A. Dasar Teori
Kompos merupakan bahan organik, seperti daun-daunan, jerami, alang-alang,
rumput-rumputan, dedak padi, batang jagung, sulur, carang-carang serta kotoran
hewan yang telah mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme pengurai,
sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah. Kompos
mengandung hara-hara mineral yang esensial bagi tanaman. Penggunaan kompos
sebagai bahan pembenah tanah (soil conditioner) dapat meningkatkan kandungan
bahan organik tanah sehingga mempertahankan dan menambah kesuburan tanah
pertanian. Karakteristik umum dimiliki kompos antara lain : 1) mengandung unsur
hara dalam jenis dan jumlah bervariasi tergantung bahan asal; 2) menyediakan unsur
hara secara lambat (slow release) dan dalam jumlah terbatas; 3) mempunyai fungsi
utama memperbaiki kesuburan & kesehatan tanah. Kompos digunakan sebagai media
tanam karena kompos merupakan bahan organik yang mengalami proses dekomposisi
oleh mikroorganisme pengurai, disamping itu kompos mempunyai sifat fisik yang
baik, diantaranya porus, menahan air, dan nutrisi tanaman dengan baik (Setyorini et
al., 2006).
Vermikompos merupakan campuran kotoran cacing tanah dengan sisa media
atau pakan dalam budidaya cacing tanah, oleh karena itu vermikompos merupakan
pupuk organik yang ramah lingkungan dan memiliki keunggulan tersendiri
dibandingkan dengan kompos lain, keuntungan vermikompos adalah prosesnya cepat
dan kompos yang dihasilkan (kascing = bekas cacing) mengandung unsur hara tinggi.
Aplikasi vermikompos dapat dilakukan dengan jalan dicampur dengan tanah, hal ini
dapat memperbaiki sifat-sifat fisika tanah dan memperbaiki sifat-sifat fisiko-kimia
tanah sawah (Tharmaraj, Ganesh, Kolanjinathan, Kumar dan Anandan. 2011).
Pengertian lain, Vermicompos berarti pupuk kompos dari sampah
biodegradable yang dalam proses pengomposannya dibantu oleh cacing tanah
(Lumbricus rubellus). Proses pembuatan vermikompos disebut Vermikomposting.
Dalam hal ini cacing tanah memakan selulosa dari sampah organik yang tidak dapat
dimakan oleh bakteri pengompos. Hasil dari pencernaan cacing berupa kotoran
cacing, dan kotoran ini akan menjadi tambahan makanan bagi bakteri pengompos
(Setiawan, 2012). Vermikompos mempunyai kemampuan menahan air sebesar 40-
60%. Hal ini karena struktur vermikompos yang memiliki ruang-ruang yang mampu
menyerap dan menyimpan air, sehingga mampu mempertahankan kelembapan.
Tanaman hanya dapat mengkonsumsi nutrisi dalam bentuk larutan. Cacing tanah
berperan mengubah nutrisi yang tidak larut menjadi bentuk terlarut, yaitu dengan
bantuan enzim-enzim yang terdapat dalam alat pencernaannya. Nutrisi tersebut
terdapat didalam vermikompos, sehingga dapat diserap oleh akar tanaman untuk
dibawa keseluruh bagian tanaman (Mashur, 2001).
Cacing tanah dianggap perekayasa ekosistem tanah yang handal. Hewan ini
mengunakan bahan-bahan organik, dan tanah sebagai makanannya yang mudah
dicerna. Setelah melewati pencernaan, sisa dari pencernaan diekskresikan sebagai
agregat granular yang kaya akan unsur hara bagi tanaman. Cacing tanah hidup pada
habitat yang beragam, khususnya ditempat yang gelap dan lembab (Aziz, 2015).
Cacing yang digunakan dalam proses pembuatan vermikompos diantaranya
brandling-worms (Eisenia fetida), dan redworms (cacing merah) (Lumbricus
rubellus). Cacing-cacing ini jarang ditemukan di dalam tanah, dan dapat
menyesuaikan dengan kondisi tertentu didalam pergiliran tanaman.
Macam-macam jenis dari Sumber Bahan Kompos
Bahan organik yang dapat digunakan sebagai sumber pupuk organik dapat
berasal dari limbah/hasil pertanian dan non pertanian(limbah kota dan limbah
industri). Dari hasil pertanian antara lain berupa sisa tanaman (jerami dan
brangkasan), kulit kacang tanah, ampas tebu, belotong, dari tempat peternakan bisa
dari kotoran hewan ternak. Dari hasil limbah kota biasanya dikumpulkan dari pasar-
pasar atau sampah rumah tangga. Dari hasil limbah industri yang dapat dimanfaatkan
ialah limbah dari industri pangan. Penjelasan nya sebagai berikut :
1) Sisa Tanaman
Kandungan hara beberapa tanaman pertanian ternyata cukup tinggi dan
bermanfaat sebagai sumber energi utama mikroorganisme di dalam tanah. Apabila
digunakan sebagai mulsa, maka ia akan mengontrol kehilangan air melalui
evaporasi dari permukaan tanah sehingga dapat mencegah erosi tanah. Hara dalam
tanaman dapat dimanfaatkan setelah tanaman mengalami dekomposisi.
2) Kotoran hewan
Komposisi hara pada masing-masing kotoran hewan berbeda tergantung pada
jumlah dan jenis makanannya. Secara umum, kandungan hara dalam kotoran
hewan jauh lebih rendah daripada pupuk kimia sehingga takaran penggunaanya
juga lebih tinggi. Namun demikian, hara dalam kotoran hewan ini ketersediannya
lambat sehingga tidak mudah hilang.
3) Sampah kota
Sampah organik yang dapat diperoleh dari sampah perkotaan biasanya tertimbun
tanpa ada yang memanfaatkan. Sampah ini terdiri atas sisa sayuran, tanaman, dan
sisa makanan yang mengandung karbon (C) berupa senyawa sederhana maupun
kompleks. Selulosan dari sampah sisa tanaman merupakan salah satu senyawa
kompleks yang memerlukan proses dekomposisi relatif lama namun dapat
dipecah oleh enzim selulosa yang dihasilkan oleh bakteri menjadi senyawa
monosakarida, alkohol, CO2, dan asam-asam organik lain.
Pengomposan Aerob : Dalam sistem ini, kurang lebih 2/3 unsur karbon (C)
menguap (menjadi CO2 ) dan sisanya 1/3 bagian bereaksi dengan nitrogen dalam sel
hidup. Selama proses pengomposan aerob tidak timbul bau busuk. Selama proses
pengomposan berlangsung akan terjadi rekasi eksoermik sehingga timbul panas akibat
pelepasan energi. Kenaikan suhu dalam timbunan bahan organik menghasilkan suhu
yang menguntungkan mikroorganisme termofilik. Akan tetapi, apabila suhu
melampaui 65-70oC, kegiatan mikroorganisme akan menurun karena kematian
organisme akibat panas yang tinggi.
Pengomposan Anaerob : Penguraian bahan organik terjadi pada kondisi
anaerob (tanpa oksigen). Tahap pertama, bakteri fakultatif penghasil asam
menguraikan bahan organik menjadi asam lemak, aldehida, dan lain-lain; proses
selanjutnya bakteri dari kelompok lain akan mengubah asam lemak menjadi gas
metan, amoniak, CO2, dan hidrogen. Pada proses aerob energi yang dilepaskan lebih
besar (484-674 kcal mole glukosa-1) sedangkan pada proses anaerob hanya 25 kcal
mole glukosa-1 (Sutanto, 2002)
Sumber Pustaka :