Anda di halaman 1dari 23

Laporan Praktikum Dosen Pembimbing

Pengolahan Limbah Drs. Edward HS, M.Si

ANALISA TPH (TOTAL PETROLEUM


HIDROKARBON) PADA PENCEMARAN TANAH

Oleh:
Kelompok IV

Agung Trisno (2007026479)


Airyn Ananda Rideu (2007036184)
Chaliq Farhan (2007036666)
Surya Danta Alberto Barus (2007034768)

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2022
ABSTRAK

Total Petroleum Hidrokarbon (TPH) didefinisikan sebagai metoda analisis yang


digunakan untuk mengukur jumlah hidrokarbon minyak bumi dalam suatu media.
Percobaan analisa TPH pada pencemaran tanah ini bertujuan untuk mengetahui
persen TPH dari sampel tanah yang diuji. Percobaan dilakukan dengan
mengekstraksi petroleum hidrokarbon yang terkandung di dalam sampel tanah
dengan menggunakan pelarut n-Heksan. Solven yang mengandung petroleum
hidrokarbon kemudian di oven sehingga didapat petroleum hidrokarbon dengan
berat 0,14 gram. Berdasarkan hasil percobaan, didapat harga TPH sampel tanah
yang diuji sebesar 1,4 %. Nilai ini melebihi batas ambang TPH yang telah
ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dalam Kepmen LH 128/2003,
yaitu hanya 1%. Ini berarti, sampel tanah yang diuji di dalam percobaan ini
tercemar, sehingga apabila tanah ini tidak diolah (bioremediasi), maka akan
menimbulkan dampak negatif bagi ekosistem makhluk hidup yang berada
dilingkungan ini.

Kata Kunci : Bioremediasi, Minyak Bumi, Total Petroleum Hidrokarbon

ABSTRACT

Total Petroleum Hydrocarbons (TPH) is defined as an analytical method used to


measure the amount of petroleum hydrocarbons in a medium. This TPH analysis
experiment on soil pollution aims to determine the percentage of TPH from the
tested soil samples. The experiment was carried out by extracting petroleum
hydrocarbons contained in soil samples using n-Hexane as a solvent. Solvent
containing petroleum hydrocarbons is then baked to obtain petroleum
hydrocarbons weighing 0.14 grams. Based on the results of the experiment, the
TPH value of the soil samples tested was 1.4%. This value exceeds the TPH
threshold that has been set by the Ministry of Environment in Kepmen LH
128/2003, which is only 1%. This means that the soil sample tested in this
experiment is polluted, so that if the soil is not treated (bioremediation), it will
have a negative impact on the ecosystem of living things in this environment.

