Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

PENGELOLAAN LIMBAH TERNAK

Oleh :
Thaufan Maulana
200110100082
Kelas E
Kelompok 1

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI DAN PENANGANAN LIMBAH


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2013

I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk yang diikuti dengan
kesadaran akan gizi, permintaan akan pemenuhan kebutuhan pokok terutama
konsumsi protein seperti daging dan produk peternakan lainnya sebagai sumber
protein hewani merupakan salah satu kecenderungan menjamurnya usaha
peternakan baik dalam skala kecil sampai usaha peternakan skala besar.
Sebagai

akibat

tumbuhnya

peternakan-peternakan

di

Indonesia

menimbulkan permasalahan baru yang cukup penting untuk diperhatikan yaitu


terakumulasinya limbah ternak khususnya limbah feses. Limbah mempunyai
konotasi yang negatif dan harus dijauhi atau dimusnahkan karena dampak
pencemaran yang diakibatkan, tidak heran jika berbagai media massa tidak hentihentinya mengekspose masalah limbah.
Oleh karena itu, upaya pengelolaan limbah di peternakan harus
mendapatkan perhatian yang sunguh-sungguh, karena tidak hanya dapat
mencemari lingkungan tapi juga dapat menjadi nilai tambah bagi peternak dengan
mengolah limbah tersebut menjadi biogas diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari sebagai sumber energi alternatif yang dapat diperbaharui. Selain itu,
sisa dari proses pembuatan biogas (sludge) tersebut dapat digunakan kembali
sebagai media tumbuh cacing dan sumber makanannya, sehingga limbah
peternakan tidak lagi mencemari lingkungan tetapi sebagai produk zero waste.
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari laporan praktikum ini, yaitu :

1. Mengetahui cara pengolahan limbah peternakan secara terpadu khususnya


feses domba menjadi biogas
2. Mengetahui prosedur pembuatan vermicomposting dengan benar.
3. Memanfaatkan limbah peternakan sebagai bahan utama dalam membuat
pupuk organik.
4. Memanfaatkan energi alternatif menggunakan limbah peternakan.
II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Pengertian Biogas
Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi

dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya; kotoran manusia dan hewan,


limbah domestik (rumah tangga), sampah biodegradable atau setiap limbah
organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik. Kandungan utama dalam
biogas adalah metana dan karbon dioksida. Biogas dapat digunakan sebagai bahan
bakar kendaraan maupun untuk menghasilkan listrik. Biogas adalah gas mudah
terbakar (flammable) yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik
oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara).
Pada umumnya semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan
biogas, namun demikian hanya bahan organik (padat, cair) homogen seperti
kotoran dan urine (air kencing) hewan ternak yang cocok untuk sistem biogas
sederhana.
Biogas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik sangat populer digunakan
untuk mengolah limbah biodegradable karena bahan bakar dapat dihasilkan
sambil menghancurkan bakteri patogen dan sekaligus mengurangi volume limbah
buangan. Metana dalam biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada
batu bara, dan menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi karbon
dioksida yang lebih sedikit. Pemanfaatan biogas memegang peranan penting
dalam manajemen limbah karena metana merupakan gas rumah kaca yang lebih
berbahaya dalam pemanasan global bila dibandingkan dengan karbon dioksida.
Karbon dalam biogas merupakan karbon yang diambil dari atmosfer oleh
fotosintesis tanaman, sehingga bila dilepaskan lagi ke atmosfer tidak akan
menambah jumlah karbon diatmosfer bila dibandingkan dengan pembakaran
bahan bakar fosil.
Saat ini, banyak negara maju meningkatkan penggunaan biogas yang
dihasilkan baik dari limbah cair maupun limbah padat atau yang dihasilkan dari
sistem pengolahan biologi mekanis pada tempat pengolahan limbah.

Komposisi biogas bervariasi tergantung dengan asal proses anaerobik yang


terjadi. Berikut komposisi dari biogas :
Komponen
Metana (CH4)
Karbon dioksida (CO2)
Nitrogen (N2)
Hidrogen (H2)
Hidrogen sulfida (H2S)
Oksigen (O2)

%
55-75
25-45
0-0.3
1-5
0-3
0.1-0.5

Nilai kalori dari 1 meter kubik Biogas sekitar 6.000 watt jam yang setara
dengan setengah liter minyak diesel. Oleh karena itu Biogas sangat cocok
digunakan sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan pengganti
minyak tanah, LPG, butana, batu bara, maupun bahan-bahan lain yang berasal dari
fosil.
2.2.

