Anda di halaman 1dari 21

Mata Kuliah : Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan

Dosen Pma : Hidayat, S.KM, M.Kes

Analisis Faktor Resiko Penyakit yang dialami para Pemulung di


Tempat Pembuagan Akhir (TPA) Terjun Kecamatan Medan Marelan

OLEH

Asmarani

PO714221191.054

DIV.IIIB

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PRODI SARJANA TERAPAN

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya lah, saya bisa
menyelesaikan tugas “Analisis Faktor Resiko Penyakit yang dialami para
Pemulung di Tempat Pembuagan Akhir (TPA) Terjun Kecamatan Medan Marelan”
sebagai tugas mata kuliah ADKL. saya juga mengucapkan terima kasih kepada
Dosen yang bersangkutan yang telah memberikan bimbingannya kepada saya.

Saya menyadari bahwa dalam penyelesaian tugas ini masih terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saya mengarapkan kritik
serta saran yang membangun guna menyempurnakan tugas ini. Saya juga memohon
maaf apabila dalam penyelesaian tugas ini terdapat kesalahan pengetikan dan
kekeliruan sehingga membingungkan pembaca dalam memahami tujuan saya.

Sengkang, 03 Mei 2022

Asmarani

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Komponen pencemar udara yang terdapat di TPA Terjun ................ 4


B. Dampak bahan pencemar udara yang timbul dari aktifitas di sekita TPA
Terjun ..................................................................................... 9
C. Analisa dari perkiraan dampak yang timbul dari TPA Terjun ........... 10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................... 14
B. Saran ..................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan suatu tempat akhir
yang digunakan untuk mengumpulkan semua sampah kota. Saat ini TPA
yang berada di sebagian besar kota di Indonesia masih menerapkan sistem
open dumping, yaitu suatu cara pembuangan sederhana dimana sampah
hanya dihamparkan pada suatu lokasi dan dibiarkan terbuka. Cara ini tidak
direkomendasikan karena banyaknya potensi pencemaran lingkungan.
Dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
juga dinyatakan bahwa penanganan sampah dengan pembuangan terbuka
terhadap pemrosesan akhir dilarang. Tetapi TPA yang telah dirancang dan
disiapkan sebagai lahan uruk saniter dengan mudah berubah menjadi sebuah
TPA sistem open dumping bila pengelola TPA tersebut tidak konsekuen
menerapkan aturan-aturan yang berlaku (Damanhuri, 1995).
Tercemarnya udara di sekitar TPA menyebabkan kesehatan
lingkungan terganggu, terutama meningkatnya penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA). Data dari Puskesmas Desa Terjun menyatakan
bahwa penyakit ISPA dengan jumlah kasus sebanyak 2137 berada di urutan
pertama dari sepuluh penyakit terbanyak selama tahun 2015.
Di sekitar TPA Terjun banyak pemulung yang bekerja dengan cara
mengumpulkan barang-barang bekas yang masih bisa terpakai untuk dapat
dijual kembali. Kegiatan yang bergerak dalam sektor informal ini
dipengaruhi oleh sistem pengelolaan sampah yang dilakukan di Indonesia,
yang pada umumnya terdiri dari sistem pengumpulan, sistem pemindahan,
sistem pengangkutan dan sistem pembuangan akhir. Pemulung termasuk
pekerja sektor informal yang sampai saat ini belum mendapatkan pelayanan
kesehatan sebagaimana mestinya. Kondisi lingkungan kerja para pemulung

