Puji syukur penulis haturkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Penuntun Praktikum Bioenergi ini.
Penuntun ini sebagai panduan kita dalam melaksanakan praktikum bioenergi pada semester
genap ini. Di dalam buku penuntun ini terdapat berbagai petunjuk dalam memperoleh energi
yang bisa kita dapatkan dari sumber-sumber organik dengan memanfaatkan berbagai bahan
kimia untuk memudahkan melakukan konversi menjadi energi yang kita inginkan
Tentunya dalam pembuatan penuntun praktikum ini penulis menyadari masih terdapat
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun guna perbaikan dalam penyusunan dan pembuatan penuntun
praktikum berikutnya. Terlepas dari itu, penulis berharap penuntun ini dapat bermanfaat bagi
kita semua, Aamiin.
Penulis
TATA TERTIB PRAKTIKUM
Tata tertib ini dibuat agar praktikum berjalan dengan tertib dan lancar. Setiap saat
praktikum harus memahami dan melaksanakan tata tertib sebagai berikut.
1. Setiap praktikan diharuskan hadir 15 menit lebih awal, sebelum waktu praktikum
dimulai
2. Praktikan diwajibkan menggunakan jas lab dan name tag serta APD (Alat pelindung
diri) saat masuk kedalam laboratorium.
3. Praktikan diwajibkan melepas sepatu saat memasuki laboratorium dan menggunakan
sandal bersih di dalam laboratorium.
4. Praktikan hanya diperbolehkan membawa Alat tulis, modul saat praktikum
dilaksanakan. Dilarang menggunakan telpon seluler selama praktikum (Kecuali ada
pangilan yang mendesak)
5. Setiap praktikan harus mempelajari teori praktikum dan mengikuti pre test yang akan
diadakan setiap praktikum akan dimulai
6. Praktikan Dilarang makan, minum dan merokok selama praktikum berlangsung.
7. Praktikan harus menyiapkan bahan-bahan praktikum sebelum praktikum dimulai
apabila ada bahan yang sulit didapat hendaknya menginformasikan hal tersebut
kepada asisten pemegang materi selambat-lambatnya H-3 sebelum praktikum
dilaksanakan.
8. Praktikan diwajibkan membersihkan meja kelompok masing-masing setiap selesai
melakukan praktikum.
DAFTAR ISI
COVER ………………………………………………………………………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………………………………………… ii
TATA TERTIB PRAKTIKUM ………………………………………………………………………………………………. iii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………………………………………………. iv
I. Pembuatan Biodiesel …………………………………………………………………………………………… 1
II. Pembuatan Bioethanol dari Gula ……………………………………………………………………… 5
III. Pembuatan Bioethanol dengan berbagai Konsentrasi Ragi …………………………... 8
IV. Pembuatan Biogas ………………………………………………………………………………………………. 10
V. Pembuatan Biobriket …………………………………………………………………………………………... 14
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………………………………………… v
PRAKTIKUM 1
PEMBUATAN BIODIESEL BERBAHAN DASAR BIJI KEDELAI DAN KEMIRI
1.1. Teori
Biodiesel merupakan salah satu energi terbarukan jenis bahan bakar nabati (BBN)
yang dapat menggantikan bahan bakar minyak (BBM) jenis minyak solar Biodiesel
merupakan salah satu energi terbarukan jenis bahan bakar nabati (BBN) yang dapat
menggantikan bahan bakar minyak (BBM) jenis minyak solar tanpa memerlukan modifikasi
pada mesin dan menghasilkan emisi yang lebih bersih. Karakteristik biodiesel adalah
memiliki angka setana yang lebih tinggi dari minyak solar, dapat terdegradasi dengan mudah
(biodegradable), tidak mengandung sulfur dan senyawa aromatik sehingga emisi pembakaran
yang dihasilkan lebih ramah lingkungan daripada bahan bakar minyak jenis minyak solar.
Biodiesel secara umum dihasilkan melalui proses transesterifikasi minyak tumbuhan atau
lemak hewani dengan alkohol rantai pendek (umumnya metanol) dengan adanya katalis
(Buchori et al., 2015).
Keunggulan yang dimiliki oleh biodiesel dibandingkan dengan bahan bakar diesel dari
minyak bumi diantaranya bahan bakar biodiesel dapat diperbaharui. Selain itu, juga dapat
memperkuat perekonomian negara dan menciptakan lapangan pekerjaan. Biodiesel
merupakan bahan bakar ideal untuk industri transportasi karena dapat digunakan pada
berbagai mesin diesel,termasuk mesin-mesin pertanian (Risnoyatiningsih, 2010).
Bahan baku Biodiesel seperti jarak pagar, kedelai, dan kelapa sawit merupakan
tanaman-tanaman yang terdapat di Indonesia. Bahan biodiesel, yang dapat mendampingi
solar, bahkan dapat mengganti solar sebagai bahan bakar mesin diesel yang banyak
digunakan dalam proses kehidupan. Tanaman-tanaman kedelai dan kelapa sawit merupakan
tanaman sudah dibudayakan secara luas hampir di seluruh Indonesia, sehingga untuk
memenuhi kebutuhan bahan baku Biodiesel yang mendesak, kedua jenis tanaman tersebut
perlu mendapat perhatian yang utama (Kuncahyo et al., 2013).
Biodiesel dapat diproduksi dari minyak nabati seperti minyak kedelai (Glycine max),
minyak jatropha (Jatropha curcas), minyak rapeseed (Brassica napus), minyak kelapa
(Elaeis guineensis), minyak bunga matahari (Helianthus annuus), minyak jagung (Zea mays),
minyak kacang tanah (Arachis hypogaea) atau minyak kapas (Gossypium spp.). Beberapa
minyak nabati yang akhir-akhir ini digunakan sebagai seed untuk produksi biodiesel antara
lain minyak dari hazelnut (Corylus spp.), yellow horn (Xanthoceras sorbifolia Bunge) dan
(Phoenix dactylifera) yaitu kelompok dari genus Phoenix yang merupakan jenis buah-buahan
yang dapat dimakan (Holilah et al., 2013).
Biodiesel sebagai metil ester yang diproduksi dari minyak tumbuhan atau lemak hewan
dan memenuhi kualitas untuk digunakan sebagai bahan bakar dalam mesin diesel. Biodiesel
memiliki berbagai kelebihan dibandingkan petrodiesel, baik sebagai campuran dengan
petrodiesel maupun sebagai bahan bakar murni. Keunggulan biodiesel sebagai bahan bakar
antara lain diproduksi dari bahan baku yang dapat diperbaharui, dapat digunakan pada
kebanyakan mesin diesel tanpa modifikasi. Biodiesel bersifat lebih ramah lingkungan karena
dapat terurai di alam, non toksik, efisiensi tinggi, emisi buang kecil, serta kandungan sulfur
dan aromatik rendah (Pinto dkk., 2005).
Proses produksi biodisel dengan esterfikasi-transestrifikasi, merupakan proses produksi
yang terdiri atas dua tahap yaitu ekstraksi minyak dari biji dan tahap esterifikasi
transesterifikasi minyak menjadi biodiesel. Proses produksi dilakukan secara terpisah dan
diskontinyu membuat proses pembuatan biodiesel secara konvensional tersebut menjadi
kurang efisien seta mengkonsumsi banyak energi dan biaya. Proses in situ transesterifikasi
merupakan alternatif teknologi produksi yang lebih sederhana dalam memproduksi biodiesel
dengan menghilangkan proses ekstraksi dan pemurnian sehingga dapat menurunkan biaya
produksi (Haas dkk., 2004).
Berdasarkan kandungan FFA dalam minyak nabati maka proses pembuatan biodiesel
secara komersial dibedakan menjadi 2 yaitu reaksi esterifikasi dan reaksi transesterifikasi.
Reaksi esterifikasi biasanya dilakukan pada tahap produksi biodiesel dengan menggunakan
minyak yang memiliki kadar asam lemak bebas lebih dari 2%. Reaksi ini bertujuan untuk
menurunkan kadar asam lemak bebas dari minyak nabati tersebut hingga memiliki kadar
asam lemak bebas kurang dari 2%. Reaksi esterifikasi adalah reaksi metanol dengan asam
lemak bebas membentuk metil ester menggunakan katalis asam. Pada produksi biodiesel,
prinsipnya proses transesterfikasi adalah mengeluarkan gliserin dari minyak dan mereaksikan
asam lemak bebasnya dengan alkohol (metanol) menjadi metil ester). Reaksi transesterifikasi
dipengaruhi oleh faktor internal (sifat minyak) dan faktor eksternal (proses reaksi). Faktor
internal merupakan kondisi yang berasal dari minyak, seperti kadar air dan asam lemak
bebas. Faktor eksternal yang berpengaruh diantaranya adalah kandungan asam lemak bebas
dan kadar air minyak, jenis katalis dan konsentrasinya, perbandingan molar antara alkohol
dengan minyak dan jenis alkohol, suhu dan lama reaksi, intensitas pencampuran dan
penggunan co-solvent organic (Pinto et al., 2005).
1.2. Tujuan
Untuk mengetahui proses pembuatan biodiesel dengan memanfaatkan biji kedelai dan
kemiri. Serta untuk mempelajari cara pembuatan biodiesel sederhana dalam skala
laboratorium
Alat :
a. Aerator
b. Blender
c. Botol
d. Cawan petri
e. Corong pisah
f. Erlenmayer
g. Gelas ukur
h. Kapas
i. Kertas saring
j. Labu pisah
k. Rotary-evaporator
l. Spatula
m. Timbangan
Bahan :
a. Aquades
b. Etanol 500 ml
c. Kacang kedelai 200 gram
d. Kemiri 200 gram
e. NaOH 5,25 gram
f. N-heksan 400 ml
2.1. Teori
Bioetanol adalah etanol yang berasal dari sumber hayati. Bioetanol bersumber dari
gula sederhana, pati dan selulosa. Setelah melalui proses fermentasi dihasilkan etanol. Etanol
adalah senyawa organik yang terdiri dari karbon, hidrogen, dan oksigen sehingga dapat
dilihat sebagai turunan senyawa hidrokarbon yang mempunyai gugus hidroksil. Etanol
merupakan zat cair dan menguap serta dapat bercampur dalam air dengan segala
perbandingan. Secara garis besar penggunaan etanol sebagai pelarut untuk zat organik
maupun anorganik, bahan dasar industri asam cuka, sebagai bahan baku pembuatan eter. Di
industri ada dua cara fermentasi yaitu cara non fermentasi menggunakan alkohol dan cara
fermentasi menggunakan bahan organik (Endah, 2007).
Bioetanol merupakan produk yang dihasilkan dari fermentasi gula walaupun sebenernya
etanol juga dapat dibuat dengan menggunakan reaksi kimia. Etanol merupakan cairan yang
tidak jernih, biodegradable, rendah kadar racunnya, dan sangat menimbulkan polusi.
Bioetanol memiliki beberapa keuntungan diantaranya berasal bahan yang dapat diperbaharui
serta tidak dapat menghasilkan emisi gas yang dapat menimbulkan polusi udara. Keuntungan
lainnya yaitu biodegradable serta cara pembuatannya yang lebih sederhana yaitu melalui
fermentasi gula-gula sederhana yang berasal dari tumbuhan (Fatimah, 2013).
Bahan baku pembuatan bioetanol ini dibagi menjadi tiga kelompok, antara lain bahan
sukrosa, pati, dan selulosa (lignoselulosa). Bahan-bahan yang termasuk dalam kelompok
sukrosa antara lain nira, tebu, nira nipati, nira sargum manis, nira kelapa, nira aren, dan sari
buah mete. Bahan-bahan yang termasuk kelompok pati adalah bahan-bahan yang
mengandung pati atau karbohidrat. Bahan-bahan tersebut antara lain tepung-tepung ubi
ganyong, sorgum biji, jagung, cantel, sagu, ubi kayu, ubi jalar, dan lain-lain. Sedangkan
bahan berselulosa (lignoselulosa) artinya adalah bahan tanaman yang mengandung selulosa
(serat), antara lain kayu, jerami, batang pisang, dan lain-lain.
Fermentasi ada dua secara non fermentasi dan fermentasi, menggunakan non
fermentasi digunakan denga proses pembuatan alkohol yang sama sekali tidak menggunakan
enzim atau jasad mekanik. Fermentasi adalah proses metabolisme dimana terjadi perubahan
kimia dalam substrat atau bahan organik karena memiliki aktivitas enzim yang dihasilkan
jasad renik. Fermentasi merupakan proses kimi dimana terjadi perubahan-perubahan atau
reaksi-reaksi kimia yang terjadi dengan pertolongan jasad renik yang merupakan penyebab
fermentasi bersentuhan dengan zat makanan yang dimakan dengan pertumbuhannya dan akan
menjadi alkohol dengan waktu yang lama (Endah, 2007).