Pengomposan
Pengomposan adalah sebuah proses dekomposisi secara biologi yang

mengubah bahan organik menjadi stabil (seperti humus) di bawah pengontrolan


(Merkel).
Pengomposan adalah sebuah proses biologi secara aerob di mana bahanbahan organik di ubah menjadi humus oleh aktivitas kelompok hasil interaksi
organisme organisme tanah (Nas, 1982).
Bahan yang diperlukan untuk pembuatan kompos adalah material organik,
mikroorganisme, air dari bahan dan oksigen. Adapun persyaratan pengomposan
adalah sebagai berikut:
1.

Bahan organik yang merupakan nutrisi untuk mikroorganisme.


-

Imbangan C dan N (nisbah C/N antara 25-30)

Kadar air (40-60%, kadar air optimaln 55%) yang berfungsi sebagai
pelarut nutrisi (C/N)

2. Mikroorganisme pengurai indigenous (mikroba bawaan dari bahan-bahan


pembuatan kompos)
3. Oksigen

4. Pengendalian (exescise)
Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen)
atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah
proses aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi
bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen
yang disebut proses anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan, karena selama
proses pengomposan akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses anaerobik akan
menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap, seperti: asam-asam
organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S.
Pengomposan berdasarkaan organismenya dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Pengomposan konvensional : Pengomposan menggunakan organisme pengurai
indigenous
b. Pengomposan menggunakan starter sediaan
c. Vermicomposting : pengomposan dengan cacing tanah sebagai agen
perombaknya.
Proses pengomposan tergantung pada :
a. Karakteristik bahan yang dikomposkan
b. Aktivator pengomposan yang dipergunakan
c. Metode pengomposan yang dilakukan
Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan
unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman. Pupuk organik adalah pupuk
yang terbuat dari bahan organik atau mahluk hidup yang telah mati,
bahan organik ini akan mengalami penguraian oleh mikroorganisme sehingga sifat
fisiknya akan berbeda dari semula. Pupuk organik termasuk pupuk majemuk
lengkap karena kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur dan mengandung
unsur hara mikro. Dilihat dari bentuknya pupuk organik terbagi menjadi dua, yaitu

Pupuk organik padat

Pupuk organik padat adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya
terdiri atas bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan, dan
kotoran manusia yang berbentuk padat

Pupuk kandang : pupuk yang bahan dasarnya berasal dari kotoran dan urine
ternak, Ciri pupuk kandang yang siap digunakan : Dingin, Remah, Wujud
aslinya tidak tampak, Baunya telah jauh berkurang.
Pupuk organik cair merupakan salah satu jenis pupuk yang banyak beredar

di pasaran. Pupuk organik cair kebanyakan diaplikasikan melalui daun atau


disebut sebagai pupuk cair foliar yang mengandung hara makro dan mikro
esensial (N, P, K, S, Ca, Mg, B, Mo, Cu, Fe,Mn, dan bahan organik). Pupuk
organik cair selain dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, juga
membantu meningkatkan produksi tanaman, meningkatkan kualitas produk
tanaman, mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan sebagai alternatif
pengganti pupuk kandang (Sarjana Parman, 2007).
Pupuk organik cair mempunyai beberapa manfaat diantaranya adalah:
1) dapat mendorong dan meningkatkan pembentukan klorofil daun dan
pembentukan bintil akar pada tanaman leguminosae sehingga meningkatkan
kemampuan fotosintesis tanaman dan penyerapan nitrogen dari udara.
2) dapat meningkatkan vigor tanaman sehingga tanaman menjadi kokoh dan
kuat, meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan, cekaman cuaca
dan serangan patogen penyebab penyakit.
3) merangsang pertumbuhan cabang produksi.
4) meningkatkan pembentukan bunga dan bakal buah, serta
5) mengurangi gugurnya daun, bunga dan bakal buah.

Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi


lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka
dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat
organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme

tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan
kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan
keberhasilan proses pengomposan itu sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi
proses pengomposan antara lain:

Rasio C/N
Ukuran partikel
Aerasi
Porositas
Kandungan air

Suhu
pH
kandungan hara
kandungan bahan-bahan berbahaya

Suhu merupakan indikator keberhasilan dalam pengomposan. Suhu


optimum dalam pengomposan sebesar 60oC sehingga bakteri patogen yang
bersifat mesofilik mati dan yang masih hidup adalah bakteri thermofilik
2.3.

Vermicomposting
Vermicomposting adalah proses penggunaan cacaing tanah sebagai alat

untuk mengubah limbah-limbah organik menjadi pupuk dan untuk perbaikan


tanah. Vermicomposting pada dasarnya adalah proses penguraian bahan organik
kompleks menjadi unsur hara oleh aktivitas organisme pengurai terutama oleh
cacing tanah dan dalam kondisi yang terkendali. Cacing tanah dapat membantu
dan mempercepat perombakan bahan organik.
Pada prosesnya, cacing akan memakan bahan organik untuk selanjutnya
dicerna. Hasilnya adalah kotoran cacing yang akan menjadi kompos. Akan tetapi
perlu diketahui jumlah dan cara melakukan vermikomposting yang baik agar
didapat kompos yang berkualitas.
Vermicomposting merupakan pupuk yang berasal dari kotoran cacing
(vermics). Pupuk ini dibuat dengan memelihara cacing dalam tumpukan sampah
organik hingga cacing tersebut berkembang biak di dalamnya dan menguraikan
sampah organik dan menghasilkan kotoran. Proses pembuatannya kompos jenis
ini tidak berbeda dengan pembuatan kompos pada umumnya; yang membedakan
hanya starternya yang berupa cacing.

Kompos cacing dapat menyuburkan tanaman karena cacing memiliki


bentuk dan struktur yang mirip dengan tanah namun ukuran partikel-partikelnya
lebih kecil dan lebih kaya akan bahan organik sehingga memiliki tingkat aerasi
yang tinggi dan cocok untuk dijadikan media tanaman. Kompos cacing memiliki
kandungan nutrisi yang hampir sama dengan bahan organik yang diurainya.
Spesies cacing yang umum digunakan dalam proses ini diataranya Eisenia
fetida, Eisenia hortensis, dan Perionyx excavatus, namun cacing biasa (Lumbricus
terestris) juga dapat digunakan.
Berbagai manfaat dapat dipetik dari limbah ternak, apalagi limbah tersebut
dapat diperbaharui (renewable) selama ada ternak. Limbah ternak masih
mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk dimanfaatkan. Limbah
ternak kaya akan nutrient (zat makanan) seperti protein, lemak, bahan ekstrak
tanpa nitrogen (BETN), vitamin, mineral, mikroba atau biota, dan zat-zat yang
lain (unidentified subtances). Limbah ternak dapat dimanfaatkan untuk bahan
makanan ternak, pupuk organik, energi dan media pelbagai tujuan (Sihombing,
2002). Limbah di peternakan ini diolah menjadi kompos untuk limbah padat
sedangkan limbah cair diolah menjadi pupuk cair.
Cacing tanah jenis tiger atau bahasa latinya Eisenia Fetida adalah salah
satu jenis cacing tanah yang bisa di kembang biakan, cacing ini juga termasuk
binatang tidak bertulang belakang (invetebrata), kesukaan cacing ini tinggal
dimedia yang lembab, dia suka makan sisa sampah organik seperti sampah sayur,
sampah perkebunan, sampah kotoran ternak dan yang lainnya.

Adapun ciri-ciri dari cacing tanah jenis tiger (eisenia foetida) adalah sebagi
berikut:
a. Warnanya kemerahan
b. Gerakannya lamban

c. Sekujur tubuhnya ada garis hitam menyerupai gelang,sehingga disebut


cacing tiger,cacing belang atau cacing harimau.
d. Bisa bertelur setiap 21 hari sekali setelah mencapai dewasa.
e. Satu telor bisa menghasilkan 6 s/d 7 anak cacing (juvenil).
f. Usia produktifnya antara 6 s/d 10 bulan.
g. Berukuran sebesar isi bolpoint , panjangnya sekitar 10 sampai 15 cm.
Pupuk vermicomposting merupakan pupuk semi alami, artinya pupuk yang
diproses dari bahan organik menjadi kotoran cacing tanah. Proses ini merupakan
proses yang unik, artinya organik yang telah busuk atau yang sudah matang
kemudian diberikan kepada cacing untuk dipakan, dan dikeluarkan oleh cacing
berupa kotoran cacing tanah. Kotoran cacing tanah ini biasanya dikenal
masyarakat dengan kascing.
Pupuk organik ini berbeda dengan pupuk organik yang lainnya, seperti
kotoran sapi, domba, dan lain sebagainya. Kalau domba, sapi, dan yang lainnya
memakan rumput yang segar, sedangkan cacing tanah memakan kotoran dari
keduanya (sapi dan domba). Jadi proses pembuatan pupuk ini mengalami dua
tahap, pertama proses di perut hewn yang lain, kedua di perutnya cacing.
Pengertian lain bahwa proses ini adalah proses yang dilakukan oleh cacing
tanah, walaupun tidak semua bahan organik tersebut dimakan oleh cacing tanah
dan dikeluarkan melalui anusnya
Waktu panen dapat ditentukan setelah cacing tersebut dewasa, dan sudah
berkliteum masa panen dilakukan setelah cacing tersebut menginjak tiga bulan,
maka cacing tanah siap untuk dipanen.

III
ALAT, BAHAN DAN PROSEDUR KERJA
1.1 Alat
1. Pisau panjang untuk mencacah jerami.
2. Terpal sebagai alas untuk menyimpan jerami.