1
berada di lingkungan terbuka sehingga kondisinya berhubungan langsung
dengan sengatan matahari, debu, dan bau dari sampah. Dengan kondisi
tersebut dapat menimbulkan gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja
seperti ISPA, alergi kulit, pilek, pusing, dan infeksi kulit (Kurniawati,
2006).
Melalui survei awal yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa
salah satu dari pemulung yang telah bekerja selama 12 tahun di TPA Terjun
sudah merasa sangat biasa apabila mengalami keluhan kesehatan yang
berkaitan dengan pernapasan seperti batuk, flu, nyeri dada, dan lain
sebagainya. Pemulung tersebut tidak merasa khawatir akan kesehatan yang
berkaitan dengan pernapasannya. Dalam sehari para pemulung biasanya
dapat menghabiskan waktu bekerja sekitar 9 jam dalam sehari di TPA
tersebut tanpa menggunakan masker. Puncak kegiatan para pemulung di
TPA Terjun diperkirakan terjadi pada waktu siang hari. Sehingga apabila
dilihat dari segi waktu kerja yang cukup lama hal ini sangat berpengaruh
terhadap kesehatan para pemulung terutama kesehatan yang berkaitan
dengan saluran pernapasan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan rumuasan masalah tersebut dapat diambil rumusan


masalah sebagai berikut :

1. apa saja yang menjadi komponen pencemar udara yang terdapat di


TPA?

2. Apa dampak bahan pencemar udara yang timbul dari aktifitas di


sekita TPA?

3. Bagaimana Analisa dari perkiraan dampak yang timbul dari TPA


tersebut?

C. Tujuan penulisan

1. Untuk mengetahui komponen pencemar udara yang terdapat di

2
sekitar TPA.

2. Untuk mengetahui dampak pencemar udara yang timbul dari


aktifitas sekitar TPA.

3. Untuk mengetahui Analisa dari perkiraan dampak yang timbul dari


TPA tersebut.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Komponen Pencemar Udara yang terdapat disekitar TPA

Menurut Mulia (2005), pencemaran udara diawali oleh adanya


emisi. Emisi merupakan jumlah pollutant (pencemar) yang dikeluarkan ke
udara dalam satuan waktu. Emisi dapat disebabkan oleh proses alam
maupun kegiatan manusia. Emisi yang disebabkan oleh proses alam disebut
biogenic emissions, sebagai contoh gas metan (CH4) yang terjadi sebagai
akibat dekomposisi bahan organik oleh bakteri pengurai. Emisi yang
disebabkan oleh kegiatan manusia disebut anthropogenic emissions. Contoh
emisi udara yang disebabkan oleh kegiatan manusia adalah hasil
pembakaran bahan fosil (bensin, solar, batu bara), pemakaian zat-zat kimia
yang disemprotkan ke udara dan sebagainya.

Beberapa jenis pencemar udara yang paling sering ditemukan di


TPA antara lain sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), metan
(CH4), hidrogen sulfida (H2S), suhu, dan kelembaban.

1. Sulfur Dioksida (SO2)

Sulfur dioksida merupakan ikatan yang tidak stabil dan


sangat reaktif terhadap gas yang lain. Ciri lainnya yaitu tidak
berwarna, berbau tajam, sangat mengiritasi kulit, tidak mudah
terbakar dan tidak mudah meledak. Pengukuran konsentrasi asam
sulfat (H2SO4) bersama-sama dengan SO2 merupakan hal yang
penting karena H2SO4 mempunyai sifat iritasi yang lebih kuat.
SO2 merupakan polutan yang berbahaya bagi kesehatan terutama
bagi penderita penyakit kronis sistem pernapasan dan
kardiovaskuler. Penderita tersebut sangat sensitif kontak dengan
SO2, meskipun pada konsentrasi yang relatif rendah.

Sumber pencemaran SO2 di udara 66% berasal dari alam

4
yaitu gunung berapi dalam bentuk H2S dan oksida, sedangkan
sisanya berasal dari pembakaran batu arang, minyak bakar, kayu,
kilang minyak, industri petrolium, industri asam sulfat, dan industri
peleburan baja. SO2 berasal dari oskidasi logam sulfida misalnya
ZnS, PbS, dan CuS. Dalam jumlah yang kecil SO2 hanya
terdeteksi lewat bau, sedangkan dalam jumlah besar berpengaruh
terhadap kesehatan manusia karena menyebabkan iritasi pada mata,
tenggorokan, dan juga batuk.

