Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH MIKROBIOLOGI ANALITIK

Metode Pengolahan Limbah Minyak Bumi Secara Fisika,


Kimia dan Biologi

DISUSUN OLEH:

DYTA AYU RAMADHONA

1505117014

DOSEN PENGAMPU:

Dra. IRDA SAYUTI. M.Si

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah
tentang Metode Pengolahan Limbah Minyak Bumi Secara Fisika, Kimia dan
Biologi ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Semoga makalah ini
dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Oleh sebab itu, saya berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Pekanbaru, 20 Oktober 2017

Dyta Ayu Ramadhona


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegiatan usaha minyak bumi mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan


ekonomi nasional. Minyak bumi merupakan komoditas ekspor utama Indonesia yang
digunakan sebagai sumber bahan bakar dan bahan mentah bagi industri petrokimia.
Kegiatan eksploitasi yang meliputi pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan
sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemumian
minyak bumi sering mengakibatkan terjadinya pencemaran minyak pada lahan-lahan
di area sekitar aktivitas tersebut berlangsung. Minyak pencemar tersebut mengandung
hidrokarbon bercampur dengan air dan bahan-bahan anorganik maupun organik yang
terkandung di dalam tanah. Undang-undang No 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas
Bumi mensyaratkan pengelolaan lingkungan hidup, yakni pencegahan dan
penanggulangan pencemaran serta pemulihan atas terjadinya kerusakan lingkungan
hidup sebagai akibat kegiatan pertambangan, bagi badan usaha yang menjalankan
usaha di bidang eksploitasi minyak bumi.

Masalah lingkungan hidup tidak bisa lepas dari kegiatan usaha hulu minyak dan gas
bumi (migas). Salah satu isu yang saat ini tengah mengemuka adalah masalah
pengelolaan limbah kegiatan pengeboran. Masalah tersebut mendapat sorotan tajam
dari Kementerian Lingkungan Hidup karena jumlah limbah dari industri hulu migas
menempati urutan kedua terbanyak di Indonesia.

Melihat permasalahan yang muncul, pengelolaan limbah hasil kegiatan pengeboran


yang berupa sisa lumpur dan serbuk bor harus dilakukan dengan tepat untuk mencegah
terjadinya kerusakan lingkungan. Langkah ini diperlukan karena kegiatan pengeboran
menjadi tulang punggung kegiatan usaha hulu migas. Apabila pengelolaan limbah
tidak dilakukan dengan benar, kegiatan pengeboran bisa dihentikan karena dianggap
membahayakan lingkungan. Padahal, kegiatan pengeboran dilakukan tidak hanya
untuk memenuhi target produksi migas tiap tahun, tapi juga untuk menemukan
cadangan baru.

Supaya kegiatan pengeboran tetap bisa berjalan tanpa menimbulkan dampak yang bisa
membahayakan lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup menyarankan
digunakannya Peraturan Menteri ESDM Nomor 45 Tahun 2006 tentang Pengelolaan
Lumpur Bor, Limbah Lumpur dan Serbuk Bor pada Kegiatan Pengeboran Minyak dan
Gas Bumi sebagai acuan dalam pengelolaan limbah. Peraturan tersebut juga digunakan
sebagai referensi izin pembuangan limbah kegiatan pengeboran lepas pantai.
Oleh karena itu harus dilakukan pengolahan yang dapat mengurangi dampak
pencemaran pada lingkungan yang dihasilkan dari pengeboran minyak dan gas ini.
Pengolahan limbah minyak bumi bisa dilakukan secara fisika, kimia dan biologi

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu limbah minyak bumi?


2. Apa saja sumber-sumber limbah minyak yang terdapat di lingkungan?
3. Bagaimana metode pengolahan limbah minyak bumi?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui limbah minyak bumi?


2. Untuk mengetahui sumber-sumber limbah minyak yang terdapat di
lingkungan?
3. Untuk mengetahui metode pengolahan limbah minyak bumi?

BAB II

ISI

2.1 Pengertian Minyak Bumi

Minyak bumi atau minyak mentah (crude oil) menurut Muhtar (2001)
merupakaan campuran yang komplek dari senyawaan kimia, yang terdiri dari unsur
unsur karbon (C), hidrogen (H), sulfur (S), oksigen (O), nitrogen (N) dan logam
(Cu, Fe, Ni dan lain-lain). Senyawaan yang hanya terdiri dari unsur karbon dan
hydrogen dikelompokkan sebagai senyawaan hidrokarbon. Senyawaan
hidrokarbon diklasikasikan atas hidrokarbon parain, olein, naften dan aromat.
Sedangkan senyawaan campuran antara unsur karbon, hidrogen dan salah satu
unsur atau lebih dari sulfur, oksigen, nitrogen dan logam dikelompokkan sebagai
senyawaan non hidrokarbon.

