Anda di halaman 1dari 15

PENGOLAHAN LIMBAH CPO DI INDUSTRI

1. Pengolahan Limbah CPO Di PT. Muriniwood Indah Industri (MII)


Teknologi pengolahan limbah kelapa sawit saat ini sudah bermacam-
macam dan memiliki tujuan yang berlainan. Masing-masing teknologi memiliki
kelebihan dan kelemahan. Oleh karena itu, jika kita ingin memilih teknologi mana
yang akan digunakan haruslah disesuaikan dengan kondisi PKS (Pabrik Kelapa
Sawit ) juga kemampuan finansial. Limbah pabrik kelapa sawit yang berasal dari
proses pengolahan tandan buah sawit segar menghasilkan dua jenis limbah, dalam
bentuk padat dan limbah cair buangan pabrik atau Palm Oil Mill Effluent
(POME). Limbah padat tersebut dihasilkan dari serat, cangkang, tandan kosong
dan pelepah daun. Penumpukan limbah padat terbanyak dihasilkan adalah tandan
kosong, mencapai 20 juta ton pertahunnya. Produksi tandan kosong kelapa sawit
adalah berkisar 20% hingga 35% dari total berat tandan buah segar yang diproses.
1.1. Limbah Padat
Jenis limbah padat industri kelapa sawit adalah tandan kosong kelapa
sawit (TKKS). Limbah padat yang ada pada PT Muriniwood Indah Industri ini
berupa janjang kosong kelapa sawit, cangkang dan fiber. Limbah padat tersebut
dihasilkan dari serat, cangkang, tandan kosong dan pelepah daun. Dimana janjang
kosong diaplikasikan langsung ke perbunan untuk dijadikan pupuk kompos,
sedangkan untuk cangkang dan fiber digunakan sebagai bahan bakar boiler atau
pembangkit tenaga uap. Limbah padat mempunyai ciri khas pada komposisinya,
dengan komponen terbesar adalah selulosa, disamping komponen lain meskipun
lebih kecil seperti abu, hemiselulosa, dan lignin.

Tabel 1. Komposisi kimiawi tandan kosong kelapa sawit (TKKS)


Komposisi Kadar %
Abu 15
Selulosa 40
Lignin 21
Hemiselulosa 24
(Sumber: Fauzi, 2005)

