Anda di halaman 1dari 8

Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan

tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah
terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan
meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan
meningkat hingga di atas 50

70
0
C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah
mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi
dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos
dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO
2
, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur
mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu
pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume
maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30

40% dari volume/bobot awal bahan.
Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak
ada oksigen). Proses aerobik yaitu mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi
bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut
proses anaerobik. Proses ini tidak diinginkan selama proses pengomposan karena akan dihasilkan
bau yang tidak sedap. Proses aerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak
sedap, seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia,
dan H
2
S (Isroi, 2009)
Manfaat Kompos

Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik


tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah.
Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan
kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah.
Aktivitas mikroba tanah juga d iketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan
penyakit.
Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada
tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat,
lebih segar, dan lebih enak.
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
Aspek Ekonomi :

1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah

2. Mengurangi volume/ukuran limbah

3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya

Aspek Lingkungan :

1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari
sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat pembuangan
sampah

2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan

Aspek bagi tanah/tanaman:

1. Meningkatkan kesuburan tanah

2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah

3. Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah

4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah

5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)

6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman

7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman


8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah

Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya merangsang granulasi,
memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air. Peran bahan organik
terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada
fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat
kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga memengaruhi serapan hara
oleh tanaman (Gaur, 1980).

2. Faktor yang memengaruhi proses Pengomposan

Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan


bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan bekerja
giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak
sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati.
Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan
proses pengomposan itu sendiri.
Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain:
Rasio C/N Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1.
Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein.
Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk
sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis
protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.
Umumnya, masalah utama pengomposan adalah pada rasio C/N yang tinggi, terutama jika bahan
utamanya adalah bahan yang mengandung kadar kayu tinggi (sisa gergajian kayu, ranting, ampas
tebu, dsb). Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan
mikroorganisme selulotik (Toharisman, 1991) atau dengan menambahkan kotoran hewan karena
kotoran hewan mengandung banyak senyawa nitrogen.
Ukuran Partikel Aktivitas mikroba berada di antara permukaan area dan udara. Permukaan area
yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi
akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan
(porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran
partikel bahan tersebut.
Aerasi Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi
secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat
keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh
porositas dan kandungan air bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi
proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan
melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
Porositas Porositas adalah ruang di antara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas
dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan
diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila
rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga
akan terganggu.
Kelembaban (Moisture content) Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam
proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen.
Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam
air. Kelembaban 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila
kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah
lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume
udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi
anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.
Temperatur/suhu Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara
peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak
konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat
terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC
menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan
membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan
hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-
benih gulma.
pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan
menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses
pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman),
sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan
meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya
mendekati netral.
Kandungan Hara Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya
terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba
selama proses pengomposan.
Kandungan Bahan Berbahaya Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan
yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr
adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami
imobilisasi selama proses pengomposan.
Lama pengomposan Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang
dikomposkan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan
aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa
minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang

Sampah
Sampah adalah sisa-sisa bahan yang telah mengalami perlakuan- perlakuan, baik karena telah
diambil bagian utamanya atau karena pengolahan dan dianggap sudah tidak ada manfaatnya,
yang ditinjau dari segi ekonomi tidak ada harganya, dan dari segi lingkungan dapat
menyebabkan pencemaran atau gangguan kelestarian (Hadiwiyoto,1983). Sampah dapat dibagi
menjadi dua jenis, yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik terdiri dari
bahan- bahan yang dapat didekomposisikan, diantaranya sisa tumbuhan, hewan dan bahan
organik lainnya. Sampah organik dapat menjadi sumber hara organik bagi tumbuhan. Sedangkan
sampah anorganik terdiri dari bahan-bahan yang tidak dapat didekomposisikan, seperti plastik,
kaca atau gelas, kaleng, aluminium dan karet. Sampah anorganik dapat didaur ulang menjadi
barang bare yang siap pakai (Lotti, 1996).
Dekomposisi Bahan Organik
Bahan organik tanah merupakan bahan kompleks dan dinamis, berasal dari tanaman dan binatang
hidup atau mati dan sisanya, dan secara terus-menerus mengalami perubahan akibat kegiatan
biologi tanah dan faktor kimia fisik tanah. Sumber bahan organik yang asli adalah jaringan
tumbuhan sedangkan binatang merupakan penyumbang bahan organik sekunder setelah
tumbuhan (Soepardi,1983). Prinsip pengomposan adalah menurunkan nisbah C/N bahan organik
hingga sama atau hampir sama dengan nisbah C/N tanah (<20). Dengan demikian nitrogen dapat
dilepaskan dari bahan organik dan dapat digunakan oleh tanaman (lndriani, 2002). Dalam proses
dekomposisi bahan organik secara aerobik, akan terjadi penguraian selulosa, hemiselulosa,
lemak, lilin serta lainnya menjadi karbondioksida (CO2), air, humus, unsur hara dan energi
(Soepardi, 1983). Pada akhir proses dekomposisi bahan organik, akan dijumpai senyawa-
senyawa sederhana, seperti NO3, SO4, CH4, dan H2S, tergantung dari bahan organik yang
didekomposisikan (Rao, 1994). Polprasert (1989) menjelaskan proses dekomposisi protein dan
karbohidrat. Dekomposisi protein berlangsung dengan skema berikut : Protein peptida asam
amino senyawa amonium amonia (NH4) Selanjutnya amonia akan mengalami nitrifikasi menjadi
nitrat. Nitrifikasi amonia menjadi nitrat berlangsung dengan reaksi berikut :
NH4+ + 2O2 NO3- + 2H+ + H2O Sebagian dari amonia yang dihasilkan akan digunakan oleh
bakteri untuk sintesis bahan selnya. Sintesis amonia menjadi protoplasma sel bakteri dengan
reaksi berikut NH4++ 4 CO2 + HCO
3
+H
2
OC
5
H
7
O
2
+ 5O
2
Dekomposisi karbohidrat bertangsung dengan skema berikut : Karbohidrat gula sederhana asam
organik CO2

Faktor-faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan pengomposan bahan organik, yaitu


nisbah C/N bahan baku, ukuran atau potongan bahan, perbandingan bahan, aerasi, kelembaban,
suhu, mikroorganisme, dan penggunaan inokulum (Gaur, 1983). a. Nisbah C/N bahan Nisbah
C/N yang optimum untuk pengomposan berkisar antara 25-40. Semakin rendah nilai C/N bahan,
waktu yang diperlukan untuk pengomposan semakin singkat (Gaur,1983). b. Ukuran bahan
Bentuk bahan yang lebih kecil dan homogen lebih luas permukaannnya bagi aktivitas
mikroorgariisme dekomposer. Bentuk bahan juga berpengaruh terhadap kelancaran difusi
oksigen yang diperlukan serta karbondioksida yang dihasilkan (Suriawiria, 2002). Ukuran
cacahan yang baik adalah antara 1-5 cm (Indriani, 2002). c. Komposisi bahan Komposisi bahan
mentah dalam tumpukan kompos harus mencukupi karbon dan nitrogennya. Sisa tanaman
dengan kandungan nitrogen rendah seperti alang-alang dan jerami dapat dicampur dengan bahan
yang mengandung nitrogen tinggi seperti kotoran hewan, limbah rumah tangga, tanaman
potongan, sayuran segar dan hijauan atau pupuk nitrogen. Pemberian urea harus sesuai karena
akan mempengaruhi nisbah C/N. Selain itu perlu juga ditambahka.n bahan yang dapat
menetralkan asam, antara lain kapur. Pemberian urea dan kapur tidak boleh berlebihan karena
akan terjadi penguapan amoniak (Gaur, 1983). d. Kelembaban dan aerasi Umumnya
mikroorganisme dapat bekerja pada kelembaban 40-60%. Kelembaban yang lebih rendah atau
lebih tinggi dapat menyebabkan mikroorganisme tidak berkembang atau mati (Indriani, 2002).
Proses pengomposan sangat dipengaruhi aerasi. Aerasi yang cukup akan memperlancar proses
pengomposan (Gaur, 1983). Jika aerasi terlalu tinggi maka penguapan air dan kehilangan panas
meningkat, sehingga memperlambat proses penguraian bahan organik. Sedangkan jika aerasi
tidak cukup maka proses penguraian terhambat (Winarni, 1997). e. Suhu Pada pengomposan
secara aerob akan terjadi kenaikan suhu yang cepat selama 3-5 hari pertama sampai 55-65C
(Gaur, 1983). Suhu optimal adalah 30-50C. Bila suhu terlalu tinggi maka mikroorganisme akan
mati. Sebaliknya bila suhu terlalu rendah, mikroorganisme belum dapat bekerja atau dalam
keadaan dorman. Aktivitas mikroorganisme dalam proses pengomposan juga menghasilkan
panas sehingga untuk menjaga suhu tetap optimal dilakukan pembalikan (Indriani, 2002). f.
Keasaman (pH) Nilai pH permulaan dalam tumpukan kompos pada umumnya asam sampai
netral, sekitar 6-7 (Gaur, 1983). Kisaran pH yang ideal selama proses pengomposan adalah
antara 6.5-7.5 (Indriani, 2002). g. Mikroorganisme Rao (1994) menjelaskan tentang beberapa
mikroorganisme yang mampu memanfaatkan komponen bahan organik, diantaranya adalah
bakteri, fungi, dan aktinomicetes. Sutedjo (1991), menambahkan bahwa bakteri heterotrof
meliputi

sebagian besar organisme dalam tanah. Pertumbuhannya tergantung dari bahan- bahan organik
sebagai sumber energinya dan terutanna berhubungan dengan dekomposisi selulosa,
hemiselulosa, zat tepung, protein dan bahan nitrogen lainnya serta lemak sebagai bahan
makanannya. h. Penggunaan inokulum sebagai aktivator Gaur (1983) mendefmisikan bahwa
setiap zat atau bahan yang dapat mempercepat dekomposisi bahan organik dalam tumpukan
kompos disebut sebagai aktivator. Aktivator tersebut mempengaruhi tumpukan kompos melalui
dua cara, yaitu inokulasi strain mikroorganisme yang efektif dalam menghancurkan bahan
organik dan meningkatkan kadar nitrogen yang merupakan makanan tambahan bagi
mikroorganisme tersebut. Menurut Nurlela (1995), kotoran sapi mengandung unsur N sebanyak
0.498%, unsur 71.75 ppm, unsur K 15.18 me/100gr, unsur Ca sebanyak 5.82 me/100gr, unsur
Mg 9.04 me/1-00gr, dan unsur C sebanyak 25.05%. Nisbah C/N kotoran sapi 50.30. Kotoran
ayam mengandung unsur N, P, K, Ca, Mg, dan C 'berturut-turut sebanyak 0.824%; 236. ppm;
24.38 me/100gr; 3.74 me/100gr; 8.93 me/100gr; dan 25.68%. Nisbah ON kotoran ayam adalah
31.17. Soepardi (1983) menjelaskan bahwa kotoran kambing mengandung N, P, dan K berturut-
turut 5.06%, 0.67%, dan 3.97%. Effective Microorganisms (EM-4) mengandung mikroorganisme
fermentasi dan sintetik yang terdiri dari bakteri asam laktat (
Lactobacillus
sp.), bakteri fotosintetik (
Rhodopseudomonas
sp.),
Actinomycetes
Sp.,
Streptomyces
sp., dan
yeast
(ragi). Manfaat EM-4 adalah memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, meningkatkan
ketersediaan nutrisi tanaman, menekan aktivitas hama dan penyakit pada tanaman,
mengoptimalkan kualitas dan kuantitas basil produksi, mempercepat proses fermentasi pada
pembuatan kompos, serta ramah lingkungan dan aman bagi manusia (Leaflet Petunjuk
Penggunaan EM-4, 2003). Penggunaan urea sebagai aktivator pada bahan kompos akan
menyebabkan pembentukan selaput koloidal yang meretensi kelembaban pada permukaan bahan
kompos, sehingga memudahkan serangan mikroorganisme pada bahan kompos tersebut.
Penambahan pupuk buatan membantu terjadinya proses nitrifikasi. Jika tidak ditambahkan pupuk
N buatan, akan terjadi kekurangan N pada saat proses dekomposisi bahan organik oleh
organisme heterotropik, dan seluruh amonia yang dibebaskan akan digunakan lagi oleh
organisme heterotropik tersebut (Tisdale dan Nelson, 1975).
Proses Pengomposan Sampah
Pengomposan sampah kota merupakan kegiatan yang memberikan nilai ekonomis, baik dilihat
sebagai unit produksi maupun sebagai subsistem dari keseluruhan operasional pengelolaan
sampah. Kegiatan pengomposan yang dikembangkan oleh Dinas lingkungan Hidup dan
Kebersihan Kota Bogor dengan pengusaha kompos adalah menggunakan teknologi sederhana
dengan bantuan inokulen dan setelah mengalami pematangan, maka kompos dicacah dan
dihaluskan dengan bantuan mesin pencacah, penggiling dan pengayak sampah organik. Sistem
pengomposan yang dilakukan oleh pabrik kompos di TPA Galuga

Anda mungkin juga menyukai