2.2 Sumber Limbah Minyak Bumi

Berdasarkan buku Pertamina (1986), sumber limbah cair minyak bumi berasal dari
kegiatan-kegiatan antara lain:
1. Air pendingin di kilang minyak, dimana bila terjadi kebocoran pada pipa
pendingin, bocoran minyak akan terbawa air.
2. Air sisa umpan boiler untuk pembangkit uap air.
3. Air sisa dari lumpur pembocoran.
4. Air bekas mencuci peralatan-peralatan dan tumpahan-tumpahan/ ceceran
minyak di tempat kerja.
5. Air hujan.

Perusahaan minyak menghasilkan limbah minyak dalam bentuk lumpur dari berbagai
lapangan produksi. Menurut Damanhuri (1996), lumpur adalah bahan berfase solid
yang bercampur dengan media air (liquid), namun tidak dapat disebut atau disamakan
dengan air. Sedangkan limbah lumpur minyak (oil sludge) adalah kotoran minyak yang
terbentuk dari proses pengumpulan dan pengendapan kontaminan minyak yang tidak
dapat digunakan atau diproses kembali dalam proses produksi. Kandungan terbesar
dalam oil sludge adalah petroleum hydrocarbon (Pertamina, 2001), yang dapat diolah
dengan proses bioremediasi.

Sumber pencemaran minyak di laut

Limbah minyak yang berasal dari minyak mentah (crude oil) terdiri dari ribuan
konstituen pembentuk yang secara struktur kimia dapat dibagi menjadi lima family :

a. Hidrokarbon jenuh (saturated hydrocarbons), merupakan kelompok minyak yang


dicirikan dengan adanya rantai atom karbon (bercabang atau tidak bercabang atau
membentuk siklik) berikatan dengan atom hidrogen, dan merupakan rantai atom jenuh
(tidak memiliki ikatan ganda). Termasuk dalam kelompok ini adalah golongan alkana
(paraffin), yang mewakili 10-40 % komposisi minyak mentah. Senyawa alkana
bercabang (branched alkanes) biasanya terdiri dari alkana bercabang satu ataupun
bercabang banyak (isoprenoid), contoh dari senyawa ini adalah pristana, phytana yang
terbentuk dari sisa-sisa pigment chlorofil dari tumbuhan. Kelompok terakhir dari famili
ini adalah napthana (Napthenes) atau disebut juga cycloalkanes atau cycloparaffin.
Kelompok ini secara umum disusun oleh siklopentana dan siklohexana yang masanya
mewakili 30-50% dari massa total minyak mentah.

b. Aromatik (Aromatics). Famili minyak ini adalah kelas hidrokarbon dengan


karakteritik cincin yang tersusun dari enam atom karbon. Kelompok ini terdiri dari
benzene beserta turunannya (monoaromatik dan polyalkil), naphtalena (2 ring
aromatik), phenanthren (3 ring), pyren, benzanthracen, chrysen (4 ring) serta senyawa
lain dengan 5-6 ring aromatic. Aromatik ini merupakan komponen minyak mentah
yang paling beracun, dan bisa memberi dampak kronik (menahun, berjangka lama) dan
karsinogenik (menyebabkan kanker). Hampir kebanyakan aromatik bermassa rendah
(low-weight aromatics), dapat larut dalam air sehingga meningkatkan bioavaibilitas
yang dapat menyebabkan terpaparnya organisma didalam matrik tanah ataupun pada
badan air. Jumlah relative hidrokarbon aromatic didalam mnyak mentah bervariasi dari
10-30 %.
c. Asphalten dan Resin. Selain empat komponen utama penyusun minyak tersebut di
atas, minyak juga dikarakterisasikan oleh adanya komponen-komponen lain seperti
aspal (asphalt) dan resin (5-20 %) yang merupakan komponen berat dengan struktur
kimia yang kompleks berupa siklik aromatic terkondensasi dengan lebih dari lima ring
aromatic dan napthenoaromatik dengan gugus-gugus fungsional sehingga senyawa-
senyawa tersebut memiliki polaritas yang tinggi.

