Pemanfaatan Limbah Cair Kelapa Sawit atau Palm Oil Mill Fffluent (POME)
Menjadi Biogas
I. LATAR BELAKANG
Dalam 10 tahun terakhir ini pabrik kelapa sawit (PKS) di Indonesia berkembang dengan
sangat pesat. Pada periode tahun 1980-an hingga pertengahan tahun 1990-an luas areal kebun
meningkat dengan laju 11% per tahun. Sampai dengan tahun 2010 produksi CPO diperkirakan
meningkat dengan laju 5-6% per tahun, sedang untuk periode 2010 - 2020 perturnbuhan produksi
berkisar antara 2% - 4%. Pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) dalam mengolah setiap ton tandan
buah segar (TBS) akan menghasilkan rata-rata 120-200 kg crude palm oil (CPO).
Proses pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi crude palm oil (CPO) menghasilkan
biomassa produk samping yang jumlahnya sangat besar. Tahun 2004 volume produk samping
sawit sebesar 12.365 juta ton tandan kosong kelapa sawit (TKKS), 10.215 juta ton cangkang dan
serat, dan 32.257- 37.633 juta ton lirnbah cair (Palm Oil Mill Effluent/POME). Jumlah ini akan
terus meningkat dengan meningkatnya produksi TBS Indonesia. Produksi TBS Indonesia di
tahun 2004 mencapai 53.762 juta ton dan pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 64.000 juta
ton. Berikut data produksi CPO beberapa pabrik, dan estimasi produksi POME. Dari produksi 1
ton CPO rata-rata dapat menghasilkan 3 ton POME.
Limbah cair kelapa sawit merupakan sumber pencemar potensial yang dapat memberikan
dampak serius bagi lingkungan, sehingga pabrik dituntut untuk menangani limbah ini melalui
peningkatan teknologi pengolahan (end of pipe) dikarenakan nilai COD (Chemical Oxygen
Demand) dan BOD (Biological Oxygen Demand) dari POME yang sangat tinggi yakni 40.000-
70.000 mg/L dan 20.000-40.000 mg/L. Oleh karena itu harus dilakukan treatment untuk
membuat limbah ini menjadi limbah yang berguna seperti mengubah limbah ini menjadi gas
metana yang dapat digunakan untuk meningkatkan produksi listrik.
Konsumsi listrik Indonesia setiap tahunnya terus meningkat sejalan dengan peningkatan
perumbuhan ekonomi nasional. Ketersediaan energi di Indonesia semakin menipis sebanding
dengan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Ketersediaan energi Indonesia yang
semakin tipis ini memacu pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2005
tentang kebijakan energi nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif. Oleh karena
itu harus dilakukan treatment untuk membuat limbah ini menjadi limbah yang berguna seperti
mengubah limbah ini menjadi gas metana yang dapat digunakan untuk meningkatkan produksi
listrik. Salah satunya, membuat suatu pra rancangan pabrik untuk mengolah limbah cair kelapa
sawit menjadi gas metana sebagai sumber kebutuhan listrik.
b. Asidogenesis
Selama fase asidogenesis, oksidasi anaerobik memanfaatkan gula, asam lemak
rantai panjang, dan asam amino yang terbentuk dari proses hidrolisis sebagai
substrat. Berbagai bakteri yang berbeda melakukan asidogenesis. Asidogenesis
seringkali merupakan langkah tercepat untuk konversi zat organik kompleks selama
penguraian dalam fase cair. Dalam digester anaerobik yang stabil, alur degradasi
utama adalah melalui asetat, karbon dioksida, dan hidrogen. Bakteri bereaksi
terhadap peningkatan konsentrasi hidrogen pada cairan dengan memproduksi laktat,
etanol, propionate, butirat dan asam lemak volatile (VFA), yang digunakan oleeh
mikroorganisme metanogen sebagai substrat.
c. Asetogenesis
Pada tahap asetogenesis, bakteri asetogenik yang memproduksi hidrogen
mengkonversi asam lemak dan etanol/alkohol menjadi asetat, karbon dioksida, dan
hidrogen. Konversi lanjutan ini sangat penting bagi keberhasilan produksi biogas,
karena metanogen tidak bisa menggunakan senyawa asam lemak dan etanol secara
langsung. Asetogen tumbuh lambat dan bergantung pada tekanan parsial hidrogen
yang rendah untuk degradasi asetogenik yang menghasilkan energi. Asetogen
sensitive terhadap perubahan lingkungan, mereka membutuhkan waktu yang lama
untuk menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan baru.
d. Metanogenesis
Selama tahap metanogenesis, metana dibentuk melalui dua rute utama. Pada rute
primer, fermentasi produk utama yang berasal dari tahap pembentukan asam yakni
asam asetat diubah menjadi metana dan karbon dioksida. Bakteri yang mengubah
asam asetat adalah bakteri asetoklastik (atau asetofilik). Reaksi keseluruhan adalah
sebagai berikut:
Hanya sejumlah senyawa dalam jumlah terbatas yang dapat digunakan sebagai
substrat dalam metanogenesis yakni asetat, H 2, CO 2, metanol, dan format.
Berdasarkan stoikiometri, para ahli memperkirakan bahwa sekitar 70% dari metana
dihasilkan dari asetat, sedangkan 30% sisanya dihasilkan dari H 2 dan CO 2.
III. PRINSIP KERJA
Bagian utama dari suatu fasilitas komersial konversi POME menjadi biogas ditunjukkan
pada Gambar 1.3. Setiap komponen dalam gambar akan dibahas pada bagian selanjutnya.
Gambar 9. Flare
7. Sistem Instrumentasi dan Kontrol
Operator menggunakan sistem instrumentasi dan kontrol untuk memantau parameter
seperti suhu, pH, aliran cairan gas, serta tekanan gas. Sistem control juga digunakan untuk
menghentikan system secara manual maupun otomatis saat kondisi tidak aman.
Perkiraan jumlah energi yang bisa dihasilkan oleh proyek konversi POME menjadi energi
akan mendasari tahapan desain dan penentuan biaya. Untuk mengkaji potensi energi, Anda perlu
menentukan parameter produksi pabrik dan komposisi limbah cair pabrik kelapa sawit.
1. Metode Sampling POME
Komposisi limbah cair kelapa sawit pabrik memberi informasi penting untuk
perhitungan potensi daya, sehingga memerlukan analisis yang cermat dan menyeluruh.
Analisis POME dilakukan untuk menentukan kualitas dan kandungan limbah cair serta
mengidentifikasi potensi masalah yang berhubungan dengan keselamatan atau ketaatan pada
peraturan. Analisis POME harus dilakukakan dengan menggunakan sampel yang dapat
mewakili karakter limbah dari pabrik kelapa sawit. Mengandalkan asumsi umum akan
mengarah pada perkiraan energi potensial yang tepat dan mewakili karakteristik limbah
dibutuhkan untuk mendapatkan hasil pengujian laboratorium yang valid.
Pengambilan sampel limbah cair (Gambar 10) umumnya menggunakan salah satu
dari dua metode, yaitu grab sampling atau composite sampling.
Perhitungan ini didasarkan pada beberapa asumsi parameter operasi. Tabel 4 dibawah ini
merinci asumsi tersebut.
Tabel 4. Asumsi dalam Menghitung Potensi Daya
Berdasarkan karakteristik limbah cair PKS dan asumsi yang tercantum di atas, dapat
dilakukan perhitungan potensi daya. Bagian berikut menunjukkan tahapan perhitungan:
TBS Olahan Tahunan
(1) Bahan baku harian (ton TBS/hari) =
Hari operasi dalam setahun
(2) Aliran limbah caoir harian (m3 /hari ) = volume limbah cair harian × rasio POME
terhadap TBS
kg 1000 L
(3) COD loading (kg COD/hari) = COD × Aliran limbah cair harian × ×
105 mg m3
3
(4) Produksi CH 4( N m CH 4 /hari ) = COD loading × CODeff × CH 4/COD
Produksi CH 4 ×CH 4 ,ev ×Geneff
(5) Kapasitas Pembangkitan (MWe) =
24 ×60 × 60
Hasil perhitungan kapasitas pembangkitan daya berkaitan dengan potensi daya yang
akan dihasilkan gas engine. Untuk pabrik yang berencana menjual semua listrik ke jaringan,
perhitungan rencana pendapatan dapat dilakukan dengan mengalikan kapasitas daya yang
dihasilkan dengan 24 jam (mengubah MWe ke MWh per hari) dan mengalikan hasilnya
dengan tarif pembelian PLN (feed-in-tarif). Daya listrik yang dihasilkan pabrik akan
berkurang dari jumlah yang dihitung karena ada potensi penghentian operasi untuk
pemeliharaan dan gangguan mesin, maka dalam perhitungan digunakan factor ketersediaan
(availability factor). Availability factor umumnya berkisar antara 90% hingga 98% dikalikan
dengan jumlah listrik yang dihasilkan dari gas engine.
V. RENCANA IMPLEMENTASI
Tahap awal untuk pengimplementasian pembangkit listrik tenaga biogas (PLTBg) ini
adalah melakukan kajian kelistrikan untuk memahami pasokan dan beban listrik di pabrik
kelapa sawit, serta mengindentifikasi distribusi bebean untuk PLTBg yang direncanakan.
Bilamana dikaitkan dengan pembangkit listrik yang ada di dalam pabrik kelapa sawit, maka
diperlukan data historis untuk pasokan dan beban listrik selama tiga tahun terakhir untuk
mengkaji kecenderungan secara akurat seimbang antara beban listrik dan beban listrik
tersebut di pabrik.
Mengintegrasikan operasi pabrik kelapa sawit dengan pembangkit listrik tenaga
biogas adalah sinergi antara memaksimalkan potensi energi dari POME dan memanfaatkan
listrik untuk kebutuhaninternal operasi pabrik atau kebutuhan diluar pabrik seperti
perumahan karyawan atau dijual ke jaringan PLN. Pengalaman operasi yang baik dalam
sistem kelistrikan menyatakan bahwa total kapasitas pasokan listrik harus sedikit lebih besar
dari beban listrik keseluruhan. Kelebihan kapasitas diperlukan untuk mengantisipasi adanya
beban puncak, rugi-rugi pada transmisi dan distribusi, serta penggunaan listrik untuk
kebutuhan internal pembangkit (disebut beban parasitik). Bila salah satu pembangkit
mengalami gangguan, maka sistem kelistrikan masih bisa beroperasi karena adanya
kelebihan kapasitas pasokan listrik.
Pada pabrik kelapa sawit, listrik yang dibangkitkan dari pembangkit listrik tenaga
biogas (PLTBg) perlu diparalelkan dengan sumber listrik lain yang ada di dalam pabrik
kelapa sawit untuk memenuhi total kebutuhan listrik di jaringan tersebut. Sumber listrik
yang ada di pabrik kelapasawit biasanya terdiri dari pembangkit listrik tenaga biomassa
(PLTBm) dan generator diesel. Jika pabrik kelapa sawit terhubung ke jaringan PLN, maka
pabrik dapat menjual kelebihan listrik ke PLN. Apabila pabrik membutuhkan lebih banyak
listrik, maka dapat membeli listrik dari PLN.
Kajian utama dari sistem kelistrikan mencakup pasokan dan beban listrik saat ini maupun
pasokan dan beban listrik di masa mendatang setelah pembangunan pembangkit listrik
tenaga biogas. Dengan menggunakan data historis pengukuran daya listrik, dapat dilakukan
kajian listrik atas keseimbangan antara pasokan dan beban listrik.
DAFTAR RUJUKAN
Suprihatin, Gambira Said, E., Suparno, O., Hasanudin, U. 2014. “The Pattern of Biogas
Production from Palm Oil Effluent : In Pursuit of Greener Argoindustry”. Lampung :
Department of Agricultural Technology.
Goodwin, J, Wase, D., Forster, C. 1992. “Pre-granulated Seeds for UASB Reactors : How
Necessary are They ?”. Birmingham : Elsevier Bioresource Technology.
Lems, R, Erwin, D. 2009. “Making Pressurized Water Scrubbing the Ultimate Biogas
Uprgading Technology with the DMT Carbonex PWS System”. Netherlands : DMT
Environmental Technology.
Poh, P.E., Chong, M.E. 2008. “Development of Anaerobic Digestion Methods for Palm Oil
Mill Effluent (POME) Treatment”. Malaysia : Elsevier Publishing Company.
Suprihatin, Gambira Said, E., Suparno, O., Hasanudin, U. 2014. “The Pattern of Biogas
Production from Palm Oil Effluent : In Pursuit of Greener Argoindustry”. Lampung :
Department of Agricultural Technology.