Anda di halaman 1dari 14

PENDAHULUAN A.

LATAR BELAKANG Meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan sumber energi yang di butuhkan akan semakin besar pula, akan tetapi sumber energi dari sumber daya alam atau fosil semakin menipis. Untuk itu perlu dicarikan sumber energi alternative untuk mengimbangi meningkatnya jumlah penduduk dan menipisnya sumber daya alam tersebut . salah satu alternative sumber energi adalah biogas dengan mempergunakan kotoran sapi. Indonesia adalah Negara yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian petani, ini di dukung dengan banyak lahan pertanian yang cukup luas. Di propinsi Bali sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani atau petani penggarap, selain sebagai petani para penduduk di Bali juga mengisi hari hari mereka dengan berternak, baik itu berternak sapi, kambing, ayam, bebek dan lain sebagainya. Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya; kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga), sampah biodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik. Kandungan utama dalam biogas adalah metana dan karbon dioksida. Biogas dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan maupun untuk menghasilkan listrik. Biogas dibentuk dari hasil fermentasi anaerobik yang merupakan proses perombakan suatu bahan menjadi bahn lain yang lebih sederhana dengan bantuan mikroorganisme tertentu dalam keadaan tidak berhubungan langsung dengan udara bebas. Menurut Buren (1979) biogas dapat dibuat dari bahan-bahan antara lain kotoran hewan dan manusia, limbah pertanian, sampah kota, limbah industri pertanian dan bahan-bahan lain yang memiliki kandungan bahan organik. Biogas merupakan campuran dari metana, karbondioksida, sedikit gas hidrogen, hidrogen sulfida dan atau nitrogen. Menurut Price dan Paul (1981) gas

metana atau CH4 yang terkandung dalam biogas besarnya 60 sampai dengan 70 %, sedang sisanya berupa gas CO2, H2S, gas nitrogen dan hidrogen. Biogas mempunyai sifat mudah terbakar dengan warna nyala biru, tidak beracun dan memiliki nilai kalori 2,24 x 10 4 J/m3. Gas metana yang merupakan komponen gas yang paling dominan pada biogas memiliki sifat tidak berbau, tidak berwarna dan tidak berasa, adanya gas lain meyebabkan timbulnya bau. Berat jenis gas metana 0,554, kelarutannya dalam air rendah, pada suhu 20 oC dan tekanan 1 atm hanya 3 bagian gas metana yang larut dalam 100 bagian air. Gas metana termasuk gas yang stabil (Buren, 1979). Nilai energi gas metana cukup tinggi sehingga dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, seperti penerangan, pengeringan, memasak dan keperluan lainnya(Fauziyah, 1996) Pembakaran sempurna gas metana akan menghasilkan sejumlah besar panas. Pembakaran sempurna 1 meter kubik (0,716 kg) gas metana dapat membebaskan panas 8562 sampai 9500 kcal dan menaikkan suhu sampai 1400 oC (Buren, 1979). Reaksi kimia yang berlangsung adalah : CH4 Kcal Tabel 21. Perbandingan nilai energi dari beberapa sumber energi dalam berat kering Sumber Energi Bahan bakar Batubara Gasoline Gas metana Bahan organik Kayu Kotoran sapi Sampah organik Sumber : Fauziyah (1996) Nilai Energi (J/kg) 3,14 x 107 4,71 x 107 5,00 x 107 1,44 x 107 2,09 x 107 1,63 x 107 + 2 O2 CO2 + 2 H 2O, Hc = -212

Di beberapa negara, biogas telah banyak dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk penerangan dan memasak. Menurut Buren (1979) 1 m 3 biogas dapat disetarakan dengan 60 100 watt daya listrik yang dioperasikan selama 6 7 jam. Biogas juga dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk menggerakkan mesin dan generator. Nilai kesetaraan 1 m3 biogas untuk tenaga gerak adalah 1 hp selama 2 jam atau sebanding dengan 0,6 0,7 kg minyak tanah. Gas metana sendiri memiliki manfaat yang tidak kalah penting di dalam industri kimia. Penggunaannya antara lain untuk produksi monoklorometana, diklorometana, kloroform, metanol dan sebagainya. Pemakaian biogas memberikan solusi terhadap masalah penyediaan energi dengan murah dan tidak mencemari lingkungan. Biogas dapat memberikan perlawanan terhadap efek rumah kaca melalui 3 cara, yaitu : Biogas dapat mengganti atau mensubstitusi bahan bakar fosil untuk beberapa aplikasi. Jika limbah seperti kotoran hewan dan sampah dibiarkan menumpuk maka akan menghasilkan gas methana. Gas ini merupakan gas penyumbang terbesar pada efek rumah kaca, bahkan lebih besar dibandingkan CO2. Dengan dihasilkannya biogas, akan mengurangi penggunaan kayu bakar sebagai bahan bakar sehingga akan mengurangi usaha penebangan pohon di hutan. Hutan yang tetap lestari dapat mengurangi efek rumah kaca dengan menyerap CO2 dan mengubahnya menjadi O2. Selain manfaat tersebut, pemakaian biogas untuk memasak menghasilkan api biru yang bersih, tidak menghasilkan asap sehingga dapat menjaga kesehatan.

PEMBAHASAN

1. Proses Pembentukan Biogas Biogas dihasilkan dari proses pembusukan bahan baku isian di dalam tangki pencerna. Biogas merupakan salah satu hsil sampingan daripada pembusukan bahan organik. Proses pembusukan dapat bersifat aerobik atau anaerobik. Pada proses pembusukan aerobik, bakteri aerobik memanfaatkan oksigen dan menghasilkan amoniak, bakteri anaerobik merombak bahan organik menjadi biogas, kotoran, dan pupuk organik cair. Proses pembusukan bahan organik ini dilakukan oleh mikroorganisme dalam proses fermentasi. Proses kerja daripada bakteri ini dapat dibagi dalam tiga tahapan yaitu tahap pemecahan polimer (Tahap 1), tahap pembentukan asam organik (Tahap 2) dan tahap produksi metan (Tahap 3). Tahap 1 (Pemecahan polimer) Pada tahap ini sekelompok mikroorganisme akan menguraikan substrat organik. Penguraian ini dilakukan oleh berbagai jenis bakteri. Bakteri yang berperan antara lain memiliki enzim selulolitik, lipolitik dan proteolitik. Enzim yang dihasilkan ini mempercepat hidrolisa polimer menjadi monomer larut yang merupakan substrat bagi mikroorganisme tahap kedua. Bakteri selulolitik memegang peranan dalam tahap ini. Temperatur kerja optimum adalah 50 60 oC (bakteri thermophilik) dan temperatur 30 40 oC (bakteri mesophilik). Kedua kelompok selulolitik ini bekerja pada kisaran pH enam sampai dengan tujuh. Pada proses ini kemungkinan penurunan pH bisa terjadi dikarenakan terbentuknya asam organik. Hal ini perlu distabilkan dengan penambahan larutan kapur. Apabila bakteri tahap 2 dan tahap 3 telah bekerja dan reaksi dalam kesetimbangan maka pH sistem berkisar tujuh. Kerja sinergis selalu terjadi diantara berbagai macam bakteri dalam pemecahan polimer menjadi monomer yang larut. Suatu studi menunjukkan bahwa laju pemecahan polimer lebih tinggi pada medium yang berisi campuran

bakteri selulolitik dan nonselulolitik dibanding dalam medium berisi biakan murni bakteri selulolitik. Tahap pembentukan monomer ini merupakan tahap pengendali waktu dalam peruraian limbah ini. Hal ini disebabkan oleh kerja bakteri fermentor yang sangat lambat dibanding dengan kerja bakteri tahap 2 dan tahap 3. laju peruraian ini tergantung pada temperatur, jenis substrat dan pH sistem. Tahap 2 (Pembentukan Asam Organik) Bakteri pada tahap ini menghasilkan asam-asam organik yang dibentuk dari senyawa monomer larut. Hasil terbesar dari bakteri asetogenik ini ialah asam asetat, propionat dan asam laktat. Bakteri metanogenik sebagian besar hanya manfaatkan asam asetat. Beberapa spesies bakteri metanogenik dapat memproduksi metan dari gas hidrogen dan karbondioksida, yang mana bahan ini terproduksi selama dekomposisi karbohidrat. Selain itu metan juga dapat diproduksi dengan reduksi metanol atau hasil sampingan lain selama pemecahan karbohidrat. Mikrobiologi dalam proses ditahap ini belum jelas. Beberapa spesies bakteri bekerja dalam tahap ini, dan proporsi dari asam, gas hidrogen, karbondioksida dan alkohol yang dihasilkan tergantung dari pada framen yang ada dan kondisi lingkungan. Tahap 3 (Produksi Metan) Bakteri metanogenik sangat peka terhadap lingkungan. Dikarenakan bakteri ini harus dalam keadaan anaerob, maka sejumlah kecil oksigen dapat menghalangi pertumbuhannya. Bukan hanya itu, bakteri ini juga kekal terhadap senyawa yang memiliki tingkat oksidasi tinggi seperti nitrit dan nitrat. Bakteri ini juga peka terhadap perubahan pH. Kisaran pH optimal untuk memproduksi metan adalah 7,0 7,2, namun gas masih terproduksi dalam kisaran 6,6 7,6. jika pH dibawah 6,6 akan menjadi faktor pembatas bagi bakteri dan pH dibawah 6,2 akan menghilangkan kemampuan bakteri metanogenik. Dalam keadaan demikian bakteri asetogenik tetap aktif hingga pH 4,5 5,0, sehingga diperlukan buffer untuk menetralkan pH.

Beberapa senyawa merupakan racun bagi bakteri ini. Senyawa itu antara lain ammonia (lebih dari 1500 -3000 mg/l), dari total ammonia nitrogen pada pH diatas 7,4, ion ammonium (lebih dari 3000 mg/l dari total ammonia nitrogen pada sembarang pH, sulfida terlarut (lebih dari 50 100 mg/l) serta larutan garam dari beberapa logam seperti tembaga, seng dan nikel.

2. Faktor- faktor yang Berpengaruh terhadap Pembentukan Biogas Pembentukan biogas merupakan hasil kerja dari mikroorganisme, oleh karena itu kondisi bahan organik dan kondisi lingkungan besar sekali pengaruhnya terhadap pembentukan biogas. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan biogas adalah kadar karbon dan nitrogen dalam bahan, kandungan air, derajat keasaman, temperatur pencerna, pengadukan dan racun. Kadar Karbon dan Nitrogen dalam Bahan Digester atau ruang pencerna adalah tempat kehidupan bakteri dimana mereka makan, bekembang biak dan mengubah bahan organik menjadi bentuk lain (gas, pup dan lain-lain). Unsur karbon dalam bentuk karbohidrat dan nitrogen dalam bentuk protein, asam nitrat, amonia dan lain-lain merupakan bahan makanan pokok bagi bakteri anaerobik. Unsur karbon (C) digunakan untuk energi

dan unsur nitrogen (N) digunakan untuk membangun struktural sel dari pada bakteri. Bakteri memakan habis unsur C tiga puluh kali lebih cepat dari pada unsur N. Oleh karena itu perbandingan C/N yang paling baik adalah 30/1. ini menunjukkan bahwa perbandingan C/N perlu diperhatikan dalam pembentukan biogas. Apabila di dalam bahan terdapat unsur C terlalu banyak (C/N tinggi), maka unsur N akan habis terlebih dahulu, sehingga unsur C banyak tersisa. Hal ini akan menyebabkan bakteri berhenti bekerja. Untuk lumpur serat yang memiliki C/N yang sangat tinggi maka perlu ditambahkan kotoran ternak untuk memperbaiki C/N agar menjadi ideal. Sebaliknya bila C/N terlalu rendah maka unsur C akan cepat habis dan proses fermentasi akan berhenti dan unsur N yang banyak tersisa akan menguap dalam bentuk NH3 (gas amonia). Hal ini akan menyebabkan rendahnya kesuburan dari sisa-sisa proses, karena menurunnya unsur N. Kandungan Air Mikroorganisme dalam kegiatannya akan membutuhkan air. Jumlah air yang dibutuhkan dalam pembentukan biogas tidak sama tergantung dari bahanbahan yang digunakan, kira-kira total solidnya 7 9% dari campuran. Bila air terlalu sedikit, asam asetat terakumulasi sehingga menghambat proses fermentasi, dan juga akan terbentuk lapisan kerak (scum) yang tebal dipermukaan, terutama jika bahan isian berserat. Scum ini akan menghambat gas yang terbentuk ke permukaan. Derajat Keasaman Keasaman dari campuran ditunjukkan dari nilai pH-nya. pH berpengaruh terhadap pertumbuhan dan aktifitas bakteri. Dalam hal ini kisaran pH yang diijinkan adalah 6,8 8,0. pada awal pencernaan ada kemungkinan pH akan turun, sehingga dibutuhkan buffer untuk menaikkan pH. Setelah pemberian buffer (larutan kapur), dan selama 2 3 minggu pH akan optimal, maka bakteri metanogenik akan berkembang biak dan mulailah produksi biogas.

Temperatur Pencernaan Temperatur mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dan kecepatan

reaksi dalam pembentukan biogas. Pencernaan anerobik dapat berlangsung pada kisaran suhu 5 55 oC. Temperatur kerja yang lebih tinggi akan memberikan hasil biogas yang lebih tinggi, namun pada temperatur yang terlalu tinggi bakteri akan mudah mati. Temperatur kerja yang optimum adalah 35 oC. Pengadukan Bahan baku yang sukar dicerna dalam digester akan membentuk lapisan kerak pada permukaan cairan. Apabila hal ini dibiarkan, lapisan kerak akan mengeras dan menghambat laju produksi biogas. Pengadukan berfungsi untuk mencegah lapisan kerak agar tidak terbentuk, namun pemasangan alat pengaduk harus tetap mempertimbangkan kondisi anaerob agar tidak mempengaruhi jalannya proses fermentasi. Racun Adanya racun bagi mikroorganisme pembentuk biogas akan menghambat pembentukan biogas. Contohnya jika konsentrasi ammonia dalam campuran lebih dari 1500 ppm merupakan racun bagi mikroorganisme pembentuk metan. Contoh racun lain yang dapat menghambat proses pembentukan biogas dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Racun yang dapat menghambat pembentukan biogas Jenis Zat Penghambat NaCl (garam) ABS (komponen detergen) Ammonia (NH4) Sodium (Na) Potassium (K) Kalsium (Ca) Sumber : Fauziyah (1996) Pembuatan Biogas dari Kotoran Sapi Konsentrasi yang menghambat 40.000 ppm 20 40 ppm 1500 3000 mg/l 3500 5500 mg/l 2500 4500 mg/l 2500 4500 mg/l

Gas yang dapat dimanfaatkan sebagai energi dari pembuatan biogas adalah berupa gas metan. Gas metan ini diperoleh melalui proses dekomposisi bahanbahan organik oleh mikroorganisme. Bahan-bahan organik yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan sangat mudah, bahkan dapat diperoleh dalam limbah. Proses produksi peternakan menghasilkan kotoran ternak (manure) dalam jumlah banyak. Di dalam kotoran ternak tersebut terdapat kandungan bahan organik dalam konsentrasi yang tinggi. Gas metan dapat diperoleh dari kotoran ternak tersebut setelah melalui serangkaian proses biokimia yang kompleks. Kotoran ternak terlebih dahulu harus mengalami dekomposisi yang berjalan tanpa kehadiran udara (anaerob). Tingkat keberhasilan pembuatan biogas sangat tergantung pada proses yang terjadi dalam dekomposisi tersebut. Salah satu kunci dalam proses dekomposisi secara anaerob pada pembuatan biogas adalah kehadiran mikroorganisme. Biogas dapat diperoleh dari bahan organik melalui proses "kerja sama" dari tiga kelompok mikroorganisme anaerob. Pertama, kelompok mikroorganisme yang dapat menghidrolisis polimerpolimer organik dan sejumlah lipid menjadi monosakarida, asam-asam lemak, asam-asam amino, dan senyawa kimia sejenisnya. Kedua, kelompok mikroorganisme yang mampu memfermentasi produk yang dihasilkan kelompok mikroorganisme pertama menjadi asam-asam organik sederhana seperti asam asetat. Oleh karena itu, mikroorganisme ini dikenal pula sebagai mikroorganisme penghasil asam (acidogen). Ketiga, kelompok mikroorganisme yang mengubah hidrogen dan asam asetat hasil pembentukan acidogen menjadi gas metan dan karbondioksida. Mikroorganisme penghasil gas metan ini hanya bekerja dalam kondisi anaerob dan dikenal dengan nama metanogen. Salah satu mikroorganisme penting dalam kelompok metanogen ini adalah mikroorganisme yang mampu memanfaatkan (utilized) hidrogen dan asam asetat. Metanogen terdapat dalam kotoran sapi yang akan digunakan sebagai bahan pembuatan biogas. Lambung (rumen) sapi merupakan tempat yang cocok bagi perkembangan metanogen. Gas metan dalam konsentrasi tertentu dapat dihasilkan di dalam lambung sapi tersebut. Proses pembuatan biogas tidak jauh

berbeda dengan proses pembentukan gas metan dalam lambung sapi. Pada prinsipnya, pembuatan biogas adalah menciptakan gas metan melalui manipulasi lingkungan yang mendukung bagi proses perkembangan metanogen seperti yang terjadi dalam lambung sapi. Metanogen membutuhkan kondisi lingkungan yang optimal untuk dapat memproduksi gas metan. Metanogen sangat sensitif terhadap kondisi di sekitarnya. Bahan organik dalam kotoran sapi dapat menghasilkan gas metan apabila metanogen bekerja dalam ruangan hampa udara. Oleh karena itu, proses pembuatan biogas dari kotoran sapi harus dilakukan dalam sebuah reaktor atau digester yang tertutup rapat untuk menghindari masuknya oksigen. Reaktor harus bebas dari kandungan logam berat dan sulfida (sulfides) yang dapat mengganggu keseimbangan mikroorganisme. Jumlah metanogen dalam kotoran sapi belum tentu dapat menghasilkan gas metan yang diinginkan. Gas metan diperoleh melalui komposisi metanogen yang seimbang. Jika jumlah metanogen dalam kotoran sapi masih dinilai kurang, maka perlu dilakukan penambahan metanogen tambahan berbentuk strater atau substrat ke dalam reaktor. Metanogen dapat berkembang dengan baik dalam tingkat keasaman (pH) tertentu. Lingkungan cair (aqueous) dengan pH 6,5 sampai 7,5 di dalam reaktor merupakan kondisi yang cocok bagi pembentukan gas metan oleh metanogen. Tingkat keasaman di dalam reaktor harus dijaga agar tidak kurang dari 6,2. Untuk memperoleh biogas yang sempurna, ketiga kelompok mikroorganisme tadi harus bekerja secara sinergis. Keadaan lingkungan yang kurang baik akan menyebabkan ketiganya menjadi tidak optimal dalam menjalankan perannya masing-masing. Contohnya, jumlah kandungan bahan organik yang terlalu banyak dalam kotoran sapi akan membuat kelompok mikroorganisme pertama dan kedua untuk membentuk asam organik dalam jumlah banyak sehingga pH akan turun drastis. Hal itu akan menciptakan lingkungan yang tidak cocok bagi kelompok mikroorganisme yang ketiga. Akhirnya, gas metan yang dihasilkan akan sedikit, bahkan tidak menghasilkan gas sama sekali.

Untuk mencapai keberhasilan dalam proses pembuatan biogas diperlukan ketelitian untuk memberikan lingkungan yang optimal bagi pembentukan gas metan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pengontrolan terhadap berbagai aspek, seperti tingkat keasaman, kandungan dalam kotoran sapi (C/N), temperatur, hingga kadar air. Selain itu, reaktor yang digunakan harus memenuhi syarat dan kapasitasnya sesuai dengan jumlah kotoran sapi sebagai input. Manfaat lainnya Sisa kotoran sapi yang telah digunakan dalam proses pembuatan biogas dapat dimanfaatkan menjadi pupuk. Jika kandungan gas metan dalam kotoran sapi telah diperoleh, maka kotoran tersebut dapat diambil dari reaktor dan digunakan sebagai kompos. Pupuk kompos dapat menyuburkan tanah dan tidak mengandung bahan kimia, sehingga penggunaannya dapat mendukung gerakan pertanian organik (organic farming). Teknologi pembuatan biogas ini sangat ramah terhadap lingkungan karena tidak meninggalkan residu dan emisi gas berbahaya. Pengembangan teknologi biogas sangat mendesak untuk dilakukan, mengingat kebutuhan energi yang semakin mendesak pula. Berbagai penelitian pun sangat dibutuhkan untuk kemajuan teknologi biogas di masa depan. Teknologi ini harus semakin disosialisasikan sebagai alternatif bahan bakar bagi masyarakat Indonesia, tentunya melalui dukungan kuat dari pemerintah.

KESIMPULAN Biogas merupakan proses produksi energi berupa gas yang berjalan melalui proses biologis. Gas yang dapat dimanfaatkan sebagai energi dari pembuatan biogas adalah berupa gas metan. Gas metan ini diperoleh melalui proses dekomposisi bahan-bahan organik oleh mikroorganisme. Prose pembuatan biogas terdiri dari 3 tahap yaitu tahap 1 (pemecahan polimer), tahap 2 (pembentukan asam organik), tahap 3 (pembentukan metan). Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembuatan biogas adalah kadar karbon dan nitrogen dalam bahan, kandungan air, derajat keasaman, temperatur pencernaan, pengadukan dan racun yang terdapat dalambahan baku biogas.

DAFTAR PUSTAKA Anggadiredja, J. 1993. Ekstraksi Sodium Alginat dengan Metode CaCl2 dari Sargassum sp dan Turbinaria sp. Laporan Penelitian. A/S Kobenhavvsn Pektifabrik, 1978. Carrageenan. Lilleskensved. Denmark http://id.wikipedia.org/wiki/Biogas http://docs.google.com/viewer? a=v&q=cache:qbvAT1LDXCsJ:agribisnis.deptan.go.id/images/book_review /file/Pedoman%2520Teknis%2520Biogas%2520Kompos %25202010.pdf+diagram+alir+proses+pembuatan+biogas+dari+kotoran+sa pi/ www.the-az.com/berita-cara-membuat-biogas-pengganti-minyak-tanah-pdfqueen--pdf-search/

TUGAS BIOENERGI TEKNOLOGI PENGOLAHAN BIOGAS DARI KOTORAN SAPI

I MADE ADI PARIMARTHA (0711205001) KT.GEDE RAJAN DARMAWAN (0711205004) I AGUS GEDE AMANDA PARATAMA (0711205017)

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS UDAYANA 2010

Anda mungkin juga menyukai