Anda di halaman 1dari 23

KIMIA INDUSTRI

BIODIESEL

Dosen Pengampu:

SITA ISNA MALYUNA, M.Pd.

Dosen pengempu:

SUSANTI DHINI ANGGRAINI, S.Si, M.Si

Disusun Oleh :

KHOTIB LUGIANTO (1411220095)


ALMAS ADIB KURNIAWAN (1411220087)
NUR REZA BAIHAQI (1411220073)

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI

UNIVERSITAS PGRI RONGGOLAWE TUBAN


2023

i
LEMBAR PENGESAHAN

TUGAS PENDIDIKAN AGAMA UNIVERSITAS


PGRI RONGGOLAWE TUBAN 2023

Kelompok : 2

Oleh : KHOTIB LUGIANTO (1411220095)


ALMAS ADIB KURNIAWAN (1411220087)
NUR REZA BAIHAQI (1411220073)

Tuban, 18 November 2023


Mengetahui,
Dosen Pengampu

SUSANTI DHINI ANGGRAINI, S.Si, M.Si


NIDN. 0723128804

ii
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang. Kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, serta inayah-nya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah yang berjudul “Memahami Tentang Biodiesel“ dalam meningkatkan
hasil belajar Kimia Industri (Pembelajaran pada mahasiswa semester 3
Universitas Pgri Ronggolawe Tuban).

Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan
dari berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
membagi pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Terlepas dari segala hal tersebut, Kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karenanya kami dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah berjudul “Memahami Tentang


Biodisiel” ini bisa memberikan manfaat maupun inspirasi untuk pembaca.

Tuban, 17 November 2023

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumus Masalah
1.3 Tujuan Penelitian

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Biodiesel
2.2 Sumber Biodiesel
2.3 Penggunaan Biodiesel sebagai sumber EBT
2.4 Proses Pengelolahan Miyak Nabati
2.5 Produk Hasil Pengelolahan

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penganekaragaman energi selain energi berbasis fosil dalam


penyediaan energi nasional adalah energi berbasis bahan nabati (biodiesel).
Biodiesel merupakan energi terbarukan dan ramah lingkungan yang
dioptimalkan sebagai bauran energi secara global. Produksi biodesel terus
berkembang, pada tahun 2009 produksi biodiesel sebesar 190 ribu kilo liter
meningkat 17 kali lipat menjadi 3,3 juta kilo liter pada tahun 2014. Produksi
biodiesel 51% dikonsumsi dalam negeri dan sisanya diekspor. Penggunaan
biodiesel untuk konsumsi dalam negeri dapat menghemat devisa US$ 1,23
miliar. Pada tahun 2015 industri biodiesel menghasilkan gliserol sebesar
150.000 kilo liter, yang diperkirakan target tahun 2025 akan menjadi tiga
kali lipat dari tahun 2010 yaitu sebesar 470.000 kilo liter.

Dalam memilih sumber minyak nabati yang potensial sebagai bahan


baku biodiesel, ada tiga kriteria yang harus dipenuhi, yaitu : (1) tanaman
tersebut merupakan kekayaan hayati asli negara yang bersangkutan, (2)
dapat dibudidayakan dengan mudah di negara tersebut, dan (3) pemanfaatan
minyak tersebut sebagai bahan baku tidak menyebabkan terjadinya konflik
dengan penyediaan untuk kebutuhan pangan dan produk-produk penting
lainnya. Berdasarkan kriteria tersebut, di Indonesia tanaman berpotensi
dikembangkan untuk bahan baku biodiesel atau biofuel adalah kelapa sawit,
nyamplung, mimba dan ubi/singkong karet.

v
1.2 Rumus Masalah

a. Apa itu Biodiesel?


b. Apa Saja Sumber Biodiesel?
c. Bagaimana Penggunaan Biodiesel sebagai sumber EBT?
d. Jelaskan Proses Pengelolahan Miyak Nabati?
c. Apa Saja Produk Hasil Pengelolahan?

