Anda di halaman 1dari 5

Prosiding Pertemuan Ilmiah XXIV HFI Jateng & DIY, Semarang 10 April 2010 49

hal. 49-53

ISSN 0853 - 0823

PENGARUH WAKTU PENGOMPOSAN TERHADAP RASIO UNSUR C/N
DAN JUMLAH KADAR AIR DALAM KOMPOS

Bambang Subali , Ellianawati
Jurusan Fisika FMIPA UNNES Kampus Sekaran Gunungpati Gd D7 Lt 2
bambangsbli@yahoo.com; ellianawati@yahoo.com

INTISARI
Dalamproses pembuatan kompos sebagian besar mempergunakan aktivator kompos. Aktivator kompos berfungsi untuk
mempercepat proses pengomposan. Bahan aktivator yang dipergunakan dalampenelitian ini adalah EM-4. Kompos adalah
bahan-bahan organik (sampah organik) yang telah mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme
(bakteri pembusuk) yang bekerja di dalamnya. Proses pengomposan akan segera berlangsung setelah bahan-bahan mentah
dicampur. Metode pertama, pengomposan dilakukan dengan melakukan pengarangan sampah terlebih dahulu, baru kemudian
dilakukan fermentasi. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa semakin lama proses pengomposan maka persentase unsur
N dalamkompos semakin meningkat. Hal ini berlaku pada sampel dengan perbandingan sampah dengan kotoran hewan 1: 1; 1:
2 dan 1: 3. Peningkatan % unsur N terjadi setelah 28 hari. Sedangkan rasio C/N terjadi peningkatan rasio setelah 42 hari untuk
ketiga sampel uji dengan perbandingan 1:1; 1:2 dan 1:3. Persentase kadar air dalamkompos mengalami penurunan seiring
dengan penambahan waktu, hal ini terjadi setelah 28 hari proses pengomposan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah waktu
pengomposan berpengaruh terhadap rasio C/N, dan rasio terbaik setelah 42 hari proses pengomposan. Hal ini berarti bahwa
sampah telah mengalami proses pengomposan sempurna yang ditandai dengan warna merah kehitaman. Semakin lama proses
pengomposan, maka kadar air dalamkompos semakin berkurang.