Sumber emisi gas sulfur dioksida yang terbanyak berasal dari


alam, diantaranya:

➢ pembakaran yang tidak bergerak (contoh: insenerasi)

➢ proses industri

➢ limbah padat

➢ pembakaran limbah pertanian

Sebagian besar sulfur yang terdapat di atmosfer dalam bentuk


SO2. Sumber pencemaran SO2 yang berada di atmosfer berasal dari
kegiatan manusia dan sumber-sumber alam seperti vulkano. SO2
secara rutin diproduksi sebagian produk sampingan dalam industri
logam. Pada kegiatan manusia seperti membuang sampah berbahan
sulfur (contohnya seperti: aluminium, tembaga, seng, besi dan
tembaga) akan melepaskan gas SO2, sehingga di TPA banyak
ditemukan gas SO2 akibat pembakaran benda mentah berbahan sulfur.

2. Nitrogen Dioksida (NO2)

Nitrogen oksida (NOx) adalah senyawa gas yang terdapat di


udara bebas (atmosfer) yang sebagian besar terdiri atas nitrit oksida
(NO) dan nitrogen dioksida (NO2) serta berbagai jenis oksida dalam
jumlah yang lebih sedikit. Kedua macam gas tersebut mempunyai
sifat yang sangat berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi
kesehatan. Gas NO yang mencemari udara secara visual sulit

5
diamati karena gas tersebut tidak bewarna dan tidak berbau.
Sedangkan gas NO2 bila mencemari udara mudah diamati dari
baunya yang sangat menyengat dan warnanya merah kecoklatan.
Sifat racun (toksisitas) gas NO2 empat kali lebih kuat dari pada
toksisitas gas NO. Organ tubuh yang paling peka terhadap
pencemaran gas NO2 adalah paru-paru. Paru-paru yang
terkontaminasi oleh gas NO2 akan membengkak sehingga penderita
sulit bernafas yang dapat mengakibatkan kematiannya (Fardiaz,
1992).

NOx yang berbentuk nitrogen monoksida (NO) dan NO2


sangat berbahaya terhadap kesehatan manusia. Penelitian
menunjukkan bahwa NO2 lebih beracun dari pada NO. NO di
atmosfer pada konsentrasi normal tidak mengakibatkan iritasi dan
tidak berbahaya, tetapi pada konsentrasi udara ambient yang normal
NO dapat mengalami oksidasi menjadi NO2 yang lebih beracun.
Pengaruh nitrogen terhadap kesehatan adalah terganggunya sistem
pernapasan dan dapat menjadi empisema, bronkitis, penimbunan
nitrogen oksida, bahkan dapat bersifat karsinogenik (zat-zat kimia
yang dapat menyebabkan kanker).

3. Metan (CH4)

Gas metana merupakan senyawa hidrokarbon paling

sederhana yang berbentuk gas yang tidak berwarna dan juga tidak

berbau dengan rumus kimia CH4. CH4 merupakan gas yang

diproduksi oleh bakteri tertentu pada proses pemecahan bahan

organik. Sebagai sumber metan adalah daerah pertanian padi- padian

dan daerah peternakan. Terjadinya peningkatan jumlah penduduk,

akan menyebabkan terjadinya peningkatan kegiatan pertanian,

peternakan, dan industri, sehingga pada akhirnya akan menyebabkan

6
terjadinya peningkatan produksi gas metan pula (Mukono, 2008).

CH4 merupakan gas dominan selain karbon dioksida (CO2)

yang dihasilkan dari proses dekomposisi sampah di tempat

pembuangan akhir. Keberadaan dan pergerakan metan sangan

berbahaya pada TPA yang tidak dilengkapi dengan fasilitas

pengelolaan gas. Pembuangan sampah terbuka di TPA

mengakibatkan sampah organik yang tertimbun mengalami

dekomposisi secara anaerobic, dan proses itu menghasilkan gas metan

yang mempunyai kekuatan merusak hingga 20-30 kali lebih besar

daripada CO2. Jumlah emisi gas metana dari pembuangan akhir

sampah secara keseluruhan mencapai kira-kira 30 – 70juta ton per

tahunnya.

pada lapisan-lapisan tumpukan sampah yang berada di lahan

TPA jika terbebas ke lingkungan akan menjadi salah satu kontributor

efek gas rumah kaca, yang pada akhirnya terpengaruh pada efek

pemanasan global di bumi. Gas metana yang menguap liar di sekitar

pemukiman TPA juga akan menimbulkan efek kebakaran. Bau gas

metana yang masih mengandung unsur karbondioksida, sulfida, dan

nitrogen juga akan menyebabkan penyakit ISPA bagi warga di

sekitarnya.