d. Komponen non-hidrokarbon. Kelompok senyawa non-hidrokarbon terdapat dalam


jumlah yang relative kecil, kecuali untuk jenis petrol berat (heavy crude). Komponen
non-hidrokarbon adalah nitrogen, sulfur, dan oksigen, yang biasanya disingkat sebagai
NSO. Biasanya sulphur lebih dominant disbanding nitrogen dan oxygen, sebaga
contoh, minyak mentah dari Erika tanker mengandung kadar S, N dn O berturut-turut
sebesar 2.5, 1.7, dan 0.4 % (Baars, 2002).

e. Porphyrine. Senyawa ini berasal dari degradasi klorofil yang berbentuk komplek
Vanadium (V) dan Nikel (Ni).

2.3 Metode Pengolahan Minyak Bumi


Limbah minyak bumi dapat terjadi di semua lini aktivitas perminyakan mulai
dari eksplorasi sampai ke proses pengilangan dan berpotensi menghasilkan limbah
berupa lumpur minyak bumi (Oily Sludge). Salah satu kontaminan minyak bumi
yang sulit diurai adalah senyawaan hidrokarbon. Ketika senyawa tersebut
mencemari permukaan tanah, maka zat tersebut dapat menguap, tersapu air hujan,
atau masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat beracun. Akibatnya,
ekosistem dan siklus air juga ikut terganggu (Karwati, 2009).
Secara alamiah lingkungan memiliki kemampuan untuk mendegradasi
senyawa-senyawa pencemar yang masuk ke dalamnya melalui proses biologis dan
kimiawi. Namun, sering kali beban pencemaran di lingkungan lebih besar
dibandingkan dengan kecepatan proses degradasi zat pencemar tersebut secara
alami. Akibatnya, zat pencemar akan terakumulasi sehingga dibutuhkan campur
tangan manusia dengan teknologi yang ada untuk mengatasi pencemaran tersebut.
Selain itu, Atlas (1981) dalam Nugroho (2006) juga menjelaskan bahwa
banyak senyawa-senyawa organik yang terbentuk di alam dapat didegradasi oleh
mikroorganisme bila kondisi lingkungan menunjang proses degradasi, sehingga
pencemaran lingkungan oleh polutan-polutan organik tersebut dapat dengan
sendirinya dipulihkan. Namun pada beberapa lokasi terdapat senyawa organik
alami yang resisten terhadap biodegradasi sehingga senyawa tersebut akan
terakumulasi di dalam tanah.
Penanggulangan pencemaran minyak dapat dilakukan secara fisik, kimia dan
biologi. Penanggulangan secara fisik umumnya digunakan pada langkah awal
penanganan, terutama apabila minyak belum tersebar ke mana-mana. Namun cara
fisika memerlukan biaya yang sangat tinggi untuk pengangkutan dan pengadaan
energi guna membakar materi yang tercemar.
Penanggulangan secara kimia dapat dilakukan dengan bahan kimia yang
mempunyai kemampuan mendispersi minyak, sehingga minyak tersebut dapat
terdispersi. Terutama ketika zat pencemar tersebut dalam konsentrasi tinggi.
Namun cara ini memiliki kelemahan, yaitu mahal pengoprasiannya karena
memakan biaya yang cukup besar dan metode kimia memerlukan teknologi dan
peralatan canggih untuk menarik kembali bahan kimia dari lingkungan agar tidak
menimbulkan dampak negatif yang lain.