Fermentasi adalah suatu proses oksidasi karbohidrat anaerob jenuh atau anaerob
sebagian. Dalam suatu proses fermentasi bahan pangan seperti natrium klorida bermanfaat
untuk membatasi pertumbuhan organisme pembusuk dan mencegah pertumbuhan sebagian
besar organisme yang lain. Suatu fermentasi yang busuk biasanya adalah fermentasi yang
mengalami kontaminasi, sedangkan fermentasi yang normal adalah perubahan karbohidrat
menjadi alkohol.
2.2. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui proses fermentasi gula dan untuk
mengetahui hasil dari fermentasi gula serta mengetahui proses pembuatan Bioetanol.
3.1. Teori
3.2. Tujuan
Untuk mengetahui proses fermentasi gula dan untuk mengetahui proses pembuatan
bioetanol dengan penggunaan berbagai konsentrasi ragi.
Alat
1. Botol
2. Gelas ukur
3. Pengaduk
4. Timbangan
Bahan
1. Air
2. Fermipan atau ragi
3. Gula putih
4. Pupuk NPK 0,1%
5. Pupuk urea 0,5%
Gula pasir putih sebanyak 1 gram dilarutkan ke dalam 7 liter air. Kemudian
dimasukkan ke dalam botol 700 ml per kelompok ditambahkan 0,25 gr ragi (sesuai
kelompok). Lalu ditambahkan 5 gram urea dan 1 gram NPK. Selanjutnya botol ditutup dan di
shaker kemudian didiamkan dan diamati selama 65 jam.
PRAKTIKUM 4
PEMBUATAN BIOGAS DENGAN MENGGUNAKAN FESES HEWAN
4.1. Teori
yang terlalu dingin (kurang dari 15oC) dan terlalu panas (diatas 37oC), terdapat sedikit
masalah dalam memproduksi biogas, karena gas lebih bagus diproduksi pada suhu 32-37 oC
(Elizabeth dan Rusdiana, 2011).
Energi biogas adalah salah satu dari banyak macam sumber energy terbarukan, karena
energi biogas dapat diperoleh dari air buangan rumah tangga, kotoran cair dari peternakan
ayam, sapi, babi, sampah organic dari pasar, industry makanan dan limbah buangan lainnya.
Produksi biogas memungkinkan pertanian berkelanjutan dengan sistem proses terbarukan dan
ramah lingkungan (Ramadhoni dan Wesen, 2014).
Prinsip dasar teknologi biogas adalah proses penguraian bahan-bahan organic oleh
mikroorganisme dalam kondisi anaero untuk menghasilkan campuran dari beberapa gas, di
antaranya metan dan CO2. Biogas dihasilkan dengan bantuan bakteri metanogen. Bakteri ini
secara alami terdapat dalam limbah yang mengandung bahan organik, seperti limbah organik.
Proses tersebut dikenal dengan istilah anaerobic digestion. Umumnya, biogas diproduksi
menggunakan alat yang disebut reaktor biogas (digester) yang dirancang agar kedap udara,
sehingga proses penguraian oleh mikroorganisme dapat berjalan secara optimal
(Wahyuni, 2011).
Energi biogas dapat diperoleh dari air limbah rumah tangga, kotoran ternak, sampah
organic dari pasar,industry makanan, sampah pabrik, sampah kota dan sebagainya. Namun,
kapasitas terpasang pemanfaatan biogas adalah kurang dari satu persen dari potensi biogas
yang ada. Selain potensi yang besar, pemanfaatan energi biogas dengan reaktor biogas
memiliki banyak keuntungan, yaitu mengurangi efek gas rumah kaca, mengurangi bau yang
tidak sedap, mencegah penyebaran penyakit, menghasilkan panas dan daya
(mekanis/listrik) serta hasil sampingan berupa pupuk padat dan cair yang masih dapat
digunakan (Badan Litbang Pertanian, 2011).