Keywords : Bioremediation, Petroleum, Total Petroleum Hydrocarbons

i
DAFTAR ISI

ABSTRAK .............................................................................................................. i
ABSTRACT ............................................................................................................. i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Tujuan Praktikum ..................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3
2.1 Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) ....................................................... 3
2.2 Sifat-sifat TPH .......................................................................................... 4
2.3 Beberapa Senyawa TPH ........................................................................... 4
2.4 Dampak TPH Bagi Kesehatan Manusia ................................................... 5
2.5 Metode Pengukuran TPH ......................................................................... 6
2.6 Dampak Petroleum Hydrocarbon............................................................. 6
2.7 Ambang Batas TPH .................................................................................. 7
2.8 Karakteristik Tanah................................................................................... 7
2.9 Pencemaran Tanah .................................................................................... 9
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN ......................................................... 12
3.1 Bahan ...................................................................................................... 12
3.2 Alat ......................................................................................................... 12
3.3 Prosedur Percobaan ................................................................................ 12
3.4 Perhitungan dan Analisa Data ................................................................ 13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 14
4.1 Hasil........................................................................................................ 14
4.2 Pembahasan ............................................................................................ 14
BAB V KESIMPULAN ..................................................................................... 16
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 16
5.2 Saran ....................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 17
LAMPIRAN A ..................................................................................................... 18
LAMPIRAN B ..................................................................................................... 19
LAMPIRAN C ..................................................................................................... 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lebih dari 60 persen minyak bumi untuk memenuhi kebutuhan global,
ditambang dari cebakannya di bawah permukaan laut. Selain itu, transportasinya
ke seluruh dunia kebanyakan diangkut menggunakan kapal tanker raksasa.
Kebocoran di lokasi penambangan atau semburan minyak tidak terkendali di
lubang pengeboran yang disebut blow out, dan kecelakaan kapal tanker,
merupakan sumber utama cemaran minyak di lautan (Jannah, 2012).
Gambaran dari dampak cemaran minyak di lautan dan kawasan pantai,
misalnya pada saat kebocoran lubang pengeboran milik British Petroleum di Teluk
Meksiko, atau karamnya kapal tanker Exxon Valdez di Alaska, masih melekat di
benak kita. Kawasan pantai yang diselimuti lapisan berwarna hitam yang lengket,
burung laut serta satwa laut lainnya yang mati akibat minyak yang tumpah, serta
matinya habitat dasar lautan (Jannah, 2012).
Selain melewati kecelakaan kapal tanker dan kegiatan industri, cemaran
minyak bumi yang mengandung total petroleum hydrocarbon (TPH) masuk ke
lingkungan juga karena penggunaan komersial atau pribadi (Jannah, 2012).
Kegiatan industri perminyakan dapat menimbulkan limbah yang mencemari
lingkungan. Selain itu, proses pengeboran dan pengilangan minyak bumi juga
menghasilkan lumpur minyak dalam jumlah besar. Lumpur minyak merupakan
polutan yang sangat berbahaya, UU No. 23 tahun 1997 dan PP No. 18 tahun 1999
mengkategorikan lumpur minyak sebagai limbah B3 (Bahan Kimia Berbahaya
dan Beracun) (Jannah, 2012).
Petroleum hydrocarbon merupakan salah satu kontaminan yang dapat
berdampak buruk baik bagi manusia maupun lingkungan. Ketika senyawa
tersebut mencemari permukaan tanah, maka zat tersebut dapat menguap, tersapu
air hujan, atau masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat beracun,
akibatnya, ekosistem dan siklus air juga ikut terganggu (Jannah, 2012).
Pencemaran petroleum hydrocarbon atom juga dapat diakibatkan oleh
proses pembuangan limbah industri maupun rumah tangga, kendaraan bermotor,
dan kegiatan pengeboran minyak. Petroleum hydrocarbon dapat mencemari air

1
2

secara langsung melalui proses kebocoran. Selain itu, petroleum hydrocarbon


juga dapat meresap ke dalam lapisan tanah dan tertahan dalam jangka waktu yang
cukup lama. Sisanya menguap ke udara dan diuraikan oleh cahaya. Uap dari
senyawa ini juga dapat mencemari udara dan berbahaya bagi kesehatan manusia
bila terhirup. Beberapa fraksi petroleum hydrocarbon mengapung di atas air dan
membentuk lapisan sehingga oksigen dan cahaya matahari tidak dapat masuk ke
dalam laut yang mengakibatkan terganggunya makhluk hidup di dalam laut. Oleh
karena itu, sangat penting mengetahui tentang minyak bumi pada umumnya dan
TPH pada khususnya (Jannah, 2012).

1.2 Tujuan Praktikum


Tujuan percobaan Analisa TPH (Total Petroleum Hydrocarbon) pada
pencemaran tanah yaitu untuk mengetahui persentase TPH sampel tanah yang
diuji.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Total Petroleum Hydrocarbon (TPH)


Petroleum berasal dari kata petra yang artinya batu dan oleum yang artinya
minyak. Petroleum merupakan campuran kompleks. Petroleum terdiri dari
senyawa hidrokarbon (98%), Sulfur (1-3%), Nitrogen (< 1%), Oksigen (< 1%),
Logam atau mineral (< 1%), Garam (< 1%). Menurut EPA (Environmental
Protection Agency), petroleum hydrocarbon berasal dari minyak mentah (crude
oil). Crude oil ini digunakan untuk membuat produk petroleum, yang dapat
mencemari lingkungan (Jannah, 2012).
Berdasarkan susunan molekul minyak bumi maka senyawa hidrokarbon
dapat dikelompokan menjadi empat golongan, yaitu :
a. Parafinik (Alkana): CnH2n+2
Parafinik merupakan persenyawaan hidrokarbon jenuh dengan rantai atom
C terbuka yang terdiri dari normal parafin dan parafin cabang (isomer).
b. Naftenik (Sikloparafin): CnH2n
Naftenik merupakan persenyawaan hidrokarbon jenuh dengan rantai atom C
tertutup yang terdiri dari normal naften (mononaften dan polinaften) dan
naften bercabang. Contohnya yaitu: Sikloheptana.
c. Aromatik: CnH2n-6
Aromatik adalah persenyawaan hidrokarbon jenuh dengan satu inti benzena
atau lebih yang terdiri dari normal benzena (monobenzena, monoaromat dan
polibenzena, poliaromat) dan benzena bercabang. Contohnya yaitu:
Benzena.
d. Olefin: CnH2n
Olefin adalah persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh dengan rantai atom C
terbuka yang dalam struktur molekulnya terdapat ikatan rangkap dua
diantara dua atom C yang berdekatan. Hidrokarbon tidak jenuh terdiri dari
normal olefin dan olefin cabang alkil. Senyawa olefin biasanya tidak ada
dalam minyak bumi, karena susunan komponen tersebut tidak stabil.

3
4

Menurut komponennya, total petroleum hydrocarbon (TPH) ini dapat


digolongkan menjadi 3 yaitu alifatik, alisiklik dan aromatik. Senyawa aromatik
dapat berupa poliaromatik dan monoaromatik. Komponen dari monoaromatik
adalah benzene, toluene, ethylbenzene dan isomer xylem (Nugroho, 2006).
Hidrokarbon monoaromatik merupakan komponen hidrokarbon dari minyak bumi
yang dapat cepat menyebar ke lingkungan atau tanah dikarenakan sifatnya sangat
mudah terlarut dalam air (Arafa, 2003). Selain tersusun oleh komponen
hidrokarbon, minyak bumi juga mengandung komponen non-hidrokarbon.
Komponen non-hidrokarbon dalam minyak bumi dapat berupa unsur-unsur logam
berat.

2.2 Sifat-sifat TPH


Menurut Jannah (2012), TPH memiliki sifat-sifat umum baik sifat fisika
maupun kimia sebagai berikut:
1. Mudah menguap
2. Peka terhadap cahaya
3. Kelarutan dalam air umumnya kecil
4. Mudah larut dalam pelarut organik
5. Tekanan uapnya lebih kecil dari 1 atm
6. Umumnya beracun
7. Memiliki titik leleh sebesar 37℃
8. Memiliki titik didih sebesar (300-350)℃
9. Memiliki kerapatan sebesar 0,789 g/cm3
10. Viskositas besar

2.3 Beberapa Senyawa TPH


Senyawa-senyawa petroleum adalah campuran dari banyak sekali komponen
hidrokarbon. Senyawa-senyawa tersebut bervariasi tergantung pada sumber crude
oil dan proses pemurnian produksi. Cara-cara pemisahannya antara lain dengan
proses pemecahan, kondensasi, polimerisasi, dan alkilasi. Berikut beberapa contoh
senyawa TPH (Jannah, 2012):
1. Bensin
Bensin adalah campuran dari komponen-komponen hidrokarbon dengan
titik didih yang rendah. Mengandung kurang lebih dari seratus lima puluh
5

komponen hidrokarbon dengan rantai karbon antara C4 sampai C12 yang terdiri
dari 4-8% alkena, 25-40% isoalkana, 3-7% sikloalkena, dan 20-50% senyawa
aromatik.
2. Fuel Oil (1)
Fuel Oil (1) adalah senyawa hasil destilasi petroleum yang mengandung
hidrokarbon dengan ikatan C9 sampai C16. Senyawa ini banyak digunakan dalam
pestisida, industri keramik, dan pelapisan aspal.
3. Fuel Oil (2)
Fuel Oil (2) adalah senyawa hidrokarbon dengan ikatan karbon C11 sampai
C20. Terdiri dari 64% senyawa hidrokarbon alifatik (termasuk alkana rantai lurus
dan sikloheksena), 1-2% alkena, dan 35% hidrokarbon aromatik. Senyawa ini
banyak digunakan dalam pembakaran pada industri keramik.
4. Mineral Oil
Mineral Oil sering disebut sebagai minyak pelumas. Ikatan karbonya antara
C15 sampai C50. Mineral Oil banyak digunakan pada kendaraan bermotor.
Hidrokarbon yang terkandung antara lain alkana, sikloalkana, dan hidrokarbon
aromatik.

2.4 Dampak TPH Bagi Kesehatan Manusia


Seperti dijelaskan dalam sifat-sifat di atas bahwa petroleum hydrocarbon
pada umumnya merupakan zat yang beracun. Hal ini terjadi karena beberapa
senyawa petroleum hydrocarbon dapat mempengaruhi sistem syaraf pusat. Akibat
lain diantaranya adalah pusing, kerusakan syaraf yang disebut peripheral
neuropahy, gangguan pada darah, sistem kekebalan, paru-paru, kulit dan mata
(Jannah, 2012).
Pada percobaan yang dilakukan pada hewan, TPH terbukti memberikan
gangguan pada paru-paru, sistem syaraf pusat, hari dan ginjal. Beberapa TPH juga
telah dibuktikan dapat mempengaruhi sistem reproduksi dan pengembangan janin.
The International Agency for Research on Cancer (IARC) telah membuktikan
bahwa salah satu senyawa dari TPH (Benzena) dapat menyebabkan kanker.
Mengingat petroleum hydrocarbon memberikan dampak yang cukup besar, maka
keberadaan petroleum hydrocarbon perlu ditetapkan yaitu dengan menggunakan
kromatografi gas atau spektrofotometri inframerah (Jannah, 2012).
6

2.5 Metode Pengukuran TPH


Metode-metode yang dapat digunakan untuk mengukur TPH adalah
spektrofotometri inframerah (IR), teknik analisis gravimetri dan gas kromatografi
(GC). Metode Pengukuran TPH berbasis IR digunakan karena sederhana, cepat
dan murah. Namun, penggunaan saat ini sangat menurun dan terbatas karena
larangan seluruh dunia pada produksi Freon dan keterbatasan penggunaan CCl4
(yang diperlukan untuk ekstraksi sampel dan pengukuran). Pengukuran dengan
spectrophotometer digunakan untuk mengukur konsentrasi TPH yang rendah
(<500 ppm). Metode pengukuran TPH berbasis gravimetri memiliki keterbatasan
yang sama seperti metode berbasis IR, tetapi paling tepat digunakan untuk
mengukur TPH dalam konsentrasi besar (%). Karena prosedur metode gravimetri
sederhana, cepat dan murah, metode ini paling sesuai untuk penghitungan TPH
pada tahapan monitoring proses bioremediasi (Suhardi, 2013).
Metode untuk pengukuran TPH berbasis GC akan mendeteksi berbagai jenis
hidrokarbon, sensitivitas dan selektivitas yang paling terbaik, dan dapat digunakan
untuk identifikasi TPH serta kuantifikasi. Metoda GC umumnya dipakai sebagai
analisis awal dan akhir karena prosedur analisisnya memakan waktu yang cukup
lama. Dengan demikian, Kepmen LH 128/2003 mengizinkan untuk menggunakan
metoda gravimetri atau spektrofotometri untuk analisis TPH selama tahap
monitoring proses biodegradasi (Suhardi, 2013).

2.6 Dampak Petroleum Hydrocarbon


Petroleum hydrocarbon merupakan salah satu kontaminan yang dapat
berdampak buruk bagi manusia maupun lingkungan. Ketika senyawa tersebut
mencemari permukaan tanah, maka zat tersebut dapat menguap, tersapu air hujan
atau masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat beracun, akibatnya,
ekosistem dan siklus air juga ikut terganggu (Anonim, 2013 dalam Syarah, 2019).
Pencemaran petroleum hydrocarbon atom juga dapat diakibatkan oleh
proses pembuangan limbah industri maupun rumah tangga, kendaraan bermotor
dan kegiatan pengeboran minyak. Petroleum hydrocarbon dapat mencemari air
secara langsung melalui proses kebocoran. Selain itu, petroleum hydrocarbon juga
dapat meresap ke dalam lapisan tanah dan tertahan dalam jangka waktu yang
cukup lama. Sisanya menguap ke udara dan diuraikan oleh cahaya. Uap dari
7

senyawa ini juga dapat mencemari udara dan berbahaya bagi kesehatan manusia
bila terhirup (Anonim, 2013 dalam Syarah, 2019).

2.7 Ambang Batas TPH


Dalam KEPMEN LH 128/2003 dicantumkan bahwa konsentrasi TPH
maksimum yang diijinkan untuk mengolah tanah tercemar dengan bioremediasi
adalah 15%. Jika terdapat konsentrasi hidrokarbon minyak bumi diatas 15% maka
harus dilakukan pengolahan terlebih dahulu yang tujuannya adalah pemanfaatan.
Salah satu contohnya adalah oil recovery. KLH mempertimbangkan bahwa
konsentrasi TPH >15% masih memiliki potensi pemanfaatan (Anonim, 2013
dalam Syarah, 2019).
Petroleum hydrocarbon yang dimaksudkan dalam Kepmen 128/2003 adalah
senyawa yang terdapat pada industri migas dan dihasilkan dari industri migas.
Dengan demikian, keberadaan senyawa ini pada daerah industri. Pertimbangan
konsentrasi ambang batas untuk TPH industri migas didasarkan pada proteksi
terhadap tanaman dan sumber air (air tanah dan air permukaan) (Anonim, 2013
dalam Syarah, 2019).
Hasil studi-studi ini menunjukkan bahwa konsentrasi hidrokarbon minyak
bumi pada <10.000 mg/kg atau 1% tidak menyebabkan dampak negatif pada
pertumbuhan berbagai tanaman ataupun perlindian pada air tanah. Angka 1% ini
kemudian digunakan oleh beberapa negara bagian di US untuk aplikasi
pengolahan tanah tercemar di Industri migas (Anonim, 2013 dalam Syarah, 2019).
Pada saat KEPMEN 128/300 disusun, belum ada studi di Indonesia yang
menunjukkan berapa angka toksisitas petroleum hydrocarbon untuk tanaman-
tanaman di Indonesia, ataupun resiko terhadap sumber air (air tanah). Oleh karena
ini, angka 1% digunakan sebagai target konsentrasi akhir bioremediasi di
Indonesia. Dengan demikian, jelas tertera dalam judul Kepmen 128/2003 bahwa
peraturan ini spesifik untuk Industri Minyak dan Gas (Anonim, 2013 dalam
Syarah, 2019).

2.8 Karakteristik Tanah


Tanah adalah masa yang berasal dari fragmen batuan dan material organik
yang mengalami pelapukan kimiawi. Tanah bervariasi dari kedalaman beberapa
inch sampai enam kaki atau lebih. Tanah secara kasat terdiri dari 50% ruang pori.
8

Ruang ini membentuk jaringan kompleks pori dari ukuran bervariasi, seperti
halnya sponge. Pori tersebut mengandung air atau udara untuk akar tanaman atau
mikroorganisme yang hidup di tanah. Mineral tanah merupakan mineral yang
terkandung di dalam tanah dan merupakan salah satu bahan utama penyusun tanah
(Hadrah, 2015).
Mineral dalam tanah berasal dari pelapukan fisik dan kimia dari batuan yang
merupakan bahan induk tanah, rekristalisasi dari senyawa-senyawa hasil
pelapukan lainnya atau pelapukan (alterasi) dari mineral primer dan sekunder
yang ada. Mineral mempunyai peran yang sangat penting dalam suatu tanah,
antara lain sebagai indikator cadangan sumber hara dalam tanah dan indikator
muatan tanah beserta lingkungan pembentukannya. Menurut Hadrah (2015) jenis
mineral tanah secara garis besar dapat dibedakan atas mineral primer dan mineral
sekunder sebagai berikut:
1. Mineral Primer
Mineral primer merupakan mineral tanah yang umumnya mempunyai
ukuran butir fraksi (2-0,05 mm). Contoh dari mineral primer yang banyak terdapat
di Indonesia berserta sumbernya disajikan dalam Tabel 2.1 Analisis jenis dan
jumlah mineral primer dilakukan di laboratorium mineral dengan bantuan alat
mikroskop polarisasi. Pekerjaan analisis mineral primer dilaksanakan dalam dua
tahapan, yaitu pemisahan fraksi pasir dan identifikasi jenis mineral.
Tabel 2.1 Beberapa Jenis Mineral Primer
Mineral Sumber Utama
Olivin Batuan volkan basis dan ultra basis
Biotit Batuan granit dan metamorf
Piroksen Batuan volkan basis dan ultra basis
Amfibol Batuan volkan intermedier hingga basis
Plagioklas Batuan intermedier hingga basis
Orthoklas Batuan massam
Muskovit Batuan granit dan metamorf
Kuarsa Batuan massam
Sumber: Balai Penelitian Tanah, 2005
2. Mineral Sekunder
Mineral sekunder atau mineral liat adalah mineral-mineral hasil
pembentukan baru atau hasil pelapukan mineral primer yang terjadi selama proses
pembentukan tanah yang komposisi maupun strukturnya sudah berbeda dengan
mineral yang terlapuk. Jenis mineral ini berukuran halus (<2𝜇), sehingga untuk
9

identifikasinya digunakan alat XRD. Contoh dari mineral sekunder yang banyak
terdapat di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.2 sebagai berikut:
Tabel 2.2 Beberapa Jenis Mineral Sekunder
Mineral Keterangan
Kaolinit Mineral utama pada tanah Oxisol dan Ultisol
Haloisit Mineral utama pada tanah volkan Inceptisol dan Entisol
Vermikulit Mineral utama pada tanah yang berkembang dari bahan kayu mika
Smektit Mineral utama pada tanah Vertisol
Alofan Mineral utama pada tanah Andisol
Goetit/hematit Mineral oksida besi pada tanah merah Oxisol dan Utisol
Sumber: Balai Penelitian Tanah, 2005
Tekstur menunjukkan seberapa kasar atau halus ukuran partikel primer
tanah. Partikel tanah yang paling besar adalah pasir (sand). Liat adalah partikel
tanah berukuran terkecil dan silt adalah partikel tanah berukuran sedang
(intermediate). Partikel pasir berbentuk seperti baru kecil dan partikel slit seperti
batu yang lebih kecil. Partikel slit dan pasir tidak terlalu aktif secara kimia.
Mereka berkontribusi kecil terhadap daya adsorb (pengikatan) kontaminan (Balai
Penelitian Tanah, 2005).
Tekstur mempengaruhi porositas dan juga aktivitas kimia tanah. Sandy soil
mengandung pori besar yang dominan. Sandy soil mengandung air sedikit dan
meloloskan air dengan mudah. Tanah yang mengandung silt dan clay yang tinggi
memiliki pori berukuran kecil yang banyak dan tidak meloloskan air dengan
mudah. Loam adalah jenis tanah yang mengandung sand, slit dan clay dalam
jumlah yang cukup seimbang. Tanah loam memiliki aktivitas kimia yang lebih
banyak dari pada tanah berpasir dan mengikat air lebih banyak (Balai Penelitian
Tanah, 2005).

2.9 Pencemaran Tanah


Pencemaran lingkungan terjadi karena masuknya atau dimasukkannya
bahan-bahan yang diakibatkan oleh berbagai kegiatan manusia dan atau yang
dapat menimbulkan perubahan yang merusak karakteristik fisik, kimia, biologi
atau estetika lingkungan tersebut (Balai Penelitian Tanah, 2005).
Perubahan tersebut dapat terjadi di air, udara dan tanah sehingga
menimbulkan bahaya bagi kehidupan manusia atau spesies-spesies yang berguna
baik saat ini atau di masa mendatang, misalnya terlepasnya senyawa organik dan
anorganik berbahaya ke dalam lingkungan oleh perilaku manusia seperti
10

pembuangan limbah industri yang belum diolah secara baik. Akibatnya akan
terjadi perubahan sifat fisik kimia dan biologi yang tidak diinginkan terhadap
tanah, air dan udara yang selanjutnya dapat berdampak terhadap kehidupan
makhluk hidup dan habitatnya (Balai Penelitian Tanah, 2005).
Pencemaran yang terjadi di tanah akan berpengaruh pada tumbuhan yang
tumbuh diatasnya. Tanah adalah suatu benda alam yang bersifat kompleks atau
memiliki suatu sistem yang hidup dan dinamis. Bahan penyusun tanah adalah
batuan, sisa-sisa tumbuhan dan hewan serta jasad-jasad hidup, udara dan air.
Selain itu tanah adalah suatu lingkungan untuk pertumbuhan tanaman. Bagian
tanaman yang langsung berhubungan dengan tanah adalah akar yang berperan
dalam pertumbuhan dan kelangsungan hidup tanaman dengan jalan menyerap
hara dan air. Kerusakan tanah akan terjadi bila daya tangkap telah terlampaui
biasanya bahan pencemar ini mengandung bahan beracun berbahaya (B3) (Balai
Penelitian Tanah, 2005).
Pencemaran tanah adalah keadaan dimana bahan kimia buatan manusia
masuk dan merubah lingkungan tanah alami. Ketika suatu zat berbahaya atau
beracun telah mencemari permukaan tanah, maka ia dapat menguap, tersapu air
hujan dan atau masuk ke dalam tanah. Pencemaran yang masuk ke dalam tanah
kemudian terendap sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat beracun di tanah
tersebut dapat berdampak langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat
mencemari air tanah dan udara di atasnya (Junaidi et al, 2013).
Salah satu penyebab utama dari pencemaran tanah adalah aktivitas
penambangan. Salah satu jenis penambangan yang paling banyak menyebabkan
pencemaran bagi tanah adalah penambangan minyak. Pencemaran ini terjadi tidak
hanya terbatas pada saat kegiatan penambangannya saja, tapi juga pada saat
pengolahan dan pendistribusian hasil tambang tersebut (Junaidi et al, 2013).
Kontaminan dalam tanah adalah bahan kimia yang dapat diakibatkan oleh
kegiatan manusia. Kontaminan dapat masuk ke tanah secara sengaja dan tidak
disengaja. Kesengajaan seperti pemakaian pestisida, kegiatan pengeboran minyak
bumi baik secara modern maupun tradisional, serta contoh tidak sengajaan seperti
tumpahan minyak karena kecelakaan dan kebocoran. Kontaminan tanah juga
11

disebut sebagai limbah berbahaya atau pencemar (pollutant) tanah, terdiri atas
berbagai macam bahan kimia (Alexander, 1994 dalam Hairiah, 2009) termasuk:
1. Larutan mengandung klor, seperti triklorotilena (TCE) dan tetracloroetilena
(PCE).
2. Bahan peledak, seperti 2,4,6-trinitritiluena (TNT).
3. Logam, seperti kromium dan timbal.
4. Radionukleida, seperti plutonium.
5. Pestisida, seperti atrazine, benlat dan mathion.
6. BTEX (benzene, toluene benzene, xylema).
7. PAH (polycyclic aromatic hydrocarbon), seperti kreosol.
8. PCB (polychlorinated biphenyl), seperti campuran aroclor.

Menurut Syarah (2019), Limbah berbahaya merupakan limbah yang


mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1. Korosif
2. Mudah terbakar
3. Reaktif
4. Beracun
5. Infeksus limbah atau tumpahan minyak bumi
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan Analisa TPH (Total
Petroleum Hydrocarbon) antara lain:
1. Sampel tanah (tercemar minyak bumi)
2. n-Heksan
3. Natrium Sulfat (Na2SO4 anhidrat)

3.2 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan pada percobaan Analisa TPH (Total
Petroleum Hydrocarbon) antara lain:
1. Timbangan Analitik
2. Gelas Ukur 100 mL
3. Gelas Beaker
4. Erlenmeyer 250 mL
5. Corong
6. Corong Pemisah
7. Cawan Porselin
8. Pipet Tetes
9. Kertas Saring
10. Batang Pengaduk

3.3 Prosedur Percobaan


1. Sampel tanah tercemar ditimbang sebanyak 10 gram
2. Sampel tanah dicampurkan dengan 100 ml n-Heksan di dalam erlenmeyer.
Campuran diaduk selama kurang lebih 60 menit.
3. Campuran disaring dengan kertas saring, residu dibuang sedangkan filtrat
ditampung di dalam erlenmeyer lainnya.
4. Filtrat ditambahkan 10 gram Na2SO4 anhidrat dan diadur kurang lebih 10
menit.

12
13

5. Campuran filtrat dan Na2SO4 kemudian disaring kembali dengan


menggunakan kertas saring, residu dibuang sedangkan filtratnya
dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya.
6. Filtrat dioven pada suhu 105℃ sampai kering (hanya tersisa residu),
kemudian dimasukkan ke dalam desikator.
7. Cawan yang berisi residu ditimbang dan dicatat. Pengovenan dilakukan
kembali hingga didapat berat yang konstan.
8. Analisa TPH dilakukan

3.4 Perhitungan dan Analisa Data


Perhitungan %TPH menggunakan persamaan berikut:

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑅𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢
% 𝑇𝑃𝐻 = 𝑥 100
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, didapatkan hasil TPH
(Total Petroleum Hidrokarbon) dari sampel tanah yang diuji yaitu sebesar 1,4%.

4.2 Pembahasan
Tahapan proses awal dari percobaan TPH (Total Petroleum Hidrokarbon)
pada pencemaran tanah yaitu dimulai dengan menimbang 10 gram sampel tanah
yang mengandung bahan pencemar yaitu berupa minyak bumi (petroleum
hidrokarbon) dan dicampurkan dengan n-Heksan sebanyak 100 mL lalu diaduk ±
60 menit.
Larutan n-Heksan digunakan karena larutan ini bersifat nonpolar, sama
halnya dengan minyak bumi. Prinsip like dissolved like menyebabkan larutan n-
Heksan ini mampu melarutkan minyak bumi yang terkandung didalam sampel
tanah. Ketika dicampur dan diaduk, minyak bumi (petroleum hidrokarbon) yang
terkandung didalam sampel tanah akan terekstraksi ke dalam larutan n-Heksan,
sehingga menyebabkan perubahan warna pada larutan n-Heksan dari warna
bening hingga menjadi warna coklat tua.
Selanjutnya melakukan proses pemisahan dengan menggunakan kertas
saring yaitu dengan memisahkan sampel tanah dengan larutan n-Heksan yang
telah bercampur minyak bumi, proses ini bertujuan untuk memisahkan residu
padat dengan filtrat berupa larutan n-Heksana yang bercampur minyak bumi.
Hasil dari filtrat ini dimasukkan ke corong pisah dan ditambahkan Natrium sulfat
anhidrat (Na₂SO₄) dan diaduk ± 10 menit. Penambahan Na₂SO₄ ini bertujuan
untuk mengurangi sisa air yang terkandung di dalam filtrat. Filtrat kemudian
didiamkan sejenak hingga terbentuk endapan kemudian larutan dipisahkan dari
endapan (residu) tersebut.
Larutan yang sudah dipisahkan lalu dipanaskan pada oven dengan suhu
100°C yang bertujuan untuk menguapkan n-Heksan dan air yang tersisa yang
terdapat pada filtrat. Sehingga yang tertinggal di cawan porselen hanya residu
saja, yaitu berupa minyak bumi (petroleum hidrokarbon).

14
15

Pemanasan pada praktikum ini dilakukan selama 15 menit dengan suhu


100℃, pada pemanasan 15 menit pertama didapatkan 115,49 gram. Proses
pemanasan dilakukan hingga berat dari sampel tersebut konstan, dan pada
praktikum kali ini sampel tersebut konstan pada pemanasan yang keempat kalinya
dengan berat yaitu 87,83 gram dengan total waktu 60 menit.
Berdasarkan hasil dari perhitungan pada praktikum ini didapat nilai TPH
sampel tanah yang diuji sebesar 1,4 %. Berdasarkan standar nilai TPH oleh
Kementerian Lingkungan Hidup dalam Kepmen LH 128/2003 yaitu 1%, maka
jika dibandingkan dengan hasil yang didapat dapat disimpulkan bahwa sampel
tersebut tercemar sehingga sampel ini harus diolah terlebih dahulu agar tidak
berdampak buruk terhadap lingkungan sekitar.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan hasil yang didapat nilai sampel TPH adalah sebesar
1,4%. Sampel tanah yang diuji di dalam percobaan ini dalam keadaan tercemar.
Hal ini dikarenakan Nilai TPH yang diperoleh melebihi dari nilai ambang batas
yang telah ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dalam Kepmen LH
128/2003, yaitu sebesar 1%, maka sampel tersebut harus diolah terlebih dahulu
agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan sekitar.

5.2 Saran
Sebaiknya digunakan pengadukan otomatis agar larutan lebih homogen,
karena waktu proses pengadukan berlangsung cukup lama juga agar
meminimalisir terjadinya human error.

16
DAFTAR PUSTAKA

Arafa, A. M. Biodegradation of some aromatic hydrocarbons (BTEX) by a


bacterial consortium isolated from polluted sait in Saudi Arabia. Pakistan
Journal of Biological Science 17: 1482-1486.
Balai Penelitian Tanah. 2005. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, Dan Pupuk.
Bogor: Pusat Penelitian dan Tanah Agroklimat.
Nugroho, A. 2013. Bioremidiasi Hidrokarbon Minyak Bumi. Jakarta: Bumi
Aksara.
Hairiah, K dan Handayanto, E. 2009. Biologi Tanah: Landasan Pengelolaan
Tanah. Yogyakarta: Pustaka Adiputra.
Junaedi, E., Yulianti, S., Dkk. 2013. ‘‘Hipertensi Kandas Berkat Herbal’’, ed 1.
Jakarta: Fmedia.
Jannah, D. A. K. 2012. Analisis Total Petroleum Hidrokarbon (TPH).
Suhardi, R. 2013. Bioremediasi dan Total Petroleum Hydrocarbon (TPH).
Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Syarah. 2019. Reduksi Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) Pada Tanah
Terkontaminasi Minyak Bumi Melalui Soil Washing Menggunakan Alkyl
Benzene Sulfonate (ABS). Jambi: Universitas Batanghari.

17
LAMPIRAN A
LAPORAN SEMENTARA

Judul Praktikum : Analisa TPH pada Pencemaran Tanah


Tanggal Praktikum : Selasa/ 01 November 2022
Dosen Pengampu : Drs. Edward Hs.Ms.
Kelas : D-III Teknik Kimia
Kelompok : IV (Empat)
1. Agung Trisno
2. Airyn Ananda Rideu
3. Chaliq Farhan
4. Surya Danta Alberto Barus

Berat cawan kosong : 87,69 gr


Berat sampel awal : 10 gr
Berat residu : 0,14 gr
Waktu (menit) Hasil (gr)
15 115,49
30 95,17
45 87,83
60 87,83

Mengetahui, Pekanbaru, 1 November 2022


Asisten Laboratorium Praktikan

(Jessica Jesslyn Mamahit) (Airyn Ananda Rideu)

18
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN

A. Berat Residu
C =D-B
= 87,83 gr – 87,69 gr
= 0,14 gr
B. Persentase TPH
C
% TPH = A x 100%
0,14 gr
= 10 gr
x 100%

= 1,4 %
Keterangan:
Berat sampel =A
Berat cawan kosong = B
Berat cawan + residu = D
Berat residu =C

19
LAMPIRAN C
DOKUMENTASI

Gambar C.1 Sampel yang Telah Gambar C.2 Penyaringan Sampel + n-


Dicampur dengan 100 ml n-Heksan Heksan

Gambar C.3 10 gram Na2SO4 Gambar C.4 Filtrat + Na2SO4

20

Anda mungkin juga menyukai