Mengingat dampak pencemaran minyak bumi baik dalam konsentrasi


rendah maupun tinggi cukup serius, maka manusia terus berusaha mencari
teknologi yang paling mudah, murah dan tidak menimbulkan dampak lanjutan
(Nugroho, 2006). Salah satu alternatif penanggulangan lingkungan tercemar
minyak adalah dengan teknik bioremediasi, yaitu suatu teknologi yang ramah
lingkungan, efektif dan ekonomis dengan memanfaatkan aktivitas mikroba seperti
bakteri. Melalui teknologi ini diharapkan dapat mereduksi minyak buangan yang
ada dan mendapatkan produk samping dari aktivitas tersebut (Udiharto et al.,1995).
Bioremediasi merupakan salah satu teknologi inovatif untuk mengolah
kontaminan, yaitu dengan memanfaatkan mikroba, tanaman enzim tanaman atau
enzim mikroba (Gunalan, 1996). Bioremidiasi didefinisikan sebagai teknologi
pemulihan tanah terkontaminasi bahan pencemar (pollutant) secara biologi melalui
mekanisme biodegradasi alamiah (intrinsic bioremidiation) dan/ atau
meningkatkan mekanisme biodegradasi alamiah dengan menambahkan
mikroorganisme, nutrien, donor elektron dan/atau akseptor elektron (enhanced
bioremidiation) Nutrien yang paling berperanan adalah nitrogen dan fosfor, sedang
donor electron adalah methanol atau asam laktat untuk proses anaerobik. Akseptor
elektron adalah oksigen untuk proses aerobik sedang untuk anaerobik adalah besi
dan nitrat (Crawford, 2001).
Keefektifan bioremidiasi ditentukan oleh kondisi lingkungan. Kondisi
lingkungan ini digunakan untuk menentukan tempat proses bioremidiasi akan
dilakukan, baik di lokasi terjadinya pencemaran (in situ) maupun di luar tempat
pencemaran (ex situ). Kondisi lingkungan yang utama adalah temperatur. Pada
temperatur rendah maka viskositas akan meningkat dan volatilitas senyawa toksik
akan menurun sehingga akan menghambat proses bioremidiasi. Secara umum laju
biodegradasi umumnya meningkat sejalan dengan peningkatan temperatur sampai
batas tertentu. Kedua adalah oksigen. Ketersediaan oksigen sangat penting dalam
proses biodegradasi, walaupun pada kondisi tanpa oksigen (anaerob) beberapa
bahan dapat didegradasi dengan baik seperti hidrokarbon aromatik (BTEX) (Head
and Swannell, 1999). Ketiga nutrien. Untuk dapat mengoptimalkan kerja
mikroorganisme diperlukan penambahan nutrien, seperti N dan P, sehingga dicapai
perbandingan antara C/N/P pada tingkat yang proporsional. Secara teoritis 150 mg
Nitrogen dan 30 mg Phosphor diperlukan mikroorganisme untuk mengkonversi 1
gr hidrokarbon menjadi sel baru . Keempat pH. Kebanyakan bakteria heterotrof
dan fungi menyukai pH netral, namun fungi masih toleran terhadap pH rendah.
Teknik bioremidiasi dapat dilakukan secara in-situ maupun ex-situ.
Pada umumnya, teknik bioremediasi in-situ diaplikasikan pada lokasi
tercemar ringan, lokasi yang tidak dapat dipindahkan, atau karakteristik
kontaminan yang volatil.
Bioremediasi ex-situ merupakan teknik bioremediasi di mana lahan atau
air yang terkontaminasi diangkat, kemudian diolah dan diproses pada lahan
khusus yang disiapkan untuk proses bioremediasi.
Penanganan lahan yang tercemar minyak bumi dilakukan dengan cara
memanfatkan mikroorganisme untuk menurunkan konsentrasi atau daya racun
bahan pencemar. Penanganan semacam ini lebih aman terhadap lingkungan karena
agen pendegradasi yang dipergunakan adalah mikroorganisme yang dapat terurai
secara alami. Ruang lingkup pelaksanaan proses bioremediasi tanah yang
terkontaminasi minyak bumi meliputi beberapa tahap yaitu:
Treatibility study merupakan studi pendahuluan terhadap kemampuan
jenis mikroorganisme pendegradasi dalam menguraikan minyak bumi
yang terdapat di lokasi tanah terkontaminasi.
Site characteristic merupakan studi untuk mengetahui kondisi
lingkungan awal di lokasi tanah yang terkontaminasi minyak bumi.
Kondisi ini meliputi kualitas fisik, kimia, dan biologi.
Persiapan proses bioremediasi yang meliputi persiapan alat, bahan,
administrasi serta tenaga manusia.
Proses bioremediasi yang meliputi serangkaian proses penggalian tanah
tercemar, pencampuran dengan tanah segar, penambahan bulking agent,
penambahan inert material, penambahan bakteri, nutrisi, dan proses
pencampuran semua bahan.
Sampling dan monitoring meliputi pengambilan gambar tanah dan air
selama proses bioremediasi. Kemudian, gambar itu dibawa ke
laboratorium independen untuk dianalisa konsentrasi TPH dan TCLP.
Revegetasi yaitu pemerataan, penutupan kembali drainase dan
perapihan lahan sehingga lahan kembali seperti semula.
Selain bioremidiasi, penanganan secara biologi jugadapat dilakukan dengan cara
fitoremidiasi. Fitoremidiasi berasal dari kata Yunani phyton yang berarti
tumbuhan/tanaman dan remediation yang berasal dari kata latin remidium yaitu
memperbaiki atau membersihkan sesuatu. Dengan demikian fitoremidiasi
didefinisikan sebagai penggunaan tanaman/tumbuhan untuk menyerap, mendegradasi,
menghilangkan, menstabilkan atau menghancurkan bahan pencemar khususnya logam
berat maupun senyawa organik lainnya.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pengelolaan limbah secara biologi dilakukan dengan biodegradasi dan
fitoremediasi.
Pengelolaan limbah secara kimia dilakukan dengan dispersan kimiawi, dilution
(Liquid Waste Dispersion), deep well disposaldan emulsi.
Pengelolaan limbah secara fisika dilakukan dengan in-situ burning, penyisihan
minyak secara mekanis, penggunaan sorbent, dan washing oil
Pengolahan limbah minyak bumi yang efektif dan murah adalah dengan
pendekatan secara biologi, karena dengan cara fisika dan kimia biayanya lebih
mahal dan dapat menimbulkan pencemaran baru.