Kata kunci : Sampah Organik, EM-4, Pengomposan

I. PENDAHULUAN
Kebutuhan bahan organik bagi produktivitas pertanian sangat besar, penggunaan bahan organik
yang berkualitas masih sangat terbatas ketersediaannnya. Di sisi lain ketersediaan bahan an-organik
sebagai bahan penunjang utama peningkatan produktivitas pertanian semakin terbatas dan harganya
sangat mahal seiring dengan dicabutnya berbagai subsidi oleh pemerintah. Sebagai contoh beberapa
bulan yang lalu, hampir di seluruh daerah terjadi kelangkaan pupuk, sehingga harga pupuk melambung
sangat tinggi dan sangat susah untuk mendapatkan barangnya. Para petani di beberapa daerah harus
berjalan beberapa kilometer hanya untuk mendapatkan beberapa kilogram pupuk, itu pun harus mereka
peroleh dengan perjuangan berat, karena ternyata di tempat tersebut sudah banyak petani lain yang
antri untuk membeli pupuk di toko tersebut. Hal ini jelas sangat berpengaruh besar terhadap
produktivitas pertanian, karena ketergantungan petani dan tanah petanian terhadap penggunaan bahan
an-organik sudah sangat tinggi, tanpa pemakaian bahan an-organik tersebut, produksi berbagai hasil
pertanian akan menurun secara signifikan. Sampah Organik rumah tangga juga mampu dimanfaatkan
sebagai media tanam siap pakai dan kompos sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanaman hias
(Bambang, 2008).
Keindahan sebuah tanaman terlihat dari tumbuhnya daun dan bunga yang wajar. Artinya, daun
atau bunga terlihat sehat dan cerah. Sebaliknya, jika dari sosoknya sudah terlihat tak indah, berarti ada
sesuatu yang terjadi pada tanaman tersebut. Bisa jadi karena dimakan hama, kekurangan air, atau salah
memilih media tanam. Media tanam sangat menentukan tanaman bisa tumbuh baik atau tidak
(Nursery,2007). Beberapa jenis bahan yang sekarang ini banyak digunakan sebagai media tanam,
misalnya sekam bakar, serbuk pakis, cocopeat, moss, pupuk kandang dan lain-lain. J enis media yang
digunakan dipilih sesuai syarat tumbuh optimal suatu jenis tanaman. Sebagai contoh, tanaman
anthurium cocok ditanam di media dari bahan pakis dan kompos, sedangkan keladi serta jenis tanaman
Philodendrum yang lebih menyukai kondisi lembab sangat cocok ditanam pada media sekam dicampur
tanah (Siong dan Budiana, 2007). Sementara Euphorbia sangat cocok ditanam pada media dengan
prorositas tinggi, misalnya campuran sekam bakar, pasir malang dan kompos atau pupuk kandang
(Lingga, 2006; Harjanto dan Prayugo, 2007).
Pada berbagai komposisi media tanam biasanya selalu mengandung pupuk organik, yaitu semua
bahan yang berasal dari jasad atau mahluk hidup (sehingga disebut juga bahan organik hayati).
Termasuk pupuk jenis ini adalah kompos atau pupuk hijau serta pupuk kandang (kotoran ternak).
Proses perubahan bahan mentah menjadi kompos berlangsung secara molekuler bukan secara reaksi
ion, sehingga memakan waktu lama. Proses ini tunduk dalam pengaruh biokatalisator yang dibuat dan
memiliki jasad renik atau mikroba. Setiap boikatalisator mempunyai kondisi spesifik agar kinerjanya
optimum, yaitu mencakup kondisi suhu, pH, udara, kelembaban dan objek makanan bagi mikroba
(Sudarmin, 1999).
50 Bambang Subali , dkk/ Pengaruh Waktu Pengomposan Terhadap Rasio Unsur C/N dan Jumlah Kadar Air Dalam
Kompos

ISSN 0853 - 0823

Mikroba mengambil energi untuk kegiatannya, dari kalori yang dihasilkan dalam reaksi biokimia
perubahan bahan limbah hayati terutama bahan zat karbohidrat, terus menerus sehingga kandungan zat
karbon sampah organik turun makin rendah, karena ujung reaksi pernapasannya mengeluarkan gas CO
2

dan H
2
O yang menguap. Sedangkan zat nitrogennya menjadi protein dan membentuk sel-sel baru, tidak
keluar, sehingga relatif tetap. Dengan demikian perbandingan komposisi zat karbon (zat arang)
dibandingkan zat Nitrogen (zat lemas) dalam sampah organik yang semula tinggi (misalnya:
Perbandingan C dan N serbuk gergaji 450, jerami padi 100, daun-daunan 60, dan sebagainya)
berangsur turun menuju stabilitas menjadi mineral. Pada saat perbandingan C dan N mencapai angka
15 25 barulah berstatus kompos setengah matang, dan jika mencapai 10 15 sudah berstatus kompos
matang. Percepatan pengomposan oleh mikroba dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, antara
lain dengan pengkondisian bahan makanannya, suhunya, jenis mikrobanya, kelembabannya, pH-nya,
dan udara atau oksigennya.
Berdasarkan kebutuhan oksigennya, mikroba pengompos dikelompokkan menjadi dua golongan.
Pertama: mikroba aerob. Mikroba jenis ini memerlukan oksigen dalam jumlah cukup dari udara.
Kedua: mikroba anaerob, yang tidak mutlak memerlukan oksigen dari udara. Kedua jenis mikroba
tersebut dapat bekerja secara bersamaan atau bergiliran. Mikroba pertama (aerob) bekerja pada
kedalaman hingga 50 -75 cm dari permukaan tumpukan limbah organik, sedangkan mikroba kedua
(anaerob) terjadi dilapisan yang lebih dalam lagi.
Setelah kompos matang atau dapat digunakan sebagai pupuk, barulah dilakukan proses
pengeringan. Proses ini dapat dilakukan secara alami (panas matahari) ataupun panas buatan. Untuk
proses massal akan lebih menguntungkan bila proses pengeringan dilakukan dengan panas buatan
karena tidak tergantung dengan cuaca. Setelah proses pengeringan selesai pupuk organik tersebut dapat
digunakan. Namun untuk memudahkan petani dalam penggunaan pupuk akan lebih mudah ditaburkan
bila pupuk organik tersebut dibuat dalam bentuk pallet, bentuk tersebut dibuat pada mesin pallet.
Bahan baku pupuk organik kemudian di-press sehingga menghasilkan pallet (Sudarmin, 2000).
Penggunaan kompos untuk pupuk tanaman telah banyak dilakukan masyarakat sejak dahulu, dan
dewasa ini sedang digalakkan lagi sebagai pupuk untuk pertanian. Kualitas pupuk organik secara
umum dan sederhana dapat dilakukan sifat fisik, kimiawi dan hayati (Nersery, 2007). Kompos adalah
bahan-bahan organik (sampah organik) yang telah mengalami proses pelapukan karena adanya
interaksi antara mikroorganisme (bakteri pembusuk) yang bekerja di dalamnya. Proses pengomposan
akan segera berlansung setelah bahan-bahan mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana
dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal
proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh
mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti
dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50
o
- 70
o
C. Suhu akan tetap
tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu
mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekmposisi/penguraian bahan organik yang
sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan
bahan organik menjadi CO
2
, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu
akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut,
yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume
maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 40% dari volume/bobot awal bahan.
EM-4 adalah kultur campuran dari mikroorganisme. Larutan effective microorganisme 4 yang disingkat
EM-4 ini pertama kali ditemukan oleh Prof. Teruo Higa dari Universitas Ryukyus. J epang. Dalam EM
4 ini terdapat sekitar 80 genus microorganisme fermentor. Microorganisme ini dipilih yang dapat
bekerja secara efektif dalam memfermentasikan bahan organik. Secara global terdapat 5 golongan yang
pokok yaitu bakteri Fotosintetik, Lactobacillus sp, Streptomycetes sp, Ragi (yeast) dan Actinomycetes.
EM-4 digunakan untuk mempercepat pengomposan sampah organik atau kotoran hewan (aktivator
kompos), membersihkan air limbah, serta meningkatkan kualitas air pada tambak udang dan ikan.

II. METODE PENELITIAN
Metode Penelitian pada kegiatan ini menggunakan Metode Penelitian Pengembangan (Research
and Development). Populasi dari Penelitian ini adalah warga dan mahasiswa di sekitar Kampus
UNNES Sekaran Gunungpati Semarang. Teknik pengambilan datanya menggunakan random sampling.
Terdapat 2 kegiatan utama dalam penelitian ini, yaitu pendayagunaan sampah organik rumah tangga
menjadi kompos, dan pemuliaan sampah anorganik jenis plastik menjadi kerajinan rumah tangga.
Target penelitian ini adalah dua tahap, yaitu pengolahan sampah organik dan pendayagunaan sampah
anorganik menjadi kerajinan rumah tangga bagi mahasiwa. Desain Penelitian adalah sebagai berikut:


Bambang Subali , dkk/ Pengaruh Waktu Pengomposan Terhadap Rasio Unsur C/N dan Jumlah Kadar Air
Dalam Kompos
51

ISSN 0853 - 0823




Gambar 1. Desain Penelitian Research and Development
Langkah 1 pada penelitian ini diawali dengan melakukan indentifikasi jumlah kost dan rumah
warga di sekitar Kampus UNNES dan cara pembuangan sampah. Melakukan penelitian skala
laboratorium untuk melakukan uji pengolahan sampah organic rumah tangga dan melakukan desan
pemuliaan sampah anorganik jenis plastik merupakan langkah 2 dalam tahapan penelitian ini.
Langkah 3 adalah merupakan target awal atau luaran dari penelitian ini yaitu memperoleh model
pengolahan sampah organic dan desain corak pemuliaan sampah anoraganik pada skala laboratorium.
Tim Peneliti melakukan rancangan teknik pengolahan sampah rumah tangga dan bagaimana mengelola
menjadi kompos dan kerajinan rumah tangga merupakan langkah 4, dan membuat modul teknik
pengolahan dan pemuliaan sampah rumah tangga menjadi kompos dan kerajinan rumah tangga
(langkah 5). Langkah 6 adalah pengadaan mesin pengolah sampah organik Model Rolling Rotary
Mesin. Melakukan pembinaan wirausaha bagi mahasiswa dan warga sekitar UNNES dengan
memanfaatkan sampah rumah tangga merupakan langkah 7. Melakukan analisis dan riset
implementasi teknik pengolahan dan pemuliaan sampah rumah tangga menjadi kompos dan
industri/kerajinan rumah tangga (langkah 8), dan melakukan evaluasi dan analisis tindakan (langkah
9). Langkah 10 adalah menganalisis efektivitas pengolahan dan pemuliaan sampah rumah tangga.
Langkah 2:
Melakukan penelitian skala laboratoriumuntuk
mengolah sampah organik rumah tangga dan
desain pemuliaan sampah anorganik
Langkah 3 Target:
1. Memperoleh sampel empiris model pengolahan
sampah organik.
2. Melakukan desain corak/model pemuliaan
sampah plastic menjadi kerajinan
Langkah 1:
Mengidentifikasi jumlah kost dan rumah warga
di Sekitar Kampus UNNES dan cara
pembuangan sampah rumah tangga
Langkah 4:
Merancang teknik pengolahan dan pemuliaan sampah
rumah tangga menjadi Kompos dan Industri Rumah
Tangga
Langkah 8:
Melakukan analisis dan riset implementasi teknik pengolahan dan
pemuliaan sampah rumah tanggamenjadi Kompos dan Industri Rumah
Tangga

Langkah 10:
Analisis Efektivitas Pengolahan dan
Pemuliaan Sampah Rumah Tangga
Langkah 9:
Evaluasi dan Analisis
Tindakan
Langkah 5:
Membuat Modul teknik pengolahan dan pemuliaan
sampah rumah tangga menjadi Kompos dan
Kerajinan/Industri Rumah Tangga
Langkah 6:
PembuatanMesin Pengolah Sampah Organik
(Rolling Rotary Mesin)
Langkah 7:
Melakukan pembinaan wirausaha rumah tangga dari
bahan bekas atau sampah rumah tangga untuk
mahasiswa dan masyarakat sekitar UNNES

R
e
s
e
r
c
h

a
n
d

D
e
v
e
l
o
p
m
e
n
t

M
o
d
e
l

p
e
m
b
e
l
a
j
a
r
a
n
52 Bambang Subali , dkk/ Pengaruh Waktu Pengomposan Terhadap Rasio Unsur C/N dan Jumlah Kadar Air Dalam
Kompos

ISSN 0853 - 0823

III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara umum diperoleh hasil bahwa proses pengomposan terlah berjalan dengan baik, hal ini dapat
telihat pada Gambar 2 tampak bahwa semakin lama proses pengomposan maka persentase rasio C/N
dalam kompos semakin meningkat. Proses peningkatan rasio C/N terjadi setelah 42 hari untuk ketiga
sampel uji dengan perbandingan 1:1; 1:2 dan 1:3. J ika dilihat dari rasio C/N dengan komposisi
campuran sampah organik dan kotoran hewan tampak bahwa semakin besar perbandingan sampah dan
kotoran hewan rasio C/N semakin besar hal ini karena keberadaan microorganisme lebih banyak dari
yang memiliki perbandingan lebih kecil seperti terlihat pada Gambar 2. Hal ini terjadi karena jumlah
komposisi memiliki pengaruh yang berarti terhadap tumbuh kembangnya mikroorganisme, seperti yang
dikemukakan oleh Gaser Z(2005) bahwa mikroorganisme tumbuh baik dengan banyaknya unsur C dan
unsur lainnya.

Gambar 2. Grafik pengaruh lama fermentasi/pengomposan terhadap persentase rasio C/N

Kandungan pH untuk kompos cukup baik, sebab kompos tersebut pada daerah yang mempunyai nilai
keasaam cukup baik, sehingga bakteri mampu tumbuh dengan baik pula. Temperatur kompos pada
minggu pertama rata-rata 34
o
C. Temperatur kompos pada minggu pertama ini cukup baik untuk hidup
microorganisme pengurai kompos, sehingga proses pengomposan mampu berjalan dengan baik.

Gambar 3. Grafik pengaruh lama fermentasi/pengomposan terhadap persentase kadar air

Pada Gambar 3 terlihat bahwa jumlah kadar air dalam kompos semakin lama semakin berkurang.
Berkurangnya kadar air dalam kompos dengan bertambahnya waktu karena suhu kompos dalam tanah
semakin meningkat karena kandungan air dalam kompos dipergunakan untuk menjaga temperatur
kompos. Pada penelitian ini temperatur kompos masih dalam kisaran normal, yaitu 34
o
C. Suhu
tersebut masih dalam rentang kehidupan mikroorganisme pengurai kompos, dan bakteri yang hidup
pada rentang suhu tersebut adalah mesofilik.

Pengar uh Komposisi Campur an (Sampah dan Kot or an Hewan)
Ter hadap % Rasio C/N
0
5
10
15
20
25
30
35
1:1 1:2 1:3
Komposisi Campur an
%

R
a
s
i
o

C
/
N
Uji 1
Uji 2
Uji 3
Pengaruh Lama Pengomposan Terhadap Jumlah Kadar Air
0
5
10
15
20
25
30
35
40
14 28 42 56
Lama Pengomposan
%

K
a
d
a
r

A
i
r
Uji 1
Uji 2
Uji 3
Bambang Subali , dkk/ Pengaruh Waktu Pengomposan Terhadap Rasio Unsur C/N dan Jumlah Kadar Air
Dalam Kompos
53

ISSN 0853 - 0823

IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah waktu pengomposan berpengaruh terhadap rasio C/N, dan
rasio terbaik setelah 42 hari proses pengomposan. Hal ini berarti bahwa sampah telah mengalami
proses pengomposan sempura yang ditandai dengan warna merah kehitaman. Semakin lama proses
pengomposan, maka kadar air dalam kompos semakin berkurang.

V. DAFTAR PUSTAKA

Andrian Bejan., 1984, Convection Heat Transfer, John Wiley & Sons.,New York.
Bambang S, dkk. 2008. Peningkatan Produktivitas Tanaman Hias Melalui Penyediaan Media Tanam
Siap Pakai Dengan Memanfaatkan Sampah Organik Rumah Tangga Dengan Model Rolling
Rotary. Laporan Program Vucer Tahun 2008 DP2M Dikti.
Gaser, Z. 2005. Bio Production of compost with low pH ang high soluble phoshorus from sugar cane
bagasse enriched with rock phosphate. Worl J ournal of Microbiologi and Biotecnologi,
21:747-745
Harjanto, H. dan Prayugo, S., 2007, Mudah dan Praktis Melebatkan bunga Euphorbia, Depok, Penebar
Swadaya.
Lingga, L., 2006, Sukses Menanam dan Merawat Euphorbia, Tangerang , Agromedia Pustaka.
Nursey O.S, 2007, Media dan Tanaman, Sentul Bogor.
Siong, Y.K., dan Budiana,N.S., 2007, Philodendrom (tanaman hias daun yang menawan) cetakan ke2,
Depok, Penebar Swadaya.
Sudarmin, 1999, Pemanfaatan EM4 sebagai Biofermentasi pada Sampah Organik Rumah Tangga,
Laporan Penerapan IPTEKS Dikti.
Sudarmin, 2000, Pengolahan Sampah Kota menjadi Pupuk Organik untuk Tanaman Obat, Laporan
Penerapan IPTEKS Dikti.

Anda mungkin juga menyukai