Anda di halaman 1dari 17

PAPER MATA KULIAH TEKNOLOGI INDUSTRI HILIR

TOPIK : INDUSTRI MARGARIN DAN SHORTENING SAWIT

JUDUL

PROSES PEMBUATAN MARGARIN & SHORTENING MINYAK SAWIT

Di Susun Oleh :

Muhammad Iqbal Hadi 2002024

Dosen Pengampu :

Dr. Ir Donald Siahaan

PROGRAM STUDI

TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN

INSTITUT TEKNOLOGI SAWIT INDONESIA

MEDAN

2023
PENDAHULUAN

Industri minyak sawit telah memberikan kontribusi yang sangat besar pada
pendapatan devisa bagi negara Indonesia melalui pemenuhan minyak sawit dan
produknya untuk kebutuhan domestik maupun ekspor. Namun, sebagian besar
minyak sawit Indonesia diekspor masih dalam bentuk CPO, sehingga ekspor
dalam bentuk produk setengah jadi atau jadi perlu ditingkatkan untuk
meningkatkan nilai tambah bagi industri minyak sawit. Meskipun pemanfaatan
minyak sawit untuk beragam produk telah diproduksi, namun masih banyak
produk produk diversifikasi minyak sawit yang masih dapat dikembangkan di
Indonesia.
Minyak kelapa sawit pada dasarnya terdiri dari dua bagian yaitu stearin
(fraksi padatan) dan olein (fraksi cairan). Pemisahan kedua fraksi tersebut
dilakukan melalui proses fraksinasi. Pada proses fraksinasi akan didapatkan fraksi
stearin sebanyak 25 persen dan fraksi olein (minyak makan) sebanyak 75 persen.
Stearin memiliki slip melting point sekitar 44.5-56.2 0C sedangkan olein pada
kisaran 13-23 0C. Hal ini menunjukkan bahwa stearin yang memiliki slip melting
pont lebih tinggi akan berada dalam bentuk padat pada suhu kamar.

Fraksi Olein mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan


dengan fraksi stearin, karena pada fraksi olein terdapat asam-asam lemak esensial,
selain itu minyak sawit olein lebih mudah difraksinasi dan diubah menjadi produk
pangan dan non pangan. Fraksi stearin merupakan produk sampingan yang
diperoleh dari minyak sawit bersama-sama dengan fraksi olein. Teknologi
pengolahan hasil samping fraksi olein telah banyak dikembangkan, dibandingkan
fraksi sterain. Salah satu pemanfaatan produk samping fraksi strearin adalah
margarin & shortening. Teknologi pengolahan margarin dari fraksi sterain CPO
bermacam-macam. berbagai teknologi pengolahan tersebut berpengaruh terhadap
margarin yang dihasilkan. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai teknologi
pengolahan margarin dari fraksi stearin CPO perlu diketahui sehingga diperoleh
hasil margarin & Shortening yang bermutu tinggi.
TINJAUAN PUSTAKA

A. Crude Palm Oil


CPO (Crude Palm Oil) adalah produk utama dalam pengolahan
minyak sawit disamping minyak inti sawit yang didapatkan dengan
pengepresan buah kelapa sawit. CPO berupa minyak yang agak kental
berwarna kuning jingga kemerah-merahan, mengandung asam lemak
bebas (free fatty acid/FFA) 5% dan mengandung banyak karotene atau pro
vitamin E 800-900 ppm dengan titik leleh berkisar antara 33-34 0C.
CPO berasal dari pengolahan bagian serabut (mesocarp) dari
kelapa sawit. CPO dengan teknologi pengolahan lanjut yaitu dengan
fraksinasi dapat menghasilkan fraksi stearin (pada suhu kamar berbentuk
padat) dan fraksi olein (pada suhu kamar berbentuk cair).
Pengolahan olein menghasilkan minyak goreng, produk-produk
lain seperti margarine, shortening, asam lemak (fatty acid), gliserol atau
gliceryn. Sedangkan pengolahan stearin oleh industri hilir menghasilkan
produk margarin, sabun, lilin, cocoa butter substitution (pengganti lemak
kakao), shortening nabati, dan lain-lain. Red palm oil merupakan produk
lain dari pengolahan CPO, dimana kandungan karoten pada red palm oil
diusahakan tetap tinggi selama pengolahan. Biasanya sigunakan untuk
makanan, misalnya salad dressing.
Pada CPO, komposisi terbesar asam lemak penyusunnya adalah
asam lemak palmitat sehingga sering disebut sebagai minyak palmitat.
Warna jingga kemerahan pada CPO antara lain diakibatkan dari zat warna
alami yang terkandung pada buah kelapa sawit yang juga merupakan
nutrisi penting, yaitu beta karoten. Selain itu, warna gelap juga dapat
diakibatkan dari proses pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) menjadi
CPO, dan zat-zat lain yang terkandung di dalamnya. CPO merupakan
minyak mentah yang di dalamnya masih mengandung getah, dan bahan-
bahan pencemar berupa kotoran maupun flavor yang tidak diinginkan
(Departemen Pertanian,2006).
B. Fraksi Stearin
Minyak kelapa sawit pada dasarnya terdiri dari dua bagian yaitu
stearin (fraksi padatan) dan olein (fraksi cairan). Pemisahan kedua fraksi
tersebut dilakukan melalui proses fraksinasi. Proses fraksinasi dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui penyaringan kering (dry
fractionation), penyaringan basah (detergent fractionation). Industri
pengolahan kelapa sawit cenderung memakai teknik penyaringan kering
dengan menggunakan membrane filter press karena lebih ekonomis dan
ramah lingkungan.
Pada proses fraksinasi akan didapatkan fraksi stearin sebanyak 25
persen dan fraksi olein (minyak makan) sebanyak 75 persen. Stearin
memiliki slip melting point sekitar 44.5-56.2 0C sedangkan olein pada
kisaran 13-23 0C. Hal ini menunjukkan bahwa stearin yang memiliki slip
melting point lebih tinggi akan berada dalam bentuk padat pada suhu
kamar.
Fraksi stearin merupakan produk sampingan yang diperoleh dari
minyak sawit bersama-sama dengan fraksi olein. Sebagai produk
sampingan, stearin cukup berperan dalam perdagangan internasional.
Stearin dapat digunakan sebagai lemak padat (hard fat) maupun sebagai
margarin hard stock rendah trans.
Stearin juga dapat digunakan untuk menggantikan permintaan
terhadap lemak hewan serta fungsinya sebagai lemak reroti (shortening)
maupun minyak goreng (frying fats).
Stearin yang dihasilkan akan berbeda-beda tergantung dari proses
fraksinasi yang dilakukan. Stearin memiliki beberapa bentuk atau
klasifikasi dalam perdagangan tergantung pada penggunaannya. Masing-
masing jenis tersebut memiliki standar yang berbeda seperti standar Crude
Palm Stearin, Pretreated Palm Stearin, dan Refined Bleached Deodorized
(RBD) Palm Stearin.
C. Margarin
Margarin merupakan emulsi dengan tipe emulsi Water in Oil
(W/O) yaitu fase air berada dalam fase minyak atau lemak dan lebih
mudah dicerna dalam tubuh daripada lemak yang tidak teremulsi seperti
minyak goreng. Margarin berbeda dengan shortening, karena shortening
tidak mengandung air, serta tidak memiliki rasa asin.
Margarin merupakan suatu produk berbentuk emulsi baik padat
maupun cair yang mengandung minyak tidak kurang dari 80% dan 15000
IU vitamin A per ponnya Margarin dapat juga diartikan sebagai emulsi
yang terdiri dari fase internal berupa cairan yang diselubungi oleh fase
eksternal berupa lemak yang bersifat plastis. Komponen yang terkandung
dalam margarin adalah lemak, garam, vitamin A, pengawet, pewarna dan
emulsifier untuk menstabilkan emulsi yang terbentuk .

