Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 latar Belakang Masalah

limbah cair pabrik kelapa sawit ( LCPKS ) adalah salah satu produk
samping dari pabrik minyak kelapa sawit yang berasal dari : Air kondensat
dari proses sterilisasi, air dari proses klarifikasi, dan air pencucian pabrik.
Dimana 1 ton kelapa sawit bisa menghasilkan 60-65 % limbah cair dari 20 %
minyak. PT. UKINDO OIL MILL BLANGKAHAN memiliki kebun 8000
hektar dengan pabrik pabrik kelapa sawit kapasitas 45 ton/jam dimana
pengolahan TBS ( Tandan Buah Segar ) dilakukan selama 24 jam, sehingga
TBS yang diolah sekitar 800 ton/hari yang akan menghasilkan ton/hari
limbaha cair ( PT. UKINDO OIL MILL BLANKAHAN ).

Temperatur merupakam faktor yang sangat penting untuk


mempertimbangkan selama proses digestasi anaerobik. Suhu atau temperatur
yang biasanya digunakan untuk digestasi anaerob dalam proses biogas sekitar
30- 37C ( mesofilik ) atau 50-60C ( termofilik ), tetapi PT. UKINDO OIL
MILL BLANKAHAN menggunakan sistem termofilik untuk proses digestasi
anaerobik. Meningkatkan suhu beberajat dapat meyebabkan gangguan proses.
Menurunkan suhu beberapa derajat mungkin tidak mengganggu banyak
proses, tetapi mfermentasi dan menyebebkan ketidakseimbangan antara
fermentasi dan pembentukan metana. Umumnya produksi metana lebih
sensitif terhadap fluktuasi suhu dari mikroorganisme lain dalam proses
biogas.

Untuk mengurangi komponen pencemaran utama yang terdapat dalam


limbah cair kelapa sawit untuk mempermudah mikroorganisme
metanogenesis mengurangi makromolekul ( minyak dan lemak tersebut )
menjadi metana lebih cepat sehingga mempersingkat waktu retensi untuk
menghasilkan biogas dengan kandungan metan yang maksimum dan
meminimumkan kandungan hidrogen sulfida. Sehingga dapat diaplikasikan
ke skala yang lebih besar untuk memanfaatkan limbah cair pabrik kelapa
sawit di Indonesia untuk menghasilkan biogas sebagai salah satu energi
alternatif.
. Suhu term0filik menghasilkan perpindahan massa yang lebih baik dan
tingkat penguraiannya yang lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi
mesofilik. Suhu yang stabil memberikan hasil yang lebih baik dari pada suhu
yang berfluktuasi. Pemanfaatan limbah cair yang saat ini dilakukan untuk gas
engine, koneksi jaringan hanya berlaku untuk pabrik yang menjual listrik ke
PLN pupuk, dan juga kompos. Melihat potensi yang ada ,maka limbah cair
memungkinkan digunakan sebagai media untuk pertumbuhan mikroalga.
Mikroalga selanjutnya dapat menghasilkan biomassa yang akan dijadikan
sebagai sumber bahan bakar boiler.

Biogas merupakan gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobic atau


fermentasi dari bahan-baha organik termasuk diantaranya kotoran manusia
dan hewan, limbah domestik ( rumah tangga ), sampah biodegradable atau
setiap limbah organik yang biogradable dalam kondisi anaerobik. Biogas
merupakan reneeable energy yang dapat dijadikan bahan bakar. Biogas juga
sebagai salah satu jenis bioenergi yang di defenisikan sebagai gas yang
dilepaskan jika bahan-bahan organik seperti kotoran manusia, kotoran
ternak, jerami, sekam, sayur- sayuran dan limbah cair industri difermentasi
atau mengalami proses metanisasi.

Komposisi terbesar yang terkandung dalam biogas adalah methana 55- 70


% dan karbon dioksida 25-45 % serta sejumlah kecil, nitrogen dan hidrogen
sulfida, tetapi methan (CH4 ) yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Apabila
kandungan methan dalam biogas lebih dari 50 % maka biogas tersebut telah layak
digunakan sebagai bahan bakar.
Biogas kira-kira memilii berat 20% lebih ringan di bandingkan dengan udara dan
memiliki suhu pembakaran 650-750C. Biogas tidak berbau dan berwarna yang
apabila dibakar akan menghasilkan nyala api biru cerah seperti gas LPG. Nilai
kalor gas methan adalah 20MJ/m3 dengan effisiensi pembakaran 60 % pada
konvensional kompor gas ( Sri wahyuni, 2013 ).