Pemanfaatan limbah peternakan (kotoran ternak) merupakan salah satu alternatif yang
sangat tepat untuk mengatasi naiknya harga pupuk dan kelangkaan bahan baka rminyak.
Apalagi pemanfaatan kotoran ternak sebagai sumber bahan bakar dalam bentuk biogas.
Teknologi dan produk tersebut merupakan hal baru bagi masyarakat petani dan peternak.
Pemanfaatan kotoran ternak sebagai sumber energi, tidak mengurangi jumlah pupuk organik
yang bersumber dari kotoran ternak (Rahayuet al., 2009).
Pemanfaatan limbah manusia (feses) sebagai sumber energy dalam bentuk biogas juga
dapat menghasilkan gas metana melalui proses fermentasi, dimana gas metana yang
dihasilkan dari feses manusia tersebut dapat dijadikan sebagai bahan baku dalam
memproduksi hydrogen dengan proses reforming atau pembentukan, sehingga limbah feses
manusia tersebut yang tadinya merupakan suatu bahan yang tidak berharga dapat diproses
dengan menjadikannya sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan dan tentu saja
penggunaannya yang akan mengurangi ketergantungan akan pemakaian minyak bumi (BBM)
(Febrianto dan Priyono, 2012).
Selain menghasilkan biogas, produk samping dari limbah kotoran ternak yaitu sebagai
pupuk organic yang berkualitas, sehingga dapat dikatakan bahwa limbah industry peternakan
bagai tombak bermata dua, satu sisi sebagai agen pencemar lingkungan, dalam sisi lain
sebagai sumber energi yang reneweble. Fenomena yang terjadi didunia saat ini, menyusutnya
bahan bakar fosil, dan efek pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh bahan bakar fosil.
Limbah peternakan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternative untuk menyediakan
bahan bakar yang reneweble, bersih lingkungan, sehingga sangat penting dilakukan pengujian
agar mendapatkan metode yang optimal dalam pemanfaatannya (Sasongko, 2010).
Proses pembuatan gas metan secara anaerob melibatkan interaksi kompleks dari
sejumlah bakteri yang berbeda, protozoa maupun jamur. Bakteri yang terlibat termasuk
kedalam bakteri yang mampu melakukan acetogenesis dan metanogenesis. Beberapa bakteri
yang terlibat adalah Bacteroides, Clostridium butyrinum, Escericia coli dan beberapa bakteri
usus lainnya, Methanobacterium, dan Methanobacillus. Dua bakteri terakhir merupakan
bakteri utama penghasil metan dan hidup secara anaerob (Rochintaniawati, 2008).
4.2. Tujuan
Alat
1. Alumunium foil
2. Baskom
3. Balon
4. Botol 1,5 L
5. Corong
6. Gelas ukur 250 mL
7. Plastisin
8. Pengaduk
9. Pipet
10. Timbangan.
Bahan :
1. Air 100 mL
2. Urin manusia 300 mL
3. Bakteri EM4 25 mL
4. Feses sapi 500 gr.
4.4. Cara Kerja
Feses hewan (sapi) sebanyak 500 gr dimasukkan ke dalam baskom. Lalu air biasa
sebanyak 100 mL dan urine manusia sebanyak 300 mL ditambahkan ke dalamnya. Semua
bahan tersebut diaduk rata jangan sampai ada gumpalan feses. Bakteri EM4 diambil setiap
kelompok sebanyak 25 mL, lalu diaduk lagi hingga homogen. Campuran feses, air biasa, urin
dan bakteri EM4 dimasukkan ke dalam botol dengan menggunakan corong, dirangkai dan
ditutup dengan menggunakan plastisin dan aluminium foil. Pipet disisipkan ditengah plastisin
dan diusahakan agar pipet tidak jatuh ke dalam botol, selanjutnya balon dipasang balon pada
ujung atas pipet dengan menggunakan karet gelang. Kemudian dilakukan pengamatan
mengenai perkembangan volume gas yang terbentuk 3 hari sekali dari proses pembuatan
sampai menurunnya volume gas.