1.2. Limbah Cair


Limbah cair juga dihasilkan pada proses pengolahan kelapa sawit. Limbah
ini berasal dari kondensat, stasiun klarifikasi, dan dari hidrolisilikon. Limbah
kelapa sawit ini memiliki kadar bahan organik yang tinggi. Tingginya kadar
tersebut menimbulkan beban pencemaran yang besar, karena diperlukan degradasi
bahan organik yang lebih besar pula. Lumpur (sludge) disebut juga lumpur primer
yang berasal dari proses klarifikasi merupakan salah satu limbah cair yang
dihasilkan dalam proses pengolahan kelapa sawit, sedangkan lumpur yang telah
mengalami proses sedimentasi disebut lumpur sekunder. Kandungan bahan
organik lumpur juga tinggi. Limbah cair dari proses pengolahan minyak sawit di
berasal dari kondensad perebusan dan dari stasiun klarifikasi.
Limbah kelapa sawit memiliki kadar bahan organik yang tinggi, tingginya
kadar tersebut menimbulkan beban pencemaran yang besar karena diperlukan
degradasi bahan organik yang lebih besar pula. Lumpur (sludge) merupakan
lumpur primer yang berasal dari condensed perebusan dan stasiun klarifikasi
sedangkan lumpur sekunder merupakan lumpur yang telah mengalami proses
sedimentasi dimana kandungan bahan organiknya tinggi yaitu pH 3-5, yang
berbahaya bagi lingkungan jika langsung di alirkan ke masyarakat.
Limbah cair industri kelapa sawit memiliki kadar air 95%, 4.5% padatan
dalam bentuk terlarut (tersuspensi) dan 0.5-1% sisanya minyak dan lemak emulsi.
BOD dan COD yang tinggi dari baku mutu limbah cair akan membebani
lingkungan. Oksigen yang terlarut dalam badan air akan digunakan untuk
menguraikan limbah tersebut sehingga akan terjadi defisit oksigen. Setelah terjadi
defisit oksigen, maka akan terjadi perombakan bahan organik yang terdapat pada
limbah industri kelapa sawit secara anaerob. Bahan organik akan diuraikan
menjadi gas metan dan gas karbondioksida serhingga akan mengeluarkan bau
yang tidak enak karena proses anaerob juga akan menghasilkan gas H2S.
BOD (Biological Oxygen Demand) adalah angka yang menunjukkan
jumlah bahan organik yang terkandung didalam air setara dengan jumlah oksigen
yang dibutuhkan mikroba untuk merombaknya.Jumlah oksigen yang dibutuhkan
mikroba dapat diketahui berdasarkan selisih jumlah oksigen yang diberikan
dengan sisa oksigen terlarut dalam air limbah. COD (Chemical Oxygen Demand)
adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan yang terkandung dalam
limbah untuk proses perombakan secara kimiawi.
1.2.1. Kolam Penampungan Limbah Cair
Secara konvensional pengolahan limbah cair dipabrik kelapa sawit
dilakukan secara biologis dengan menggunakan sistem kolam penampungan
limbah cair. Limbah cair diproses didalam suatu kolam anaerobik dan aerobik
dengan memanfaatkan mikroba sebagai perombakan BOD dan menetralisir
keasaman cairan limbah.Waktu yang dibutuhkan untuk merombak bahan organik
yang terdapat dalam limbah cair adalah 120 -140 hari.
1.2.2. Final Effluent
Final effluent merupakan hasil buangan akhir dari stasiun kalrifikasi dan
dari kondesad perebusan. Pada final effluent ini bertujuan untuk mengetahui
berapa losiss minyak yang terikut selama proses pengolahan berlangsung. Untuk
final effluent diharapkan memiliki standar losiss sebesar 0,77%. Setelah berasal
dari final effluent, limbah cair tersebut kemudian dialirkan menuju deoling pond..
1.2.3. Kolam Pemisah Minyak (De-Oiling Pond)
Air limbah yang berasal dari final effluent dialirkan menuju bak pemisah
minyak, dengan kandungan minyak kurang dari 1 % di air limbah.
1.2.4. Kolam Perombakan Anaerobik Primer I & II
`Limbah yang berasal dari pemisah minyak diikuti dengan mengalirkan
bahan aktif dari kolam pengasaman kedalam kolam anaerobik primer. Pengubahan
senyawa organik majemuk terjadi disini, menjadi senyawa asam yang mudah
menguap. Bakteri yang berperan adalah bakteri penghasil asam. BOD dan COD
mengalami penurunan dalam suasana netral. Hidrolik retention time dikolam ini
adalah 40 hari.
1.2.5. Kolam Perombakan Anaerobik Sekunder I & II
Pada kola mini terjadi perubahan asam yang mudah menguap menjadi
asam asetat kemudian menjadi gas CO, CH dan H 2O. Hidrolik retention time
selama 24 hari dengan effisiensi 80%. Pengolahan limbah secara anaerobik
merupakan proses degradasi senyawa organik seperti karbohidrat, protein dan
lemak yang terdapat dalam limbah cair oleh bakteri anaerobik tanpa kehadiran
oksigen menjadi biogas yang terdiri dari CH4 (50-70%), serta N 2, H2, H2S dalam
jumlah kecil. Setelah proses anaerobik, dilanjutkan lagi ke pengolahan limbah
secara aerobik.
1.2.6. Kolam Fakultatif
Pada permukaan kolam terjadi oksidasi aerobik, lumpur mengendap
didasar kolam mengalami fermentasi anaerobik. Pada tahap ini terjadi penurunan
COD dan BOD. Retention time selama 8 hari.
1.2.7. Kolam Aerobik
Pada kolam aerobik ini bakteri memerlukan udara untuk pertumbuhan
maupun respirasi. Dengan retensi selama 14 hari kolam ini dapat meningkatkan
effisiensi perombakan sehingga menurunkan BOD dan COD.