Penggunaan limbah cair secara anaerobik sangat baik digunakan, karena


dapat menghasilkan biogas sambil mengurangi dan sekaligus mengurangi volume
limbah buangan. Metana dalam biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih dari
pada batu bara, dan biogas menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi
karbon dioksida yang lebih sedikit. Pemanfaatan biogas memegang peranan
penting dalam manajemen limbah karena metana merupakan gas rumah kaca yang
lebih berbahaya dalam pemanasan global bila dibandingkan dengan karbon
dioksida. Karbon dalam biogas merupakan karbon yang diambildari atmosfer oleh
fotosintesis tanaman sehingga bila dilepaskan lagi ke atmosfer tidak akan
menambah jumlah karbon di atmosfer bila dibandingkan dengan pembakaran
dengan bahan bakar lain.

Biogas yang dihasilkan dari instaisasi secara tidak langsung telah banyak
membawa manfaaat terhadap lingkungan. Limbah yang awalnya dibuang ke
sungai, kini dengan biogas dapat termanfaatkan dengan baik. Limbah tersebut di
proses di dalam instalisasi yang tidak menimbulkan bau yang menyengat. Ampas
atau sludge yang merupakan keluaran dari digester biogas dapat di proses kembali
menjadi pupuk organik. Biogas yang telah ada minimal mengurangi limbah yang
di buang ke sungai sehingga tingkat pencemaran sungai akibat limbah dapat di
kurangi. Biogas dapat digunakan secara langsung yaitu sebagai bahan bakar boiler
dan tidak langsung dengan mengkonversikan biogas menjadi energi listrik ( Ade
sri dkk,2015 ). Akhirnya penulisan ini mengkaji sebuah karya akhir dengan judul :

“ PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP PENGOLHAN LIMBAH CAIR


KELAPA SAWIT MENJADI GAS METAN PADA BIOGAS DI PT. UKINDO
OIL MILL BLANGKAHAN –LANGKAT ”
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian penulisan diatas, maka penulisan dapat mengambil dan
merumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
1. Bagaiman pengaruh suhu terhadap penguraian senyawa organik dan
produksi biogas yang dihasilakan ?
2. Bagaiman proses pemanfaatan biogas dari limbah cair kelapa sawit
menjadi gas engine sehingga menghasilkan listrik ?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian


1.3.1 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui berapa besar biogas yang dihasilkan dari limbah cair
kelapa sawit kapasitas 45 ton/jam.
2. Menganalisa pemanfaatan biogas dari limbah cair kelpa sawit sebagai
alternatif menghasilkan listrik.
1.3.2 Manfaat Penelitian
1. Mendapatkan besar biogas yang dihasilkan dari limbah cair kelapa
sawit kapasitas 45 ton/jam.
2. Mengubah limbah cair dari limbah kelapa sawit menjadi biogas
dengan proses yang singkat, yang merupakan salah satu energi
alternatif untuk penghematan penggunaan energi dari bahan bakar
fossil.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.2 Landasan Teori

1.2.1. Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit ( Palm Oil Mill Effluent )
Limbah cair pabrik kelapa sawit ( LCPKS ) adalah salah satu
produk samping dari pabrik minyak kelapa sawit yang berasal dari : Air
kondensat dari proses sterilisasi, air dari proses klarifikasi, dan air
pencucian pabrik. Limbah pabrik kelapa sawit memiliki kadar bahan
organik yang tinggi. Tingginya kadar tersebut menimbulkan beban
pencemaran yang besar karena diperlukan degredasi bahan organik yang
besar pula ( yan fauji, 2012 ).

Pabrik kelapa sawit menghasilkan 0,7-1 m3 limbah cair untuk setiap


ton tandan buah segar yang diolah. Limbah cair dari pabrik minyak kelapa
sawit ini umumnya ersuhu tinggi 70-80C, berwarna kecoklatan, memiliki
pH 3,5 -4,5, mengandung padatan terlarut dan tersuspensi berupa koloid
serta residu minyak dengan BOD (biological oxygen demand ) dan COD
( chemical oxygen demand ) yang tinggi. Apabila limbah cair ini langsung
dibuang ke perairan dapat mencemari lingkungan yang akan mengendap,
terurai secara perlahan, mengeluarkan bau yang tajam dan dapat merusak
ekosistem perairan ( Ade sri dkk, 2015 ).

