Anda di halaman 1dari 8

Proses pembuatan CPO di pabrik sampai pengolahan

limbah (sumber 1)
Proses produksi CPO memiliki beberapa tahap, proses dimulai dari tahap penerimaan
tandan sawit segar (TBS) yang dilakukan di loading ramp. Tahap berikutnya adalah
sterilisasi, yaitu perebusan buah dengan steam.Steam yang digunakan bertekanan 3
kg/cm2dansuhu 140oC selama 75-90 menit. Setelah sterilisasi, buah dipisahkan dari
tandan. Tahap ini dikenal sebagai pemipilan atau treshing. Buah yang telah dipisahkan
dari tandan dilumatkan menggunakan steam pada suhu 90oC dengan menggunakan
digester. Pada tahap berikutnya, minyak diekstrak dari serat. Proses terakhir adalah
pemurnian. Selain menghasilkan CPO, PKS juga menghasilkan minyak inti kelapa sawit
(PKO).

Untuk menghasilkan CPO, PKS juga menghasilkan limbah. Seperti yang dapat dilihat
pada gambar 2. Limbah yang keluar dari PKS berbentuk padatan, gas, dan cair. Limbah
yang keluar dari PKS sebenarnya belum bisa dikatakan 100% sebagai limbah, lebih
tepat dikatakan produk samping atau side product.

Limbah padat yang keluar dari PKS meliputi tandan kosong (tankos) dengan persentase
sekitar 23% terhadap TBS, abu boiler (sekitar 0.5% terhadap TBS), serat (sekitar 13.5%
terhadap TBS) dan cangkang (sekitar 5.5% terhadap TBS). Limbah padat yang keluar
dari PKS umumnya tidak memerlukan penanganan yang rumit. Limbah padat dapat
digunakan lagi sebagai bahan bakar, pupuk, pakan ternak, dan juga bisa dijual untuk
menghasilkan pendapatan tambahan.

Serat, cangkang dan tankos bisa digunakan sebagai bahan bakar. Abu boiler dapat
diaplikasikan langsung sebagai sumber pupuk kalium, tankos sebagai pupuk dengan
cara menjadikan mulsa dan pengomposan. Ampas inti digunakan sebagai pakan
ternak. 

Terdapat dua sumber pencemaran gas yang keluar dari PKS yaitu boiler yang
menggunakan serat dan

cangkang sebagai bahan bakar dan juga incinerator yang membakar tankos untuk
mendapatkan abu kalium. Pada saat ini incinerator sudah mulai ditinggalkan.
Limbah yang menjadi perhatian di PKS adalah limbah cair atau yang lebih dikenal
dengan POME (palm oil mill effluent). POME ialah air buangan yang dihasilkan oleh
pabrik kelapa sawit utamanya berasal kondensat rebusan, air hidrosiklon, dan sludge
separator. Setiap ton TBS yang diolah akan terbentuk sekitar 0,6 hingga 1 m3 POME.
POME kaya akan karbon organik dengan nilai COD lebih 40 g/L dan kandungan
nitrogen sekitar 0,2 dan 0,5 g/L sebagai nitrogen ammonia dan total nitrogen.
Karakteristik POME ditunjukan pada tabel 1. Sumber POME berasal dari unit
pengolahan yang berbeda, terdiri dari:

 60% dari total POME berasal dari stasiun klarifikasi


 36% dari total POME berasal dari stasiun rebusan
 4 % dari total POME berasal stasiun inti.

Teknologi Pengelolaan POME


Teknologi pengelolaan POME umumnya dengan menggunakan teknologi kolam
terbuka yang terdiri dari kolam anaerobik, fakultatif dan aerobik dengan total waktu
retensi sekitar 90-120 hari. Teknologi kolam terbuka ini memerlukan lahan yang luas
(5-7 ha), biaya pemeliharaan yang cukup besar dan menghasilkan emisi gas metana ke
udara bebas.

Saat ini pengelolaan POME dengan hanya menggunakan kolam terbuka mulai
dianggap kurang efisien dan kurang ramah lingkungan. Para pemilik atau pengelolan
PKS sudah mulai  merubah dengan memodifikasi kolam yang ada dengan teknologi
pengelolaan lainnya. Ada beberapa teknologi pengolahan POME yang baru saat ini,
diantara teknologi yang baru itu adalah membran dan terakhir terdengar dengan
elektrokoagulasi. Munculnya atau adanya perkembangan teknologi pengelolaan POME
ini disebabkan oleh beberapa maksud dan tujuan tertentu. 

