Oleh :
Hendra Kurniawan
512015601
Kelompok 1
Pengomposan merupakan salah satu contoh proses pengolahan sampah secara aerobik
dan anaerobik yang merupakan proses saling menunjang untuk menghasilkan kompos.
Sampah yang dapat digunakan dengan baik sebagai bahan baku kompos adalah sampah
organik, karena mudah mengalami proses dekomposisi oleh mikroba-mikroba.Proses
dekomposisi senyawa organik oleh mikroba merupakan proses berantai. Senyawa organik
yang bersifat heterogen bercampur dengan kumpulan jasad hidup yang berasal dari udara,
tanah, air, dan sumber lainnya, lalu di dalamnya terjadi proses mikrobiologis. Beberapa hal
yang harus diperhatikan agar proses tersebut berjalan lancar adalah perbandingan nitrogen
dan karbon (C/N rasio) di dalam bahan, kadar air bahan, bentuk dan jenis bahan, temperatur,
pH, dan jenis mikroba yang berperan didalamnya. Indikator yang menunjukkan bahwa proses
dekomposisi senyawa organik berjalan lancar adalah adanya perubahan pH dan temperatur.
Proses dekomposisi akan berjalan dalam empat fase, yaitumesofilik,termofilik, pendinginan,
dan masak.( Apriadi,2000)
II. TUJUAN
1. Mengetahui proses penguraian bahan organik dan peranan mikroorganisme
didalamnya.
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan.
III. METODE PELAKSANAAN
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Kegiatan pembuatan bahan organik dilaksanakan pada tanggal 17 Februari 2017 pukul
08.00 WIB di kebun Salaran, Kopeng.
3.2 Alat dan Bahan
Alat : - Plastik
- Pisau
V. PEMBAHASAN
Bahan organik umumnya ditemukan dipermukaan tanah, jumlahnya tidak besar hanya
sekitar 3-5% tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah sangat besar. Adapun pengaruh
bahan organik terhadap sifat-sifat tanah dan akibatnya terhadap pertumbuhan tanaman,
misalnya sebagai sumber unsur hara N,P,S dan unsur mikro, memperbaiki struktur tanah dan
sebagai sumber energi bagi mikroorganisme tanah. Dalam proses pembuatan kompos adalah
dengan menggunakan aktivator EM-4, yaitu proses pengkomposan dengan menggunakan
bahan tambahan berupa mikroorganisme dalam media cair yang berfungsi untuk
mempercepat pengkomposan dan memperkaya mikroba. Bahan-bahan yang digunakan
adalah : bahan baku utama berupa sampah organik, EM4, gula,dedak dan air.
Parameter yang dilakukan pada proses pembuatan bahan organik meliputi warna,suhu,
aroma, testur dan jamur. Menurut Jakmi (2009) menjelaskan bahwa untuk mengetahui
kematangan kompos dapat diketahui dengan beberapa cara yaitu :
a) pH,Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum
untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. Sedangkan data untuk pH
tidak ada.
b) Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposakan,
jika metode pengomposan yang dipergunakan ada penambahan aktivator pengomposan.
Maka proses pengomposan lebih cepat. Proses pembuatan bahan organik dengan
menggunakan bahan dasar sayuran yang mudah terurai dan pengamatan dilakukan
selama 4 minggu dan minggu terakhir dapat disimpulkan bahwa kompos belum benar-
benar matang.
c) Dicium : kompos yang sudah matang berbau seperti tanah dan harum. Apabila kompos
tercium bau yang tidak sedap, berarti terjadi fermentasi anaerobik dan menghasilkan
senyawa senyawa berbau yang mungkin berbahaya bagi tanaman. Apabila kompos
masih berbau seperti bahan mentahnya berarti kompos masih belum matang. Hal ini
sependapat dengan data yang diperoleh bau pada minggu pertama yaitu bau fermentasi
dan untuk minggu kedua bau dari bahan organiknya,sedangkan untuk minggu terakhir
bau tidak terlalu menyengat sehingga dapat disimpulkan bahwa ada proses
pengomposan dalam bahan dasar seresah daun.
d) Kekerasan bahan : kompos yang telah matang akan terasa lunak ketika dihancurkan.
Bentuk kompos mungkin masih menyerupai bahan asalnya, tetapi ketika diremas
remas akan mudah hancur. Dalam praktikum ini digunakan parameter testur bahan.
Pengamatan dilakukan selama tiga minggu dan pada hasil akhir bahan organik belum
matang karena testur dari bahan asal masih keras terutama pada seresah daun.
e) Warna kompos : kompos yang sudah matang adalah coklat kehitam hitaman. Apabila
kompos masih berwarna hijau atau warnanya mirip dengan bahan mentahnya berarti
kompos tersebut belum matang. Selama proses pengomposan pada permukaan kompos
seringkali juga terlihat miselium jamur yang berwarna putih. Hal ini benar adanya
warna pada bahan organik selama pengamatan tiga minggu seresah daun tidak berubah
warna kehitam-hitaman masih sama dengan bahan asal, dan permukaan kompos
terdapat miselium jamur.
f) Penyusutan : terjadi penyusutan volume/bobot kompos seiring dengan kematangan
kompos. Besarnya penyusutan tergantung pada karakteristik bahan mentah dan tingkat
kematangan kompos. Penyusutan berkisar antara 20 40 %. Apabila penyusutannya
masih kecil/sedikit, kemungkinan proses pengomposan belum selesai dan kompos
belum matang. Parameter penyusutan tidak dilakukan tetapi nampak jelas adanya
penyusutan dari bahan asal sayuran.
g) Suhu : suhu kompos yang sudah matang mendekati dengan suhu awal pengomposan.
Suhu kompos yang masih tinggi, atau di atas 50 oC, berarti proses pengomposan masih
berlangsung aktif dan kompos belum cukup matang. Pengukuran suhu dilakukan pada
minggu kedua menunjukan angka 24 oC jadi suhu sudah turun dan mingguterakhir
terjadi penurunan suhu menjadi 22 oC.
Dari penjelasan diatas untuk mengetahui kematangan kompos dapat disimpulkan bahwa
untuk data warna, kompos tidak mengalami perubahan warna menjadi kehitan-hitaman,
kompos masih berwarna asal, pada data aroma sependapat dengan penjelasan Jakmi pada
minggu kedau terjadi bau yang tidak sedap, tetapi pada minggu terakhir kompos tidak berbau.
Untuk testur kompos masih keras terutama seresah daun kering dan daun hijau segar yang
sudah lunak. Pada minggu kedua miselium jamur sudah terlihat dan minggu terakhir
miselium semakin banyak jadi tidak terjadi penguraian bahan organik hanya ada jamur
sedangkan mikroorganisme tidak bekerja hal ini didukung dengan data suhu yang
menunjukan suhu rendah sedangkan proses pengomposan memiliki suhu tinggi akan
meningkat hingga di atas 50-70 oC. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba
yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu
tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif.
Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan
organik menjadi CO2, uap air dan panas. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak
konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi.
VI. KESIMPULAN
1. Penguraian dalam kondisi anaerobik dan aerobik,penguraian akan menghasilkan H2O
dan CO2,serta senyawa lain dalam bentuk nutrisi. Mikroba pengurai ini berfungsi
melapukan atau mendekomposisi sampah organik dan bahan organik. Pada kondisi
kelembaban,suhu,porositas dan aerasi yang sesuai dengan kebutuhannya, bakteri ini
akan bekerja terus menerus tanpa henti, atau mendekomposisi material organik dengan
cepat. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu
tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen
dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik dan mikroba Termofilik yang aktif pada kondisi
ini.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penguraian (dekomposisi) bahan bahan
sampah, yaitu pengaturan aerasi, suhu, kelembaban, jenis jasad pengurai (dekompucer),
jenis sampahnya, kondisi sampah (utuh atau dipotong terlebih dahulu dan ukuran
potongan) serta adanya bahan bahan tambahan seperti effective microorganisme
yang disingkat EM.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Anonymus. Effective Mikroorganisme 4 (EM4) Bakteri Fermentasi Bahan Organik
Tanah. Harian mitra desa. Tanggal 11 Oktober hal :22. Bandung
Apriadi. W . 2000. Memproses Sampah. Penebar Swadaya. Jakarta
Dipoyuwono. 2007. Kiat Menggatasi Permasalahan Praktis. Agromedia Pustaka.
Jakarta
Hadisuwito, Sukamto. 2012. Membuat Pupuk Organik Cair. AgroMedia. Jakarta
Murbandono. 2000. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta
Rahmadhi. 2014. Pemanfaatan Limbah Padat Tandan Kosong Kelapa Sawit dan
Tanaman Pakis Untuk Produksi Kompos menggunakan Aktivator EM4. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Pekanbaru
Rohendi, E.2005. Lokakarya Sehari Pengelolaan Sampah.DKI Jakarta. Prosiding
Bogor, 08 April 2012
Sutedjo. 2002. Potensi dan Pemanfatan limbah gula sebagai bahan pembuatan pupuk
organik tanah. Nalai industri IndonesiaAnonymus .Jakarta.