D. Shortening
Shortening atau yang sering disebut mentega putih merupakan
lemak padat putih yang bersifat plastis dan memiliki kestabilan tertentu
(Winarno, 2002). Mentega putih adalah lemak yang telah mengalami
hidrogenasi yaitu, pemutusan ikatan rangkap asam lemak tidak jenuh.
Oleh karena itu, mentega putih disebut shortening fat (lemak yang sudah
mengalami pemendekan).
Hidrogenasi (pemendekan) adalah proses pemutusan ikatan
rangkap lemak tidak jenuh menjadi lemak jenuh. Hidrogenasi bertujuan
untuk mengubah plastisitas mentega agar lebih padat. Selain itu,
hidrogenasi dilakukan untuk memberikan nilai gizi, kelezatan rasa,
keempukan, dan mengembangkan struktur dari makanan yang di bakar.
Kandungan mentega putih secara umum ialah trigliserida dan beberapa
asam lemak (asam palmitat, asam tetradekanoat, asam oleat, dan asam
stearat). Pada umumnya, shortening atau mentega putih dibuat dari
minyak nabati seperti minyak kelapa sawit, minyak kacang tanah, minyak
kacang kedelai, dan minyak biji.
BAHAN & METODE

1. Bahan
Crude palm oil (CPO) adalah minyak dan lemak kasar hasil pengepresan
tandan segar buah sawit, dimurnikan dengan proses refinery, dan digunakan
sebagai bahan baku dalam proses produksi margarin. Produk pangan olahan yang
ada di Indonesia saat ini pada umumnya adalah menggunakan minyak dan lemak
dari sawit, mulai dari produk makanan formula untuk anak-anak hingga produk
makanan untuk orang dewasa.

Bahan baku minyak dan lemak yang digunakan adalah berasal dari
campuran (blending) antara RBDPO (refined bleached deodorized palm oil),
RBDPS (palm stearine) dan RBDPE (palm olein), minyak proses hidrogenasi,
minyak proses interesterifikasi kimia dan interesterifikasi enzimatik.

2. Rafinasi
Rafinasi merupakan proses pemurnian CPO untuk memperoleh minyak
yang mengandung kadar asam lemak bebas, kadar air dan kadar kotoran rendah,
serta berwarna kuning pucat. Produk dari rafinasi CPO disebut sebagai refined
bleached deodorized palm oil (RBDPO). Rafinasi dapat dilakukan dengan 2 cara
yaitu rafinasi kimia dan rafinasi fisika.
Pada rafinasi kimia, asam lemak bebas diturunkan dengan cara netralisasi
sedangkan pada rafinasi fisika melalui penggunaan suhu tinggi dan tekanan
rendah. Umumnya, rafinasi CPO dilakukan melalui rafinasi fisika karena lebih
efisien, kehilangan triasilgliserol netral rendah, biaya peralatan murah, waktu
singkat dan jumlah limbah relatif lebih sedikit dibandingkan rafinasi kimia
(Basironet al. 2000). Tahapan rafinasi kimia meliputi degumming, netralisasi,
bleaching dan deodorisasi, sementara itu, tahapan pada rafinasi fisika yaitu
degumming, bleaching dan deodorisasi.
 Degumming bertujuan untuk menghilangkan gum, menyerap warna dan
logam berat, memucatkan warna dan menghilangkan air. Proses degumming
dilakukan menggunakan asam fosfat 0,01-0,05% dari berat minyak pada
suhu 90-105ºC selama 15-30 menit (Basiron et al. 2000).
 Netralisasi merupakan proses untuk menghilangkan asam lemak bebas yang
dikandung CPO melalui reaksi penyabunan menggunakan basa seperti
natrium hidroksida. Umumnya, netralisasi CPO dilakukan menggunakan
larutan natrium hidroksida 14% dengan jumlah tergantung pada kadar asam