2. Pengolahan Limbah CPO Di PT. Perkebunan Nusantara V Sei Pagar


Limbah padat yang keluar dari PKS meliputi tandan kosong (tankos)
dengan persentase sekitar 23% terhadap TBS, abu boiler (sekitar 0.5% terhadap
TBS), serat (sekitar 13.5% terhadap TBS) dan cangkang (sekitar 5.5% terhadap
TBS). Limbah padat yang keluar dari PKS umumnya tidak memerlukan
penanganan yang rumit. Limbah padat dapat digunakan lagi sebagai bahan bakar,
pupuk, pakan ternak, dan juga bisa dijual untuk menghasilkan pendapatan
tambahan. Serat, cangkang dan tankos bisa digunakan sebagai bahan bakar. Abu
boiler dapat diaplikasikan langsung sebagai sumber pupuk kalium, tankos sebagai
pupuk dengan cara menjadikan mulsa dan pengomposan.
Terdapat dua sumber pencemaran gas yang keluar dari PKS yaitu boiler
yang menggunakan serat dan cangkang sebagai bahan bakar dan juga incinerator
yang membakar tankos untuk mendapatkan abu kalium. Pada saat ini incinerator
sudah mulai ditinggalkan. Limbah yang menjadi perhatian di PKS adalah limbah
cair atau yang lebih dikenal dengan POME (palm oil mill effluent). POME ialah
air buangan yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit utamanya berasal kondensat
rebusan, air hidrosiklon, dan sludge separator. Setiap ton TBS yang diolah akan
terbentuk sekitar 0,6 hingga 1 m3 POME. POME kaya akan karbon organik
dengan nilai COD lebih 40 g/L dan kandungan nitrogen sekitar 0,2 dan 0,5 g/L
sebagai nitrogen ammonia dan total nitrogen. Sumber POME berasal dari unit
pengolahan yang berbeda, terdiri dari:
1. 60% dari total POME berasal dari stasiun klarifikasi
2. 36% dari total POME berasal dari stasiun rebusan
3. 4 % dari total POME berasal stasiun inti.
2.1. Teknologi Pengelolaan POME
Teknologi pengelolaan POME umumnya dengan menggunakan teknologi
kolam terbuka yang terdiri dari kolam anaerobik, fakultatif dan aerobik dengan
total waktu retensi sekitar 90-120 hari. Teknologi kolam terbuka ini memerlukan
lahan yang luas (5-7 ha), biaya pemeliharaan yang cukup besar dan menghasilkan
emisi gas metana ke udara bebas. Saat ini pengelolaan POME dengan hanya
menggunakan kolam terbuka mulai dianggap kurang efisien dan kurang ramah
lingkungan. Para pemilik atau pengelolan PKS sudah mulai merubah dengan
memodifikasi kolam yang ada dengan teknologi pengelolaan lainnya.
Ada beberapa teknologi pengolahan POME yang baru saat ini, diantara
teknologi yang baru itu adalah membran dan terakhir terdengar dengan
elektrokoagulasi. Munculnya atau adanya perkembangan teknologi pengelolaan
POME ini disebabkan oleh beberapa maksud dan tujuan tertentu.
1. Mendapatkan teknologi yang lebih ramah lingkungan (environmental
friendly). Teknologi ini umumnya adalah menghindari gas rumah kaca
khususnya gas metana lepas ke atmosfer.
2. Mendapatkan nilai tambah secara ekonomi (economic benefit). Teknologi
ini dilakukan dengan cara mendapatkan produk baru yang dapat dijual
dengan memanfaatkan POME.
3. Memudahkan operasional pengelolaan, terutama kepada para pekerja di
PKS.
4. Keterbatasan lahan di area PKS untuk menggunakan sistem kolam terbuka
(limited area).
Dari beberapa tujuan diatas, saat ini terdapat beberapa teknologi pengelolaan
POME selain sistem kolam terbuka. Adapun teknologi itu diantaranya adalah:
1. Pengelolaan aerob dengan menggunakan kolam aerobik (aerobic pond).
Teknologi ini digunakan untuk menghindari terbentuknya gas metan.
Teknologi ini jarang digunakan karena memerlukan tenaga yang besar
untuk menggerakkan aerator.
2. Teknologi pengeringan (drying process), teknologi ini tidak sesuai karena
memerlukan biaya dan energi yang besar untuk menguapkan air dalam
POME.
3. Aplikasi tanah (land application), sistem ini tidak disarankan karena
memerlukan biaya yang cukup besar. Selain itu teknologi ini masih
memerlukan kolam tanpa udara dan masih menghasilkan gas metan.
4. Penggunaan tandan kosong kelapa sawit menjadi kompos, POME
digunakan sebagai bahan penyiram pada proses pengomposan tandan
kosong kelapa sawit. Teknologi ini memerlukan sedikit investasi yang
tinggi tetapi mendapat keuntungan dengan hasil penjualan kompos.
5. Penggunaan POME untuk menghasilkan energi. Teknologi penangkapan
gas metana ada yang membangun tangki (biogas reactor) baru yang
berada diatas permukaan atau dengan menutup kolam limbah yang ada
dengan menggunakan penutup dengan bahan parasut tebal (covered
lagoon).
6. POME juga dilaporkan dapat menghasilkan gas Hidrogen sebagai energi.
POME menghasilkan gas hidrogen dengan menggunakan teknologi elektro
koagulasi.
Industri berbasis kelapa sawit merupakan investasi yang relatif
menguntungkan, namun demikian perlu diperhatikan pula beban pencemaran yang
ditimbulkan bila tidak dilaksanakan dengan baik. Setiap ton tandan buah segar
yang diolah menghasilkan limbah cair sekitar 50% dibandingkan dengan total
limbah lainnya, sedangkan tandan kosong sebanyak 23%. Setiap 1 ton CPO
menghasilkan limbah cair sebanyak 5 ton dengan BOD 20.000 - 60.000 mg/l.