1.3 Tujuan Penelitian

a. Memahami Biodiesel
b. Memahami Sumber Biodiesel
c. Memahami Penggunaan Biodiesel sebagai sumber EBT
d. Memahami Proses Pengelolahan Miyak Nabati
c. Memahami Produk Hasil Pengelolahan

vi
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Biodiesel

Gagasan awal dari perkembangan biodiesel adalah dari suatu kenyataan


yang terjadi di Amerika pada pertengahan tahun 80-an ketika petani kedelai
kebingungan memasarkan kelebihan produk kedelainnya serta anjloknya
harga di pasar. Dengan bantuan pengetahuan yang berkembang saat itu serta
dukungan pemerintah setempat, petani mampu membuat bahan bakar sendiri
dari kandungan minyak kedelai menjadi bahan bakar diesel yang lebih dikenal
dengan biodiesel. Produk biodiesel dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk
alat-alat pertanian dan transportasi mereka.

Biodiesel adalah bahan bakar diesel alternatif yang terbuat dari sumber
daya hayati terbarukan seperti minyak nabati atau lemak hewani. Minyak
nabati memiliki potensi sebagai sumber bahan bakar yang terbarukan,
sekaligus sebagai alternatif bahan bakar minyak yang berbasis petroleum
(petrodiesel). Biodiesel mempunyai sifat yang sangat mirip dengan petrodiesel
ataupun minyak diesel sintesis, yaitu memiliki energi pembakaran dan angka
setana yang lebih tinggi dari 60 sehingga selain pembakarannya lebih efisiensi
dapat juga melumasi piston besi.

Biodiesel mempunyai keunggulan dibandingkan dengan bahan bakar


diesel dari minyak bumi. Bahan bakar biodiesel dapat diperbaharui. Selain itu,
juga dapat memperkuat perekonomian negara dan menciptakan lapangan
kerja. Biodiesel merupakan bahan bakar ideal untuk industri transportasi
karena dapat digunakan pada berbagai mesin diesel, termasuk mesin-mesin
pertanian.

vii
Biodiesel dibuat melalui suatu proses kimia yang disebut
transesterifikasi dimana gliserin dipisahkan dari minyak nabati. Proses ini
menghasilkan dua produk yaitu metil ester (biodiesel) dan gliserin yang
merupakan produk samping. Bahan baku utama untuk pembuatan biodiesel
antara lain minyak nabati, lemak hewani, lemak bekas/lemak daur ulang.
Semua bahan baku ini mengandung trigliserida, asam lemak bebas (ALB) dan
zat pengotor. Sedangkan sebagai bahan baku penunjang yaitu alkohol dan
katalis.

Produk biodiesel tergantung pada minyak nabati yang digunakan sebagai


bahan baku serta pengolahan pendahuluan dari bahan baku tersebut. Alkohol
yang digunakan sebagai pereaksi untuk minyak nabati adalah metanol, namun
dapat pula digunakan etanol dan isopropanol.

Berdasarkan kandunganALBdalam minyak nabati maka proses pembuatan


biodiesel secara komersial dibedakan menjadi 2 yaitu:

a. Transesterifikasi dengan katalis basa (sebagian besar menggunakan kalium


hidroksida) untuk bahan baku refined oil atau minyak nabati dengan
kandungan ALB rendah.

b. Esterifikasi dengan katalis asam (umumnya menggunakan H2SO4) untuk


minyak nabati dengan kandungan ALB tinggi dan dilanjutkan dengan
transesterifikasi.

Proses pembuatan biodiesel dari minyak dengan kandungan ALB rendah


secara keseluruhan terdiri dari reaksi transesterifikasi, pemisahan gliserol dari
metil ester, pemurnian metil ester (netralisasi, pemisahan metanol, pencucian
dan pengeringan) dan pengambilan gliserol sebagai produk samping .

Proses esterifikasi dengan katalis asam diperlukan jika minyak nabati


mengandung ALB di atas 2%. Jika minyak berkadar ALB tinggi (>2%)
langsung di transesterifikasi dengan katalis basa maka ALB akan bereaksi
dengan katalis membentuk sabun. Terbentuknya sabun dalam jumlah yang
cukup besar akan menghambat pemisahan gliserol dari metil ester dan
berakibat terbentuknya emulsi selama proses pencucian. Jadi, esterifikasi
digunakan sebagai proses pendahuluan untuk mengkonversikan ALB menjadi
metil ester sehingga mengurangi kadar ALB dalam minyak nabati dan
selanjutnya di transesterifikasi dengan katalis basa untuk mengkonversikan
trigliserida menjadi metil ester.

viii
2.2 Sumber Biodiesel

Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati, lemak binatang dan ganggang.
Minyak nabati adalah bahan baku yang umum digunakan didunia untuk
menghasilkan biodiesel. Pemanfaatan minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel
memiliki beberapa kelebihan, diantaranya sumber minyak nabati dapat diperoleh,
proses pembuatan biodiesel dari minyak nabati mudah dan cepat serta tingginya
tingkat konversi minyak nabati menjadi biodiesel. Minyak nabati memiliki
komposisi asam lemak berbeda-beda tergantung dari jenis tanamannya. Zat-zat
penyusun utama minyak-lemak (nabati-hewani) adalah trigliserida, yaitu triester
gliserol dengan asam-asam lemak (C28-C24). Komposisi asam lemak dalam
minyak nabati menentukan sifat fisiko-kimia.

Tabel II.1. Tumbuhan Indonesia Penghasil Minyak Lemak.


No Nama Latin Nama Sumber Kadar %- P/NP
b-kr
1 Adenanthera pavonina Saga utan Inti biji 14-28 P
2 Aleurites mohiccana Kemiri Inti biji 57-59 P
3 Aleurites trisperma Kemiri cina Inti biji - P
4 Annona muricata Sirsak Inti biji 20-30 NP
5 Annona squamosa Srikaya Biji 15-30 NP
6 Arachis hypogel Kacang suuk Biji 35-55 P
7 Azadiractha indica Nimba Daging 40-50 NP
biji
8 Bombax malabaricum Randu alas Biji 18-26 NP
9 Callophylum inophyllum Nyamplung Inti biji 40-73 NP
10 Carbera manghas Bintaro biji 43-64 NP
11 Carica papaya Pepaya Biji 20-25 P
12 Ceiba pentandra Kapuk Biji 24-50 NP
13 Cinnamomum burmanni Kayu manis Biji 30 P
14 Cocos nucifera Kelapa Daging 60-70 NP
buah
15 Croton tiglium Cerakin Inti biji 50-60 NP
16 Cucurbita moschata Labu merah Biji 35-38 P
17 Elais guineensis Sawit Sabut+ 45-70 + P
daging 45-54
buah

ix
18 Gmelina asiatica Bulangan Biji - NP
19 Hernandia peltata Kampis Biji - NP
20 Hevea brasiliensis Karet Biji 40-50 NP
21 Hibiscus cannabinus Kenaf Biji 18-20 NP
22 Hibiscus esculentus Kopi arab Biji 16-22 NP
23 Hibiscus sabdarifffa Rosela Biji 17 NP
24 Hodgsonia mocrocarpa Akar kepayang Biji 65 P

25 Isoptera berneensis Tengkawang Inti biji 45-70 P


terindak
26 Jatropha curcas Jarak pagar Inti biji 40-60 NP
27 Litsea sebifera Tangkalak Biji 35 P
28 Madhuca cuneata Mayang batu Inti biji 45-55 P
29 Madhuca mottleyana Ketiau Inti biji 50-57 P
30 Madhuca utilis Seminai Inti biji 50-57 P
31 Mesua ferrea Nagasari Biji 35-50 NP
32 Moringa oleifera Kelor Biji 30-49 P
33 Nephelium lappaceum Rambutan Inti biji 37-43 P
34 Nephelium mutabile Pulasan Inti biji 62-72 P
35 Oriza sativa Padi Dedak 20 P
36 Persea gratissima Alpukat Daging 40-80 P
buah
37 Pongamia pinnata Malapari Biji 27-39 NP
38 Psophocarpus tetrag Kecipir Biji 15-20 P
39 Ricinus communis Jarak kaliki Biji 45-50 NP
40 Samadera indica Gatep pait biji 35 NP
41 Sesanum orientale Wijen Biji 45-55 P
42 Shorea stenoptera Tengkawang Inti biji 45-70 P
tungkul
43 Sleichera trijuga Kusambi Daging 55-70 NP
biji
44 Sterculia feotida Kepoh Inti biji 45-55 P
45 Taragtogenos kurzii - Inti biji 48-55 NP
46 Theobroma cacao Cokelat Biji 54-58 P
47 Vernonia anthelminyica - Biji 19 NP

x
48 Xanthophyllum lanceatum Siur Biji 35-40 P
49 Ximenia Americana Bidaro Inti biji 49-61 NP
50 Zea mays Jagung Germ 33 P
Keterangan :
kr= kering, P= minyak/lemak pangan(edible fat/oil); NP= minyak/lemak
Non Pangan (non-edible fat/oil).
Sumber : Tatang H.Soerawidjaja, Torto P. Brodjonegoro dan Imam K.
Rekso Wardojo, Prospek, Satus dan Tantangan Penegakan Industri di
Indonesia, Kelompok Riset Biodiesel, ITB, 25 Juli 2005.