lemak bebas pada CPO, pada suhu sekitar 50-70°C selama 30-45 menit
(Hasibuan et al. 2021).
 Bleaching bertujuan untuk memucatkan warna minyak sawit dengan
menyerap karoten dan logam, mengadsorpsi fosfolipid dan menghilangkan
residu asam fosfat. Proses bleaching menentukan mutu produk minyak sawit
meliputi warna kuning pucat dan kandungan logam rendah (Basiron et al.
2000; Hasibuan 2016).
Bleaching dilakukan menggunakan tanah pemucat (bleaching earth, BE)
seperti lempung terpilar, bentonit, karbon aktif, alumina dan silica
(Nursulihatimarsyilaet al. 2012).
 Deodorisasi merupakan tahapan akhir dan penting yang berpengaruh pada
kualitas minyak karena memengaruhi organoleptik, stabilitas, nilai gizi dan
sifat fungsionalnya. Minyak yang telah dideodorisasi diharapkan tidak
berasa atau berbau (bland), keasaman rendah dan tidak ada hidrolisis,
stabilitas oksidatif tinggi, warna terang, stabil dan kontaminan hilang seperti
air dan logam. Efek yang tidak diinginkan dari proses deodorisasi adalah
asam lemak trans, polimerisasi, asil-migrasi dan degradasi vitamin dan
antioksidan alami. Kondisi proses deodorisasi yang umum dilakukan yaitu
pada suhu 240270ºC pada 0,25-1,32 kPa selama 1-3 jam (Basiron et al.
2000; Gibonet al. 2009).
3. Fraksinasi
Fraksinasi minyak dan lemak dapat dilakukan dengan cara fraksinasi pelarut,
fraksinasi deterjen dan fraksinasi kering. Proses fraksinasi yang umum dilakukan
pada minyak sawit di Indonesia adalah fraksinasi kering yang merupakan proses
ramah lingkungan dan hemat biaya. Kristalisasi dapat dilakukan secara lambat
atau cepat dengan proses batch atau semi kontinu. Minyak yang dikristalisasi
dipisahkan menjadi fraksi stearin sawit/palm stearin (berbentuk padat) dan fraksi
olein sawit/palm olein (berbentuk cair) dengan rendemen masing-masing sekitar
20-30% dan 70-80% melalui filtrasi menggunakan filter membran bertekanan.
Teknologi filtrasi dikembangkan melalui penggunaan pelat lebih besar dan
tekanan lebih tinggi untuk meningkatkan efisiensi proses dan kualitas produk
(Gibon et al. 2009).
Fraksi-fraksi minyak sawit dapat dihasilkan melalui fraksinasi multi tahap
Fraksi-fraksi yang dihasilkan yaitu palm olein, palm stearin, olein super, dan soft
palm mid fraction yang dihasilkan dari satu atau dua tahap fraksinasi. Fraksi
tengah minyak sawit (palm mid fraction) dihasilkan melalui tiga tahap fraksinasi,
yang merupakan lemak spesial untuk industri konfeksioneri sebagai bahan untuk
cocoa butter equivalent (CBE) (Gibon et al. 2009; Hasibuan 2012).
Pada fraksinasi minyak sawit, fraksi olein dan stearin menjadi berkabut
pada suhu yang lebih rendah. Kandungan asam palmitat fraksi stearin dan olein
juga dipengaruhi oleh suhu kristalisasi. Kristal minyak muncul sebagai bentuk β’
yang berbentuk bola dan jarum. Kristal sedikit lebih besar dengan peningkatan
waktu kristalisasi dan pada suhu kristalisasi yang tinggi (22ºC) dengan ukuran
kristal berkisar antara 4,34-22,29 Um. Pada suhu yang rendah (14°C), jumlah
kristal meningkat dengan peningkatan waktu kristalisasi (Normah et al. 2013).
APLIKASI MINYAK SAWIT DAN FRAKSI-FRAKSINYA PADA
PRODUK PANGAN