PRAKTIKUM 5
PEMBUATAN BIOBRIKET
5.1. Teori
5.2. Tujuan
Untuk mengetahui dan mempelajari proses pembuatan biobriket sebagai bahan energi
alternatif
Adini, S., Dkk. 2015. Produksi Bioetanol Dari Rumput Laut dan Limbah Agar Gracilaria sp.
dengan Metode Sakarifikasi Yang Berbeda. Bioma. Vol. 16 (2): 65 – 75.
Buchori, L. Istadi, I. dan Purwanto, P. 2015. Perkembangan Proses Produksi Biodiesel Sebagai
Bahan Bakar Alternatif. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia. Fakultas Teknik UPN:
Yogyakarta. Hlm 1-9.
Euis Hermiati, Djumali Mangunwidjaja, Titi Candra Sunarti, Ono Suparno dan Bambang Prasetya.
2013. Pemanfaatan Biomassa Lignoselulosa Ampas Tebu untuk Produksi Bioetanol. Jurnal
Litbang Pertanian. 29(4): 121-122.
Elizabeth, R. dan Rusdiana, s. 2011. Efektivitas Pemanfaatan Biogas sebagai Sumber Bahan Bakar
Dalam Mengatasi Biaya Ekonomi Rumah Tangga di Perdesaan. Prosiding. Universitas
Padjajaran: Bandung. Hlm 1-15.
Febrianto, E. Y. dan Priyono, S. 2012. Studi Pemanfaatan Feses (Kotoran Manusia) sebagai Bahan
Baku Alternatif Energi Terbarukan. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 30(1): 19-24.
Haas MJ, Scott KM, Marmer WN, Foglia TA. 2004. In situ alkaline transesterification : an
effective method for the production of fatty acids esters from vegetable oils, JAOCS. 81 (1),
83-89
Holilah, Utami, T. P. dan Prasetyoko, D. 2013. Sintesis dan Karakteristik Biodiesel dari Minyak
Kemiri Sunan (Reutealis trisperma) dengan Variasi Konsentrasi Katalis NaOH. Jurnal MIPA.
36(1): 51-59.
Irvan, Popphy, P., dan Bambang, T. 2015. Pembuatan Bioetanol Dari Tepung Ampas Tebu Melalui
Proses Hidrolisis Termal dan Fermentasi: Pengaruh Ph, Jenis Ragi dan Waktu Fermentasi.
Jurnal Teknik Kimia Usu. 4(2): 27-28.
Kuncahyo, P. Aguk, Z. M. Fathallah, dan Semin. 2013. Analisa Prediksi Potensi Bahan Baku
Biodiesel Sebagai Suplemen Bahan Bakar Motor Diesel di Indonesia. Jurnal Teknik Pomits.
2(1): 62-66.
Pinto, AC., Guarieiro, LLN., Rezende, MJC., Ribeiro, NM., Torres, EA., Lopes, WA., Pereira, PA.,
and Andrade, JB. 2005. Biodiesel : An Overview. J. Braz. Chem. Soc. 16 (6B), 1313-1330
Pusdatin. 2010. Buku Pegangan Statistik Ekonomi Energi Indonesia DESDM 2010.
http://www.esdm.go.id.
Rahayu, S. Dyah, P. dan Pujianto. 2009. Pemanfaatan Kotoran Ternak Sapi Sebagai Sumber Energi
Alternatif Ramah Lingkungan Beserta Aspek Sosio Kulturnya. Jurnal Inotek. 13(2): 150-160.
Sasongko, W. 2010. Produksi Biogas dari Biomassa Kotoran Sapi dalam Biodigester Fix Dome
dengan Pengenceran dan Penambahan Agitasi. Tesis. Pasca Sarjana Universitas Sebelas
Maret: Surakarta. Hlm 8-9.
Setyawan, A. H. 2010. Pengembangan Biogas Berbahan Baku Kotoran Ternak Upaya Mewujudkan
Ketahanan Energi di Tingkat Rumah Tangga. Makalah Ilmiah. Institut Teknologi Bandung:
Bandung. Hlm 1-18.
Wati, D. A. T. dan Sugito. 2013. Pembuatan Biogas dari Limbah Cair Pabrik Tahu dengan Tinja
Sapi. Jurnal Teknik Waktu. 11(2): 55-61.
Wahyuni, S. 2011. Biogas Energi Terbarukan Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan. Ringkasan
Makalah. Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional: Jakarta. Hlm 2-11.