Tabel 2.1. menyajikan sifat LCPKS yang mengandung berbagai


senyawa terlarut termasuk, serat-serat pendek, hemiselulosa dan
turunannya, protein, asam organik bebas dan campuran mineral – mineral.

Tabel 2.1. sifat LCPKS

Parameter Rata-rata
pH 4,3
Minyak 6000
BOD 25000
COD 50000
Total solid 40500
Suspended solid 18000
Total volatile solid 750
total Nitrogen
Mineral Rata-rata
Kalium 2270
Magnesium 615
Kalsium 440
Besi 47
Tembaga 0,9
Phosphorus 180
Semua dalam mg/l, kecuali pH

Sumber : Hardyanto ( 2011 )

Limbah cair kelapa sawit merupakan nutriet yang kaya akan senyawa
organik dan karbon, dekomposisi dari senyawa-senyawa organik oleh bakteri
anaerob dapat menghasilkan biogas ( suharto, 2011 ). Jika gas-gas tersebut tidak
diolah dan dibiarkan lepas ke udara bebas maka dapat menjadi salah satu
penyebab pemanasan global karena gas metan dan karbon diokasida yang
dilepaskan adalah termasuk gas rumah kaca yang disebut-sebut sebagai sumber
pemanasan global saat ini. Emisi gas metan 21 kali lebih berbahaya dari CO2 dan
metan merupakan salah satu penyumbangan gas rumah kaca terbesar ( sri
wahyuni, 2013 ).

Sebelum limbah cair ini dapat dibuang ke lingkungan maka, terlebih


dahulu harus diolah, agar sesuai dengan baku mutu limbah yang telah ditetapkan
oleh menteri lingkungan hidup. Tabel 2.4. berikut ini baku mutu untuk limbah
cair industri minyak kelapa sawit ( Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.51
Tahun 1995 ). Tabel 2.2. Baku Mutu Limbah Cair Industri Minyak Kelapa Sawit :
Parameter Kadar Beban
maksimum pencemaran
( mg/l ) maksimum ( kg/ton )
BOD 100 0,25
COD 350 0,88
TTS 250 0,63
Minyak dan lemak 25 0,063
Nitrogen total (sebagai N ) 50 0,125
Nikel (Ni ) 0,5 mg/L
Kobal ( Co ) 0,6 mg/L
pH 0,6 – 9,0
Debit limbah maksimum 2,5 m3 per ton produk minyak sawit
( CPO)

Sumber : Keputusann Menteri LH No.51 ( 1995 )

2.1.2 Pengolahan limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

Pengolah limbah cair pabrik kelapa sawit yang umum dilakukan adalah
dengan menggunakan unit pengumpulan ( fat fit ) yang kemudian dialirkan ke
deoiling ponds ( kolam pengutipan minyak ) untuk diambil kembali minyak untuk
menurunkan suhunya kemudian dialirkan ke kolam anaerobik atau aerobik dengan
manfaatkan mikroba sebagai perombak BOD dan menetralisir keasaman limbah.
Teknik pengolahan ini dilakukan karena cukup sederhana dan dianggap murah.
Namun teknik ini dirasakan tidak efekti karena memerlukan lahan pengolahan
limbah yang luas dan selain itu emisi metan yang dihasilkan dari kolam-kolam
tersebut merupakan masalah yang saat ini harus ditangani. Karena masal tersebut
maka banyak intitusi atau badan limbah melakukan risetnya untuk mencari dan
memperoleh suatu sistem pengolahan limbah cair yang berdasarkan cara
intensifikasi. Berbagai jenis paduan sistem pengolahan bahkan sampai
keperancangan ke unit-unit teknis perangkat pemprosesnya telah banyak
digunakan ( Rahardjo P, 2008 ).

