Anda di halaman 1dari 11

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/319628819

STUDI METODE PENGOLAHAN MINYAK SAWIT MERAH (Red Palm Oil) DARI
CRUDE PALM OIL (CPO)

Conference Paper · April 2014

CITATION READS

1 8,545

1 author:

Deny Sumarna
Universitas Mulawarman
7 PUBLICATIONS   2 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Red Palm Oil View project

Minyak Sawit Merah View project

All content following this page was uploaded by Deny Sumarna on 15 August 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


STUDI METODE PENGOLAHAN MINYAK SAWIT MERAH (Red Palm Oil)
DARI CRUDE PALM OIL (CPO)
Deny Sumarna

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian


Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman

ABSTRAK
CPO (Crude Palm Oil) merupakan produk dari buah sawit dari bagian mesokarp, dimana dalam
proses pengolahan lebih lanjut untuk mendapatkan minyak goreng, akan melewati beberapa proses
sehingga didapatkan minyak goreng yang berwarna jernih yang sangat berbeda dengan produk
asalnya yaitu CPO. Didalam CPO terdapat komponen aktif yang dikenal dengan sebutan komponen
minor, yang peranannya sangat penting bagi kesehatan tubuh meskipun dalam jumlah kecil
terutama untuk produk-produk farmasi. Kandungan provitamin A yang tinggi di dalam CPO pada
proses pemurnian konvensional untuk mendapatkan minyak goreng (RBDPO) banyak dirusak bahkan
sengaja dibuang. Dengan tidak melakukan proses bleaching pada proses pemurnian, akan didapat
Minyak sawit merah yang kaya akan beta karoten. Urutan tahapan pada proses pemurnian dapat
mempengaruhi kualitas minyak sawit merah yang dihasilkan. Dengan tiga metode yaitu
Degumming-Netralisasi-Fraksinasi, Fraksinasi-Degumming-Netralisasi, dan Fraksinasi-Netralisasi
diperoleh nilai persentase asam lemak bebas berkisar antara 1.71-2.18 %, kadar air 0.08-0.13 %,
peroksida 0.03-0.04 mg O2/100g, bilangan iod 50.79 – 52.94 g I2/100 g.
Kata kunci: Minyak Sawit Merah, CPO, Beta Karoten

PENDAHULUAN
Kalimantan Timur merupakan salah salah satu sentra perkebunan kelapa sawit di Indonesia
dengan produksi sawit mencapai 5,9 juta ton pada tahun 2013 (Dinas Perkebunan Kaltim, 2014). Hal
ini merupakan potensi yang sangat besar yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi makanan
atau pangan fungsional. Makanan atau pangan fungsional merupakan pangan alami (sebagai
contoh, buah-buahan dan sayur-sayuran) atau pangan olahan yang mengandung komponen bioaktif
sehingga dapat memberikan dampak positif pada fungsi metabolisme manusia.
Indonesia sebagai negara produsen CPO terbesar di dunia seharusnya mampu mengatasi
permasalahan di Indonesia yaitu kurang vitamin A (KVA). KVA merupakan salah satu masalah gizi di
Indonesia yang dapat menyebabkan masalah kebutaan, terutama bagi balita dan anak-anak. Oleh
karena itu, minyak sawit kasar (CPO) memiliki prospek yang sangat besar untuk dikembangkan guna
mengatasi masalah KVA tersebut, terlebih mengingat kapsul vit A yang tersedia saat ini umumnya
diolah dari minyak ikan dan masih merupakan produk impor.
Minyak sawit mentah atau CPO berwarna merah-kekuningan menandakan kandungan
karotenoid yang tinggi. Minyak sawit memiliki kandungan gizi yang lebih unggul dibandingkan
dengan minyak zaitun, kedelai dan jagung. Selain mengandung provitamin A yaitu α-karoten, β-
karoten dan vitamin E (tokoferol dan tokotrienol), minyak sawit mengandung berbagai jenis zat
bioaktif lain seperti riboflavin, niasin, likopen, mineral yang terdiri dari fosfor, potassium, kalsium,
dan magnesium (Sibuea, 2011).
Pada masa perkembangan dimana masayarakat dengan kecerdasan dan seleranya
menghendaki tampilan produk-produk yang lebih baik, maka berkembang pula teknologi proses
untuk membuat minyak goreng yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa, sehingga pada
proses pembuatan minyak goreng, warna merah yang mengandung zat gizi mikro penangkal
penyakit kronik degeneratif yang terdapat pada minyak sawit justru sengaja dibuang sebagian lagi
terbuang dengan tidak sengaja.
Dalam proses pengolahan buah sawit menjadi CPO yang selanjutnya menjadi minyak
goreng, selalu diawali dengan pemanasan yang kemudian dilanjutkan dengan perontokan,
perebusan, pengadukan dan pengempaan, penyaringan dan pemurnian. Pada proses pemurnian
minyak terdiri dari beberapa tahap yaitu pemisahan gum (degumming), netralisasi (deasidifikasi),
pemucatan (bleaching) dan deodorisasi. Pada proses bleaching inilah komponen minor terutama
karoten dari minyak sawit banya terbuang dan memang sengaja untuk mendapatkan minyak goreng
yang berwarna jernih. Mengonversi CPO secara lebih inovatif erat kaitannya dengan
penanggulangan masalah defisiensi vitamin A di Indonesia untuk kemajuan bangsa dan
meningkatkan mutu sumber daya manusia (SDM) pada masa datang. Dengan melakukan modifikasi
proses pemurnian, tanpa bleaching, kandungan betakaroten dalam MSM dapat dipertahankan.
Proses pengolahan ini tidak menambah biaya lagi untuk melakukan fortikasi vitamin A dalam minyak
goreng (cooking oil).