1. Margarin
a. Pengertian Margarin
Margarin adalah produk emulsi air dalam lemak berbentuk semi padat
mengandung 80% lemak, 15-16% air dan sisanya emulsifier, cita rasa, aroma,
garam, zat warna dan vitamin. Karoten dapat digunakan sebagai zat warna dan
juga sebagai antioksidan. Minyak sawit merah yang diolah dari minyak sawit
dengan mempertahankan kandungan karoten dapat digunakan sebagai sumber
karoten dan pewarna alami pada margarin (O’brien 2004; Hasibuan dan Hardika
2015).
b. Pembuatan Margarin
Pada prinsipnya persyaratan dasar yang harus dipenuhi pada pembuatan
margarin adalah kandungan lemak padat dan titik cair serta bilangan
peroksidanya. Standar mutu margarin internasional menetapkan maksimum
bilangan peroksida 3-20 meq/100g untuk masuk kedalam kategori minyak layak
konsumsi. Bilangan peroksida merupakan suatu ukuran kandungan peroksida
dalam margarin yang sangat menentukan stabilitas oksidatif lemak margarin.
Sedangkan titik cair margarin berkaitan dengan nilai nutrisi dan kemampuan
darah membawa zat makanan yang terkandung dalam margarin.
Pembuatan margarin menurut Siregar (2009), dilakukan dengan membuat
emulsi antara fase minyak (minyak nabati, emulsifier, vitamin, zat warna) dan
fase cair (garam, sodium benzoate, asam benzoate atau potassium sorbat, air).
Pembuatan emulsi dilakukan dengan cara pengadukan Emulsi tersebut kemudian
dikristalkan sebagian melalui proses pendinginan secara cepat yang dilanjutkan
dengan proses plastisasi atau teksturisasi. Sedangkan menurut Hasibuan, (2009)
c. Jenis Margarin
Margarin dapat dibedakan menjadi dua jenis menurut kegunaannya, yaitu
margarin untuk keperluan rumah tangga dan margarin untuk keperluan industri.
Salah satu sifat yang harus dimiliki oleh margarin untuk keperluan rumah tangga
adalah sifat plastis dan mudah meleleh pada suhu tubuh serta memiliki daya oles
yang baik. Sedangkan di pasaran, biasanya kita bisa menemukan beberapa
klasifikasi margarine. Klasifikasi margarin di pasaran antara lain:

1) Margarin meja (table margarines)


Margarin meja (table margarines) terdiri dari:
 Soft tube margarines, dengan ciri-ciri sebagai berikut: Temperatur
emulsi soft tube margarines sekitar 35 – 40,6 0C, Berbentuk lembut
dan tetap dapat dioles pada suhu 5 – 10 0
Cterlalu lembut, oleh
karena itu, dibungkus di dalam plastic tube atau plastic cup yang
dilengkapi dengan pelekat penutup.
 Stick margarines, dengan ciri-ciri sebagai berikut: Temperatur
emulsi stick margarines disesuaikan dan diatur di bawah suhu
tubuh pada 37,8 – 40,6 0C, Dapat dioles pada suhu 20 – 25 0C
Lebih kaku dibanding mentega putih (shortening)
2) Margarin industri (Industrial margarines)
Margarin industri ini dirancang untuk industri roti dan kue. Yang dibuat
dari minyak nabati yang telah dimurnikan. Aplikasi yang
direkomendasikan untuk biskuit, industri kue dan toko roti. Sedikit lebih
keras dibandingkan dengan margarin meja dan digunakan untuk
campuran roti dan kue. Margarin industri ini harus disimpan ditempat
yang kering dan dingin atau suhunya sekitar 30 0C.
3) Puff pastry margarines
Sangat berbeda dengan margarin meja maupun margarin industri. Fungsi
puff pastry sebagai pelindung antara lapisan-lapisan dari adonan kue.
d. Penggunaan Margarin
Dalam bidang pangan penggunaan margarin telah dikenal secara luas
terutama dalam pemanggangan roti (baking) dan pembuatan kue kering (cooking)
yang bertujuan memperbaiki tekstur dan menambah cita rasa pangan. Margarin
juga digunakan sebagai bahan pelapis misalnya pada roti yang bersifat plastis dan
akan segera mencair di dalam mulut
2. Shortening
a. Pengertian Shortening
Shortening yang dikenal di masyarakat sebagai “Mentega Putih” adalah
lemak yang dapat disantap (edible fat) yang digunakan untuk berbagai macam
keperluan seperti membuat adonan roti, bahan untuk membuat butter cream, dan
juga untuk menggoreng. Disebut sebagai Shortening karena pada saat adonan roti
dicampur, lemak akan menghambat pembentukan gluten yang ada pada terigu,
atau dengan kata lain memperpendek gluten (dalam bahasa Inggeris to shorten).
berawal dari inilah kata shorten atau memperpendek ini muncul sebahai istilah
Shortening.
Mentega putih terbuat dari 100% lemak, baik lemak nabati ataupun lemak
hewani ataupun campuran keduanya, yang sudah dimurnikan dan dihilangkan
baunya. Secara garis besar fungsi mentega putih serupa dengan margarin yaitu
untuk membuat adonan roti lebih empuk dan lebih enak pada saat dimakan. Selain
itu dikarenakan kandungannya lemaknya 100% maka dapat juga digunakan untuk
menggoreng.
Di Indonesia, mentega putih memiliki banyak macam sebutan seperti
Baker’s Fat, Cake Fat, Pastry Fat, Frying mentega putih, White Fat, dan lain
sebagainya. Pada intinya semua produk lemak makan (edible fat) yang terbuat
dari 100% lemak dapat dikategorikan sebagai mentega putih, apapun itu nama
produknya.
b. Perbedaan antara Shortening dan Margarin
Perbedaan utama antara margarin dan mentega putih adalah margarin
mengandung kadar air sedangkan mentega putih tidak mengandung kadar air
sama sekali. Tetapi perbedaan ini tidak kasat mata artinya orang tidak dapat
merasakan kadar air dalam produk. Perbedaan yang kasat mata antara mentega
putih dan margarin adalah warnanya. Umumnya margarin berwarna kuning
sehingga dipasaran dikenal sebagai “mentega kuning“, sedangkan shortening
berwarna putih sehingga di pasaran dikenal sebagai “mentega putih“.
c. Proses Produksi Shortening
Seperti dijelaskan sebelumnya, bahan baku mentega putih adalah 100%
lemak, yang dapat terdiri dari satu atau beberapa jenis lemak atau minyak. Selain
lemak atau minyak, ke dalam mentega putih dapat juga ditambahkan bahan
lainnya seperti emulsifier (untuk membantu pada saat proses pengocokan /
creaming), pewarna dan aroma
Proses pembuatan mentega putih hampir mirip seperti proses pembuatan
margarin. Seluruh bahan baku dicampur hingga merata dalam tangki mixing pada
suhu tertentu, kemudian campuran ini didinginkan (cooling) dan dihomogenisasi
(working) agar ukuran artikelnya seragam. Setelah itu siap untuk dikemas. Pada
saat dikemas tekstur mentega putih masih dalam bentuk setengah padat / pasta.
Setelah itu shortening harus disimpan dahulu selama beberapa hari atau disebut
sebagai tempering, dengan tujuan agar tekstur menjadi padat dan stabil.
Khusus untuk Pastry Shortening proses produksinya agak sedikit berbeda
dari pembuatan shortening yang lainnya karena pastry shortening memiliki
tekstur yang khusus untuk aplikasi pembuatan lapisan-lapisan (layering) pada
produk puff pastry.
d. Jenis shortening
Secara umum shortening dibedakan menjadi dua jenis: Solid shortening,
atau shortening yang memiliki sifat plastis dan berbentuk padat. Liquid
shortening, yaitu shortening yang berbentuk cair.
Shortening yang beredar dan dikenal di Indonesia adalah shortening yang
berbentuk padat. Liquid shortening belum dikenal luas di Indonesia dan
penggunaannya masih terbatas di kalangan industri.
Solid shortening atau mentega putih padat dibagi menjadi beberapa jenis,
meskipun demikian pembagian ini tidak seragam antara satu pabrikan dengan
yang lainnya.
 White Fat : mentega putih yang murni hanya lemak tanpa tambahan
emulsifier, contohnya mentega putih yang digunakan untuk membuat roti
tawar
 Baker’s Fat : mentega putih dengan tambahan emulsifier, contohnya
mentega putih untuk membuat buttercream atau biscuit cream filling
 Cake Fat : mentega putih dengan tambahan emulsifier, warna dan aroma
untuk membuat cake
 Pastry Fat : mentega putih yang khusus untuk membuat lapisan pada
produk puff pastry