2.3 Penggunaan Biodiesel sebagai sumber EBT

Biodiesel menjadi salah satu sumber energi transisi dalam peningkatan bauran
energi terbarukan di Indonesia. Pemerintah memiliki target bauran energi baru
terbarukan (EBT) mencapai 23 persen pada 2025. Sampai akhir 2020, capaiannya
sebesar 11,5 persen.

Dari capaian tersebut, bioenergi berkontribusi sekitar 5,7 persen. Itu


menjadikan bioenergi sebagai EBT dengan kontribusi tertinggi, diikuti panas bumi
sebesar 1,9 persen. Kontribusi sumber bioenergi berasal dari pemanfaatan biodiesel
dan pembangkit berbasis bioenergi. Menurut data dari Direktorat Bioenergi,
biodiesel lewat penerapan B30 mengambil porsi 35 persen dari keseluruhan
kontribusi energi terbarukan.

Peran dari biodiesel kurang lebih 35 persen dari capaian tersebut (bauran EBT
11,5 persen di 2020), itu berasal dari biodiesel. Dengan meningkatkan blending
(pencampuran), diharapkan peran biodiesel bisa terus meningkat dalam pencapaian
EBT," terang Andriah Feby Misna awal tahun 2021 lalu, saat masih menjabat
sebagai Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan
Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Pada
2020 juga penyerapan Fatty Acid Methyl Esters (FAME) yang merupakan
campuran solar untuk membentuk biodiesel 30 persen (B30), mencapai 8,4 juta

xi
kiloliter (kl) dan berperan pada pengehematan devisa mencapai Rp 38,04 triliun.
Targetnya, pada 2025 pemanfaatan biodiesel bisa mencapai 13,8 juta kl.

Bioenergi merupakan bahan bakar terbarukan yang prosfektif untuk


dikembangkan, tidak hanya karena harga minyak bumi dunia melonjak naik
seperti sekarang ini, tetapi juga karena terbatasnya produksi minyak bumi di
Indonesia. Dalam pemandaatannya, bioenergi menggunakan sumber biomassa
terbarukan untuk menghasilkan kumpulam produk energi berupa listrik, cairan,
padatan bahan bakar gas, panas, kikia dan material lainnya. Dalam hal ini, subyek
bioenergi telah sangat aktif. Di seluruh dunia, pemerintah dan pembuat kebijakan
terlibat. Sangat penting untuk mengatasi dan peluang yang ditimbulkan oleh
biofuel sebagai pembangunan ketahanan pangan dan energi yang berkelanjutan
(FAO). Seiring dengan perkem angan ilmu pengetahuan dan teknologi bioenergi
menjadi bentuk yang lebih modern. Adanya peran penerapan bioteknologi dalam
produksi bioenergi di berbagai negara berkembang dan fokus utama pada biofuel
cair (Hambali et al., 2007).

Bioenergi berperan penting pada pencapaian target dalam menggantikan

petroleum didasarkan pada bahan bakar transportasi dengan bahan bakar alternatif

dan pereduksian emisi karbon dioksida dalam jangka panjang. Berbagai sumber

biomassa dapat digunakan untuk menghasilkan bioenergi berbagai bentuk.

Contohnya, makanan, serat dan kayu sebagai residu dari sektor industri, energi

dan rotasi pendek tanaman dan limbah pertanian, dan hutan dan hutan pertanian

(agroforestry) sebagai residu dari sektor kehutanan dimana seluruhnya dapat

digunakan untuk menghasilkan listrik, panas, gabungan panas dan tenaga, dan

bentuk-bentuk bioenergi. Bioenergi modern bergantung pada konversi teknologi

yang efisien untuk aplikasi skala rumah tangga, usaha kecil, dan industri. Input

biomassa padat atau cair dapat diproses untuk menjadi energi yang lebih nyaman.

xii
Ini termasuk biofuel yang solid (misalnya kayu bakar, serpihan kayu, pellet,

arang, dan briket), biofuel gas (biogas, gas sintesis, hidrogen), dan biofuel cair

(misalnya bioetanol, biodiesel) (GBEP, 2007) yang dapat dilihat pada Gambar 1.

