OLEH:
JURUSAN KIMIA
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2011
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu dampak negatif dari kilang minyak adalah timbulnya pencemaran
lingkungan oleh limbah yang berbentuk gas, padatan atau cairan yang timbul
pada proses dan hasil pengolahan minyak tersebut. Limbah ini akan mencemari
daerah kilang minyak dan lingkungannya, sehingga pekerja maupun masyarakat
disekitar kilang minyak dapat terpapar oleh limbah. Limbah gas, padat maupun
cair dapat berpengaruh terhadap lingkungan dan kesehatan manusia bila tidak
ditangani dengan baik dan benar (Susilo, 2006).
Menurut Marsaoli (2004), pada umumnya pencemaran laut yang terjadi baik
secara fisika, kimiawi maupun biologis, banyak menghasilkan racun bagi biota
laut dan manusia. Salah satu dari bahan pencemar itu adalah hidrokarbon
minyak bumi. Minyak bumi adalah campuran hidrokarbon yang terbentuk
berjuta-juta tahun yang lalu di masa lampau sebagai hasil dekomposisi bahanbahan organik dari tumbuhan-tumbuhan dan hewan. Minyak bumi berupa cairan
kental berwarna kehitaman yang teradapat dalam cekungan-cekuangan kerak
bumi dan merupakan campuran sangat kompleks dari senyawa-senyawa
hidrokarbon dan bukan hidrokarbon. Dewasa ini terdapat 500 senyawa yang
pernah dideteksi dalam suatu cuplikan minyak bumi yang terdiri dari minyak
bumi fraksi ringan dan fraksi berat. Minyak bumi fraksi ringan, komponen
utamanya adalah n-alkana dengan atom C15-17, sedangkan minyak bumi fraksi
berat komponen utamanya adalah fraksi hidrokarbon dengan tidik didih tinggi
(Farrington dkk, 1975).
Limbah lumpur minyak bumi (LMB) merupakan limbah akhir dari serangkaian
proses dalam industri pengilangan minyak bumi (Scora et al., 1997). Kegiatan
operasinya dimulai dari eksplorasi, produksi (pengolahan sampai pemurnian)
sampai penimbunan dan berpotensi menghasilkan limbah berupa lumpur minyak
bumi (oily sludge) (Rossiana et al., 2007).
Limbah lumpur minyak bumi terdiri dari senyawa hidrokarbon yang merupakan
polialifatik hidrokarbon seperti alkana (n-normal, iso dan siklo) dan poliaromatik
1.2 Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
HC yang bersifat gas, ini selalu berasosiasi dengan minyak bumi dan
dapat berwujud gas bebas, gas yang terlarut dalam minyak bumi (gelembunggelembung gas) dan gas tercairkan, pada kondisi reservoir dengan tekanan dan
temperatur (suhu) yang tinggi maka gas akan mencair.
Titik didih dan titik nyala, titik didih adalah titik dimana minyak bumi
mulai mendidih. Semakin besar berat jenis, titik didih semakin tinggi. Titik nyala
adalah kemampuan materi untuk bisa terbakar. Semakin ringan berat jenis, titik
nyala semakin tinggi.
Nilai kalori minyak bumi cukup tinggi antara 11.700- 11.750 kal/ gram
untuk minyak BJ= 0,75 dan antara 10000- 10.500 kal/ gram untuk minyak BJ=
0,9- 0,95.
Berdasarkan buku Pertamina (1986), sumber limbah cair minyak bumi berasal
dari kegiatan-kegiatan antara lain:
Air pendingin di kilang minyak, dimana bila terjadi kebocoran pada pipa
pendingin, bocoran minyak akan terbawa air.
Air sisa umpan boiler untuk pembangkit uap air.
Air sisa dari lumpur pembocoran.
Air bekas mencuci peralatan-peralatan dan tumpahan-tumpahan/ ceceran
minyak di tempat kerja.
Air hujan.
Perusahaan minyak menghasilkan limbah minyak dalam bentuk lumpur dari
berbagai lapangan produksi. Menurut Damanhuri (1996), lumpur adalah bahan
berfase solid yang bercampur dengan media air (liquid), namun tidak dapat
disebut atau disamakan dengan air. Sedangkan limbah lumpur minyak (oil
sludge) adalah kotoran minyak yang terbentuk dari proses pengumpulan dan
pengendapan kontaminan minyak yang tidak dapat digunakan atau diproses
kembali dalam proses produksi. Kandungan terbesar dalam oil sludge adalah
petroleum hydrocarbon (Pertamina, 2001), yang dapat diolah dengan proses
bioremediasi.
dari pabrik minyak. Hasil penelitian terhadap kedua jenis ikan tersebut dapat
diketahui bahwa batas toleransi minyak pada air laut berada antara 0,001-0,01
ppm. Apabila batas tertinggi kadar tersebut sudah terlewati maka bau minyak
mulai timbul (Nitta, 1970). Di beberapa tempat di Australia telah ditemukan
bahwa zat hidrokarbon dari minyak tanah terdapat pada ikan belanak yang
diduga berasal dari air limbah pabrik penggilingan minyak yang dibuang ke laut
(Sidhu, 1970).
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa pada kadar 10 ppm kandungan senyawa
hidrokarbon aromatik dapat menyebabkan perubahan pola perilaku pada biota
laut dan pada kadar > 1000 ppm dapat menyebabkan kematian. Keadaan ini
berbahaya bagi organisme perairan yang hidup dan mencari makan di dalam
sedimen perairan. Nilai Ambang Batas (NAB) hidrokarbon aromatik untuk biota
laut adalah 0,003 ppm (Kementrian KLH, 2004). Tabel 7 memperlihatkan tingkat
toksisitas senyawa aromatik yang larut terhadap kelas makhluk hidup laut
(Connel dkk, 1981).
Menghirup uap atau menelan makanan atau cairan yang terkontaminasi minyak
dan gas dapat menyebabkan munculnya problem kesehatan reproduksi seperti
siklus haid yang tidak teratur, keguguran, meninggal dalam kandungan, dan
cacat lahir. Masalah-masalah ini mungkin punya tanda-tanda peringatan dini
seperti nyeri lambung atau haid yang tidak teratur.
Pemaparan secara periodik dengan gas dan minyak menyebabkan kanker.Anakanak yang tinggal di sekitar kilang lebih mungkin mendapatkan kanker darah
(leukemia) dari pada mereka yang tinggal jauh dari fasilitas tersebut.Orangorang yang tinggal di kawasan pengeboran minyak lebih mungkin mendapatkan
kanker usus, kantong kemih, paru-paru daripada mereka yang tinggal jauh dari
lokasi pengeboran.Para pekerja di kilang-kilang minyak punya resiko tinggi
mengidap kanker mulut, usus, ulu hati, pankreas, jaringan sel, prostat, mata,
otak, dan darah.
Ketika Texaco mulai mengebor untuk mencari minyak di Ekuador, kanker tidak
dikenal di kawasan ini.Empat puluh tahun kemudian, pada 2 daerah minyak yang
paling sering dieksploitasi di Amazon, para penggerak kesehatan komunitas
mensurvei 80 komunitas. Mereka menemukan bahwa 1 dari 3 orang menderita
sejenis kanker.
Tumpahan Minyak
Di mana ada minyak, di situ pasti ada tumpahan. Kapal-kapal dan truk bisa
kecelakaan, dan jalur pipa bisa bocor.Perusahaan bertanggung jawab untuk
mencegah tumpahan dan membersihkannya jika hal ini terjadi.
Ada pepatah: Minyak dan air tidak mungkin bercampur. Tetapi, ketika minyak
tumpah ke air, bahan-bahan kimia yang berasal dari minyak tersebut pasti
bercampur dengan air dan menggenang didalam air untuk beberapa
waktu.Lapisan minyak yang lebih tebal menyebar di seluruh permukaan dan
mencegah masuknya udara ke dalam air.Ikan, khewan, dan tumbuh-tumbuhan
yang hidup di air tidak bisa bernafas.Ketika minyak tumpah ke dalam air, bahanbahan kimianya yang tertinggal di sana bisa membuat air tersebut tidak aman
diminum, bahkan setelah minyak yang kasat mata dikeluarkan.
Dampak di Laut
Akibat yang ditimbulkan dari terjadinya pencemaran minyak bumi di laut adalah:
Rusaknya estetika pantai akibat bau dari material minyak. Residu berwarna
gelap yang terdampar di pantai akan menutupi batuan, pasir, tumbuhan dan
hewan. Gumpalan tar yang terbentuk dalam proses pelapukan minyak akan
hanyut dan terdampar di pantai.
Kerusakan biologis, bisa merupakan efek letal dan efek subletal. Efek letal yaitu
reaksi yang terjadi saat zat-zat fisika dan kimia mengganggu proses sel ataupun
subsel pada makhluk hidup hingga kemungkinan terjadinya kematian. Efek
subletal yaitu mepengaruhi kerusakan fisiologis dan perilaku namun tidak
mengakibatkan kematian secara langsung. Terumbu karang akan mengalami
efek letal dan subletal dimana pemulihannya memakan waktu lama dikarenakan
kompleksitas dari komunitasnya.
Pertumbuhan fitoplankton laut akan terhambat akibat keberadaan senyawa
beracun dalam komponen minyak bumi, juga senyawa beracun yang terbentuk
dari proses biodegradasi. Jika jumlah pitoplankton menurun, maka populasi ikan,
udang, dan kerang juga akan menurun. Padahal hewan-hewan tersebut
dibutuhkan manusia karena memiliki nilai ekonomi dan kandungan protein yang
tinggi.
Penurunan populasi alga dan protozoa akibat kontak dengan racun slick (lapisan
minyak di permukaan air). Selain itu, terjadi kematian burung-burung laut. Hal ini
dikarenakan slick membuat permukaan laut lebih tenang dan menarik burung
untuk hinggap di atasnya ataupun menyelam mencari makanan. Saat kontak
dengan minyak, terjadi peresapan minyak ke dalam bulu dan merusak sistem
kekedapan air dan isolasi, sehingga burung akan kedinginan yang pada akhirnya
mati.
Dampak Limbah Solvent Acidity Terhadap Kesehatan
Limbah solvent acidity berasal dari buangan proses pemeriksaan keasaman,
merupakan limbah kimia cair yang terdiri dari campuran isopropyl alcohol,
toluene dan sample, berwarna gelap yang sangat berbahaya terhadap kesehatan
(Imamkhasani, 1998). Bahaya isopropyl alcohol terhadap kesehatan adalah :
Efek jangka pendek (akut) antara lain pada penghirupan konsentrasi 400 ppm
dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan bagian atas.
Penghirupan lebih besar akan menyebabkan pusing dan mengganggu
keseimbangan tubuh.
Kontak dengan mata dapat menyebabkan iritasi, tetapi tidak pada kulit.
Bila terminum dapat menyebabkan muntah, diare dan hilang kesadaran.
Efek jangka panjang (kronis) antara lain bila terkena kulit dapat menyebabkan
kulit kering dan pecah-pecah. Nilai Ambang Batas : 200 ppm (500 mg/m3)-kulit;
STEL = 250 ppm; Toksisitas : LD50 (tikus, oral) = 1870-6500 mg/kg.
2.4 Pengolahan Limbah Minyak Bumi
Pengolahan limbah minyak bumi dilakukan secara fisika, kimia dan biologi.
Pengolahan secara fisika dilakukan untuk pengolahan awal yaitu dengan cara
melokalisasi tumpahan minyak menggunakan pelampung pembatas (oil booms),
yang kemudian akan ditransfer dengan perangkat pemompa ( oil skimmers) ke
sebuah fasilitas penerima reservoar baik dalam bentuk tangki ataupun balon
dan dilanjutkan dengan pengolahan secara kimia, namun biayanya mahal dan
dapat menimbulkan pencemar baru. Pengolahan limbah secara biologi
merupakan alternatif yang efektif dari segi biaya dan aman bagi lingkungan.
Pengolahan dengan metode biologis disebut juga bioremediasi, yaitu bioteknologi yang memanfaatkan makhluk hidup khususnya mikroorganisme untuk
menurunkan konsentrasi atau daya racun bahan pencemar (Lasari, 2010).
Vacuums yang khusus untuk mengangkat minyak berlumpur dari pantai atau
permukaan laut.
Sekop yang khusus digunakan untuk memindahkan pasir dan kerikil dari minyak
di pantai.
Kegiatan huiu dan hilir industri minyak bumi tidak terlepas dari kemungkinan
pencemaran minyak di ke lingkungan, khususnya perairan dan sedimen. Salah
satu metode pengolahan limbah secara yang saat ini terus dikembangkan adalah
bioremediasi yang merupakan teknologi ramah lingkungan, cukup efektif dan
efisien serta ekonomis (Yani et al., 2007).
Terdapat tiga cara untuk mengatasi masalah lahan tercemar minyak yang dapat
dipilih berdasarkan jenis minyak pencemar, konsentrasi minyak pencemar dan
lokasi pencemaran, yakni dibakar, diberi disperser dan kemudian dihisap kembali
dengan skimmer untuk diolah di kilang minyak, dan didegradasi dengan
memanfaatkan mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon. Bioremediasi,
pengelolaan yang mengandalkan degradasi dengan memanfaatkan
mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon, merupakan cara yang paling
ekonomis dan dapat diterima lingkungan. Bioremediasi dapat digunakan untuk
mengatasi masalah lahan tercemar minyak baik secara in situ maupun ex situ.
Biostimulation dan bioaugmentation merupakan contoh pelaksanaan
bioremediasi secara in situ, sedangkan landfarming, biopile, dan composting
merupakan contoh pelaksanaan bioremediasi secara ex situ (Arifin et al., 2004).
Limbah industri minyak bumi (Oil sludge) yang berupa cairan dan padatan
merupakan obyek dalam makalah ini, limbah tersebut merupakan limbah bahan
beracun dan berbahaya (B3). Detoksifikasi dan degradasi limbah tersebut dapat
Eichhornia crassipes ( Mart ). Solms dapat tumbuh dengan sangat cepat, yaitu
mencapai 10 g m-2 per hari. Hal ini berpengaruh terhadap penyerapan unsur
hara, seperti nitrat ( NO3-) dan orthofosfat ( PO43-) Eichhornia crassipes ( Mart ).
Solms dapat menyerap nitrogen secara langsung sebesar 5850 kg/ha per tahun
dan dapat menyerap fosfor sebesar 350 1125 kg/ ha per tahun. Hal ini dapat
mengurangi konsentrasi kontaminan pada limbah perairan (McEldowney et al.,
1993 ).
dua nama latin yakni Albizia falcataria (L) Forberg dan Paraserianthes falcataria
(L) Nielsen, sengon mempunyai nama daerah yang bermacam-macam. Hal ini
dapat dilihat dengan adanya program pemerintah berupa proyek Sengonisasi
bagi daerah-daerah kritis yang rawan bencara erosi (National Academy of
Sciences, 1979). Manfaat penting dari penggunaan mikoriza adalah asosiasi
jamur dan tanaman berkemampuan sebagai biofertilizer, mendetoksifikasi dan
mendegradasi senyawa yang sukar diuraikan dalam tanah. Peranan mikoriza
dalam rizosfer adalah memfasilitasi pergerakan mineral tanah menuju tanaman.
Hasil penelitian yang telah dilakukan di laboratorium, rumah kaca dan terakhir
dalam skala lapangan selama 6 bulan menunjukkan bahwa fitoremediasi limbah
lumpur minyak konsentrasi 20% dengan tanaman sengon (Paraserianthes
falcataria L. Nielsen) bermikoriza yang mediumnya diinokulasi bakteri
Pseudomonas mallei, Bacillus alvei dan Pseudomonas sphaericus potensial untuk
dikembangkan. Tanaman sengon mengalami pertumbuhan baik selama
fitoremediasi. Hasil analisis setelah fitoremediasi menunjukkan bahwa terjadi
penurunan kandungan minyak sampai 51,23% dan kandungan logam berat Cd,
Cr, Pb, Cu, Zn dan Ni.masing-masing sebesar 30,2%, 2,5%, 32,6%, 71,9%, 62,8%
dan 47,09%. (Rossiana, 2005).
Selain itu perlu ada upaya menghilangkan terlebih dahulu logam berat yang
terdapat dalam limbah dengan menggunakan adsorben sebelum proses
bioremediasi. Penggunaan pasir dan zeolit sebagai campuran dan adsorben alam
penyerap logam berat merupakan penanganan awal sebelum dilakukan proses
lebih lanjut, sehingga kemungkinan adanya proses inhibisi enzim oleh ion logam
dapat diatasi.
Incineration
Incineration adalah salah satu cara untuk menguraikan liquid wastes, dan
dengan cara dan alat yang didesain baik dapat menghasilkan effluent/ limbah
yang memenuhi peraturan pencemaran.
Combustible Liquids
Partially Combustible Liquids
Combustible liquids tidak dapat dikerjakan atau dibuang ke incinerator. Pada
kelompok pertama akan terdiri dari bahan-bahan yang mempunyai nilai yang
cukup menunjang pembakaran dalam combustor, burner, atau alat lain yang
menghasilkan CO2 dan H2O bila dibakar. Kelompok kedua akan meliputi bahanbahan yang sulit terbakar tanpa penambahan bahan bakar. Bahan yang partially
combustible mungkin mengandung mateial yang terlarut dalam fase liquid, bila
zat inorganik akan membentuk inorganik oxida.
Secara Mikrobiologis
Limbah minyak bumi banyak mengandung unsur Hidrokarbon. Limbah
Hidrokarbon cair bersifat hidrofob dan mempunyai kerapatan lebih rendah dari
air. Oleh sebab itu limbah ini selalu terapung diatas air. Pembuangan limbah ke
sungai akan menutupi permukaan air yang mengakibatkan oksigen terlarut
menurun, dan pada akhirnya tumbuh-tumbuhan air dan hewan air dapat mati.
Untuk penanganan limbah Hidrokarbon sebagai salah satu alternatif adaalah
dengan menggunakan mikroba.
pH efluent menjadi asam. Oleh sebab itu perlu dinetralkan dengan kapur
(gamping) setelah tahap klorinasi.
Melewatkan gas H2S kedalam larutan NaOH atau Ca(OH)2 sehingga gas yang
keluar merupakan sisa yang tidak tertangkap oleh larutan NaOH atau Ca(OH)2.
Melakukan pendinginan dan penangkapan gas yang keluar telah sesuai dengan
udara luar.
Penanaman tanaman pelindung di sekeliling lokasi Stasiun Pengumpul/ Stasiun
Kompresor.
Melakukan perawatan cerobong.
Aplikasi Pengolahan Limbah Minyak Bumi
Percobaan skala lapang dilakukan di lagoon area pengolahan limbah lumpur
minyak bumi Pertamina unit VI Balongan Indramayu. Pengolahan limbah cair
dilakukan pada 6 kolam percobaan ukuran 25 X 20 meter. Tipe aliran air
permukaan merupakan tipe aliran yang ada di daerah berawa dengan air diam
pada permukaan dengan kedalaman 0,5 1 meter. Pada aliran air dibawah
permukaan, aliran limbah cair mengalir pada zona perakaran tumbuhan air
dipermukaan. Kedalaman airnya dapat mencapai 0,5 1,5 meter. Pada tipe aliran
dalam, air diperoleh dari bagian permukaan yang kemudian mengalir ke bagian
bawah dan terserap oleh akar tanaman.
Dalam rangka program pemerintah hal produksi bersih, penelitian ini dapat
diaplikasikan sebagai pemantauan terhadap pengelolaan lumpur minyak bumi
secara bioremediasi. Fitoremediasi merupakan bioremediasi yang memanfaatkan
tumbuhan untuk memindahkan atau mengurangi kerusakan karena pencemar.
Sengon sebagai tanaman fast growing trees berasosiasi dengan mikoriza yaitu
sejenis jamur yang bersimbiosis dengan akar membantu menurunkan kadar
senyawa toksik dalam lumpur minyak bumi. Parameter keberhasilan
fitoremediasi dapat dilihat dari nilai penurunan kadar senyawa toksik apakah
dalam standard bakumutu lingkungan (Kementerian Lingkungan Hidup, 2003 dan
Environmental Protection Agency, 2002) Biomonitoring seperti Uji Lc-50, Uji LD50 baik chronis maupun sub-akut serta biopatologi terhadap hewan uji
merupakan pemantauan biologi yang akan menyatakan bahwa hasil
fitoremediasi aman dan ramah lingkungan.
Pada saat ini telah banyak teknologi yang digunakan dalam pengolahan limbah
minyak mulai dari pengolahan secara mekanis dan kimia, namun masih
meninggalkan permasalahan pada kadar maksimum minyak. Sehingga teknologi
ramah lingkungan untuk meminimasi kadar minyak adalah dengan Solid
Bioremediation yaitu secara pengomposan.
Penanganan di laut
Pemantauan
Tindakan pertama yang dilakukan dalam mengatasi tumpahan minyak yaitu
dengan melakukan pemantauan banyaknya minyak yang mencemari laut dan
kondisi tumpahan. Ada 2 jenis pemantauan yang dilakukan yaitu dengan
pengamatan secara visual dan penginderaan jauh (remote sensing).
Penanganan di darat
Pemulihan lahan tercemar oleh minyak bumi dapat dilakukan secara biologi
dengan menggunakan kapasitas kemampuan mikroorganisme. Fungsi dari
mikroorganisme ini dapat mendegradasi struktur hidrokarbon yang ada dalam
tanah, sehingga minyak bumi menjadi mineral-mineral yang lebih sederhana dan
tidak membahayakan lingkungan. Teknik seperti ini disebut bioremediasi. Teknik
bioremediasi dapat dilaksanakan secara in-situ maupun cara ex-situ.
Dengan cara pemakaian reaktor pemisah minyak diharapkan limbah yang sudah
tidak dipakai lagi dapat diolah dengan baik.
Minyak termasuk salah satu anggota golongan lipid yaitu merupakan lipid netral
(Ketaren, 1986). Emulsi air dalam minyak terbentuk jika droplet-droplet air
ditutupi oleh lapisan minyak dimana sebagian besar emulsi minyak tersebut
akan mengalami degradasi melalui foto oksidasi spontan dan oksidasi oleh
mikroorganisme. Jika pencemaran minyak terjadi dipantai maka proses
penghilangan minyak mungkin lebih cepat karena minyak akan melekat pada
benda-benda padat seperti batu dan pasir di pantai yang mengalami kontak
dengan air yang tercemar tersebut. (Srikandi, 1992). Suatu perairan yang
terdapat minyak di dalamnya maka minyak akan selalu berada di atas
permukaan air hal ini dikarenakan minyak tidak larut dalam air dan berat jenis
minyak lebih kecil dari pada berat jenis air. Apabila minyak tidak diolah terlebih
dahulu sebelum dibuang ke badan air penerima, maka akan membentuk selaput.
Minyak akan membentuk ester dan alkohol atau gliserol dengan asam gemuk.
Gliseril dari asam gemuk dalam fase padat maka dikenal dengan nama lemak,
sedangkan apabila dalam fase cair disebut minyak (Sugiharto, 1987).
Ada dua macam emulsi yang terbentuk antara minyak dan air, yaitu emulsi
minyak dalam air dan emulsi air dalam minyak. Emulsi minyak dalam air terjadi
jika droplet-droplet minyak terdispersi di dalam air dan distabilkan dengan
interaksi kimia dimana air menutupi permukaan droplet-droplet tersebut. Hal ini
terjadi terutama di dalam air yang berombak, dan droplet minyak tersebut tidak
terdispersi pada permukaan air, melainkan menyebar di dalam air. Beberapa
droplet minyak, terutama yang berikatan dengan partikel mineral, menjadi lebih
berat dan akan mengendap ke bawah.
Emulsi air dalam minyak terbentuk jika droplet-droplet air ditutupi oleh lapisan
minyak, dan emulsi ini distabilkan oleh interaksi di antara droplet-droplet air
yang tertutup. Emulsi semacam ini terlihat sebagai lapisan yang mengapung
pada permukaan air dan lekat, dan terkadang karena kandungan air di dalam
droplet-droplet minyak tersebut cukup tinggi maka total volumenya menjadi
lebih besar dibandingkan dengan minyak aslinya.
Lapisan minyak pada permukaan air akan menghalangi difusi oksigen dari udara
ke dalam air sehingga jumlah oksigen terlarut di dalam air akan menjadi
berkurang. Berkurangnya kandungan oksigen dalam air akan mengganggu
kehidupan organisme yang berada di perairan.
Dengan adanya lapisan minyak pada permukaan air akan menghalangi
masuknya sinar matahari ke dalam air sehingga proses fotosintesis oleh
tanaman air tidak dapat berlangsung.
Air yang telah tercemar oleh minyak tidak dapat dikonsumsi oleh manusia
dikarenakan pada air yang mengandung minyak tersebut dapat mengandung
zat-zat yang beracun seperti senyawa benzen dan toluen.
Minyak berasal dari kandungan lemak, dimana lemak sendiri adalah fungsi atau
sifat Prostaglandin yang dapat terbentuk dengan proses pelingkaran dan
peroksigenan dari asam lemak tak jenuh dengan banyak ikatan C = C yang
menyebabkan mudah terbakar dan menimbulkan nilai kalor tertentu.
dari total volume limbah bengkel. Penambahan air ini dimaksudkan agar minyak
yang terlarut dalam air dapat terurai dan terpisah, serta untuk mempermudah
minyak membentuk suatu lapisan minyak atau mempercepat bergabungnya
antar molekul minyak yang memiliki berat jenis yang sama yaitu 0,85. Sehingga
konsentrasi minyak yang larut dalam air dapat berkurang dan minyak yang
terapung akan menjadi lebih banyak, serta untuk mengurangi sifat limbah
bengkel yang pekat agar dapat dialirkan ke reaktor pemisah minyak.
Limbah yang terdapat dalam reaktor akan terjadi emulsi, yaitu emulsi air dalam
minyak. Emulsi air dalam minyak terbentuk droplet-droplet air ditutupi oleh
lapisan minyak, dan emulsi ini distabilkan oleh interaksi di antara droplet-droplet
air yang tertutup. Emulsi ini terlihat sebagai lapisan yang mengapung pada
permukaan air dan lekat sehingga minyak akan menempel pada kaca. Seperti
pada penelitian sebelumnya dalam melakukan pemisahan minyak , bahan yang
digunakan sebagai penangkap minyak yaitu bahan yang terbuat dari viber
plastik yang disusun berlapis-lapis. Pada penelitian ini melakukan proses
pemisahan kadar minyak yang terdapat pada limbah bengkel, dimana limbah
pada bengkel berasal dari proses pencucian karburator motor, pembersihan
mesin, dan sisa-sisa oli pada proses penggantian oli mesin. Untuk proses
pemisahan minyak menggunakan reaktor pemisah minyak, dengan
menggunakan reaktor yang bermedia zeolit dan karbon aktif. Faktor waktu
detensi atau waktu tinggal juga mempengaruhi pada proses pemisahan minyak,
menurut (Ondrey, 2006) waktu tinggal yang diperlukan hanya sekitar 30 menit,
maka droplets minyak akan terpisah dari air. Pada penelitian ini kondisi aliran
laminer, sebagai akibat adanya sekat-sekat yang mengurangi lajunya aliran yang
masuk ke dalam reaktor pemisah minyak.
Pada pemisahan minyak dan air, kecepatan naiknya butir minyak akan mencapai
konstan bila gaya dorong ke atas akibat adanya perbedaan berat jenis sama
dengan tahanan gerak fluida saat bergerak. Hal ini tergantung dari berat jenis,
viskositas fluida dan ukuran butiran minyak.
berdasarkan pada berat jenis molekul antara air dan minyak. Tetapi oil trap
hanya berupa kolam atau kompartemen yang di dalamnya hanya ruang kosong,
sedangkan pada reaktor pemisah minyak di dalamnya terdapat sekat-sekat
sebagai alat penangkap minyak. Proses terjadinya pemisahan minyak pada oil
trap yaitu setelah ruang yang terdapat di dalam kolam terisi penuh, dimana
alirannya horizontal yang rendah dan laminer akan memberikan waktu tinggal
bagi butir-butir minyak untuk terpisah bergabung membentuk lapisan minyak (oil
layer) yang akan mengapung. Maka antara minyak dan air dapat dipisahkan,
minyak memiliki berat jenis yang lebih kecil dari pada air sehingga posisi minyak
akan berada di atas air dan minyak akan di buang melalui outlet.
Pada reaktor pemisah minyak, minyak akan menempel pada sekat-sekat yang
terdapat dalam reaktor pemisah minyak. Sekat ini berfungsi mengurangi lintasan
butiran partikel minyak ke permukaan sehingga butiran minyak yang telah
terkumpul dibawah sekat dapat mengumpul lebih lanjut ke atas permukaan air,
dan minyak yang terkumpul pada permukaan akan dibuang melalui pipa
penangkap minyak.
Pada penelitian menggunakan oil trap, pengukuran konsentrasi minyak dalam air
diperoleh data dan efisiensi selama penelitian yaitu pada inlet sebesar 230 ppm,
dengan oulet sebesar 28 ppm. Menurut KEP 51 / MENLH / 10 / 1995 Golongan 2
tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri sebesar 50 ppm. Dan ratarata prosentase 99,57 % (Wahyuni, 2006). Sedangkan prosentase pada reaktor
pemisah minyak rata-rata sebesar 45,10 %. Dimana limbah yang diolah
menggunakan oil trap, minyak yang larut dalam air kurang dari 10 ppm,
kebanyakan terpisah dan mengapung dipermukaan air. Pada oil trap juga
memiliki waktu detensi yang lama yaitu 2 jam. Limbah yang diolah pada oil trap
tidak hanya limbah nikel saja, tetapi limbah dari hasil pencucian bengkel-bengkel
pabrik, ceceran oli pada bengkel, serta limbah dari hasil pencucian kendaraan.
Sehingga prosentase efisiensinya mencapai 99,57 %. Pada reaktor pemisah
minyak memiliki kadar inlet 49 mg/l. Dimana pada limbah bengkel sebagian
besar minyak larut dalam air dan hanya sebagian kecil saja yang terapung di
atas permukaan air, dan sulit untuk dipisahkan sehingga efisiensi penurunan
reaktor pemisah minyak hanya 45,10 %, dibandingkan dengan oil trap yang
sebagian besar minyaknya terpisah dan terapung di permukaan air dan mudah
untuk dipisahkan. Sehingga digunakan media karbon aktif dan zeolit untuk
memisahkan atau menyerap minyak yang terlarut dalam air, sehingga
prosentase dari efisiensi reaktor pemisah minyak hanya 45,10 %. Untuk
prosentase efisiensi pada reaktor zeolit sebesar 57,09 %, prosentase ifisiensi
pada reaktor karbon aktif sebesar 61,17 %.
Dari data dan hasil perbandingan diatas, kedua teknologi tersebut memiliki
kemampuan yang efektif dalam pemisahan antara minyak dan air. Pada reaktor
pemisah minyak memiliki media tambahan yaitu karbon aktif dan zeolit sebagai
adsorbennya.
DAFTAR PUSTAKA
Annual Book ASTM Standard, American Society for Testing and Materials, 1999.
Volume 05.01 Petroleum Product and Lubricants (1), West Conshohocken, P.A.
Assegaf, 1993. Nilai Normal Faal Paru Orang Indonesia Pada Usia Sekolah dan
Pekerja Dewasa Berdasarkan Rekomendasi American Thoracic Society (ATS)
1987, Airlangga University Press. Surabaya.
Baker, K.H & D. S. Herson. 1994. Bioremediation. USA : McGraw-Hill, Inc. 1-5, 1230, 180-181, 211-224.
Connel, D.W. & G.J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Jakarta.
UI Press.
Corseuil, H.X & F.N. Moreno. 2000. Phytoremediation Potential Of Willow Trees For
Aquifers Contaminated With Ethanol-Blended Gasoline. Pergamon Press. Elsevier
Science Ltd.
D.W. Connel, G.J. Miller, CRC Crit. Rev. Environ. Control 11 (1981)105.
Eweis, J.B., S.J. Ergas., D.P.Y. Chang & E.D. Schroeder. 1998. Bioremediation
Principles. Singapore. WCB McGraw-Hill.
G.S. Sidhu, Nature and effect of a kerosene like toint in mullet (Mugil cephalus),
FAO Rome, FIR:MP/70/E-39, 1970, p.99.
J. Bagg, J.D. Smith, W.A. Maher, Aust.J.Mar. Fresh-water Res. 32 (1981) 65.
J.W. Farrington, P.A. Meyers, In: G. Eglinton (Ed.). Environment Chemistry Vol.1,
The Chemical Society, London, 1975, p.109.
Kementrian KLH, Keputusan Menteri Nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air
laut, Kementrian KLH, Jakarta, 2004.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UII Press.
Jakarta.
Khan, A.G., C. Kuek., Chaudrhry., C.S. Khoo & W.J. Hayes. 2000. Role of Plant,
Mycorrhizae and Phytochelator in Heavy Metal Contaminated Land Remediation.
Chemosphere 41:197 207.
Lasari, D.P., 2010. Bakteri, Pengolah Limbah Minyak Bumi yang Ramah
Lingkungan, Fakultas Sains & Teknik Universitas Soedirman.
Marsaoli, M., 2004. Kandungan Bahan Organik, N-Alkana, Aromatik Dan Total
Hidrokarbon Dalam Sedimen Di Perairan Raha Kabupaten Muna, Sulawesi
Tenggara, Makara, Sains, Vol. 8, No. 3.
Peter, Max. And Clous D. Timeraus, 1989. Plant Design and Economic For
Chemical Engeener, International Edition, Singapore.
Prijambada, I.D., Jaka, W., 2006. MITIGASI DAN BIOREMEDIASI LAHAN TAMBANG
MINYAK, Seminar Nasional PKRLT Fakultas Pertanian UGM, Sabtu 11 Feb 2006.
R.C. Clark Jr., W.D. Macleod Jr., In: D.C. Malins (Ed.), Effects of petroleum on arctic
and subarctic marine environments and organisms, vol. I, Academic Press, New
York, 1977.
Rossiana, N., Supriatun, T., Dhahiyat, Y., 2007. Fitoremediasi Limbah Cair Dengan
Eceng Gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solms) Dan Limbah Padat Industri
Minyak Bumi Dengan Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) Bermikoriza,
Laporan Penelitian Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Padjadjaran.
Salt, D.E., R.D. Smith & I. Raskin. 1998. Annual Review Plant Physiology and Plant
Molecular Biology : Phytoremediation. Annual Reviews. USA. 501662.
Susilo, 2006. Studi Penanganan Limbah Solvent Sisa Analisis Acidity Untuk
Pengendalian Pencemaran Lingkungan Di Pertamina UP IV Cilacap, Tesis Program
Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.
W.A. Maher, J. Bagg, D.J. Smith, Int. J. Environ. Anal. Chem. 7 (1979) 1.
Yani, M., Agung, D.S., Fitria, R.E., Nastiti, S.I., 2007. Pengembangan Bioremendasi
Dengan Teknik Slurry Bioreaktor Untuk Pengolahan Sludge I Sedimen Tercemar
Minyak Bumi, Seminar Nasional Perhimpunan Perikanan dan IImu Kelautan
Indonesia Bogor.