4. Hidrogen Sulfida (H2S)

Bau seperti telur busuk yang terdapat di TPA bersumber dari

H2S yang merupakan hasil samping penguraian zat organik. H2S

7
atau Asam Sulfida merupakan gas yang tidak berwarna, mudah

terbakar, dan sangat beracun. Gas ini dapat timbul dari aktivitas

biologis ketika bakteri mengurai bahan organik dalam keadaan tanpa

oksigen (aktivitas anaerobik), seperti di rawa, dan saluran

pembuangan kotoran. Gas ini juga muncul pada gas yang timbul dari

aktivitas gunung berapi dan gas alam.

H2S didapat secara alamiah pada gunung-gunung berapi dan

dekomposisi zat organik. Emisi hidrogen sulfida didapat pada

industri kimia, industri minyak bumi, kilang minyak, dan terutama

pada industri yang memproduksi gas sebagai bahan bakar (Soemirat,

2009).

5. Suhu Udara

Suhu di udara merupakan salah satu komponen yang dapat

mempengaruhi pencemar udara. Suhu udara adalah keadaan panas

atau dinginnya udara yang memiliki sifat menyebar dan berbeda-

beda pada daerah tertentu. Suhu udara yang tinggi menyebabkan

udara makin renggang sehingga konsentrasi pencemar menjadi

makin rendah. Sebaliknya pada suhu yang dingin keadaan udara

makin padat sehingga konsentrasi pencemar di udara tampaknya

makin tinggi. Alat yang digunakan untuk mengukur suhu disebut

termometer.

6. Kelembaban Udara

Kelembaban udara adalah suatu komponen yang dapat

8
mempengaruhi konsentrasi pencemar di udara. Pada kelembaban

yang tinggi maka kadar uap air di udara dapat bereaksi dengan

pencemar udara, menjadi zat lain yang tak berbahaya atau menjadi

pencemar sekunder. Kelembaban udara merupakan banyaknya uap

air yang dikandung oleh udara. Di dalam udara terdapat air yang

terjadi karena adanya penguapan. Semakin tinggi suhu udara, maka

semakin banyak uap air yang dikandungnya. Alat yang digunakan

untuk mengukur kelembaban udara adalah hygrometer.

B. Dampak bahan pencemar udara yang timbul dari aktifitas di sekitar

TPA

Partikel ataupun gas yang berada di atmosfer dapat menyebabkan


kelainan pada tubuh manusia. Secara umum efek pencemaran udara
terhadap individu atau masyarakat dapat berupa:
1. Sakit, baik yang akut maupun kronis
2. Penyakit yang tersembunyi yang dapat memperpendek
umur,menghambat pertumbuhan dan perkembangan
3. Mengganggu fungsi fisiologis dari:
➢ Paru
➢ Saraf
➢ Transpor oksigen oleh haemoglobin
➢ Kemampuan sensorik
4. Kemunduran penampilan, misalnya pada:
➢ Aktivitas atlet
➢ Aktivitas motoric
➢ Aktivitas belajar
➢ Iritasi sensorik

9
5. Penimbunan bahan berbahaya dalam tubuh
6. Rasa tidak nyaman

C. Analisa dari perkiraan dampak yang timbul dari TPA


Berdasarkan karakteristik responden yang meliputi umur, jenis

kelamin, jam kerja, masa kerja, dan merokok dapat ditemukan pada

responden yang berada pada kelompok umur 21-30 dan 31-40 tahun adalah

responden dengan kelompok tertinggi yaitu dengan jumlah 31 responden.

Kelompok umur 21-40 tahun adalah kelompok umur dalam usia produktif

dimana kelompok umur ini akan terus aktif bekerja dalam kesehariannya.