Sumber: (GBEP, 2007).


Gambar 1. Jalur konversi biomassa menjadi (a) bioenegi; (b) bioetanol; (c)
Biodiesel dan (d) Biogas

2.4 Proses Pengelolahan Miyak Nabati

Minyak nabati merupakan minyak yang diperoleh dari hasil pengolahan bagian
tanaman seperti batang, daun, buah, biji, kulit buah maupun bunga yang telah
melalui suatu proses ekstraksi (Mahandri dkk., 2011). Minyak nabati merupakan
salah satu komoditas penting di dunia, karena banyak dimanfaatkan dalam beberapa
bidang seperti pangan dan kosmetik (Dewi dkk., 2014). Di dalam
perkembangannya, kebutuhan akan suplai minyak nabati terus mengalami
peningkatan. Pada tahun 2011 hingga 2012 tercatat konsumsi dari minyak nabati

xiii
mencapai ±150 juta ton dengan rincian: 114,2 juta ton pada sektor pangan dan 35,8
juta ton pada sektor non pangan (Gunstone, 2013). Senada dengan pernyataan
tersebut berdasarkan data Oil World, total produksi dari 17 jenis minyak nabati dan
lemak dunia pada tahun 2020 diperkirakan mencapai 236 juta ton (Amri, 2013).

Pertumbuhan produksi dalam industri minyak nabati berbanding lurus dengan


peningkatan akan konsumsi per kapita minyak nabati dan lemak dari penduduk
dunia (Nasionalisme.co, 2014). Oleh sebab itu, masih terbuka lebar bagi sumber-
sumber baru minyak nabati untuk terus dieksplorasi. Kebutuhan akan minyak nabati
yang terus meningkat mendorong untuk ditemukannya sumber-sumber baru
minyak nabati. Penelitian mengenai potensi sumber dari minyak nabati diharapkan
mampu dalam menjawab permasalahan kebutuhan minyak nabati yang terus
meningkat. Beberapa sumber minyak nabati yang sudah banyak digunakan antara
lain kelapa, kelapa sawit, buah jarak, kacang tanah, dan kacang kedelai (Fatoni dan
Mahandri, 2012).

Famili Cucurbitaceae memiliki beberapa spesies yang dapat dimanfaatkan


sebagai sumber minyak nabati khususnya dari bijinya. Salah satu tanaman yang
memiliki potensi sebagai sumber minyak nabati yaitu gambas (Luffa acutangula
Linn.). Gambas memiliki beberapa kandungan kimia diantaranya karbohidrat,
karoten, lemak, protein, asam amino, alanin, arginin, glisin, sistein, asam glutamat,
hidroksiprolin, leusin, serin, triptopan, flavonoid, dan saponin. Pada bagian bijinya
mengandung minyak seperti palmitat, stearat, dan asam miristat (Jyothi et al.,
2010). Pada umumnya masyarakat memanfaatkan buah, biji, akar, dan daun dari
tanaman ini dalam pengobatan tradisional. Selain itu minyak biji gambas juga
digunakan untuk perawatan kulit (Shrivastava and Roy, 2013).

Masyarakat di Indonesia pada umumnya 3 memanfaatkan buah ini selain


sebagai sumber sayuran juga dikeringkan untuk digunakan sebagai pembersih
pengganti spons. Di Indonesia beberapa penelitian mengenai buah gambas dan
aplikasinya sudah banyak dilaporkan (Purwaningsih, 2008; Sari, 2015) namun

xiv
penelitian mengenai minyak bijinya masih kurang. Beberapa penelitian mengenai
ekstraksi minyak biji gambas sudah dilaporkan, namun umumnya digunakan
minyak kasar, sehingga dirasa perlu untuk dilakukan pemurnian guna memperoleh
data minyak biji gambas murni.

Bahan baku dalam proses pembuatan minyak Nabati ini adalah biji gambas
varietas F1 Prima yang diperoleh dari PT. East West Seed Indonesia, Purwakarta,
Jawa Barat, Indonesia. Bahan dan pelarut kimia yang digunakan dengan derajat pro
analysis dari Smart lab, Indonesia adalah n-heksana, etanol, kloroform, asam asetat
glasial, asam klorida, natrium tiosulfat, indikator fenolftalein, natrium hidroksida,
kalium iodida (pra kristal), dan kalium hidroksida.

Peralatan yang digunakan antara lain neraca analitis dengan ketelitian 0,0001
gram (Ohaus PA124, USA), neraca analitis dengan ketelitian 0,01 gram (Ohaus
TAJ602, USA), moisture balance (Ohaus MB25, USA), rotary evaporator (Buchi
R114, Swiss), grinder (Maspion, Indonesia), Gas Chromatrography-Mass
Spectrometry (GC-MS), dan berbagai peralatan gelas (pyrex).

Proses Pembuatan Miyak Nabati Dari Serbuk Biji Gambas

Biji gambas yang sudah dicuci dikeringkan dalam drying cabinet, selanjutnya
dihaluskan dengan grinder untuk mendapatkan serbuk biji gambas.

Ekstraksi Minyak Biji Gambas

Sebanyak 200 gram biji gambas yang telah dihaluskan, dimaserasi dengan
pelarut heksana sebanyak 500 mL pada suhu ruang selama 24 jam. Kemudian
maserat dibilas dua kali dengan masing-masing 200 mL pelarut dan diaduk selama
30 menit. Semua filtrat digabung kemudian diuapkan dengan rotary evaporator
pada suhu 70oC.

xv
Karakterisasi Sifat Fisiko-Kimia Minyak Aroma dan Warna

Penentuan aroma dan warna ditentukan secara deskriptif.

Kadar Air

Sebanyak 0,500 gram minyak biji gambas ditimbang dan diukur kadar airnya
menggunakan moisture balance. Kadar air dinyatakan dalam persen berat kering.

Rendemen (Sudarmadji dkk., 1997)

Penentuan rendemen dilakukan secara gravimetri dengan menggunakan neraca


dengan ketelitian 0,0001 gram. Massa Jenis (Sudarmadji dkk., 1997)

Sebanyak 1 mL minyak biji gambas diukur seksama dan ditimbang dengan


ketelitian 0,0001 gram. Massa jenis dinyatakan dalam g/mL.

Bilangan Asam (SNI 01-3555-1998)

Sebanyak 2,0000 gram minyak biji gambas ditambahkan dengan 50 mL etanol


95%. Sampel ditambahkan sebanyak 3-5 tetes indikator fenolftalein dan dititrasi
dengan KOH 0,1 N hingga warna merah muda tetap (tidak berubah selama 15
detik).

Perhitungan:

Bilangan Asam (mg KOH/gram) =

Keterangan:

V = Volume KOH yang diperlukan dalam penitaran (mL)

T = Konsentrasi KOH (N) m = Berat contoh (gram)

xvi
Bilangan Peroksida ( SNI 01-3555-1998)

Sebanyak 0,3000 gram minyak biji gambas ditambah 30 mL campuran


kloroform, asam asetat glasial, dan etanol 95% dengan perbandingan 11:4:5. Satu
gram kristal KI ditambahkan dalam campuran tersebut. Penentuan dilakukan
dengan mengukur jumlah KI yang teroksidasi melalui titrasi dengan Na2S2O3.

Perhitungan:

Bilangan Peroksida (mg ek/kg)= X 1000

Keterangan:

Vo = Volume dari larutan natrium tiosulfat untuk blanko (mL)

Vl = Volume larutan natrium tiosulfat untuk contoh (mL)

T = Konsentrasi natrium tiosulfat (N) m = Berat contoh (gram)

Bilangan Penyabunan (SNI 01-3555-1998)

Sebanyak 2,0000 gram minyak biji gambas ditambah dengan 25 mL KOH 0,5
M berlebih lalu direfluks selama satu jam. Ditambahkan sebanyak 0,5-1 mL
indikator fenolftalein. Jumlah KOH yang tidak bereaksi dititrasi dengan HCl 0,5 N.

xvii
Perhitungan:

Bilangan Penyabunan =

Keterangan:

Vo = Volume HCI 0,5 N yang diperlukan pada penitaran blanko (mL)

Vl = Volume HCI 0,5 N yang diperlukan pada penitaran contoh (mL)

T = Konsentrasi HCI (N) m = Berat contoh (gram)

Pemurnian (Herwanda, 2011 dan Kartika dkk., 2010 dengan modifikasi)

Proses degumming

Minyak hasil ekstraksi ditimbang lalu dipanaskan hingga suhu mencapai 70-
75°C. Setelah itu, ditambahkan asam fosfat 20% sebanyak 0,3% (v/b) dari berat
minyak. Sampel diaduk selama 10 menit pada suhu yang konstan. Selanjutnya,
minyak dimasukkan ke dalam corong pisah untuk memisahkan minyak dengan
gum. Kemudian minyak dibilas dengan air suhu 60°C tiga kali, cek pH. Selanjutnya
minyak siap dinetralisasi.

Proses netralisasi

Minyak biji gambas dipanaskan pada suhu 70-75°C, kemudian ditambahkan


larutan NaOH dengan konsentrasi 0,3 N. Minyak diaduk selama 15 menit
menggunakan magnetic stirrer. Setelah pengadukan selesai, minyak dicuci dengan
air suhu 60 °C hingga pH air buangan netral.

Pengujian sifat fisiko kimia

xviii
Minyak biji gambas yang telah melalui tahap netralisasi dihitung kadar air,
bilangan asam, bilangan peroksida, bilangan penyabunan, pH, massa jenis, warna,
dan aromanya .

Analisis Komposisi Kimia Minyak Biji Gambas

Analisis komposisi kimia minyak biji gambas murni dianalisa dengan


menggunakan Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GCMS-QP2010 SE
Shimadzu) di UII, Yogyakarta, jenis kolom yang digunakan adalah
AGILENTTJ%W DB-I dengan panjang 30 meter dan suhu 80 °C. Suhu injeksi 300
°C pada tekanan 16,5 kPa dengan total aliran 41,8 mL/menit dan kecepatan linier
26,1 cm/detik. Purge flow 3,0 mL/menit dengan split ratio 73,0. ID 0,25 mm
dengan gas pembawa Helium dan pengionan EI 70 Ev.

Hasisl Extrasksi Minyak Biji Gambas Sebelum Pemurnian

minyak biji gambas sebelum dan sesudah pemurnian dilakukan secara deskriptif,
diulang sebanyak enam kali.

xix
2.5 Produk Hasil Pengelolahan

Sesuai pengertiannya, biodiesel bersumber dari minyak nabati dan hewani.


Tidak seperti bioetanol yang menghasilkan kandungan seragam meski berbeda
bahan baku, sumber bahan baku biodiesel bakal menentukan sifat kimia yang
berbeda satu dengan yang lainnya.

Sebagai catatan, ada dua pembagian bahan-bahan olahan diesel. Pembagian itu
berdasarkan dari macam lemak/minyaknya, yakni lemak pangan (editable fatty
oil) atau lemak non-pangan (non editable fatty oil). Sumber olahan biodiesel dari
bahan pangan di antaranya kacang, sawit, kelapa, kacang, kelor, saga utan,
kasumba/kembang pulu, dan lain sebagainya.

Adapun sumber non-pangan di antaranya kemiri, nimba, kapok, jarak pagar,


nyamplung, kesambi, randu alas, jarak gurita, jarak landi, dan lain sebagainya.
Sementara minyak nabati atau golongan lemak nabati adalah contoh tanaman
yang dapat dengan mudah ditanam dan tumbuh di sekitar kita.

Penggunaan bahan baku dari tumbuhan lebih dominan dan sudah digunakan
untuk skala industri. Biodiesel dari minyak kelapa sawit menjadi salah satu bahan
baku yang cukup produktif.

Berikut sejumlah Produk dan Hasil Pengelolahan biodiesel:

Biodiesel B20

Biodiesel 20 merupakan produk hasil pencampuran 20% Biodiesel dengan


80% bahan bakar minyak jenis solar. Program pemerintah ini diberlakukan sejak
Januari 2016 sesuai Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
Nomor 12 tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri ESDM
nomor 32 tahun 2008.

Biodiesel B30 & B35

xx
Biodiesel B30 merupakan produk hasil pencampuran 30% biodiesel dengan
70% bahan bakar minyak jenis solar. Program ini aktif berjalan di Januari 2020
sesuai Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 12
tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri ESDM nomor 32
tahun 2008. Sejak Desember 2022 hingga Januari 2023, pemerintah Indonesia
mulai gencar menyuarakan transisi B30 menjadi B35 untuk digunakan masyarakat
luas.
Komposisi B35 terdiri dari 35% BBN/biodiesel dan 65% solar. B35 sendiri
akan mulai bisa digunakan masyarakat umum per 1 Februari 2023.

Biodiesel B100

Biodiesel B100 merupakan bahan bakar nabati untuk aplikasi mesin diesel
berupa ester metil asam lemak (fatty acid methyl ester atau FAME) yang terbuat
dari minyak nabati atau lemak hewani melalui proses esterifikasi atau
transesterifikasi.

xxi
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Biodiesel merupakan salah satu bahan bakar yang dapat menggantikan peran
dari diesel atau solar untuk jangka waktu ke depannya. Sehingga, penggunaan
sumber daya alam dapat terkontrol dan menyesuaikan dengan kebutuhan saat ini.
Tantangan utamanya adalah dari faktor penghematan dan penggunaan teknologi
dan bijak dan tepat guna.

3.2 Saran

Untuk memahami lebih lanjut tentang biodesel, disarankan untuk melakukan


riset mendalam terkait proses produksi,dampak lingkungan, dan keberlanjutan
penggunaannya. Selain itu, mendukung inovasi dan pengembangan teknologi untuk
meningkatkan efisiensi produksi biodesel akan membantu mempercepat transisi
menuju energi yang lebih bersih

xxii
DAFTAR PUSTAKA

Soerawidjaja, Tatang H., (2003a), Biodiesel: Mengapa Mesti Menjadi Bagian dari
Liquid Fuel Mix Indonesia, Materi Presentasidi Komisi Vlll DPR RI,
Jakarta, 6 Februari 2003.
Soerawidjaja, Tatang H., (2003b), Biodiesel dari Minyak-Lemak Nabati: Implikasi-
lmplikasi Lingkungan, Teknologi, dan Ekonomi, disampaikan pada
international Seminar on Appropriate Technology for Biomass Derived
Fuel Production, Yogyakarta, 1-3 Oktober 2003.
Soerawidjaja, Tatang H., dan Adrisman Tahar, (2003a), Bagaimana Cara
Menambal Kurangnya Solar, Majalah Listrik-Energi, Edisi Maret dan April,
Tahun V.
Soerawidjaja, Tatang H., dan Adrisman Tahar (2003b), Ulasan Pengembangan
Biodiesel Sebagai Bahan Bakar Terbarukan Bebas Beierang Yang
Berpotensi Menjadi Komponen Blending Pereduksi Emisi Minyak Solar,
disampaikan pada Lokakarya 'Penyempumaan PPNo.41-44 Menyambut
Era Gjobalisasidan Perdagangan Bebas: Jakarta, 16 Juli 2003.
Soerawidjaja, Tatang H., dan Adrisman Tahar, (2003~)~ Hubungan Antara
Komposisi Minyak Nabati Bahan Mentah dengan Kualitas Bahan Bakar
Biodiesel, Prosiding Seminar Rekayasa dan Proses Kimia 2003, UNDIP,
Semarang, 23-24 Juli 2003.
Soerawidjaja, Tatang H., dan Adrisman Tahar, (2003d), Pengembangan lndustri
Berbasis Sumberdaya Hayati di Indonesia: Kasus Biodiesel dan Bioetanol,
disampaikan pada Seminar Nasionai Bidang //mu ffayati "Pengelolaan dan
Pemanfaatan Keanekaragaman Hayati dalam Kerangka Pembangunan
Berkelanjutan': I PB, Bogor, 4 September 2003.
Soerawidjaja, Tatang H., Adrisman Tahar, iman K. Reksowardojo, dan Tirto
Prakoso, (2003), Tantangan-Tantangan terhadap Pengembangan Biodiesel
di lndonesia dan AIur Tentatif Penyisihannya, disampaikan pada Diskusi
Terbatas 'Upaya Perumusan Kebijakan Nasional Pengembangan Biodiesei
di Indonesia: Bandung, 15Agustus 2003.

xxiii

Anda mungkin juga menyukai