Ada satu jenis mentega putih yang tidak termasuk dalam pembagian
mentega putih di atas, yaitu Frying Shortening atau Frying Fat (minyak goreng
padat). Frying shortening dibedakan tersendiri semata-mata karena
penggunaannya yang unik yaitu hanya untuk menggoreng dengan sistem Deep
Frying

e. Plastisitas dan Melting Point


Sama halnya dengan margarine, karakteristik utama dari solid shortening
adalah sifat plastisitas dan titik leleh (melting point). Kedua sifat ini menentukan
penggunaan / aplikasi mentega putih pada produk.
Sifat Plastisitas adalah sifat dimana tekstur mentega putih mampu menahan
tekanan dan dan dapat berubah bentuk mengikuti tekanan. Untuk membayangkan
sifat plastisitas ini analogi yang mudah adalah lilin mainan anak-anak. Tekstur
lilin mainan adalah contoh dari sifat plastisistas. Jika ditekan atau dibentuk lilin
mainan mampu menahan tekanan dan berubah mengikuti tekanan tersebut.
Mentega putih yang memiliki sifat plastis akan lebih mudah bercampur di
adonan roti atau biskuit dan akan mengembang dengan baik pada saat dikocok.
Sebaliknya, lawan dari sifat plastis adalah lembek (soft) atau keras (brittle).
Menggunakan mentega putih yang teksturnya sudah lembek atau keras memiliki
resiko karena ada kemungkinan kegagalan pada saat diaplikasikan. Meski
demikian ada jenis mentega putih tertentu yang memang memiliki tekstur soft,
Melting Point adalah suhu dimana lemak mulai meleleh menjadi cair. Sifat
ini penting untuk diketahui agar penggunaan mentega putih tepat sasaran.
Mentega putih untuk membuat decorating cream haruslah memiliki titik leleh
yang agak sedikit tinggi agar hiasan tidak mudah kolaps selama dipajang. Lain
halnya mentega putih untuk cream filling harus memiliki tiitk leleh yang
mendekati suhu tubuh agar pada saat dimakan tidak meninggalkan sisa di mulut /
ngendal (waxy). Dengan posisi Indonesia berada di khatulistiwa maka titik leleh
mentega putih yang cocok adalah antara 38°C sampai dengan 48°C tergantung
aplikasi dan masa simpan yang diinginkan
.
f. Penggunaan Shortening
Mentega putih digunakan untuk membuat berbagai macam produk seperti :
Roti tawar dan roti burger, Buttercream untuk filling, menghias kue, Biskuit dan
wafer Cream biscuit dan wafer, Puff Pastry, Cake, Pia.
Tidak perlu bingung melihat banyaknya jenis mentega putih yang beredar
di pasaran. Semua berpulang pada produk apa dan kualitas bagaimana yang
hendak dibuat. Berikut beberapa pertimbangan dalam memilih mentega putih :
 Harga jual produk
 Eating quality, yaitu kualitas produk pada saat dimakan
 Stabititas mentega putih, baik terhadap panas maupun selama
disimpan
 Yield, yaitu jumlah produk yang dapat dihasilkan
 Masa simpan produk
Sebagai pengusaha penentu utama adalah harga jual produk. Ini kenyataan
yang tidak dapat dipungkiri. Produk dengan harga jual ekonomis tidaklah
mungkin menggunakan mentega putih dengan kualitas premium, demikian
sebaliknya produk dengan harga jual yang mahal tidaklah mungkin menggunakan
mentega putih kualitas rendah karena berakibat pada eating quality. Penggunaan
mentega putih yang tepat niscaya dapat mengoptimalkan kualitas produk, masa
simpan dan keuntungan yang diperoleh.
PENUTUPAN

Industri kelapa sawit sangat berkembang dan memberikan kontribusi yang


besar terhadap masyarakat dan negara Indonesia. Perkembangan industri kelapa
sawit harus diiringi dengan peningkatan diversifikasi produk minyak sawit.
Produk diversifikasi minyak sawit yang dapat dikembangkan adalah berupa
produk pangan berbasis minyak sawit karena sekitar 80% minyak sawit digunakan
untuk produk pangan.
Produk pangan berbasis minyak sawit dapat dilakukan melalui pengolahan
minyak sawit dengan cara rafinasi, fraksinasi, pencampuran, hidrogenasi dan
interesterifikasi. Proses pengolahan minyak sawit secara rafinasi, fraksinasi dan
pencampuran dinilai sudah sangat berkembang di Indonesia
Margarin merupakan emulsi dengan tipe emulsi Water in Oil (W/O) yaitu
fase air berada dalam fase minyak atau lemak dan lebih mudah dicerna dalam
tubuh daripada lemak yang tidak teremulsi seperti minyak goreng. Margarin
berbeda dengan shortening, karena shortening tidak mengandung air, serta tidak
memiliki rasa asin.
Shortening yang dikenal di masyarakat sebagai “Mentega Putih” adalah
lemak yang dapat disantap (edible fat) yang digunakan untuk berbagai macam
keperluan seperti membuat adonan roti, bahan untuk membuat butter cream, dan
juga untuk menggoreng. Disebut sebagai Shortening karena pada saat adonan roti
dicampur, lemak akan menghambat pembentukan gluten yang ada pada terigu,
atau dengan kata lain memperpendek gluten
DAFTAR PUSTAKA

Hasibuan, H. A., Akram, A., Putri, P., & Rangkuti, B. T. (2019). Pembuatan
Margarin dan Baking Shortening dari Minyak Sawit Merah dan Aplikasinya
dalam Produk Bakery. agriTECH, 38(4), 353.
https://doi.org/10.22146/agritech.32162

Ginting, M., Kaban, J., Sihotang, H., & Tobing, H. (2019). Pengaruh Suhu
Interesterifikasi RBDPO/RBDPS Terhadap Komposisi Trigliserida dan Nilai
Kandungan Lemak Padat dalam Pembuatan Lemak Margarin. Talenta Conference
Series: Science and Technology (ST), 2(1), 15-21.
https://doi.org/10.32734/st.v2i1.306

Sitorus, S., Parta, I. B. B., & Ruswanto, A. (2023). Pembuatan Margarin dengan
Kombinasi Minyak Sawit Merah dan Lemak Cokelat. BIOFOODTECH : Journal
of Bioenergy and Food Technology, 1(02), 113–123.
https://doi.org/10.55180/biofoodtech.v1i02.279

Nabila, Y., Dewi, E., & Yerizam, M. (2023). Pembuatan Mentega Putih dari
Crude Palm Oil (CPO) Menggunakan Tangki Berpengaduk Pada Suhu Rendah.
Jurnal Pendidikan Tambusai, 7(3), 23392–23397.
https://doi.org/10.31004/jptam.v7i3.10322

Veronika, N. (2022). Pembuatan Margarin Dengan Variasi Perbandingan Stearin


dengan Red Palm Oil. Jurnal Sains Dan Ilmu Terapan, 5(1), 18–25.
https://doi.org/10.59061/jsit.v5i1.56

Hasibuan, H. A. (2021). Produksi Minyak Sawit Merah Kapasitas 100 Kg/Batch


Dan Produk Diversifikasinya Berupa Shortening Dan Margarin Kapasitas 50
Kg/Batch . WARTA Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 26(1), 20-29.
https://doi.org/10.22302/iopri.war.warta.v26i1.33

Hasibuan, H. A. (2021). Baking Shortening Berbahan Minyak Sawit Dan Minyak


Inti Sawit Serta Aplikasinya Dalam Pembuatan Donat. WARTA Pusat Penelitian
Kelapa Sawit, 26(1), 40-45. https://doi.org/10.22302/iopri.war.warta.v26i1.34
Hasibuan, H. A. (2021). Pengolahan Dan Peluang Pengembangan Produk Pangan
Berbasis Minyak Sawit Di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Vol, 40(2), 111-124

Hasibuan, H. A., & Hardika, A. P. (2015). Formulasi dan pengolahan margarin


menggunakan fraksi minyak sawit pada skala industri kecil serta aplikasinya
dalam pembuatan bolu gulung. Agritech, 35(4), 377-386.
https://doi.org/10.22146/agritech.9321

Hasibuan, H.A., dan A.P. Hardika. 2016. Formulasi shortening menggunakan


fraksi-fraksi minyak sawit melalui pendekatan sifat fisikokimiawinya. Jurnal Hasil
Penelitian Industri. 29(2): 103-111.

Hasibuan, H.A. 2012. Kajian mutu dan karakteristik minyak sawit Indonesia serta
produk fraksinasinya. Jurnal Standardisasi.14(1): 13-21.
http://dx.doi.org/10.31153/js.v14i1.51

Hasibuan, H.A. dan Magindrin. (2015). Pengembangan proses pengolahan


shortening berbahan minyak sawit pada skala industri kecil kapasitas 50 kg/batch.
Warta Industri Hasil Penelitian, 32: 24-32.

Masyura, M.D. (2015). Pembuatan shortening dari campuran RBD stearin dengan
minyak inti sawit secara gliserolisis menggunakan katalis enzim lipase dari dedak
padi. Agrium 16(3):131–135.

Nurhasanah, S., Wulandari, N., Munarso, S.J. dan Hariyadi, P. (2017b). Stabilitas
oksidasi lipida terstruktur berbasis minyak kelapa dan minyak kelapa sawit.
Buletin Palma 18(2).

Nurhasanah, S., Wulandari, N., Munarso, S.J. dan Hariyadi, P. (2017a). Sintesis
dan potensi aplikasi lipida terstruktur berbasis minyak kelapa dan minyak kelapa
sawit untuk industri pangan fungsional. Perspektif 16(2). doi:
https://doi.org/https://doi.org/10.21082/ psp.v16n2.2017).

Anda mungkin juga menyukai