Limbah yang dihasilkan PKS (Pabrik Kelapa Sawit) ada yang berupa
limbah padat dan limbah cair. Limbah padat berupa cangkang dan fiber digunakan
sebagai bahan bakar boiler atau coir mesh dan tandan kosong dimanfaatkan
kembali sebagai mulsa (pupuk bagi tanaman). Pada mulanya, strategi pengelolaan
lingkungan didasarkan pada pendekatan kapasitas daya dukung (carrying
capacity approach). Keterbatasan daya dukung lingkungan secara alami dalam
menetralisir pencemaran membuat strategi pengelolaan pencemaran berkembang
ke arah pendekatan mengolah limbah yang terbentuk (end of pipe treatment).
Limbah cair yang dihasilkan harus mengikuti standar yang sudah
ditetapkan dan tidak dapat dibuang/diaplikasikan secara langsung karena akan
berdampak pada pencemaran lingkungan. Parameter yang menjadi salah satu
indikator kontrol untuk pembuangan limbah cair adalah angka biological oxygen
demand (BOD). Angka BOD berarti angka yang menunjukkan kebutuhan
oksigen. Jika air limbah mengandung BOD tinggi dibuang ke sungai maka
oksigen yang ada di sungai tersebut akan terhisap material organik tersebut
sehingga makhluk hidup lainnya akan kekurangan oksigen.
Sedangkan angka chemical oxygen demand (COD) adalah angka yang
menunjukkan suatu ukuran apakah dapat secara kimiawi dioksidasi. Fungsi dari
pengolahan limbah (effluent treatment) adalah untuk menetralisir parameter
limbah yang masih terkandung dalam cairan limbah sebelum diaplikasikan (land
aplication). Mutu limbah cair yang dapat dialirkan ke sungai adalah: BOD 3.500
hingga 3.000 mg/liter, Minyak dan lemak 600 mg/liter, dan pH 6.
Limbah cair kelapa sawit berasal dari kondensat, stasiun klarifikasi dan
hidrocyclon atau yang lebih dikenal dengan istilah Palm Oil Mill Effluent (POME)
merupakan sisa buangan yang tidak bersifat toksik (tidak beracun), tetapi
memiliki daya pencemaran yang tinggi karena kandunganorganiknya dengan nilai
BOD berkisar 18.000- 48.000 mg/L dan nilai COD berkisar 45.000-65.000 mg/L.
Limbah cair yang dihasilkan tersebut harus dikelola dengan baik agar tidak
menimbulkan pencemaran lingkungan. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dibuat
tindakan pengendalian limbah cair melalui sistem kolam yang kemudian dapat
diaplikasikan ke lahan. Limbah cair dalam sistem kolam terdiri dari beberapa
tahapan, yaitu:
1. Kolam Pendinginan. Agar proses Limbah cair pabrik kelapa sawit
memiliki temperatur 75-90C
2. Kolam Pengasaman Pada kolam pengasaman akan terjadi penurunan pH
dan pembentukan karbondioksida. Proses pengasaman ini dibiarkan
selama 30 hari.
3. Kolam Pembiakan Bakteri Pada fase ini terjadi pembiakan bakteri, bakteri
tersebut berfungsi untuk pembentukan methane, karbondioksida dan
kenaikan pH. Proses pembiakan bakteri hingga limbah tersebut dapat
diaplikasikan memerlukan waktu 30-40 hari.