Saat ini telah banyak dikembangkan penelitian dalam pengolahan LCPKS,


Ade Sri Rahayu dan kawan-kawan melakukan pengolah limbah cair kelapa sawit
secara aneoribic dengan menggunakan kolam tertutup dan Continouos Sttasi irred
Tank Reactor ( CSTR ) menjadi biogas dan istrik ( ade sri, 2015 ). Sri Wahyuni
melakukan pengolahan limbah dengan reaktor biogas ( digester ) untuk
menghasilkan biogas ( sri wahyuni, 2013 ).

Battacharya at all ( 2013 ) menyatakan bahwa limbah cair kelapa sawit


dengan pengolahan anaerob memilii COD lebih dari 1,5 kg/m3. Produksi limbah
cair 1 m3 dapat menghasilkan 20 – 28 m3 biogas. Paeptung (2006 ) menyatakan
potensi produksi biogas dapat mencapai > 35 dari jumlah limbah cair kelapa
sawit, atau limbah cair 1 m3 dapat di konversi menjadi 38,69 m3 biogas
(mahajoeno dkk, 2008 ). Sri wahyuni menyatakan bahwa 1 m 3 dapat
menghasilkan 40 m3 biogas ( sri wahyuni, 2013 ).

2.1.3 Pengertian Biogas

Biogas merupakan gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerbic atau


fermentasi dari bahan – bahan organik termasuk diantaranya kotoran manusia dan
hewan, limbah domestik ( rumah tangga ), sampah biodegradable atau limbah
organik yang biogradable dalam kondisi anaerobik (wikipedia ). Komposisi
terbesar yang terkandung dalam biogs adalah methana 55 - 70 % dan karbon
dioksida 35 - 45 % serta sejumlah kecil, nitrogen dan hidrogen sulfide. Jenis
bahan organik yang diproses sangat mempengaruhi produktivitas sistem biogas
disamping parameter – parameter lain seperti temperatur digester, pH

( tinggat keasaman ), tekanan, dan kelembaban udara tapi metan (CH 4 ) yang
dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Apabila kandungan metan lebih dari 50 %
maka biogas tersebut telah banyak digunakan sebagai bahan bakar ( ade sri dkk,
2015 ).
Biogas kira-kira memiliki berat 20 % lebih ringa di bandingkan dengan
udara dan memiliki suhu pembakaran 650 – 750C. Biogas tidak berbau dan tidak
berwarna yang apabila dibakar akan menghasilkan nyala api biru cerah seperti gas
LPG. Nilai kalor gas metana adalah 20 MJ/m3 dengan effisiensi pembakaran 60 %
pada konversional kompor gas. Tujuan utama pembuatan biogas adalah untuk
mengisi kekurangan atau mensubtitusi sumber energi di daerah pedesaan sebagai
bahan bakar keperluan rumah tangga, terutama untuk memsak dan lampu
penerang. Selain itu dapat digunkan untuk menjalankan generator untuk
menghasilkan listrik. Biogas merupakan sumber energi ramah lingkungan, karena
sumber bahannya memiliki rantai karbon yang lebih pendek bila dibandingkan
dengan minyak tanah, sehingga gas CO yang dihasilkan relatif lebih sedikit [5].
Adapun pengaruh komponen – komponen dalam biogas dapat dilihat pada tabel
2.3 berikut :

Tabel 2.3. pengaaruh komponen – komponen dalam biogas dan pegaruhnya [35]

Komponen Kandungan Pengaruh


CH4 50-75 Komponen yang mudah terbakar pada biogas
( % volume )
CO2 25-50 Mengurangi nilai bahan bakar, meningkatkan
(% voleme ) anti-ketukan sifat motor, menyebabkan korosi
( karbonat asam lemah), jika gas juga lembap itu
kerusakan sel bahan bakar alkali
H2S 0,005– 0,5 Korosif pada agregat dan pipa (korosi); timbul
mgS/m3 emisi SO2 setelah pembakaran H2S jika
pembakaran tidak sempurna ; keracunan katalis
NH3 0 -1 Emisi Nox setelah pembakaran ; berbahaya
(% volume ) untuk sel bahan bakar; meningkatkan anti ketuk
sifat motor
Uap air 1 -5 Berkontribusi terhadap korosi dalam agregat dan
( % voleme ) pipa; kondensat akan menyebabkan kerusakan
instrumen dan agregat; dapat menyebabkan pipa
dan ventilasi membeku pada suhu beku
Debu >5 mikrometer Ventilasi tersumbat dan kerusakan sel bahan
bakar
N2 0-5 (%volume ) Mengurangi nilai bahan bakar dan
meningkatkan sifat anti- ketuk motor
Siloxane 0-50 mg/m3 Hanya dalam bentuk limbah dan gas TPA dari
kosmetik, cuci bubuk, tinta cetak dll, bertidak
sebagai media grinding kuarsa dan kerusakan
motor

Sumber : Deublein dan Steinhauster, ( 2008 ).

Gas metan yang termasuk gas yang menimbulkan efek rumah kaca yang
menyebabkan terjadinya fenomena pemanasan gelobal. Hal ini karena gas metan
memiliki dampak 21 kali lebih tinggi dibandingkan dengan gas karbondioksida.
Pengurangan gas metana secara lokal dapat berperan positif dalam upaya
mengatasi masalah global, terutama efek rumah kaca yang berakibat pada
perubahan iklim global ( sri wahyuni, 2013 ).

Biogas merupakan renewable energy yang dapat dijadikan bahan bakar


yang berasal dari fosil seperti minyak tanah dan gas alam. Biogas juga sebagai
salah satu jenis bioenergi yang di defenisikan sebagai gas yang dilepaskan jika
bahan –bahn organik seperti kotoran manusia, kotoran ternak, jerami, sekam,
sayur-sayuran dan limbah cair industri fermentasi atau mengalami proses
metanisasi ( efriza fitri, 2009 ).

Biogas mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan BBM yang


berasal dari fosil. Sifatnya yang ramah ligkungan dan dapat dipengaruhi
merupakan keunggulan dari biogas dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Bahan
bakar fosil selama ini diisukan menyadi penyebab dari pemanasan global. Bahan
bakar fosil yang pembkarannya tidak sempurna dapat meyebabkna gas CO 2 naik
kepermukaan bumi dan menjadi penghalang pemantulan panas bumi seperti yang
terjadi beberapa tahun belakangan ini. Biogas sebagai salah satu energi alternatif
dipastikan dapat menggantikan bahan bakar fosil yang keberadaaannya semakin
hari semakin terbatas.

Biogas yang dihasilkan dari instalisasi secara tidak langsung telah banyak
membawa manfaaat terhadap limgungan. Limbah yang awalnya dibuang ke
sungai, dengan di bangun instalisasi biogas dapat termanfaatkan dengan baik.
Limbah tersebut di proses di dalam intalisasi yang tidak menimbulkan bau yang
menyengat. Ampas atau sludge yang merupakan keluaran dari digester biogas
dapat di proses kembali menjadi pupuk organik. Biogas yang telah ada minimal
mengurangi limbah yang di buang ke sungai sehingga tingkat pencemaran sungai
akibat limbah dapat di kurangi ( sri wahyuni, 2013 ).

Metan dalam biogas,bila terbakar akan relatif lebih bersih dari pada batu
bara, dan menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi karbon dioksida
yang lebih sedikit. Pemanfaaatan biogas memegang peranan penting dalam
manajemen limabah karena matana merupakan gas rumah kaca yang lebih
berbahaya dalam pemanasan global bila dibandingkan dengan karbon dioksida.
Karbon dalam biogas merupakan karbon yang diambil dari atmosfer oleh
fotosintesisi tanaman, sehingga bila dilepaska lagi ke atmosfer tidak akan
menambah jumlah karbon di atmosfer bila dibandingkan dengan pembakaran
bahan bakar fosil ( fitri meidina,2009 ).

Beberapa hal yang menarik pada teknologi biogas adalah kemampuannya


untuk membentuk biogas dari limbah organik yang jumlahya berlimpah dan
tersedia secara bebas. Variasi dari sifat-sifat biokimia menyebabkan produksi
biogas juga bervariasi. Sejumlah bahan organik dapat digunakan bersama-sama
deengan beberapa persyaratan produksi gas atau pertumbuhan normal bakteri
metan yang sesuai ( sri wahyuni,2013 ). Tabel 2.4 menunjukkan komposisi
biogas secara umum.

Tabel 2.4 Komposisi Biogas Secara Umum

Unsur Rumus Konsentrasi


( % volume )
Metana CH4 50 – 75
Karbon dioksida CO2 25-45
Uap air H2O 02-Jul
Nitrogen Ni2 <2
Hidrogen sulfida H2S <2
Amonia NH3 <2
Hidrogen H2 <1
Oksigen O2 <2

Sumber : ade sri dkk, ( 2015 )

Kandungan yang terdapat dalam biogas dapat mempengaruhi sifat dan


kualiatas biogas sebagai bahan bakar. Kandungan yang terdapat dalam biogas
merupakan hasil dari proses metabolisme mikroorganisme. Biogas yang
terkandung metannya lebih dari 45 % bersifat mudah terbakar dan merupakn
bahan bakar yang cukup baik karena memilki nilai kalor bakar yang tinggi. Tetapi
jika kandungan CO2 dalam biogas 25-50% maka dapat mengurangi nilai kalor
bakar dari biogas tersebut. Sedangkan kandungan H2S dalam biogas dapat
menyebabkan korosi pada peralatan dan perpipaan dan nitrogen dalam biogas juga
dapat mengurangi nilai kalor bakar biogas tersebut. Selain itu juga terdapat uap air
yang juga dapat menyebabkan kerusakan pada pembangkit yang digunakn.
( Deublein dan Steinhauster, 2008 ).

2.1.4 Sejarah Biogas

Sejarah penemuan proses anaerobik digestion untuk menghasilkan biogas


terbesar dibenua eropa. Kebudayaan Mesir, China, dan Roma kuno diketahui
telah memanfaatkan gas alam ini yang dibakar untuk menghasilkan panas.
Namun, orang pertama yang mengaitkan gas bakar ini dengan proses
pembusukan bahan sayuran adalah Alessandro Volta (1776), sedangkan Willam
Henry pada tahun 1806 mengidentifikasi gas yang dapat terbakar tersebut
sebagai metana. Becham (1868), murid Louis Pasteur dan Tappeiner (1882),
memperlihatkan asal mikrobiologis dari pembentukan metana.

Pada akhir abad ke-19 ada beberapa riset dalam bidang ini dilakukan.
Jerman dan Perancis melakukan riset pada masa antara dua Perang Dunia dan
beberapa unit pembangkit biogas dengan memanfaatkan limbah pertanian.
Selama Perang Dunia II banyak petani di Inggris dan benua Eropa yang membuat
digester kecil untuk menghasilkan biogas yang diguakan untuk menggerakan
traktor. Karena harga BBM ( bahan bakar minyak ) semakin murah dan mudah
memperolehnya pada tahun 1950-an pemakaian biogas di Eropa ditinggalkan.
Namun, di negara-negara berkembang kebutuhan akan sumber energi yang
murah dan selalu tersedia selalu ada. Kegiatan produksi biogas di India telah
dilakuakn semenjak abad ke-19. Alat pencerna anaerobik pertama dibangun pada
tahun 1900.

2.1.6 Proses Pengolahan Limbah Secara Anaerobik

Proses anaerobik merupakn proses yang dapat terjadi secara alami yang
melibatkan beberapa jenis miroorganisme yang berperan dalam proses tersebut.
Proses yang terjadi pada pengolahan secara anaerobik ini adalah hidrolisis,
asidogenesis, asetogenesis, dan metagonesis. Beberapa jeni bakteri bersama-sama
secara bertahap mendegradasi bahan-bahn organik dari limbah cair ( Irhan
febijanto, 2010 ).

Pada pengolahan secara anerobik ini bakteri yang berperan adalah bakteri
fermentasi, bakteri asetogenik dan bakteri metanogenik yang memiliki peranan
masing-masing dalam mendegradasi senyawa organik menjadi produk akhir
berupa gas metan. Tiap fase dari proses fermentasi metan melibatkan
mikroorganisme yang spesifik da memerlukan kondisi hidup yang bebeda-beda.
Bakteri pembentuk gas metan merupakan bakteri yang tidak memerlukan oksigen
bebas dalam metabolismenya , bahkan adanya oksigen bebas dapat menjadi racu
atau mempengaruhi metabolisme bakteri tersebut ( hermawan dkk, 2016 ).
Adapun tahapan yang terjadi dalam proses prombakan senyawa organik menjadi
gas metan.

a. Hidrolisis

Hidrolisis adalah merupakan langkah awal untuk hampir semuar proses


penguraian dimana bahan organik akan dipecah menjadi bentuk yang lebih
sederhana sehingga dapat diurai oleh bakteri pada proses fermentasi [4]. Dalam
proses hidrolisis menjadi gula, asam lemak dan asam amino oleh enzim
ekstraselular dari bakteri fermentatif [3]. Pada tahap hidrolisis, bahan organik
padat maupun yang mudah larut berupa molekul besar dihancurkan menjadi
molekul kecil agar molekul-molekul tersebut lart dalam air.

Bakteri yang berperan dalam tahap hidrolisis ini adalah sekelompok


bakteri anaerobik, adapun jenis bakteri pada hidroisis dapat dilihat pada tabel 2.2
berikut :

Tabel 2.2. Klasifikasi Bakteri Hidrolisis Berdasarkan Subtrat Yang Diolah

Bakteri Subtrat yang dihidrolisis


Acetivibrio Karbohidrat/polisakarida
Peptostreptococcus, dan Bifdbacterium Protein
Clostridium Lemak

Tahap pertama ini sangat pentig karena molekul organik besar yang terlalu
besar untuk langsung diserap dan diguakan oleh mikroorganisme sebagai sumber
subtrat / makanan [17] untuk menghsilkan waktu pencernaan yang lebih pendek
dan memberikan hasil metana yang lebih tinggi [30].

b . Asidogenesis

Pada tahap ini produk yang telah dihidrolisa dikonversikan menjadi asam
lemak volatil (VFA ), alkohol, aldehid, keton, amonia, karbondioksida , air dan
hidrogen oleh bakteri penbentukan asam. Asam organik yang terbentuk adalah
asam asetat, asam propionat, asam butirat, dan asam valeric. Asam lemak volatile
dengan rantai lebih dari empat-karbon tidak dapat digunakan langsung oleh
metanogen [13].

Reaksi asidogenesis dapat dilihat di bawah ini :

C6H12O6 CH3CH2CH2COOH + 2CO2 + 2H2

(glukosa) ( asam butirat )

C6H12O6 + 2 H2 CH3CH2COOH +2 H2O

(glukosa ) ( asam propionat )

Gambar 2.2 Reaksi Asidogenesis [14,17 ]

Asidifikasi sangat dipengaruh oleh suhu sesuai dengan hukum Arrhenius,


namun suhu termofilik yang mengakibatkan kematian sel dan biaya energi yang
lebih tinggi dapat mengakibatkan suhu sub-optimal yang lebih baik [31].

c. Asetogenesis

Produk yang terbentuk selama asetogenesis disebabkan oleh sejumlah


mikroba yang berbeda, misalnya, Syntrophobacter wolinii dekomposer propionat
dan Wolfei sytrophomonos dekomposer butirat dan pembentukan asam lainnya
adalah Clostridium spp, Peptococcus anerobus, Lactobacillus, dan Actinomyces
[30]. Asam lemak volatil dengan empat atau lebih rantai karbon tidak dapat
digunakan secara langsung oleh metanogen. Asam-asam organik ini dioksidasi
terlebih dahulu menjadi asam asetat dan hidrogen oleh bakteri asetogenik
penghasil hidrogen melalui proses yang disebut asetogenesis. Asetogenesis juga
termasuk pada produksi asetat dari hidrogen dan karbon dioksida oleh asetogen
dan homoasetogen. Kadang-kadang proses asidogenesis dan asetogenesis
dikombinasikan sebagai satu tahapan saja [19].

Reaksi asetogenesis dapat dilihat di bawah ini :

CH3CH2COOH CH3COOH + CO2 + 3H2

(asam propionat) ( asam asetat )

CH3CH2CH2COOH 2CH3COOH + 2H2

(asam butirat ) ( asam asetat )

Gambar 2.3. Reaksi Asetogenesis [13,29]

Pada tahap asetogenesis, sebagian besar hasil fermentasi asam harus


dioksidasi di bawah kondisi anaerobik menjadi asam asetat, CO 2, dan hidrogen
yang akan menjadi substrat bakteri metanogen. Bakteri pembentuk oksidasi ini
adalah bakteri syntrofik atau bakteri asetogen atau mikroba obligat
Syntrophobacter wolinii menjadi produk yang digunakan oleh bakteri metanogen
dalam pembentukan gas metana. Saat bakteri asetogen memproduksi asetat,
hidrogen dan tekanan hidrogen, hal ini akan mengganggu aktivitas bakteri
asetogen dan kehilangan produksi asetat dalam jumlah besar. Oleh karena itu,
bakteri asetogen mempunyai hubungan simbiosis dengan bakteri pembentuk
metana yang menggunakan hidrogen untuk memproduksi metana. Hubungan
simbiosis ini akan mempertahankan konsentrasi hidrogen pada tahap ini tetap
rendah, sehingga bakteri asetogen dapat bertahan [31].

d. Metanogenesis
Metanogenesis merupakan langkah penting dalam seluruh proses digestasi
anaerobik, karena proses reaksi biokimia yang paling lambat. Metanogenesis ini
sangat dipengaruhui oleh kondisi operasi. Komposisi bahan baku, laju umpan,
temperatur,dan pH adalah contoh faktor yang mempengaruhi proses pembentukan
gas metana. Digester over loading, perubahan suhu atau maksuknya besar oksigen
dapat mengakibatkan penghenikan produksi metana[19].

Pada akhirnya gas metana diproduksi dengan dua cara. Pertama adalah
mengkonversikan asetat menjadi karbon dioksida dana metana oleh organisme
asetropik dan cara lainnya adalah dengan mereduksi karbon dioksida dengan
hidrogen oleh organisme hidrogentropik. Beikut ini adalah reaksi utama ( reaksi
metanogenesis) yang terlihat dalam konversi substrat menjadi metana dapat dilihat
pada gambar 2.4

CH3COOH CH4 + CO2

2C2H5OH + CO2 CH4 + 2CH3COOH

CO2 + 4H2 CH4 + 2H2O

Gambar 2.4 Reaksi Metanogenesis [11,13,30,31]

Ada tiga jenis bakteri metanogen dalam pembentukan metan meliputi :

1. genus Methanosarcina ( berbentuk bola )


2. Methanothrix Bacteria ( panjang dan turbular )
3. Bakteri yang mengkatabilisme furfular dan sulfur ( pendek dan
berbentuk batang yang berliku ) [11].

Bakteri metanogen sangat sensitif terhadap perubahan pH, temperatur,


organic loading rate ( OLR ), dan HRT [18]. Adapun klassifikasi bakteri pada
metanogenesis sesuai range pH dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut :

Tabel 2.3. Klasifikasi Bakteri Metanogen [40]


Genus Range pH
Methanosphaera 6,8
methanothermus 6,5
Methanogenium 7,0
Methanolacinia 6,6 –7,2
methanomicrobium 7,0-7,5
methanosprillium 7,0-7,5
methanococcoides 6,5-7,5
methanohalobium 6,5-6,8
Methanothrix 7,1-7,8
Methanosaeta 7,6

Metanogen yang dominan pada proses ini adalah methanobacterium,


Methanothermobacter, Methanobrevibacter, Methanosarcina dan Methanosaeta
[13,30,32].substrat metanogen termasuk asetat, metanol, hidrogen, karbon
dioksida, fomat, metanol, karbon monoksida, methylamines, metil merkaptan,
dan logam berkurang. Dalam kebanyakan ekosistem non-gastrointestinal 70%
atau lebih dari metana yang terbentuk berasal dari asetat, tergantung dari jenis
organik[31] dan 30% oleh mengkonsumsi hidrogen [29].

Hanya ada dua kelompok yang dikenal metanogen yang memecah asetat :
Methanosaeta dan Methanosarcina, sementara ada banyak kelompok yang
berbeda dari metanogen yang menggunakan gas hidrogen, termasuk
Methanobacterium, Methanococcus, Methanogenium dan Methanobrevibacter.
Methanosaeta dan Methanosarcina memilki tingkat pertumbuhan yang berbeda
da juga berbeda mengenai kemampuanmereka untuk memanfaatkan asetat.
Methanosarcina tumbuh lebih cepat, tetapi menemukan kesulitan untuk
menggunak asetatpada konsentrasi renda, dibanding Methanosaeta. Namun,
kehadiran organisme ini dipengaruhu tidak hanya oleh konsentrasi asetat, tetapi
juga oleh faktor-faktor seperti beban frekuensi dan pencampuran. Karena
produsen metana umunya tumbuh sangat lambat, hal ini sering tahap membatasi
laju dari proses biogas [17].

Anda mungkin juga menyukai