Minyak Sawit Merah (Red Palm Oil)


Karotenoid merupakan pigmen alami dalam minyak sawit yang berwarna kuning sampai
merah. Karotenoid pada minyak sawit merupakan nilai tambah atau keunggulan minyak sawit
dibandingkan minyak nabati lainnya. Karotenoid mempunyai aktivitas yang penting bagi kesehatan,
namun mempunyai sifat yang sensitif terhadap beberapa kondisi pengolahan minyak makan secara
konvensional yaitu pengolahan suhu tinggi maupun oksidasi (Winarno, 1997).
Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80 % perikarp dan 20 % kernel yang dilapisi kulit
yang tipis. Kadar minyak dalam perikarp sekitar 34 sampai 40 %. Kelapa sawit dapat menghasilkan
dua jenis minyak yang sangat berlainan, yaitu minyak yang berasal dari daging buah kelapa sawit
disebut minyak sawit kasar (CPO/Crude Palm Oil) dan minyak yang berasal dari inti kelapa sawit yang
dinamakan minyak inti sawit (PKO/Palm Kernel Oil) (Ketaren, 2005).
Untuk menghasilkan minyak sawit dengan kandungan karotenoid yang tinggi maka proses
bleaching dan deodorisasi tidak dilakukan karena komponen minor seperti karotenoid akan terserap
oleh bleaching earth (tanah pemucat) dan rusak oleh suhu tinggi (260 – 280 OC) dan tekanan vakum
rendah pada proses deodorisasi (Ariana et al., 1996). Menurut Rossi et al. (2001), bleaching earth
dapat menyerap sekitar 20 sampai 50 % karotenoid dari degummed oil. Hasil pengolahannya
disebut minyak sawit merah (Red Palm Oil). Minyak sawit merah adalah minyak sawit yang
diperoleh tanpa melalui proses pemucatan (bleaching) dengan tujuan mempertahankan kandungan
karotenoidnya.
Menurut Basiron dan Weng (2004), manfaat dari minyak sawit merah yang tidak dihilangkan
kandungan karotennya selama pengolahan dapat digunakan sebagai pangan fungsional, karena
minyak sawit merah berperan sebagai carrier provitamin A dan vitamin E untuk konsumen. Minyak
sawit merah dapat juga digunakan sebagai pewarna alami. Minyak sawit merah tidak dianjurkan
digunakan sebagai minyak goreng, karena karotenoid yang terkandung didalamnya rusak pada suhu
tinggi. Minyak ini lebih dianjurkan sebagai minyak makan sebagai menumis sayur, daging dan
bumbu. Minyak sawit merah juga baik digunakan dalam pembuatan salad oil (minyak salad), serta
dapat digunakan sebagai bahan fortifikan makanan untuk produk pangan berbasis minyak atau
lemak, seperti margarin dan selai kacang (Andarwulan et al. 2003).

Beta Karoten
Minyak sawit merah mengandung karoten sebesar 600 sampai 1000 ppm. Karotenoid yang
terdapat dalam minyak sawit terdiri dari α-karoten ± 36,2 %, β-karoten ± 54,4 %, τ-karoten ± 3,3 %,
likopen ± 3,8 %, dan santofil ± 2,2 % (Naibaho, 1990). Menurut Sukarjo et al. (1991), sebanyak
kurang lebih 800 ppm tokoferol terdapat dalam minyak sawit yang merupakan campuran dari α-
tokoferol 20 %, α-tokotrienol 25 %, τ-tokotrienol 45 %, dan δ-tokotrienol 10 %. Kelompok senyawa
tokoferol ini tidak hanya penting karena peranannya sebagai antioksidan alami tetapi secara
fisiologis juga aktif sebagai vitamin, yaitu vitamin E.
Menurut Ong dan Tee (1992), di alam telah diisolasi 600 jenis karotenoid. Karotenoid yang
terkandung dalam minyak sawit merah 91,18% diantaranya merupakan β-karoten dan α-karoten
yang mempunyai aktivitas provitamin A yang tinggi (Naibaho, 1990). Kadar karoten minyak sawit
merah 60 kali lebih besar dibandingkan dengan minyak goreng (Jatmika dan Guritno, 1997).
Karotenoid memberikan karakteristik warna orange sampai merah pada minyak sawit.
Karotenoid, khususnya α-karoten dan β-karoten merupakan precursor vitamin A di dalam tubuh
Provitamin A ekuivalen dengan 2 vitamin A serta punya aktivitas sebagai vitamin A 100%. Minyak
sawit yang berwarna merah dapat digunakan untuk menanggulangi defisiensi vitamin A karena
kandungan β-karotennya (Muhilal, 1991). Selain itu, dapat digunakan untuk mencegah penyakit
jantung koroner dan penyakit kanker, serta mengganti sel-sel yang telah rusak (Iwasaki dan
Murakoshi, 1992).

Proses Pemurnian CPO


Secara garis besar proses pada Pabrik Pengolahan Minyak Goreng terdiri dari proses refining
(pemurnian) dan fractionation (fraksionasi). Proses pemurnian terdiri dari proses degumming, proses
netralisasi, proses bleaching dan proses deodorisasi. Minyak yang diperoleh dari proses refining
terdiri dari olein (minyak goreng) dan stearin, dalam proses fraksionasi stearin dipisahkan dari olein.
Untuk memperoleh Minyak Sawit Merah, proses pemucatan (bleaching) dan deodorisasi tidak
dilakukan dengan tujuan mempertahankan kandungan karotenoidnya.

Degumming
Degumming (pemisahan gum) merupakan proses pemisahan getah atau lendir yang terdiri dari
fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
proses pemisahan gum antara lain adalah pemisahan gum dengan cara pemanasan, dengan
penambahan asam (H3PO4, H2SO4 dan HCl), pemisahan gum dengan NaOH, pemisahan gum dengan
cara dehidrasi dan pemisahan gum dengan pereakasi khusus seperti asam fosfat, NaCL dan Na3PO4

Netralisasi
Netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak,
dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga
membentuk sabun (soap stock). Netralisasi dengan NaOH banyak dilakukan dalam skala industri
karena lebih efisien dan lebih murah dibandingkan dengan cara netralisai lainnya (Ketaren, 2005),
dengan prinsip reaksi penyabunan antara asam lemak bebas dengan larutan soda kostik, yang reaksi
penyabunannya sebagai berikut :

R----COOH + NaOH R-COONa + H2O


o
Kondisi reaksi yang optimum pada tekanan atmosfir adalah pada suhu 70 C, dimana reaksinya
merupakan reaksi kesetimbangan yang akan bergeser ke sebelah kanan. Soda kostik yang
direaksikan biasanya berlebihan, sekitar 5 % dari kebutuhan stokiometris. Sabun yang terbentuk
dipisahkan dengan cara pengendapan.

Fraksinasi
Proses fraksionasi terdiri atas kristalisasi suatu fraksi yang menjadi padat pada temperatur tertentu
dan disusul dengan pemisahan kedua fraksi itu. Fraksi yang menjadi kristal adalah stearin dan yang
tetap cair adalah olein.
Beberapa proses fraksionasi yang sering digunakan yaitu :
· Fraksionasi kering (fraksionasi tanpa pelarut).
· Fraksionasi basah (fraksionasi dengan pelarut).
· Fraksionasi dengan menggunakan larutan deterjen sodium lauryl sulphat.
Proses fraksionasi kering didasarkan pada pendinginan minyak dengan kondisi yang terkendali tanpa
penambahan bahan kimia apapun. Ada tiga operasi yang terlibat yaitu seeding, kristalisasi, dan
filtrasi. Mula-mula minyak dipanasi sampai 70 oC untuk memperoleh cairan homogen dan kemudian
didinginkan dengan air pendingin sampai temperatur 40 oC, selanjutnya didinginkan sampai
temperatur 20 oC dan dipertahankan sampai proses kristalisasi dianggap selesai.

Pembuatan Minyak Sawit Merah (MSM)


Metode pengolahan Minyak Sawit Merah pada prinsipnya adalah mempertahankan
kandungan karoten yang sudah terdapat secara alami dalam CPO. Sehingga dalam proses
pemurnian, proses bleaching tidak dilakukan. Berikut adalah beberapa metode pengolahan MSM
dengan urutan tahap pemurnian berbeda.
 Degumming-Netralisasi-Fraksinasi (K1)
 Fraksinasi-Degumming-Netralisasi (K2)
 Fraksinasi-Netralisai (K3)
Parameter yang dapat digunakan untuk menentukan kualitang minyak yang dihasilkan
dapat dilihat dari besar angka asam lemak bebasnya, angka peroksida dan kadar air. Sebagai
perbandingan berikut adalah kualitas minyak goreng berdasarkan SNI-3741- 1995 .
Tabel 1. Standar Mutu Minyak Goreng Berdasarkan SNI - 3741- 1995
Kriteria Persyaratan
Bau dan Rasa Normal
Warna Muda Jernih
Kadar Air max 0,3%
Berat Jenis 0,900 g/liter
Asam lemak bebas Max 0,3%
Bilangan Peroksida Max 1.6 mg Oksigen/100 g
Bilangan Iod 45 – 46
Bilangan Penyabunan 196 – 206
Index Bias 1,448 - 1,450
Cemaran Logam Max 0,1 mg/kg
Sumber: BSN (1992)
1. Asam lemak bebas
Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada sebagai asam bebas tidak terikat sebagai
trigliserida. Asam lemak bebas dihasilkan oleh proses hidrolisis dan oksidasi, biasanya
bergabung dengan lemak netral. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan asam
lemak bebas. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman,
dan katalis (enzim). Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar asam
lemak bebas yang terbentuk. Dalam perhitungan kadar asam lemak bebas minyak sawit
dianggap sebagai Asam Palmitat (berat molekul 256). Daging kelapa sawit mengandung
enzim lipase yang dapat menyebabkan kerusakan pada mutu minyak ketika struktur seluler
terganggu. Enzim yang berada didalam jaringan daging buah tidak aktif karena terselubung
oleh lapisan vakuola, sehingga tidak dapat berinteraksi dengan minyak yang banyak
terkandung pada daging buah. Masih aktif di bawah 15oC dan non aktif dengan temperatur
diatas 50oC. Apabila trigliserida bereaksi dengan air maka menghasilkan gliserol dan asam
lemak bebas.

3.5
Asam Lemak Bebas (%)

3
2.5 a a
2 b
1.5
1
0.5
0
K1 K2 K3 CPO

Gambar 1. Grafik Persentase Asam Lemak Bebas CPO dan Minyak Sawit Merah. Diagram
batang yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan uji BNJ alpha 5% (K=0.33)
Pada grafik nilai asam lemak bebas, MSM yang diolah menggunakan tiga metode
menunjukkan nilai asam lemak yang lebih rendah dari sebelumnya, yaitu CPO. Hal ini
disebabkan pada ke tiga metode tersebut telah dilakukan proses netralisasi yamg
menyebabkan asam lemak bebas bereaksi dengan basa sehingga membentuk sabun.
2. Kadar Air
Kadar air adalah jumlah air yang terkandung dalam minyak yang menentukan mutu
minyak. Semakin rendah kadar air, maka kualitas minyak tersebut semakin baik. Hal ini
dikarenakan adanya air dalam minyak dapat memicu reaksi hidrolisis yang menyebabkan
penurunan mutu minyak.
Reaksi Hidrolisis terjadi ketika suatu asam bertemu dengan basa yang akan
menghasilkan garam dan air yang merubah pH dari campuran tersebut. Dalam reaksi
hidrolisis, terjadi penarikan H+ dan OH- dari senyawa asam dan basa. H+ dan OH- berikatan
menjadi air. Sedangkan pembentuk senyawa asam dan basa yang lain bersatu membentuk
dari garam campuran asam basa tersebut. Garam tersebut dapat bersifat asam atau basa
atau netral tergantung dari sifat – sifat para campurannya apakan asam kuat, asam lemah,
basa kuat, basa lemah.
Contohnya Ketengikan disebabkan oleh adanya perubahan yang terjadi dari reaksi
dengan oksigen di udara-sehingga disebut ketengikan oksidatif. Off flavour dihasilkan oleh
reaksi hidrolisis yang dikatalis oleh enzim-sehingga disebut ketengikan hidrolisis. Reaksi
hidrolisis dan efek absorpsi dapat dikurangi dengan penyimpanan dingin, transportasi yang
baik, pengemasan yang hati-hatiPada reaksi hidrolisis akan dihasilkan gliserida dan asam
lemak bebas dengan rantai pendek (C4 - C12). Akibat yang ditimbulkan dari reaksi ini adalah
terjadinya perubahan bau dan rasa dari minyak atau lemak, yaitu timbulnya rasa tengik .

0.18
0.16
0.14 a
a
Kadar Air (%)

0.12
0.1 b
0.08
0.06
0.04
0.02
0
K1 K2 K3 CPO

Gambar 2. Grafik Persentase Kadar Air CPO dan Minyak Sawit Merah. Diagram batang yang
diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ
alpha 5% (K=0.03)
3. Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang telah mengalami
oksidasi Angka peroksida sangat penting untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak.
Minyak yang mengandung asam- asam lemak tidak jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen
yang menghasilkan suatu senyawa peroksida. Cara yang sering digunakan untuk
menentukan angka peroksida adalah dengan metoda titrasi iodometri. Penentuan besarnya
angka peroksida dilakukan dengan titrasi iodometri.
Salah satu parameter penurunan mutu minyak goreng adalah bilangan peroksida.
Pengukuran angka peroksida pada dasarnya adalah mengukur kadar peroksida dan
hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi lemak. Bilangan peroksida
yang tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah mengalami oksidasi, namun pada
angka yang lebih rendah bukan selalu berarti menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini.
Angka peroksida rendah bisa disebabkan laju pembentukan peroksida baru lebih kecil
dibandingkan dengan laju degradasinya menjadi senyawa lain, mengingat kadar peroksida
cepat mengalami degradasi dan bereaksi dengan zat lain Oksidasi lemak oleh oksigen terjadi
secara spontan jika bahan berlemak dibiarkan kontak dengan udara, sedangkan kecepatan
proses oksidasinya tergantung pada tipe lemak dan kondisi penyimpanan.

0.8
0.67
Bil Peroksida (mg

0.6
O/100g)

0.4

0.2
0.03 0.04 0.04
0
K1 K2 K3 CPO

Gambar 3. Grafik Bilangan Peroksida CPO dan Minyak Sawit Merah.

Bilangan peroksida menunjukkan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam
lemak tak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya membentuk peroksida dan
selanjutnya terbentuk aldehid hal inilah yang menyebabkan bau dan rasa tidak enak serta
ketengikan minyak. Semakin besar nilai bilangan peroksida berarti semakin banyak peroksida
yang terdapat pada sampel. Pada MSM yang dibuat hanya sedikit diperlukan larutan Na2S2O3
untuk menitrasi I2 yang terbentuk. Semakin kecil bilangan peroksida yang didapat, maka
semakin kecil kerusakan yang terjadi pada minyak tersebut.
4. Bilangan Iod
Bilangan Iod adalah sifat kimia minyak yang dipakai untuk mengetahui banyaknya
ikatan rangkap atau ikatan tidak jenuh dalam minyak. Asam lemak tidak jenuh dalam minyak
atau lemak mampu menyerap sejumlah iod dan membentuk ikatan jenuh. Besarnya jumlah
iod yang diserap oleh minyak inilah yang menunjukan banyaknya ikatan rangkap. Semakin
tinggi titik cair semakin rendah kadar asam lemak tidak jenuh dan demikian pula derajat
ketidakjenuhan (bilangan iod) dari lemak yang bersangkut. Asam lemak jenih biasanya padat
dan asam lemak tidak jenuh adalah cair, karenanya semakin tinggi bilangan iod semakin
tidak jenuh dan semakin lunak lemak tersebut.

60 a a b
Bilangan Iod (g I2/100 g)

50
40
30
20
10
0
K1 K2 K3 CPO

Gambar 4. Grafik Bilangan Iod CPO dan Minyak Sawit Merah. Diagram batang yang diikuti
huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ alpha
5% (K=1.22)

Pada grafik bilangan iod, MSM yang diolah bilangan iod berkisar antara 50.79 – 52.94,
hal ini menunjukkan minyak yang dihasilkan (MSM) mempunyai asama lemak jenuh lebih
banyak dari sebelumnya (CPO), dan lebih cair. Hal ini disebabkan dalam ketiga metode
tersebut dilakukan fraksinasi, yaitu dengan memisahkan fraksi cair (olein) dengan fraksi
padat (stearin).

KESIMPULAN DAN SARAN


1. Minyak Sawit Merah (MSM) yang dihasilkan menggunakan tiga metode diatas menghasilkan
minyak yang memenuhi syarat SNI
2. Minyak Sawit Merah yang dihasilkan masih mengeluarkan bau khas minyak sawit karena
tidak dilakukan proses deodorisasi.
3. Pemanfaatan stearin sebagai produk samping dari ketiga metode perlu di pelajari lebih
lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Iwasaki, R. dan M. Murakoshi. 1992. Palm Oil Yields-Carotene For World Markets. Oleo Chemical,
INFORM, Vol 3, No. 2,210-217.
Jatmika, A.P. dan Guritno, 1997. Sifat Fisikokimiawi Minyak Goreng Sawit Merah dan Minyak Goreng
Biasa. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit. 5(2): 127-138

Ketaren S, 2005. Mnyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta

Muhilal. 1991. Minyak Sawit, Suatu Produk nabati untuk penanggulan atherosclerosis dan
penundaan proses penuaan. Prosiding seminar Nilai Tambah Minyak Kelapa Sawit Untuk
Meningkatkan Derajat Kesehatan, Jakarta.
Naibaho, P.M., 1990. Penggunaan Minyak Sawit Sebagai Sumber Provitamin A dan Dampaknya
terhadap Perkembangan Industri Minyak Sawit. Pusat Penelitian Perkebunan Medan. Medan

Ong, A.S.H., and E.S. Tee. 1992 Natural sources of carotenoids from plants and oils. Meth. Enzymol.,
213: 142-167.

Winarno, F.G, 1997. Kimia Pangan dan gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Yusof Basiron and Chan Kook Weng, 2004, The Oil Palm and its Sustainability. Journal of Oil Palm
Research Vol. 16 No. 1, June 2004, 1-10

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai