Anda di halaman 1dari 14

ACARA I

LAPORAN PRAKTIKUM KESUBURAN DAN KESAHATAN TANAH

“Pengomposan”

Dosen Pengampu: Ir. Inkorena G. S. Sukartono, M.Agr. Sukartono


Ir. Wayan Rawiniwati, M. Si.

Disusun oleh:

Nama : Yuliza Harani

NPM : 205001516030

Kelas : B

PROGRAM STUDI ARGOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS NASIONAL

JAKARTA

2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Bahan organik adalah semua bahan yang berasal dari bagian tanaman atau
hewan yang terdapat di dalam tanah atau diberikan ke dalam tanah baik berupa
padatan atau cairan. Bahan–bahan organik berupa sisa tanaman biasaanya sebagian
digunakan sebagai makanan ternak, ada yang diberikan di atas tanah atau
dibenamkan ke dalam tanah. Secara alami bahan-bahan tersebut mengalami
penghancuran atas bantuan mikroorganisme tanah. Penambahan dan pengolahan
bahan organik merupakan tindakan perbaikan lingkungan tumbuh tanaman untuk
meningkatkan dan mengoptimalkan manfaat pupuk sehingga lebih efisien. Bahan
organik dapat bertindak sebagai penyangga biologi yang dapat mempertahankan
penyediaan hara dalam jumlah berimbang bagi akar tanaman.
Residu tanaman tersusun dari tiga golongan unsur yaitu air, bahan
organik dan senyawa anorganik. Kandungan air bahan berkisar 50 – 90%
tergantung pada jenis bahan dan tingkat maturitas bahan, umumnya kadar air sekitar
80% bagi jaringan muda dan 60% bagi jaringan tua. Bahan tanaman mengandung
88%-99% bahan organik dan sekitar 1 – 12% mineral atau bahan organik.
Unsur-unsur organik terdiri dari sejumlah besar senyawa kimiawi mengandung
elemen-elemen C, H, O, N, S, P dan K.
Jumlah bahan organik di dalam tanah semakin berkurang setiap tahunnya.
Pengurangan ini disebabkan karena tidak ada upaya pengembalian bahan organik ke
dalam tanah, sementara setelah panen tiba sebagian besar bahan organik berupa sisi
tanaman (batang, daun dan ranting dll) akan terangkat ke luar lahan tanaman. Hal
lain yang juga dapat memicu hilangnya bahan organik adalah curah hujan yang
tinggi bersifat menghanyutkan bahan organik dari permukaan tanah sehingga
permukaan tanah akan kehilangan sebagian besar bahan organik yang
dikandungnya.
Kehilangan bahan organik harus tergantikan oleh upaya penambahan
bahan organik ke dalam tanah. Namun bahan organik yang diberikan ke dalam tanah
memiliki karakteristik tertentu sehingga dapat bermanfaat bagi tanaman.
Karakteristik yang dimasud yaitu bahan organik telah terdekomposisi (terurai)
secara fisik maupun kimia dengan menunjukan ciri-ciri sebagai berikut :
• Warnanya coklat sampai hitam
• Nisbah C/N antara 10/1 – 20/1 tergantung bahan asal
• Kapasitas tukar kation dan daya serap air tinggi

Akselerasi Dekomposisi

Ada beberapa cara untuk mempercepat proses dekomposisi yaitu secara


fisik, kimia, dan biologi. Perlakuan fisik misalnya dengan membalikkan tumpukkan
kompos dan dengan memperkecil ukuran bahan baik dengan pemotongan,
pemukulan, pembelahan maupun kombinasinya. Perlakuan kimia misalnya dengan
pemberian hara nitrogen, fosfor, kapur, bahan kimia lainnya dengan tujuan selalu
akan mempercepat pengomposan juga akan menambah unsure hara pada bahan
kompos.
Perlakuan secara biologi yang biasa diberikan dengan cara
menambahkan inokulum mikroorganisme yang berkemampuan tinggi dalam
merombak bahan yang dikomposkan, seperti misalnya mikroorganisme selulotik
(pemecah selulosa), lignolitik (pemecah lignin) atau lignoselulotik (pemecah
lignin dan selulosa). Mikroorganisme selulotik mampu menghasilkan kompleks
enzim yang mampu memecah ikatan beta 1,4 glukosida dari struktur selulosa.
Dengan pemecahan selulosa maka perombakan tahap berikutnya akan dipermudah.
Kapang lingnoselulotik diperlukan untuk merombak lignin
yang dalam kompleksnya menempati proporsi besar dari selulosa dalam jerami.
Cyathus strecoreus adalah kapang lignoselulotik yang termasuk dalam klas
Basidiomicetes yang mampu merombak selulosa dan lignoselulosa. Inokulasi
dengan kapang tersebut mampu meningkatan perombakan jerami, dilaporkan
setelah 8 minggu pengomposan 14 – 33% karbon yang terdapat dalam jerami
dilepas sebagai CO2. jika tidak diinokulasi maka persentase karbon yang dilepas
hanya 4 – 16 %. Pelepasan karbon dioksida menunjukkan tingkat dekomposisi
yang terjadi, semakin besar CO2 yang dilepas berarti laju dekomposisi
semakin cepat dan pada akhirnya lebih cepat dapat dimanfaatkan oleh
tanaman, Budiandi (1983) melaporkan pemberian inokulum kotoran sapi,
kotoran tanaman safari Indonesia, sampah kota dan Tachoderma mampu
mempercepat pengomposan tandan kosong kelapa sawit dari 12 minggu menjadi 6-7
minggu.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengomposan

Dekomposisi bahan organik selama pengomposan merupakan suatu


perubahan situasi dalam suhu, pH dan ketersedian hara yang berbeda-beda.
Beberapa faktor yang sangat penting pengaruhnya pada proses pengomposan yaitu
aerasi, kadar air bahan, suhu, nisbah C/N, aktifitas mikroorganisme, ukuran partikel
bahan dan unsur hara.
Jumlah udara yang cukup ke semua bagian tumpukan kompos diperlukan
untuk memasok oksigen pada organisme dan mengeluarkan karbondioksida yang
dihasilkan. Pengaturan udara yang baik kesemua bagian tumpukkan bahan kompos
efisien untuk menyediakan oksigen bagi mikroorganisme yang berperan adalah
kelompok mikroorganisme anaerob dan selama proses tersebut akan dihasilkan bau
busuk yang menyengat. Pengaturan aerasi dapat dilakukan dengan penggunaan
wadah yang mampu mengalirkan udara atau dengan melakukan pembalikan-
pembalikan seminggu sekali agar terjadi sirkulasi udara selama pengomposan.
Mikroorganisme perombak memerlukan air untuk hidup. Pada kadar air
rendah, proses dekomposisi berjalan lambat. Pada kadar air tinggi, ruang antara
pertikel bahan menjadi jenuh air dan mencegah pergerakan udara dalam tumpukan
bahan. Kadar air yang optimal dari bahan untuk pengomposan yaitu antara 50 –
60%. Kadar air yang tinggi harus dihindari. Untuk memperoleh proporsi
kelembaban yang diinginkan dalam pengomposan, maka bahan organik yang
terlalu basah dapat dicampur dengan bahan kering untuk menghindari kondisi
anaerobic. Tanah kering dapat ditambahkan jika bahan organik kering tidak
cukup tersedia. Tanah pada perbandingan 5–10% dapat ditambahkan pada bahan
untuk mengurangi kadar air yang terlalu tinggi untuk mengabsorsi ammonia yang
disebabkan pada pengomposan.
Peningkatan suhu merupakan indikator adanya aktifitas dekomposisi oleh
mikroorganisme. Saat bahan organik dirombak oleh mikroorganisme maka
dibebaskan sejumlah energi dalam bentuk panas sehingga akan terasa suhu
melampaui 40 derajat Celsius maka aktifitas mikroorganisme mesofolik akan
tergantikan oleh kelompok mikroorganisme termofilik. Jika suhu melebihi 60 ‘C
maka aktifitas mikroorganisme yang tergolong kapang akan tergantikan oleh
mikroorganisme lain seperti aktinomicetes dan strain bakteri pembentuk spora.
Nisbah C/N dari bahan organik merupakan faktor yang sangat
penting dalam pengomposan. Selama proses pengomposan nisbah C/N menurun
secara drastis pada suhu tinggi kemudian dilanjutkan penurunan lambat
secara kontinyu pada fase pendinginan kompos. Nisbah C/N dalam
kandungan bahan yang akan dikomposkan sebesar 25:1 sampai dengan 40 : 1
cukup optimal untuk efisiensi pengomposan (Gaur, 1982).
Ukuran partikel sangat menentukan laju dekomposisi bahan organik.
Partikel yang susunannya sangat kecil dan kompak, ruang antar partikel kecil dan
sempit, menghambat aerasi pada bahan kompos sehingga laju dekomposisi
terhambat. Umumnya ukuran partikel antara 1 – 3 cm menguntungkan untuk proses
dekomposisi. Pemotongan dapat dilakukan dengan cara manual dengan pisau
biasa, dengan gunting, dengan mesing potong. Selain ukuran partikel unsure hara
juga merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan. Unsur hara berupa
tambahan pupuk urea, kapur sangat menguntungkan bagi kebutuhan
mikroorganisme perombak. Proses pengomposan dapat memanfaatkan tambahan
kapur untuk sumber Ca, Mg, dan perbaikan pH dalam tumpukkan bahan
kompos. Selain itu urea dapat digunakan sebagai sumber nitrogen bagi
mikroorganisme perombak. Pupuk mengandung fosfor, sulfur sangat
dibutuhkan bagi aktifitas mikroorganisme perombak.

1.2. Tujuan Praktikum

Untuk menguji pengaruh ukuran bahan kompos terhadap akselerasi


pengomposan bahan organik limbah tanaman
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kompos

Pupuk dapat diartikan sebagai bahan-bahan yang diberikan pada tanah agar
dapat menambah unsur hara atau zat makanan yang diperlukan tanah baik secara
langsung maupun tidak langsung. Pupuk organik adalah bahan organik yang
umumnya berasal dari tumbuhan dan atau hewan, ditambahkan ke dalam tanah
secara spesifik sebagai sumber hara, pada umumnya mengandung nitrogen yang
berasal dari tumbuhan dan hewan.
Pupuk organik mempunyai kandungan unsur hara, terutama N, P, dan K
yang relatif sedikit dibandingkan dengan pupuk anorganik, tetapi mempunyai
peranan lain yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, perkembangan, dan
kesehatan tanaman. Pengomposan merupakan suatu proses biooksidasi yang
menghasilkan produk organik yang stabil dan dapat dikontribusikan secara langsung
ke tanah serta digunakan sebagai pupuk. Produk dari pengomposan berupa kompos
apabila diberikan ke tanah akan mempengaruhi sifat fisik, kimia maupun biologis
tanah.

2.2. Proses Pengomposan Anaerobik

Dekomposisi secara anaerobik merupakan modifikasi biologis pada


struktur kimia dan biologi bahan organik tanpa kehadiran oksigen (hampa udara).
Proses tersebut merupakan proses yang dingin dan tidak terjadi fluktuasi suhu,
seperti yang terjadi pada proses pengomposan aerobik. Proses pengomposan secara
anaerobik akan menghasilkan metana (alkohol), CO2, dan senyawa lain seperti asam
organik yang memiliki berat molekul rendah (asam asetat, asam propionat, asam
butirat, dan asam laktat).
Proses anaerobik umumnya dapat menimbulkan bau yang tajam. Sisa hasil
pengomposan anaerobik berupa lumpur yang mengandung air sebanyak 60% dengan
warna cokelat gelap sampai hitam. Kehilangan unsur hara pada proses pengomposan
secara anaerobik sedikit, sehingga umumnya mempunyai kandungan unsur hara
yang lebih tinggi dari proses pengomposan secara aerobic.
2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan Anaerobik

1. Ukuran Bahan
Proses pengomposan dapat dipercepat jika bahan mentah kompos dicincang
menjadi bahan yang lebih kecil. Bahan yang kecil akan cepat didekomposisi
karena peningkatan luas permukaan untuk aktivitas organisme perombak,
sampai batas tertentu semakin kecil ukuran partikel bahan maka semakin cepat
pula waktu pelapukannya
2. Rasio Karbon-Nitrogen (C/N)
Rasio C/N bahan organik merupakan faktor yang paling penting dalam
pengomposan. Hal tersebut disebabkan mikroorganisme membutuhkan karbon
untuk menyediakan energi dan nitrogen yang berperan dalam memelihara dan
membangun sel tubuhnya Kisaran rasio C/N yang ideal adalah 20-40, dan rasio
yang terbaik adalah 30. Rasio C/N yang tinggi akan mengakibatkan proses
berjalan lambat karena kandungan nitrogen yang rendah, sebaliknya jika rasio
C/N terlalu rendah akan menyebabkan terbentuknya amoniak, sehingga nitrogen
akan hilang ke udara.
3. Temperatur Pengomposan
Pengomposan akan berjalan optimal pada suhu yang sesuai dengan suhu
optimum pertumbuhan mikroorganisme perombak.
4. Derajat Keasaman (pH)
Identifikasi proses degradasi bahan organik pada proses pengomposan dapat
dilakukan dengan mengamati terjadinya perubahan pH kompos.

2.4. Aktivator

Aktivator merupakan bahan yang mampu meningkatkan dekomposisi


bahan organik. Aktivator mempengaruhi proses pengomposan melalui dua cara, cara
pertama yaitu dengan menginokulasi strain mikroorganisme yang efektif dalam
menghancurkan bahan organik (pada activator organic), kedua yaitu meningkatkan
kadar N yang merupakan makanan tambahan bagi mikroorganisme tersebut

2.5. Limbah Sayuran


Limbah atau sampah merupakan zat-zat atau bahan-bahan yang sudah
tidak terpakai lagi. Mengelompokkan sampah atau limbah berdasarkan beberapa
faktor yaitu menurut bentuk dan sifatnya. Berdasarkan bentuknya, sampah
dibedakan menjadi sampah padat, cair dan gas. Berdasarkan sifatnya, sampah
dibedakan menjadi sampah yang mengandung senyawa organik yang berasal dari
tanaman, hewan dan mikroba dan sampah anorganik yaitu garbage (bahan yang
mudah membusuk) dan rubbish (bahan yang tidak mudah membusuk). Salah satu
sampah atau limbah yang banyak terdapat di sekitar kota adalah limbah pasar.
Limbah pasar merupakan bahanbahan hasil sampingan dari kegiatan manusia yang
berada di pasar dan banyak mengandung bahan organik. Sampah pasar yang banyak
mengandung bahan organik adalah sampah-sampah hasil pertanian seperti sayuran,
buah-buahan dan daun-daunan serta dari hasil perikanan dan peternakan. Limbah
sayuran adalah bagian dari sayuran atau sayuran yang sudah tidak dapat digunakan
atau dibuang.
Berdasarkan pengamatan di lapangan limbah yang terdapat di Pasar
Mrican terdiri dari limbah buah-buahan dan sayur-sayuran. Limbah buah-buahan
terdiri dari limbah buah semangka, melon, pepaya, jeruk, nenas dan lain-lain
sedangkan limbah sayuran terdiri dari limbah daun bawang, seledri, sawi hijau, sawi
putih, kol, limbah kecambah kacang hijau, klobot jagung, daun kembang kol dan
masih banyak lagi limbah-limbah sayuran lainnya. Namun yang lebih berpeluang
digunakan sebagai bahan pengganti hijauan untuk pakan ternak adalah limbah
sayuran karena selain ketersediaannya yang melimpah, limbah sayuran juga
memiliki kadar air yang relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan limbah
buahbuahan sehingga jika limbah sayuran dipergunakan sebagai bahan baku untuk
pakan ternak maka bahan pakan tersebut akan relatif tahan lama atau tidak mudah
busuk.

2.6. Manfaat Kompos

Kompos ibarat multi-vitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan


meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos
memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah
dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air
tanah. Aktifitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat
dengan penambahan kompos. Aktifitas mikroba ini membantu tanaman untuk
menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang
pertumbuhan tanaman. Aktifitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu
tanaman menghadapi serangan penyakit. Tanaman yang dipupuk dengan kompos
juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan
pupuk kimia, misalnya hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar,
dan lebih enak.
BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1. Waktu Pelaksanaan


Kamis, 23 Maret 2022

3.2. Alat dan Bahan


Alat : Alat penyiram, garu, timbangan, ayakan, alat potong, wadah
pengomposan, termometer, oven, alat leb, karung goni.
Bahan : Bahan organik dari sisa potongan/pangkasan rumput, serbuk gergaji,
pupuk kandang, kapur.

3.3. Cara Kerja


1. Potongan bahan-bahan dalam ukuran kecil-kecil (2 cm), 5 cm dan 10 cm,
timbang sebanyak 5 kg. Kapur diberikan pada takaran yang sama yaitu untuk
semua polibag pada takaran 250 gram
2. Letakkan pada lapisan paling bawah potongan bahan organik lalu pupuk
kandang secara merata kemudian beri lapisan bahan organik kemudian
lapisan kapur dan pupuk kandang demikian seterusnya secara merata.
3. Buatlah masing-masing perlakuan sebanyak 3 ulangan
4. Lakukan pembalikan setiap minggu untuk memperoleh aerasi yang baik.
5. Pengukuran suhu diawali dari hari pertama selanjutnya lakukan
pengukuran suhu setiap 3 hari sekali

Parameter pengamatan
1. Perameter pengamatan adalah ditunjukkan melihat apakah terjadi aktifitas
dekomposisi di dalam proses tersebut.
2. Ukur perubahan suhu setiap minggu selama 3 minggu.
3. Kadar air awal dan kadar air akhir bahan kompos (potongan bahan organik).
4. Perubahan warna yang ditunjukkan oleh perubahan kearah warna yang lebih
gelap.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

No Tanggal Hari Warna Suhu


1. 28 Maret 4 Coklat 32°C
2. 31 Maret 7 Coklat 33°C
3. 4 April 11 Coklat 31°C
4. 7 April 14 Coklat 30°C
5. 11 April 17 Coklat 29°C
6. 14 April 20 Coklat 29°C

4.2. Pembahasan

Pengomposan dilakukan pada tanggal 23 Maret 2022, pengomposan


dilakukan di kampus Universitas Nasional. Pada minggu pertama (28 Maret 2022)
dilakukan perhitungan suhu dan perubahan warna, dan didapatkan hasil suhu
sebesar 32°C dan warna cokelat. Pada minggu kedua (31 Maret 2022), dilakukan
hal yang sama yaitu perhitungan suhu dan perubahan warna. Didapatkan hasil
suhu sebesar 33°C dan warna masih cokelat. Sedangkan pada minggu ketiga (4
April 2022) dilakukan hal yang sama yaitu pengukuran suhu. Suhu pada minggu
ini mengalami penurunan yaitu sebesar 31°C dan sedangkan warnanya tidak ada
perubahan yaitu tetap cokelat. Pada tanggal (7 April 2022) minggu keempat
dilakukan pengukuran suhu dan perubahan warna. Didapatkan hasil pengukuran
suhu sebesar 30°C, sedangkan untuk warna berwarna cokelat. Selanjutnya pada
bulan kelima (11 April 2022) dilakukan pengukuran suhu dan pengamatan
perubahan warna, Didapatkan hasil pengukuran suhu sebesar 29°C, sedangkan
untuk warna berwarna cokelat. Dan pada minggu keenam (14 April 2022),
dilakukan hal yang sama yaitu perhitungan suhu dan perubahan warna.
Didapatkan hasil suhu sebesar 29°C dan warna masih cokelat.
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan kegiatan pembuatan kompos yang dilakukan dapat ditarik


kesimpulan sebagai berikut Metode pengomposan yang digunakan yaitu metode
anaerob, Hasil yang yang didapatkan berdasarkan faktor-faktor yang
mempengaruhi pembuatan kompos adalah kompos masih berwarna cokelat, dan
suhu minggu kedua naik dan minggu seterusnya turun sampai minggu keenam.
Kelebihannya dari pembuatan kompos ini adalah bahan baku kompos yang mudah
didapatkan. Kompos yang dihasilkan belum sempurna atau bisa dikatakan belum
matang.
DAFTAR PUSTAKA

AgroMedia., 2007. Cara Praktis Membuat Kompos. AgroMedia Pustaka, Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional (BSN)., 2004. Spesifikasi Kompos dari Sampah


Organik Domestik. SNI 19-7030-2004. http://www.bsn.go.id [30 Mei
2016]

Djaja, W., 2008. Langkah Jitu Membuat Kompos dari Kotoran Ternak dan
Sampah. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Djuarnani, N., Kristian., dan B. S. Setiawan., 2005. Cara Cepat Membuat


Kompos. Agromedia Pustaka, Jakarta

Eriyatno., 2003. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektivitas


Manajemen. IPB Press, Bogor
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai