
Pemucatan merupakan suatu proses untuk menghilangkan zat-zat
warna yang tidak disukai di dalam minyak.

Pemucatan dilakukan dengan mencampur minyak dengan sejumlah


kecil adsorben, seperti tanah serap (fuller earth), lempung aktif
(activated clay), dan arang aktif atau juga menggunakan bahan kimia.
Zat warna dalam minyak akan diserap oleh permukaan adsorben yang
juga akan menyerap suspensi koloid serta hasil degradasi minyak.

16
Pemucatan minyak menggunakan adsorben umumnya dilakukan
dalam ketel yang dilengkapi dengan pipa uap. Minyak yang akan
dipucatkan dipanaskan dalam suhu 105 oC selama 1 jam. Penambahan
adsorben dilakukan pada saat minyak mencapai 70 – 80 ℃ dan jumlah
adsorben kurang lebih sebanyak 1,0 – 2,5 % dari berat minyak sawit
kasar. Selanjutnya minyak dipisahkan dari adsorben dengan cara
penyaringan menggunakan kain tebal atau pengepresan dengan filter
press. Cara pemucatan dengan bahan kimia banyak digunakan untuk
minyak yang akan digunakan sebagai bahan pangan karena lebih baik
dibandingkan dengan adsorben. Keuntungan menggunakan bahan
kimia adalah hilangnya sebagian minyak dapat dihindarkan dan zat
warna diubah menjadi zat tidak berwarna yang tetap tinggal di dalam
minyak (Ketaren).

4). Proses Deodorasi


Proses deodorisasi bertujuan untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa dan bau yang tidak dikehendaki dalam minyak
sawit kasar untuk makanan. Senyawasenyawa yang menimbulkan rasa
dan bau yang tidak enak tersebut biasanya berupa senyawa
karbohidrat tak jenuh, asam lemak bebas dengan berat molekul rendah,
senyawa-senyawa aldehid dan keton serta senyawa-senyawa yang
mempunyai volatilitas tinggi lainnya. Kadar senyawa-senyawa tersebut,
walaupun cukup kecil telah cukup untuk memberikan rasa dan bau yang
tidak enak, kadarnya antara 0,001 – 0,1 %.

Proses deodorisasi yang banyak dilakukan adalah cara distilasi


uap yang didasarkan pada perbedaan harga volatilitas gliserida dengan
senyawa-senyawa yang menimbulkan rasa dan bau tersebut, dimana
senyawa-senyawa tersebut lebih mudah menguap daripada gliserida.
Uap yang digunakan adalah superheated steam (uap kering), yang
mudah dipisahkan secara kondensasi. Proses deodorisasi sangat
dipengaruhi oleh faktor tekanan, temperatur dan waktu, yang
kesemuanya harus disesuaikan dengan jenis minyak mentah yang

17
diolah dan sistem proses yang digunakan. Temperatur operasi dijaga
agar tidak sampai menyebabkan turut terdistilasinya gliserida. Tekanan
diusahakan serendah mungkin agar minyak terlindung dari oksidasi
oleh udara dan mengurangi jumlah pemakaian uap. Pada umumnya,
tekanan operasi sekitar 5 – 20 mmHg dan temperature 240 – 270 ℃,
serta menggunakan gas nitrogen untuk menghindari terjadinya
oksidasi. Deodorisasi merupakan suatu proses untuk menghilangkan
bau dan rasa yang tidak enak dalam minyak sawit kasar. Prinsip proses
deodorisasi adalah penyulingan minyak dengan uap panas dalam
tekanan atmosfer atau keadaan vakum.

Proses deodorisasi perlu dilakukan terhadap minyak yang


digunakan untuk bahan pangan. Proses deodorisasi dilakukan dengan
cara memompakan minyak ke dalam ketel deodorisasi. Kemudian
minyak tersebut dipanaskan pada suhu 240 – 270 ℃ pada tekanan 1
atmosfer dan selanjutnya pada tekanan rendah dengan tetap dialiri uap
panas, selama 4 - 6 jam. Pada suhu yang lebih tinggi, komponen yang
menimbulkan bau dalam minyak akan lebih mudah menguap.
Penurunan tekanan selama proses deodorisasi akan mengurangi
jumlah uap yang digunakan dan mencegah hidrolisis minyak oleh uap
air. Setelah proses deodorisasi sempurna, minyak harus cepat
didinginkan dengan mengalirkan air dingin melalui pipa pendingin
sehingga suhu minyak menurun menjadi sekitar 84 ℃ dan selanjutnya
ketel dibuka serta minyak dikeluarkan. Gambar di bawah ini
menunjukkan proses pemurnian minyak yang biasa dilakukan di
industri. Hasil minyak yang telah dimurnikan sedapat mungkin dijaga
agar tidak banyak mengalami kerusakan dengan memperhatikan
faktor-faktor suhu, cara penanganan, dan kemasan yang dipakai
(Ketaren).

5) Proses Fraksinasi
Proses fraksinasi terdiri atas kristalisasi suatu fraksi yang menjadi
padat pada temperatur tertentu dan disusul dengan pemisahan dengan

18
cara filtrasi kedua fraksi itu. Fraksi yang menjadi kristal adalah stearin
dan yang tetap cair adalah olein. Beberapa proses fraksinasi yang
sering digunakan yaitu :

✓ Fraksinasi kering (fraksinasi tanpa pelarut).


✓ Fraksinasi basah (fraksinasi dengan pelarut).
✓ Fraksinasi menggunakan larutan detergen sodium lauryl sulphat.

Proses fraksinasi kering didasarkan pada pendinginan minyak


dengan kondisi yang terkendali tanpa penambahan bahan kimia
apapun. Ada tiga operasi yang terlibat yaitu seeding, kristalisasi, dan
filtrasi. Mula-mula minyak dipanasi sampai 70 ℃ untuk memperoleh
cairan homogen dan kemudian didinginkan dengan air pendingin,
selanjutnya didinginkan sampai temperatur 18 ℃ dan dipertahankan
sampai proses kristalisasi dianggap selesai.

2.2.4 Pembuatan Margarin dari Fraksi Stearin


Crude palm oil (CPO) adalah minyak dan lemak kasar hasil
pengepresan tandan segar buah sawit, dimurnikan dengan proses
refinery, dan digunakan sebagai bahan baku dalam proses produksi
margarin. Di Indonesia industri pengolahan seperti ini masih mengalami
peningkatan seiring dengan makin ditingkatkannya area perkebunan
sawit di seluruh nusantara. Indonesia adalah salah satu negara
penghasil CPO terbesar di dunia kemudian diikuti oleh negara
Malaysia. Industri ini harus terus di kembangkan baik dari segi teknologi
pengolahan dibidang perkebunan, teknologi pengolahan pangan, dan
teknologi untuk dipersifikasi produk pangan olahan. Secara umum
terdapat 4 tahapan proses pengolahan minyak dan lemak berasal dari
CPO untuk digunakan sebagai bahan baku proses produksi
margarin, shortening, pastry dan minyak goreng yaitu :
1. Proses pemurnian (refined) CPO.
2. Proses fraksinasi.
3. Proses hidrogenasi.
4. Proses interesterifikasi kimia dan enzim.

19
Produk pangan olahan yang ada di Indonesia saat ini pada
umumnya adalah menggunakan minyak dan lemak dari sawit, mulai
dari produk makanan formula untuk anak-anak hingga produk makanan
untuk orang dewasa. Bahan baku minyak dan lemak yang digunakan
adalah berasal dari campuran (blending) antara RBDPO (refined
bleached deodorized palm oil), RBDPS (palm stearine) dan RBDPE
(palm olein), minyak proses hidrogenasi, minyak proses interesterifikasi
kimia dan interesterifikasi enzimatik.
1. Proses Pemurnian CPO dan Fraksinasi
Dalam proses pemurnian CPO dilakukan secara proses fisik
(physical refinery) dengan menggunakan metode proses pemurnian
berlanjut (continuous refinery). Proses ini berlangsung dengan melalui
aktivitas pemanasan pada suhu tinggi dan dalam sistem vakum
sehingga disebut physical refinery. Bahan penolong yang digunakan
adalah H3PO4 80-85% untukdegumming, Bleaching Earth/Bentonit
(BE) serta CaCO3 untuk mejernihkan/pemucatan warna (bleached).
Berikut adalah tahapan proses pemurnian CPO untuk memproduksi
RBDPO :

A. Degumming
Degumming adalah proses pemisahan getah atau lendir
(gum) yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air dan
resin serta partikel halus tersuspensi dalam CPO. Proses ini
dilakukan dengan menambahkan H3PO4 sebanyak 0.05-0.07%.
Jumlah H3PO4 yang digunakan harus optimum dan berlebih,
kelebihannya dinetralkan dengan penambahan CaCO3. Dengan
penambahan H3PO4 ini maka fosfatida nonhydratable menjadi
hydratable. Fosfatida hydratable adalah partikel-partikel koloid zat
terlarut dan akan mengalami koagulasi karena berat jenisnya lebih
besar dari minyak dan lemak sehingga mudah dipisahkan.

B. Bleaching

20
Bleaching adalah proses pemucatan minyak dengan cara
penambahan activated bleaching earth, tahap proses ini untuk
menghilangkan zat-zat warna yang terkandung didalam CPO.
Bahan penolong BE adalah absorben yang mengandung silica dan
strukturnya terdapat muatan ion AL3+ yang mampu menyerap zat
warna dari CPO. Selain menyerap warna juga untuk suspensi dari
gum dan resin serta hasil degradasi minyak dan lemak seperti
peroksida.
Pemucatan minyak sawit pada umumnya berlangsung
secara kombinasi yaitu pemucatan secara panas (heat bleach) dan
pemucatan dengan bleaching earth. Jumlah bahan penolong BE
yang ditambahkan pada proses pemucatan CPO pada umumnya
adalah 0.5-2.5%, akan tetapi tergantung dari kualitas bahan baku
CPO dan produk akhir yang diinginkan. CPO merupakan baku
minyak nabati yang sulit proses pemucatannya karena mengandung
kadar karoten yang cukup tinggi yaitu berkisar 500-600 ppm. Warna
merah kuning yang terdapat dalam CPO adalah karoten yang
merupakan provitamin A, akan tetapi pada saat dilakukan proses
pemucatan zat ini akan hilang terbuang pada saat bleached dan
heat bleached.
Kandungan air dalam bleaching earth maksimum 10%,
karena apabila kandungan air tinggi akan mengurangi affinitasnya
terhadap karoten. Karoten mempunyai sifat polaritasnya yang
sangat berbeda dengan air. Dalam proses ini bahan baku penolong
dipisahkan kembali yaitu BE, CaCO3 serta asam phospat dengan
cara melalui filtrasi dengan mesin Niagara filter, dan filtratnya
disebut blotong/spent earth (Anderson dan Hodgson 1996).

C. Packed Column dan


Packed column adalah proses untuk menghilangkan asam
lemak bebas (FFA), monogliserida, digliserida, peroksida, aldehida,
keton, zat yang mudah menguap, air dan mengurangi kandungan
sterol. Proses ini berlangsung secara continue dan fungsi utama

21
untuk menurunkan kadar FFA dari 2-4% menjadi maksimum 0.1%
dan menurunkan warna sampai sesuai dengan spesifikasi yang
telah dikehendaki. CPO yang telah megalami bleaching dialirkan
melalui final heater pada suhu 250-2600C dengan steam injection
dan tekanan 0.3-0.8 bar, kemudian FFA diuapkan melalui
pemanasan ini.

D. Deodorisasi
Deodorisasi adalah berfungsi untuk menghilangkan
peroksida, keton, zat yang mudah menguap dan bau/odor. CPO
yang telah melalui packed column dialirkan kedalam deodoriser
dengan suhu 255℃. Pada tangki deodoriser terdapat 4 (empat)
tingkat tray, yang masing-masing berfungsi untuk membuat
permukaan yang luas dan tipis dengan cara memperlambat
alirannya. Gambar berikut adalah proses pemurnian CPO dengan
continuous refinery.

E. Fraksinasi
Proses fraksinasi minyak dan lemak adalah suatu proses
pemisahan fraksi padat dari fraksi cair berdasarkan perbedaan titik
lelehnya. Proses ini dilakukan untuk memisahkan fraksi cair RBDPE
dengan fraksi padat RBDPS. RBDPS pada umumnya digunakan
untuk bahan baku margarin, shortening dan pastry sedangkan
RBDPE digunakan terutama sebagai minyak goreng dan juga
sebagai bahan baku campuran untuk produksi
margarin, shortening dan pastry. RBDPO diproses melalui
fraksinasi kemudian di pisahkan melalui filter press menjadi RBDPE
dan RBDPS (Krisnamurthy 1996). Gambar 2 berikut adalah proses
fraksinasi dengan sistim batch.

F. Proses Hidrogenasi
Proses hidrogenasi minyak dan lemak adalah salah satu proses
yang dilakukan oleh industri minyak dan lemak dengan tujuan untuk
memperoleh profil kurva dari SFC yang spesifik dan menaikkan titik

22
leleh MPt melalui penambahan gas hidrogen terhadap ikatan
rangkap mono dan polyunsaturated yang terkandung didalam asam
lemak dengan katalis Ni. Pada umumnya di Indonesia bahan baku
yang digunakan untuk proses hidrogenasi adalah RBDPO, RBDPS
, RBDPE, RBD CNO dan SBO.
Fungsi utama proses hidrogenasi adalah untuk memperolah
minyak dan lemak yang mempunyai karakteristik yang spesifik dari
segi rasa dan tekstur dengan modifikasi profil SFC dan MPt. SFC
menjadi lebih tajam kurvanya dan MPt menjadi lebih tinggi.
Proses hidrogenasi dalam industri minyak dan lemak pada
umumnya terdiri dari dua macam yaitu
proses partially hydrogenated atau hidrogenasi sebagian dan fully
hydrogenated atau hidrogenasi keseluruhan ikatan rangkap sampai
jenuh (saturated). Proses hidrogenasi sebagian pada minyak dan
lemak akan menghasilkan trans fatty acid (Hastert 1996).
Gambar berikut adalah proses hidrogenasi

G. Interesterifikasi
Proses interesterifikasi ada dua macam yaitu interesterifikasi
kimia dan interesterifikasi enzimatik. Interesterifikasi secara kimia
adalah salah satu metode untuk menghasilkan bahan baku minyak
dan lemak untuk dipergunakan dalam proses produksi margarin,
pastry dan shortening. Proses ini menggunakan sodium metoksida
atau sodium etoksida sebagai katalis dengan konsentrasi 0.2 -
0.3%. Selama reaksi berlangsung warna minyak dan lemak akan
berubah menjadi kecoklatan dan lamanya reaksi kurang lebih 30
menit. Sebagai substrat dalam proses interesterrifikasi adalah
campuran minyak dan lemak dengan perbandingan tertentu. Proses
interesterifikasi kimia tidak menghasilkan asam lemak trans dan
sampai sekarang masih tetap dipergunakan untuk proses industri
oleo kimia dan proses cocoa butter substitute dan equivalent.
Proses reaksi selama interesterifikasi kimia berlangsung secara
random atau acak dalam penyususnan posisi asam lemak dalam

23
trigrliserida, sehingga hasil interesterifikasi ini harus dilakukan
pengendalian yang ketat yaitu dengan melakukan pengontrolan
secara fisik dan waktu reaksi relatif singkat. Secara umum proses
interesterifikasi kimia berlangsung dengan tiga macam reaksi
sekaligus yaitu:
1) Alkoholisis (form monoacylglyceraol),
2) Acidolisis (acid interchange),
3) Transesterifikasi (rearrangement of fats) (Anderson 1996).
Proses interesterifikasi kimia tidak begitu ramah lingkungan
apabila dibandingkan dengan interesterifikasi enzim, karena
mempunyai limbah kimia yang dapat mencemari lingkungan apabila
tidak ditangani dengan baik (Novozymes 2004b dan Novozymes
2007b).
Proses interesterifikasi secara kimia adalah proses yang
mempunyai resiko tinggi dari segi keamanan karena katalis sodium
metoksida ini adalah sangat reaktif, sehingga dari segi penangan
selama proses interesterifikasi memerlukan investasi dan fasilitas
keamanan yang sangat mahal. Natrium metoksida mudah
terbakar. berikut merupakan skema kerja proses interesterifikasi.
Selain proses Interesterifikasi kimia yang sudah lama
berkembang maka kemudian dikembangkan teknologi dengan
memakai enzim yang disebut proses interesterifikasi enzimatik.
Proses interesterifikasi enzimatik bertujuan untuk menghasilkan
minyak dan lemak bebas asam lemak trans untuk dipergunakan
sebagai bahan baku produksi margarin, pastry, shortening dan
minyak goreng. Dalam makalah ini dijelaskan mengenaio
penggunaan enzim lipase dalam proses interesterifikasi
enzimatik yang diperoleh dari Novozymes Denmark yaitu Lipozyme
® TL IM.
Enzim Lipozyme® TL IM ini tersedia dalam bentuk granula dan
teknik imobilisasi enzim dengan menggunakan granula silica
berpori, tidak dapat larut dalam minyak dan lemak akan tetapi dapat

24
mengalami kerusakan didalam air. Karakteristik Lipozyme ® TL IM
antara lain adalah aktivitas enzim, densitas, dan ukuran partikel
granula. Aktivitas enzim Lipozyme ® TL IM dalam berat kering
adaah 350 IUN/g dan dalam Volume basis (packed bed) adalah 140
M-IUN/M3. Densitas berat kering yang dimiliki adalah sebesar 450
kg/m3. Densitas berat basah adalah sebesar 420 kg/m3, dan
densitas absolut adalah sebesar 1830 kg/m3. Ukuran partikel
berkisar antara: 300-1000um. Suhu yang digunakan untuk reaksi
interesterifikasi enzim Lipozyme TL® IM adalah berkisar 55-75oC,
dan suhu yang optimum adalah 70oC.
Interesterifikasi enzimatik ini mempunya reaksi yang sangat
spesifik dan teratur yaitu hanya melakukan reaksi spesifik pada
posisi n1-3 glyserida dan proses interesterifikasi enzim stabil dalam
suhu 55-75℃. Sistim proses interesterifikasi enzimatik dapat
dilakukan dengan sistim fedbatch dan sistim continue. Enzim dapat
digunakan secara berulang-ulang hingga 10-20 kali. Kondisi
penyimpanan Lipozyme TL®IM disarankan pada suhu 0-10oC
dalam kemasan yang tertutup rapat kedap udara, kering,
kelembaban ruangan yang terkontrol sesuai spesifikasi dan
menghindari sinar matahari secara langsung (Novozymes Product
Data Sheet 2006).

Perbandingan biaya dalam Gambar diatas untuk proses


interesterifikasi kimia dan enzim adalah jauh lebih murah biayanya
jika dibandingkan dengan proses hidrogenasi. Perbandingan biaya
interesterifikasi enzimatik adalah jauh lebih murah dibanding
interesterifikasi kimia (Anonim 2007a). Interesterifikasi secara kimia
tidak specifik melainkan secara acak atau random dan mempunyai
hasil reaksi sampingan, sedangkan interesterifikasi enzimatik
berlangsung secara spesifik dan bisa dilakukan proses kontinue
(continuously process), tidak menghasilkan reaksi sampingan (
Anonim 2007h).

25
Dalam industri pengolahan pangan bahwa enzim sudah
dipergunakan sebagai bahan penolong prosessing aid untuk
produksi makan maupun obat-obatan, salah satunya adalah enzim
lipase yang digunakan untuk proses interesterifikasi enzimatik ini
seperti terlihat dalam Gambar. Enzim lipase sudah lama dikenal dan
sudah dipergunakan dalam proses interesterifikasi enzimatik untuk
proses pebuatan Cocoa Butter Equivalent (CBE) yaitu untuk
dipergunakan sebagai bahan baku industri konfektioneri
(Krishnamurthy dan Kellens 1996).

26
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini yakni :
1. Industri kelapa sawit sangat berkembang dan memberikan kontribusi
yang besar terhadap masyarakat dan negara Indonesia.
Perkembangan industri kelapa sawit harus diiringi dengan
peningkatan diversifikasi produk minyak sawit. Produk diversifikasi
minyak sawit yang dapat dikembangkan adalah berupa produk
pangan berbasis minyak sawit karena sekitar 80% minyak sawit
digunakan untuk produk pangan.
2. Produk pangan berbasis minyak sawit dapat dilakukan melalui
pengolahan minyak sawit dengan cara rafinasi, fraksinasi,
pencampuran, hidrogenasi dan interesterifikasi. Proses pengolahan
minyak sawit secara rafinasi, fraksinasi dan pencampuran dinilai
sudah sangat berkembang di Indonesia
3. Proses pengolahan CPO menjadi minyak goreng dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu proses secara kimia dan proses secara fisika.
Perbedaan utamanya yaitu cara menghilangkan kandungan asam
lemak bebas (ALB) dan impuritis yang dikandung dalam CPO.
4. Margarin merupakan emulsi dengan tipe emulsi Water in Oil (W/O)
yaitu fase air berada dalam fase minyak atau lemak dan lebih mudah
dicerna dalam tubuh daripada lemak yang tidak teremulsi seperti
minyak goreng. Margarin berbeda dengan shortening, karena
shortening tidak mengandung air, serta tidak memiliki rasa asin.

27
DAFTAR PUSTAKA

Hasibuan, H. A., Akram, A., Putri, P., & Rangkuti, B. T. (2019). Pembuatan
Margarin dan Baking Shortening dari Minyak Sawit Merah dan Aplikasinya
dalam Produk Bakery. agriTECH, 38(4), 353.
https://doi.org/10.22146/agritech.32162

Ginting, M., Kaban, J., Sihotang, H., & Tobing, H. (2019). Pengaruh Suhu
Interesterifikasi RBDPO/RBDPS Terhadap Komposisi Trigliserida dan Nilai
Kandungan Lemak Padat dalam Pembuatan Lemak Margarin. Talenta
Conference Series: Science and Technology (ST), 2(1), 15-21.
https://doi.org/10.32734/st.v2i1.306

Sitorus, S., Parta, I. B. B., & Ruswanto, A. (2023). Pembuatan Margarin


dengan Kombinasi Minyak Sawit Merah dan Lemak Cokelat.
BIOFOODTECH : Journal of Bioenergy and Food Technology, 1(02), 113–
123. https://doi.org/10.55180/biofoodtech.v1i02.279

Nabila, Y., Dewi, E., & Yerizam, M. (2023). Pembuatan Mentega Putih dari
Crude Palm Oil (CPO) Menggunakan Tangki Berpengaduk Pada Suhu
Rendah. Jurnal Pendidikan Tambusai, 7(3), 23392–23397.
https://doi.org/10.31004/jptam.v7i3.10322

Veronika, N. (2022). Pembuatan Margarin Dengan Variasi Perbandingan


Stearin dengan Red Palm Oil. Jurnal Sains Dan Ilmu Terapan, 5(1), 18–25.
https://doi.org/10.59061/jsit.v5i1.56

Hasibuan, H. A. (2021). Produksi Minyak Sawit Merah Kapasitas 100


Kg/Batch Dan Produk Diversifikasinya Berupa Shortening Dan Margarin
Kapasitas 50 Kg/Batch . WARTA Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 26(1), 20-
29. https://doi.org/10.22302/iopri.war.warta.v26i1.33

Hasibuan, H. A. (2021). Baking Shortening Berbahan Minyak Sawit Dan


Minyak Inti Sawit Serta Aplikasinya Dalam Pembuatan Donat. WARTA

28
Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 26(1), 40-45.
https://doi.org/10.22302/iopri.war.warta.v26i1.34

Hasibuan, H. A. (2021). Pengolahan Dan Peluang Pengembangan Produk


Pangan Berbasis Minyak Sawit Di Indonesia. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Vol, 40(2), 111-124

Hasibuan, H. A., & Hardika, A. P. (2015). Formulasi dan pengolahan


margarin menggunakan fraksi minyak sawit pada skala industri kecil serta
aplikasinya dalam pembuatan bolu gulung. Agritech, 35(4), 377-386.
https://doi.org/10.22146/agritech.9321

Hasibuan, H.A., dan A.P. Hardika. 2016. Formulasi shortening


menggunakan fraksi-fraksi minyak sawit melalui pendekatan sifat
fisikokimiawinya. Jurnal Hasil Penelitian Industri. 29(2): 103-111.

Hasibuan, H.A. 2012. Kajian mutu dan karakteristik minyak sawit Indonesia
serta produk fraksinasinya. Jurnal Standardisasi.14(1): 13-21.
http://dx.doi.org/10.31153/js.v14i1.51

Hasibuan, H.A. dan Magindrin. (2015). Pengembangan proses pengolahan


shortening berbahan minyak sawit pada skala industri kecil kapasitas 50
kg/batch. Warta Industri Hasil Penelitian, 32: 24-32.

Masyura, M.D. (2015). Pembuatan shortening dari campuran RBD stearin


dengan minyak inti sawit secara gliserolisis menggunakan katalis enzim
lipase dari dedak padi. Agrium 16(3):131–135.

Nurhasanah, S., Wulandari, N., Munarso, S.J. dan Hariyadi, P. (2017b).


Stabilitas oksidasi lipida terstruktur berbasis minyak kelapa dan minyak
kelapa sawit. Buletin Palma 18(2).

Nurhasanah, S., Wulandari, N., Munarso, S.J. dan Hariyadi, P. (2017a).


Sintesis dan potensi aplikasi lipida terstruktur berbasis minyak kelapa dan
minyak kelapa sawit untuk industri pangan fungsional. Perspektif 16(2). doi:
https://doi.org/https://doi.org/10.21082/ psp.v16n2.2017).

29

Anda mungkin juga menyukai