Gambar 1. Blok Diagram Pengolahan Limbah Pabrik Kelapa Sawit


(Sumber: Fauzi.2005)

2.1. Fat Pit


Limbah dari PKS dialirkan masuk kedalam fat pit. Pada fat pit ini terjadi
pemanasan dengan menggunakan steam dari BPV. Pemanasan ini diperlukan
untuk memudahkan pemisahan minyak dengan sludge sebab pada fat pit ini masih
dimungkinkan untuk melakukan pengutipan minyak dengan menggunakan
skimmer. Limbah dari fat pit ini kemudian dialirkan ke kolam cooling pond yang
berguna untuk mendinginkan limbah yang telah dipanaskan.
2.2. Cooling Pond
Selain untuk mendinginkan limbah, cooling pond juga berfungsi untuk
mengendapkan sludge. Setelah dari cooling pond I limbah kemudian masuk ke
cooling pond II untuk dilakukan proses pendinginan. Limbah dari cooling pond II
kemudian dialirkan ke kolam anaerobic I, II dan III.
2.3. Kolam Anaerobik
Pada kolam anaerobik ini terjadi perlakuan biologis terhadap limbah
dengan menggunakan bakteri metagonik yang telah ada di kolam. Unsur organik
yang terdapat dalam limbah cair digunakan bakteri sebagai makanan dalam proses
mengubahnya menjadi bahan yang tidak berbahaya bagi lingkungan. Pada kolam
anaerobic terjadi penurunan BOD dan kenaikan pH minimal 6. Ketebalan scum
pada kolam anaerobik tidak boleh > 25 cm, jika ketebalannya telah melebihi 25
cm maka itu merupakan tanda bahwa bakteri sudah kurang berfungsi.
2.4. Maturity Pond
Setelah dari kolam anaerobik, limbah masuk ke kolam maturity pond yang
berfungsi untuk pematangan limbah (serta kenaikan pH dan penurunan BOD). Di
maturity pond ini terdapat pompa yang berfungsi mensirkulasikan limbah kembali
ke kolam anaerobik. Kegunaan sirkulasi adalah untuk membantu menurunkan
suhu dan menaikkan pH di kolam anaerobik I, II, dan III.
2.5. Kolam Aplikasi
Setelah dari maturity pond limbah kemudian masuk ke kolam aplikasi
yang merupakan tempat pembuangan akhir limbah. Limbah yang terdapat pada
kolam aplikasi ini digunakan untuk pupuk tanaman kelapa sawit (land
application). Ada beberapa pilihan dalam pengelolaan limbah cair PKS setelah
diolah di kolam pengelolaan limbah (IPAL) diantaranya adalah dibuang ke badan
sungai atau diaplikasikan ke areal tanaman kelapa sawit yang dikenal dengan land
application. Pembuangan limbah cair ke badan sungai bisa dilakukan dengan
syarat telah memenuhi baku mutu yang ditetapkan oleh peraturan perundangan.
Model alternatif lainnya dalam pengelolaan efluen adalah dengan
mengaplikasikan ke areal pertanaman kelapa sawit (land application), sebagai
sumber pupuk dan air irigasi. Banyak lembaga penelitian yang melaporkan bahwa
efluen banyak mengandung unsur hara yang cukup tinggi. Potensi ini menjadi
semakin penting artinya dewasa ini karena harga pupuk impor yang meningkat
tajam serta kerap terjadinya musim kemarau yang berkepanjangan. Pemanfaatan
limbah cair PKS melalui land application telah menjadi hal yang rutin dilakukan
di perkebunan besar dengan hasil yang baik, yaitu dapat meningkatkan produksi
kelapa sawit tanpa menimbulkan dampak negatif yang berarti terhadap
lingkungan.
3. Pengolahan Limbah CPO Di PT. Surya Dumai Grup, Riau
Didalam proses pembuatan minyak sawit mentah CPO (Crude Palm Oil)
melalui Tandan Buah Segar (TBS) maka akan dihasilkan berbagai macam air
buangan/limbah. Pada proses pemanasan dan sterilisasi, TBS diolah secara
sterilisasi uap dengan tekanan uap 2.5-3.0 kg/cm2, suhu 135-140C selama 90-100
menit. Pertama dihasilkan air limbah drain (kondesat) dari setiap proses memakai
sterilizer di proses ini. Pada proses ekstraksi berikutnya, CPO diperas dengan
memasukkan bahan baku ke dalam screw press. Pada proses ini, adakalanya air
yang mengandung minyak merembes keluar dari berbagai fasilitas. Pada proses
purifikasi CPO ditambahkan air pemanas bersuhu 90C, lalu CPO dimurnikan
dengan mengekstrak zat pengotor di dalam CPO ke sisi lapisan air pemanas. Dari
proses ini, kandungan minyak yang ada di dalam air limbah panas berkisar 1%.
Setelah itu, minyak yang telah dikumpulkan melalui pengutip minyak
dikembalikan ke proses purifikasi, dan dikumpulkan sebagai CPO. Air limbah
yang dihasilkan dan proses pemisahan minyak & air masih mengandung minyak,
karena itu selain dan kandungan minyak terpisah mengapung pada tangki
adjusting, kandungan padatan juga akan mengendap.
Terdapat beberapa macam air limbah yang dihasilkan di Pabrik Kelapa
Sawit (PKS), antara lain air limbah yang dihasilkan dan proses pembuatan CPO,
air limbah yang mengalir bersama air hujan yang dihasilkan di lokasi penempatan
TBS di dalam pabrik, air limbah yang merembes keluar ke lantai di dalam pabrik
dari fasilitas produksi & pipa dll (termasuk yang tercampur dengan air hujan), air
limbah dan fasilitas utiliti seperti boiler dll, dan air limbah umum dari kantor dan
lainnya. Pada pabrik yang umum, semua air limbah ini dijadikan dalam satu
penampungan lalu diolah.
3.1. Teknologi Pengolahan Limbah Cair dengan Sistem Kolam Stabilisasi
Anaerob
Baku mutu limbah cair yang diberlakukan pada limbah cair dari pabrik
kelapa sawit adalah ditetapkan melalui Kepmen LH Nomor 51 Tahun 1995
tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri. Selanjutnya pengukuran
volume air limbah harus dilakukan setiap hari. Dari sudut pandang lingkungan,
konsep eliminasi limbah Zero Emissions merupakan solusi akhir dari
permasalahan pencemaran yang mengancam ekosistem baik dalam skala lokal
maupun dalam skala global. Selain itu, penggunaan maksimal bahan mentah yang
dipakai dan sumber-sumber yang terbaharui (renewable) menghasilkan
keberlanjutan (sustainable) penggunaan sumber daya alam dan penghematan
(efisiensi) terutama bagi limbah yang masih mempunyai nilai ekonomi.
Aplikasi Zero Emissions pada Industri Kelapa Sawit berarti meningkatkan
daya saing dan efisiensi karena semua sumber daya digunakan secara maksimal
yaitu memproduksi lebih banyak dengan dengan bahan baku yang lebih sedikit,
oleh sebab itu Zero Emissions dapat dipandang sebagai suatu standar efisiensi.
Kegiatan kebun dan pabrik pengolahan kelapa sawit merupakan kegiatan yang
sangat memungkinkan penerapan konsep Zero Emissions, dimana hampir semua
limbah yang dihasilkan dapat dimanfaatkan kembali mulai dari pelepah sampai
limbah cair. Untuk menyatakan kisaran/tingkatan pengolahan digunakan istilah
seperti pengolahan primer, pengolahan sekunder dan pengolahan tersier, yang
perbedaannya adalah sebagai berikut:
1. Pengolahan primer. Utamanya adalah mengelhninasi/penghilangan
senyawa apung secara fisika, dan target eliminasi/penghilangan adalah
SS atau minyak dengan screen, endap atau apung.
2. Pengolahan sekunder : proses eliminasi/penghilangan senyawa organic
(BOD) di dalam air limbah melalui metoda biologi seperti teknik lumpur
aktif, dll.
3. Pengolahan tersier : proses eliminasi/penghilangan senyawa organic
(BOD, COD), garam nutrisi (nitrogen, fosfor) yang tidak bisa
dieliminasi/dihilangkan pada tahapan sekunder dan unsur lainnya.