Beberapa tujuan itu adalah:

 Mendapatkan teknologi yang lebih ramah lingkungan (environmental friendly).


Teknologi ini umumnya adalah menghindari gas rumah kaca khususnya gas
metana lepas ke atmosfer.
 Mendapatkan nilai tambah secara ekonomi (economic benefit). Teknologi ini
dilakukan dengan cara mendapatkan produk baru yang dapat dijual dengan
memanfaatkan POME.
 Memudahkan operasional pengelolaan, terutama kepada para pekerja di PKS.
 Keterbatasan lahan di area PKS untuk menggunakan sistem kolam terbuka
(limited area).
 Faktor teknologi proses di PKS. Faktor ini adalah terkait dengan adanya
modifikasi teknologi proses pada pengolahan TBS di PKS, atau adanya teknologi
proses yang baru. Perbedaan proses itu terutama terkait dengan penggunaan
alat proses yang baru. Contoh dalam faktor ini adalah perubahan teknologi
sterilisasi, klarifikasi dan sebagainya. Perubahan alat proses membawa dampak
pada perubahan kualitas, kuantitas dan jenis limbah yang dihasilkan di PKS.

6.Mendapatkan sumber energi.

Dari beberapa tujuan diatas, saat ini terdapat beberapa teknologi pengelolaan POME
selain sistem kolam terbuka. Adapun teknologi itu diantaranya adalah:

 Pengelolaan aerob dengan menggunakan kolam aerobic (aerobic pond).


Teknologi ini digunakan untuk menghindari terbentuknya gas metan. Teknologi
ini jarang digunakan karena memerlukan tenaga yang besar untuk
menggerakkan aerator. 
 Teknologi pengeringan (drying process), teknologi ini tidak sesuai karena
memerlukan biaya dan energi yang besar untuk menguapkan air dalam POME.
 Aplikasi tanah (land application), sistem ini tidak disarankan karena memerlukan
biaya yang cukup besar. Selain itu teknologi ini masih memerlukan kolam tanpa
udara dan masih menghasilkan gas metan.   
 Penggunaan tandan kosong kelapa sawit menjadi kompos, POME digunakan
sebagai bahan penyiram pada proses pengomposan tandan kosong kelapa
sawit seperti pada Gambar 3. Teknologi ini bagus untuk dilaksanakan. Teknologi
ini memerlukan sedikit investasi yang tinggi tetapi mendapat keuntungan
dengan hasil penjualan kompos.
 Penggunaan POME untuk menghasilkan energi. Teknologi untuk menghasilkan
energi adalah dengan cara menangkap gas metana. Teknologi penangkapan gas
metana ada yang membangun tangki (biogas reactor) baru yang berada diatas
permukaan (Gambar 4) atau dengan menutup kolam limbah yang ada dengan
menggunakan penutup dengan bahan parasut tebal (covered lagoon).

Selain menghasilkan gas Metana sebagai energi, saat ini POME juga dilaporkan dapat
menghasilkan gas Hidrogen sebagai energi. POME menghasilkan gas hidrogen dengan
menggunakan teknologi elektrokoagulasi.
Pengolahan Limbah sumber 2
1. Limbah cair pabrik kelapa sawit dapat digunakan sebagai pupuk. Aplikasi limbah cair memiliki
keuntungan antara lain dapat mengurangi biaya pengolahan limbah cair dan sekaligus berfungsi
sebagai sumber hara bagi tanaman kelapa sawit.
– Kolam anaerobik primer
– Pengaliran limbah cair PKS dengan sistem flatbed
– Parit sekunder pada aplikasi limbah cair sistem flatbed
2. Kualifikasi limbah cair yang digunakan mempunyai kandungan BOD 3.500–5.000 mg/l yang
berasal dari kolam anaerobik primer.
3. Metode aplikasi limbah cair yang umum digunakan adalah sistem flatbed, yaitu dengan
mengalirkan limbah melalui pipa ke bak-bak distribusi dan selanjutnya ke parit primer dan sekunder
(flatbed). Ukuran flatbed adalah 2,5 m x 1,5 m x 0,25 m. Dosis pengaliran limbah cair adalah 12,6
mm ekuivalen curah hujan (ECH)/ha/bulan atau 126 m3/ha/bulan.
4. Kandungan hara pada 1m3 limbah cair setara dengan 1,5 kg urea, 0,3 kg SP-36, 3,0 kg MOP,
dan 1,2 kg kieserit. Pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 30 ton/jam akan menghasilkan sekitar 480
m3 limbah cair per hari, sehingga areal yang dapat diaplikasi sekitar 100-120 ha.
5. Pembangunan instalasi aplikasi limbah cair membutuhkan biaya yang relatif mahal. Namun
investasi ini diikuti dengan peningkatan produksi TBS dan penghematan biaya pupuk sehingga
penerimaan juga meningkat. Aplikasi limbah cair 12,6 mm ECH/ha/bulan dapat menghemat biaya
pemupukan hingga 46%/ha. Di samping itu, aplikasi limbah cair juga akan mengurangi biaya
pengolahan limbah.
6. Limbah cair pabrik kelapa sawit telah banyak digunakan di perkebunan kelapa sawit baik
perkebunan negara maupun perkebunan swasta. Penggunaan limbah cair mampu meningkatkan
produksi TBS 16-60%. Limbah cair tidak menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap kualitas air
tanah di sekitar areal aplikasinya.

3. Land Application

Selama ini limbah yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit dengan system tradisional dibuang ke
sungai tanpa ada nilai tambah yang diperoleh. Padahal limbah yang dihasilkan tersebut sebenarnya
dapat dimanfaatkan sebagai pupuk karena kandungan nutrientnya cukup tinggi tidak beracun dan
tidak berbahaya. Pemanfaatan limbah tersebut dapat dilakukan dengan memproses air limbah
hanya sampai pada tingkat kolam primary anaerobic. Untuk selanjutnya di pompa sebagai pupuk ke
kebun kelapa sawit. Sistem ini disebut system land application. Proses pengolahan air limbah
diperlukan untuk menurunkan tingkat BOD dari 25.000 mg/lt menjadi 3.000 – 5.000 mg/lt. Pada
tingkat BOD 3.000 – 5.000 mg/lt tersebut air limbah dinilai tidak akan menimbulkan pencemaran
terhadap air tanah disamping kandungan minyak dan zat padat terlarut telah dapat ditekan sehingga
tidak menciptakan kondisi anaerobic yang dapat mengakibatkan kematian tanaman sawit. Sistem
land application telah lama diterapkan di Malaysia, yaitu sejak akhir 1970. Beberapa perkebunan
sawit milik Perusahaan swasta di Sumatera Utara dan beberapa kebun milik PTP telah mencoba
menerapkan system ini dengan hasil yang memuaskan

4.Metoda Land Application

Metoda land application ada 4 macam yaitu Flad bed; Furrow; Long bed; Sprinkler. Penggunaan dari
masing-masing sistim sangat tergantung pada kondisi lapangan utamanya topografi lahan. Untuk
areal data digunakan sistim sprinkler dan long bed dan untuk area berbukit digunakan flat bed &
furrow. Luasan lahan yang biasa diaplikasi tergantung pada land application yang digunakan. Pabrik
kapasitas 60 Ton TBS/jam akan menghasilkan limbah ± 1200 M3/hari atau 360.000 M3 / tahun.
Dengan metoda flat bed limbah tersebut dapat di applikasikan untuk area seluas 360 Ha, dengan
metoda long bed seluas 600 Ha dan metoda furrow seluas 240 Ha. Rincian dapat dilihat pada
lampiran 10 yang merupakan hasil penelitian Malaysia. Metoda Sprinkler dan Traktor Tanker tidak
direkomendasikan untuk diterapkan karena secara teknis pipa sprinkler sering tersumbat oleh
padatan. Sedang sistim traktor tanker lebih tepat diterapkan jika penanganan limbah menggunakan
sistim anaerobic tank digestion (sistim ini tidak digunakan di Indonesia).

Pengolahan Limbah sumber 3


Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (Palm Oil Mill Effluent=POME)

Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit


Industri berbasis kelapa sawit merupakan investasi yang relatif
menguntungkan, namun demikian perlu diperhatikan pula beban pencemaran
yang ditimbulkan bila tidak dilaksanakan dengan baik. Setiap ton tandan buah
segar yang diolah menghasilkan limbah cair sekitar 50% dibandingkan
dengan total limbah lainnya, sedangkan tandan kosong sebanyak 23%
(Sutarta et al, 2000). Lubis dan Tobing (1989) mengatakan bahwa setiap 1
ton CPO menghasilkan limbah cair sebanyak 5 ton dengan BOD 20.000 –
60.000 mg/l.

Limbah yang dihasilkan PKS (Pabrik Kelapa Sawit) ada yang berupa limbah
padat dan limbah cair. Limbah padat berupa cangkang dan fiber digunakan
sebagai bahan bakar boiler atau coir mesh dan tandan kosong dimanfaatkan
kembali sebagai mulsa (pupuk bagi tanaman).

Pada mulanya, strategi pengelolaan lingkungan didasarkan pada pendekatan


kapasitas daya dukung (carrying capacity approach). Keterbatasan daya
dukung lingkungan secara alami dalam menetralisir pencemaran membuat
strategi pengelolaan pencemaran berkembang ke arah pendekatan mengolah
limbah yang terbentuk (end of pipe treatment)
Limbah cair yang dihasilkan harus mengikuti standard yang sudah ditetapkan
dan tidak dapat dibuang/diaplikasikan secara langsung karena akan
berdampak pada pencemaran lingkungan. Parameter yang menjadi salah
satu indikator kontrol untuk pembuangan limbah cair adalah angka biological
oxygen demand (BOD). Angka BOD berarti angka yang menunjukkan
kebutuhan oksigen. Jika air limbah mengandung BOD tinggi dibuang ke
sungai maka oksigen yang ada di sungai tersebut akan terhisap material
organik tersebut sehingga makhluk hidup lainnya akan kekurangan oksigen.
Sedangkan angka chemical oxygen deman (COD) adalah angka yang
menunjukkan suatu ukuran apakah dapat secara kimiawi dioksidasi. Fungsi
dari pengolahan limbah (effluent treatment) adalah untuk menetralisir
parameter limbah yang masih terkandung dalam cairan limbah sebelum
diaplikasikan (land aplication). Mutu limbah cair yang dapat dialirkan ke
sungai adalah: BOD 3.500 hingga 3.000 mg/liter, Minyak dan lemak ≤ 600
mg/liter, dan pH ≥ 6.

Limbah Cair Kelapa Sawit Limbah cair kelapa sawit berasal dari kondensat,
stasiun klarifikasi dan hidrocyclon atau yang lebih dikenal dengan istilah Palm
Oil Mill Effluent (POME) merupakan sisa buangan yang tidak bersifat toksik
(tidak beracun), tetapi memiliki daya pencemaran yang tinggi karena
kandungan organiknya dengan nilai BOD berkisar 18.000- 48.000 mg/L dan
nilai COD berkisar 45.000-65.000 mg/L (Chin et al.,1996). Limbah cair yang
dihasilkan tersebut harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan
pencemaran lingkungan. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dibuat tindakan
pengendalian limbah cair melalui sistem kolam yang kemudian dapat
diaplikasikan ke lahan.

Limbah cair dalam sistem kolam terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:
1. Kolam Pendinginan C. Agar proses Limbah cair pabrik kelapa sawit
memiliki temperatur 75-90oC
2. Kolam Pengasaman Pada kolam pengasaman akan terjadi penurunan pH
dan pembentukan

karbondioksida. Proses pengasaman ini dibiarkan selama 30 hari.


3. Kolam Pembiakan Bakteri Pada fase ini terjadi pembiakan bakteri, bakteri
tersebut berfungsi untuk
pembentukan methane, karbondioksida dan kenaikan pH. Proses pembiakan
bakteri hingga limbah
tersebut dapat diaplikasikan memerlukan waktu 30-40 hari. (Kittikun et al.,
2000)
Limbah dari PKS dialirkan masuk kedalam fat pit. Pada fat pit ini terjadi
pemanasan denganmenggunakan steam dari BPV. Pemanasan ini diperlukan
untuk memudahkan pemisahan minyak dengan sludge sebab pada fat pit ini
masih dimungkinkan untuk melakukan pengutipan minyak dengan
menggunakan skimmer.

Limbah dari fat pit ini kemudian dialirkan ke kolam cooling pond yang berguna


untuk mendinginkan limbah yang telah dipanaskan.

Cooling Pond
Selain untuk mendinginkan limbah, cooling pond juga berfungsi untuk
mengendapkan sludge.  Setelah dari cooling pond I limbah kemudian masuk
ke cooling pond II untuk dilakukan proses pendinginan yang sama
dengan cooling pond I. Limbah dari cooling pond II kemudian dialirkan ke
kolamanaerobic 1, 2, 3.

Kolam Anaerobic
Pada kolam anaerobic ini terjadi perlakuan biologis terhadap limbah dengan
menggunakan bakteri metagonik yang telah ada di kolam.  Unsur organik
yang terdapat dalam limbah cair digunakan bakteri sebagai makanan dalam
proses mengubahnya menjadi bahan yang tidak berbahaya bagi
lingkungan.  Pada kolam anaerobic terjadi penurunan BOD dan kenaikan pH
minimal 6.  Ketebalan scum pada kolamanaerobic tidak boleh > 25 cm, jika
ketebalannya telah melebihi 25 cm maka itu merupakan tanda bahwa bakteri
sudah kurang berfungsi.

Maturity Pond

Setelah dari kolam anaerobic, limbah masuk ke kolammaturity pond yang


berfungsi untuk pematangan limbah (serta kenaikan pH dan penurunan
BOD).  Di maturity pond ini terdapat pompa yang berfungsi mensirkulasikan
limbah kembali ke kolam anaerobic (ditunjukkan oleh garis putus-putus
padaflow process).  Kegunaan sirkulasi adalah untuk membantu menurunkan
suhu dan menaikkan pH di kolam anaerobic 1, 2, 3.
Kolam Aplikasi
Setelah dari maturity pond limbah kemudian masuk ke kolam aplikasi yang
merupakan tempat pembuangan akhir limbah. Limbah yang terdapat pada
kolam aplikasi ini digunakan untuk pupuk tanaman kelapa sawit (land
application).
Ada beberapa pilihan dalam pengelolaan limbah cair PKS setelah diolah di
kolam pengelolaan limbah (IPAL) diantaranya adalah dibuang ke badan
sungai atau diaplikasikan ke areal tanaman kelapa sawit yang dikenal dengan
land application. Pembuangan limbah cair ke badan sungai bisa dilakukan
dengan syarat telah memenuhi baku mutu yang ditetapkan oleh peraturan
perundangan. Alternatif ini mempunyai beberapa kelemahan diantaranya:
• Pengelolaan limbah cair sehingga menjadi layak dibuang ke badan sungai
(BOD dibawah 100 ppm ), secara teknis bisa dilakukan tetapi memerlukan
biaya dan teknologi yang tinggi di samping waktu retensi efluen yang panjang
di kolam-kolam pengelolaan.
• Tidak ada nilai tambah baik bagi lingkungan maupun bagi perusahaan
• Merupakan potensi sumber konflik oleh masyarakat karena perusahaan
dianggap membuang limbahnya ke badan sungai adalah berbahaya
walaupun limbah tersebut mempunyai BOD di bawah 100 ppm.

Model alternatif lainnya dalam pengelolaan efluen adalah dengan


mengaplikasikan ke areal pertanaman kelapa sawit (land application), sebagai
sumber pupuk dan air irigasi. Banyak lembaga penelitian yang melaporkan
bahwa efluen banyak mengandung unsur hara yang cukup tinggi. Potensi ini
menjadi semakin penting artinya dewasa ini karena harga pupuk impor yang
meningkat tajam serta kerap terjadinya musim kemarau yang
berkepanjangan.

Pemanfaatan limbah cair PKS melalui land application telah menjadi hal yang
rutin dilakukan di perkebunan besar dengan hasil yang baik, yaitu dapat
meningkatkan produksi kelapa sawit tanpa menimbulkan dampak negatif yang
berarti terhadap lingkungan. (baca artikel land application).

Anda mungkin juga menyukai