Pada jenis kelamin ditemukan paling tinggi terdapat pada jenis kelamin

perempuan dengan jumlah responden sebanyak 50 orang. Hal ini dapat

dilihat ketika wawancara dilakukan pada siang hari dimana lebih banyak

responden perempuan yang bekerja dibandingkan responden laki-laki. Pada

jam kerja ditemukan jam kerja tertinggi dilakukan pada kelompok jam kerja

9-10 jam.

Hal ini merupakan hal yang paling berpengaruh pada terjadinya

keluhan gangguan pernapasan dimana jam kerja para pemulung di TPA

Terjun sudah melebihi standard jam pekerja yang telah ditentukan yaitu 8

jam, sehingga dapat dikaitkan bahwa jam kerja memiliki kaitan dengan

keluhan gangguan saluran pernapasan pada pemulung. Pada karakteristik

berdasarkan masa kerja ditemukan paling tinggi terdapat pada kelompok

masa kerja ≤10 tahun dengan jumlah responden sebanyak 63. Hal ini juga

memiliki kaitan dimana keluhan gangguan pernapasan akan semakin

10
meningkat apabila terjadi paparan terus menerus dan selama bertahun-

tahun. Pada karakteristik merokok ditemukan responden yang palingbanyak

adalah responden yang tidak merokok.

Pengukuran kualitas udara di TPA Terjun dilakukan di zona A yang

merupakan zona aktif, tempatnya di salah satu tenda darurat milik seorang

pemulung yang terletak tepat di tengah-tengah tumpukan sampah dan

memiliki jarak yang sangat dekat dengan tempat dilakukannya proses

pengumpulan sampah. Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan

disekitar tenda darurat pemulung di TPA Terjun dapat dilihat bahwa kadar

sulfur dioksida (SO2) yaitu sebesar 226,69 μg/m . Hasil pengukuran

kualitas udara yang dilakukan di TPA Terjun menyatakan bahwa kadar SO2

masih berada dibawah baku mutu dan masih diperbolehkan berdasarkan

Peraturan Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 mengenai baku mutu

SO2 yaitu sebesar 900 μg/m .

Hal ini disebabkan karena penghasil utama gas SO2 adalah sepertiga

dari hasil pembakaran dan sepertiganya lagi dari aktifitas gunung berapi

sedangkan dari hasil pembusukan sampah hanya menghasilkan sedikit gas

SO2. Oleh karena sifat gas SO2 yang berbau tajam, gas ini dapat

menyebabkan terjadinya keluhan batuk, flu, batuk berdarah, sakit

tenggorokan, maupun perih pada hidung terutama pada pemulung yang

bekerja di sekitar TPA Terjun.

Jam kerja pemulung yang terbilang cukup tinggi yaitu sekitar 9-10

jam membuat para pemulung terus menerus mengalami paparan polutan

11
udara selama di TPA. Segala kegiatan para pemulung yang dilakukan di tenda

darurat yang terdapat di TPA, mulai dari bekerja, beristirahat, hingga makan

siang sangatmemungkinkan terjadinya keluhan gangguan pernapasan.

Berdasarkan penelitian dari 96 pemulung yang bekerja di TPA

Terjun, semua responden memiliki keluhan saluran pernapasan. Dari 8

keluhan gangguan pernapasan (batuk, flu, batuk darah, sesak napas, nyeri

dada, sakit tenggorokan, perih pada hidung, dan kemampuan mencium bau)

yang telah ditanyakan, responden paling banyak menderita keluhan batuk dan

kemampuan mencium bau selama bekerja (100%). Sedangkan responden

yang memiliki keluhan flu dan sakit tenggorokan masing-masing yaitu

sebesar 84 orang (87,5%) dan 54 orang (56,2%). Dan responden yang

memiliki keluhan sesak napas, perih pada hidung, dan nyeri dada masing-

masing sebesar 26 orang (27,1%), 21 orang (21,9%), dan 13 orang (13,5%).

Responden yang paling sedikit mengalami keluhan gangguan pernapasan

yaitu batuk berdarah sebesar 2 orang (2,1%). Hal ini kemungkinan besar

disebabkan karena asap yang berasal dari pembakaran sengaja maupun tidak

sengaja yang ada di TPA.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui

bahwa seluruh hasil uji pengukuran kualitas udara di TPA Terjun masih

dibawah baku mutu, namun pengaruh terhadap keluhan kesehatan yang

berkaitan dengan saluran pernapasan tetap ditemukan pada pemulung. Hal ini

dikarenakan terjadinya paparan polutan pencemar udara secara terus menerus

terhadap pemulung dalam jangka waktu yang cukup lama. Selain itu hal ini

12
juga berpengaruh dengan karakteristik yang meliputi umur, jenis kelamin,

jam kerja, masa kerja, maupun kebiasaan merokok pada pemulung yang

bekerja di TPA Terjun.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Distribusi karakteristik responden penelitian terbanyak berasal dari


kelompok umur 21-30 tahun dan 31-40 tahun yaitu sebanyak 32,3% dengan
jenis kelamin responden yang tertinggi pada responden perempuan yaitu
sebanyak 52,1%. Responden yang terbanyak pada kelompok jam kerja
antara 7-10 jam yaitu sebanyak 93,8% dan masa kerja yang tertinggi pada
kelompok masa kerja ≤10 tahun yaitu sebanyak 65,6%. Responden yang
merokok terbanyak terjadi pada responden yang tidak merokok yaitu
sebanyak 74,0%.

Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan menunjukkan


bahwa semua parameter kualitas udara (SO2, NO2, H2S, suhu dan
kelembaban) masih berada di bawah baku mutu namun tetap ditemukan
keluhan kesehatan yang berkaitan dengan saluran pernapasan pada
pemulung yang bekerja di TPA Terjun. Hasil yang diperoleh dengan kadar
tertinggi yang terdapat di sekitar tenda pemulung TPA Terjun adalah kadar
SO2 yaitu sebesar 226,69 μg/m3, kadar NO2 sebesar 119,10 μg/m3, kadar
H2S sebesar 0,0112 ppm, suhu sebesar 33oC dan kelembaban sebesar 56%.

Seluruh pemulung mengalami keluhan gangguan saluran


pernapasan selama bekerja di TPA Terjun. Dari seluruh keluhan yang
ditanyakan, keluhan yangpaling banyak dijumpai adalah keluhan batuk dan
kemampuan mencium bau.

B. Saran

1. Diharapkan kepada Dinas Kebersihan Kota Medan untuk leih


memperhatikan Sistem pengolahan sampah di TPA Terjun sehingga
tidak menimbulkan pencemaran udara.

14
2. Untuk UPTD TPA Terjun agar bisa bekerjasama dengan Badan
Lingkungan Hidup untuk meningkatkan penelitian, survey dan
pemantauan terhadap kualitas udara dan kebersihan sarana dan
prasarana secara berkelanjutan.
3. Kepada pemulung yang bekerja di TPA Terjun sebaiknya
menggunakan masker ketika bekerja sebagai upaya pencegahan
terhadap keluhan gangguan saluran pernapasan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Azwar, A., 1996. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Mutiara


Sumber Widya.

Chandra, B., 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Bandung: TL ITB.

Darmono, 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Jakarta: Universitas


Indonesia

Damanhuri, E., 1995. Teknik Pembuangan Akhir (TPA). Jakarta: Buku


Kedokteran EGC.

Ditjen PPM & PL., 2001. Parameter Pencemar Udara dan Dampaknya
Terhadap Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Fardiaz, S., 1992. Polusi Air & Udara. Yogyakarta: Kanisius.

Fidiawati, L., & Sudarmaji., 2009. Pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir


Sampah Kabupaten Jombang dan Kesehatan Lingkungan
Sekitarnya. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Volume 7. Nomor 1.
Halaman 45-53.

Guyton, A.C., & J.E. Hall., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:Buku
Kedokteran EGC.

Horrington, J.M & F.S.Gill., 2005. Kesehatan Kerja. Jakarta: Buku KedokteranEGC.

16
17
18

Anda mungkin juga menyukai