Proses biologis dapat mengurangi konsentrasi BOD limbah hingga 90%.
Dekomposisi anaerobik meliputi penguraian bahan organik majemuk menjadi
senyawa asam organik dan selanjutnya diurai menjadi gas dan air. Selanjutnya air
limbah dialirkan ke dalam kolam pengasaman dengan waktu penahanan hidrolis
(WPH) selama 5 hari. Air limbah di dalam kolam ini mengalami asidifikasi yaitu
terjadinya kenaikan konsentrasi asam-asam mudah menguap (Volatile Fatty Acid)
sehingga air limbah yang mengandung bahan organik lebih mudah mengalami
biodegradasi dalam suasana anaerobik. Sebelum diolah di Unit Pengolahan
Limbah (UPL) anaerobik, limbah dinetralkan terlebih dahulu dengan
menambahkan kapur tohor hingga mencapai pH antara 7,0-7,5. Pengendalian
lanjutan dapat dilakukan dengran proses biologis seperti berikut :
3.2. Proses Biologis Anaerobik Aerasi
Penanganan ini merupakan alternatif pertama yang dianjurkan dan
didasarkan atas biaya pembangunan UPL yang cukup efektif dan kemampuan
sistem untuk mengolah air limbah sampai rnencapai baku mutu yang ditetapkan,
atau BOD < 100 mg/L. Meskipun PBAn-Fakultatif merupakan pilihan kedua
rnemberikan biaya operasi dan pemeliharaan yang relatif rendah, namun
kemampuan untuk mengolah limbah masih lebih baik dengan cara PBAn-Aerasi.
Disamping itu lahan yang diperlukan untuk PBAn-Aerasi, sekitar 60% lebih kecil
dari pada pemakaian lahan keperluan PBAn-Fak. Penanganan PBAn-Aerasi
terdiri dari beberapa komponen utama berikut :
1. Peralatan pengukur aliran (baskulator atau flow monitoring)
2. Kolam pengasaman 2 unit paralel dengan WPH masing-masing 2,5 hari
3. Kolam Anaerobik Primer dan sekunder masing-masing 2 unit dengan
WPH masing-masing selama 40 dan 20 hari.
4. Kolam aerobik dengan aerasi lanjut yang dilengkapi dengan aerator
permukaan dengan WPH selama 15 hari.
5. Kolam pengendapan dengan WPH selama 2 hari.
Waktu penahanan hidrolis dengan sistem ini yaitu selama 137 hari, dengan
volume kolam antara 95.900 - 102.750 m3. Air limbah yang dibuang dari UPL ini
telah memenuhi baku mutu limbah cair sesuai dengan keputusan Menteri
Lingkungan Hidup dengan BOD 100 mg/1 dan pH 6-9. Jika limbah cair dialirkan
ke areal tanaman kelapa sawit dan tidak menimbulkan dampak yang merugikan,
maka biaya investasi dan pengoperasiannya berkurang antara 50 - 60%. Dengan
proses biologis dalam suasana anaerobik dan aerobik, terjadi biodegradasi bahan
organik menjadi senyawa asam dan gas, sedangkan mineral sedikit berkurang
selama proses tersebut.
Ciri utama yang diusulkan dengan disain tersebut berkaitan dengan bak
pengutipan minyak dengan WPH 2 jam dan susunan UPL anaerobik sebanyak 4
unit. Bak pengutipan minyak dengan WPH selama 2 jam dengan kedalaman 1,5 m
dibangun untuk mengutip kembali minyak dan selanjutnya limbah yang berasal
dari stasiun rebusan dan klarifikasi dipisahkan alirannya dengan WPH selama 8
jam. Bak pengutipan minyak dilengkapi dengan pompa untuk mengembalikan
minyak (resirkulasi) ke tempat pengumpulan. Oleh karenanya, perlu dihindarkan
agar air pencuci tidak dialirkan ke dalam bak pengumpul untuk mengurangi
volume limbah. Selain itu perlu diketahui bahwa dalam mengantisipasi penurunan
kualitas air. Pemerintah telah mengeluarkan PP No 20 Tahun 1990 tentang
pengendalian pencemaran air, dan Menteri Negara Lingkungan Hidup telah
mengeluarkan Keputusan Menteri tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan
industri.

Gambar 2. Blok Diagram Pengolahan Limbah Pabrik Kelapa Sawit


(Sumber: Derom.2013)

3.3. Proses Biologis Anaerobik-Fakultatif


Proses ini memungkinkan biaya operasi dan pemeliharaan relative rendah,
hanya saja diperlukan energi untuk memindahkan pompa untuk mengalirkan
limbah dan pembuangan lumpur. Jika kolam sudah penuh, dan alirannya secara
gravitasi, pemakaian energi menjadi berkurang namun biaya operasi dan
pemeliharaan secara periodik masih diperlukan Jika biaya pembebasan lahan tidak
termasuk dalam pembangunan UPL tersebut, maka biaya investasi dengan cara ini
sebanding dengan alternatif pertama.
Proses Anaerobik-Fakultatif kurang baik dalam penurunan kualitas air
limbah, terutama pada puncak panen dan kondisi fluktuasi, dan hal ini merupakan
salah satu kerugian yang ditimbulkan oleh sistem tersebut. Pengamatan lainnya
yang menimbuikan kerugian adalah luas areal yang diperlukan untuk UPL. Oleh
karenanya dianjurkan proses anaerobik-fakultatif digunakan hanya untuk
mengolah limbah PKS saja. Proses yang berlangsung dalam sistem ini sama
dengan PBAn- Aerasi lanjut. Peralatan dan komponen yang diperlukan adalah
seperti berikut:
1. Fasititas pengukur aliran.
2. Bak pengutipan minyak, 1 unit dengan WPH selama 2 jam.
3. Kolam pengasaman 2 unit paralel dengan WPH selama 2,5 hari.
4. Kolam anaerobik primer, dan sekunder masing-masing 2 unit dengan
W.PH berturut-turut selama 40 dan 20 hari.
5. Kolam fakultatif, 1 unit dengan WPH selama 15 hari.
6. Kolam alga/aerobik, 3 unit dengan WPH masing-masing 7 hari.
7. Bak penampung dan pengering lumpur.
DAFTAR PUSTAKA

Anindito, I, A. 2007. Industri Kelapa Sawit dan Minyak Goreng Sawit.


Universitas Islam. Jakarta
Derom, B. 2013. Indonesia masih jadi produsen CPO terbesar
dunia.http://www.investor.co.id/home/indonesia-masih-jadi-produsen-cpo-
terbesar-dunia/56652.(Diakses pada 24 Februari 2017).
Departemen Pertanian RI. 2006. Pedoman Pengelolaan Limbah Industri Kelapa
Sawit. Jakarta
Elida, M. 2007. Sanitasi dan Keamanan Pangan.Bahan ajar berbasis multimedia.
Politeknik Pertanian Universitas Andalas.
Elida, M. 2010. Sanitasi dan Keamanan Pangan.BKPM. Politeknik
PertanianUniversitas Andalas. Payakumbuh
Fauzi, Y. 2005. Kelapa Sawit Budidaya Femanfaatan Hasil dan Limbah Analisis
Usaha Dan Pemasaran. Penebar Swadaya. Jakarta. 168

Anda mungkin juga menyukai