Daftar Pustaka
Godleads Omokhagbor Adams, Prekeyi Tawari Fufeyin, Samson Eruke Okoro,
Igelenyah Ehinomen. 2015. Bioremediation, Biostimulation and Bioaugmention:
A Review .International Journal of Environmental Bioremediation &
Biodegradation, 2015, Vol. 3, No. 1, 28-39 Available online at
http://pubs.sciepub.com/ijebb/3/1/5

Romanus, et al., 2015. Bacterial Degradation Of Petroleum Hydrocarbons In Crude


Oil Polluted Soil Amended With Cassava Peels : Vol 3(7) ajrc.journal@gmail.com

V. Hamsavathani, Dr. O. S. Aysha dan, Dr.S.Valli. 2015. BIODEGRADATION OF


XENOBIOTICS: A REVIEW ON PETROLEUM HYDROCARBONS AND
PESTICIDE DEGRADATION. World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical
Sciences SJIF Impact Factor 5.210 Volume 4, Issue 11, 1791-1808, Review Article
ISSN 2278 4357

Nuni Gofar. 2015. Synergism of Wild Grass and Hydrocarbonoclastic Bacteria in


Petroleum Biodegradation. http://journal.unila.ac.id/index.php/tropicalsoilJ Trop
Soils, Vol. 18, No. 2, 2013: 161-168 161. DOI: 10.5400/jts.2013.18.2.161

Talat Yasmeen Mujahid, Abdul Wahab, Safia Hashim Padhiar, Syed Abdus Subhan,
Muneera Naz Baloch and Zaid A. Pirzada. 2015. Isolation and Characterization of
Hydrocarbon Degrading Bacteria from Petrol Contaminated Soil. Journal of Basic &
Applied Sciences, 2015, 11, 223-231

Dede Heri Yuli Yanto dan Sanro Tachibana. 2016. Utilization of kapok fiber as a
natural sorbent in petroleum hydrocarbon biodegradation by Pestalotiopsis sp. J.
Lignocellulose Technol. 01 (2016), 66-71

Wica Elvina, Erliza Hambali dan Mohamad Yani. 2015.Formulation Of Oil Spill
Dispersant (Osd) From Diethanolamide (Dea) And Methyl Ester Sulfonate (Mes)
Surfactants. FoJurnal Teknologi Industri Pertanian 2 6 (mulasi Dispersan Minyak
Bumi dari Surfaktan1):104-110 (2016)

Nita Aryanti, Indah Prihatiningtya, Diyono Ikhsan, dan Dyah Hesti Wardhani. 2013.
Kinerja Membran Ultrafiltrasi Untuk Pengolahan Limbah Emulsi Minyak-Air
Sintetis. Reaktor, Vol. 14 No. 4, Oktober 2013, Hal. 277-283

Nindy Wulandari Igirisa, Jamal Rauf Husain, Hasbi Bakri. 2016. Pengelolaan limbah
minyak bumi pada JOB PERTAMINA-MEDCO E & P TOMORI SULAWESI
KABUPATEN MOROWALI UTARA PROVINSI SULAWESI TENGAH. Jurnal
Geomine, Vol 04, No 1: April 2016

Anda mungkin juga menyukai