3. Baki untuk mencampur bahan pupuk


4. Timbangan untuk menimbang bahan
5. Karung sebagai tempat dekomposan
6. Digester dan penampung gas
7. Corong untuk menyaring hasil ekstraksi cacing
1.2 Bahan
1. Jerami kering
2. Feses Sapi
3. Air
4. Cacing tanah Eisenia fetida
1.3 Prosedur Kerja
1.3.1 Proses dekomposisi awal
1. Hitung perbandingan bahan dengan perhitungan nisbah C/N
2. Hitung air dari masing-masing campuran. Bila kurang ari 50-55% hitung
berapa jumlah air yang harus ditambahkan
3. Timbang masing-masing bahan sesuai dengan hasil perhitungan diatas.
Masukkan bahan ke dalam bak plastik
4. Campurkan kedua bahan sampai homogen atau merata
5. Tambahkan air jika kadar air campuran kurang dari 50-55%
6. Susun ke dalam karung plastik yang telah disiapkan (karung sudah diisi
bagian bawahnya dengan potongan jerami kering 2 cm)
7. Padatkan dengan menggunakan tongkat bambu
8. Pompa oksigen ke dalam susunan bahan campuran dengan tongkat bambu
yang sama selapis demi selapis sampai karung terisi penuh
9. Setelah penuh lapisan atas dilapisi kembali dengan jerami kering dengan
ketebalan 2 cm.
10. Tutup dengan karton tebal selebar diameter karung

11. Tempatkan karung ditempat yang terlindungi dari sinar matahari dan air
hujan
12. Setiap hari dilakukan pemeriksaan suhu sampai hari ke 7
13. Setelah hari ke 7 lakukan pembongkaran hasil dekomposisi dan amati
kondisi yang terjadi tampilan fisik, warna dan bau
14. Kemudian hasil dekomposisi dibagi menjadi dua bagian satu bagian untuk
substrat biogas atu bagian untuk diproses lebih lanjut untuk pupuk organik
cair dan organik padat
15. Satu bagian untuk substrat biogas dapat langsung dimasukkan ke dalam
digester
16. Persiapan untuk bahan baku POC dan POP bahan tersebut diangin-angin
sampai kering
1.3.2 Pembuatan biogas
A. Pemasangan Instalasi biogas
1. Siapkan instalasi biogas yang terdiri dari digester dan penampung gas
2. Rangkai instalasi biogas yang terdiri dari digester yang dilengkapi dengan
kran gas dibagian penutupnya
3. Kemudian penampung gas terbuat dari ban karet bagian dalam yang telah
dilepaskan pentilnya
4. Untuk menghubungkan kran dari digester ke lubang angin pada ban
menggunakan slang plastik dengan diameter sama dengan lubang kran dan
lubang angin pada ban
B. Pemasukan substrat ke dalam instalasi
1. Tentukan kadar air substrat (kadar air = 75%)
2. Analisi kandungan air substrat biogas
3. Hitung penambahan air pada substrat sampai mencapai kadar air substrat 75 %
4. Timbang substrat bdan air yang harus ditambahkan sesuai dengan perhitungan
5. Tambahkan air dalam substrat dan campur hingga rata

6. Masukkan campuran tersebut ke dalam digester sampai mencapai volume


dari volume tong.
7. Sisipkan sealer yang terbuat dari karet pada antara tong dan penutupnya.
8. Kunci tong dan penutup dengan menggunakan klem.
9. Inkubasi selama 1 bulan.
1.3.3 Pembuatan Pupuk Cair
1. Timbang substrat yang sudah kering kemudian rendam dengan air panas,
rendam 1-2 jam.
2. Saring dengan penyaring yang sudah disiapkan sehingga diperoleh sebanyak 4
liter suspensi yang kenyal/hitam pekat dan 4 liter untuk suspensi yang encer
untuk setiap kg substrat kering. Empat liter suspensi pekat dipersiapkan untuk
POC.
3. Lakukan pengomposan terhadap suspensi sampai menjadi larutan.
4. Padatan hasil ekstraksi disiapkan untuk pupuk organik padat.
1.3.4 Pembuatan Pupuk Organik Padat (POP)
1. Substrat pada hasil ekstraksi POC diangin-angin selama 1 minggu. Fungsinya
untuk membebaskan substrat dari senyawa-senyawa yang dapat mengganggu
proses vermicomposting, seperti gas.
2. Substrat yang sudah dikondisikan berfungsi sebagai media sekaligus pakan
bagi cacing tanah.
3. Timbang substrat 10 liter, masukkan pada wadah plastik yang berukuran
30x40x14 cm.
4. Masukkan cacing tanah sebanyak 250 gram kedalam media. Tutup dengan
karton tebal yang telah dilubangi, sampai menutupi permukaan wadah.
Tempatkan wadah yang sudah berisi cacing tanah di tempat yang terlindungi.
IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan

4.1.1 Perhitungan Nisbah C/N dan Kadar Air Substrat


A. Perhitungan Nisbah C/N
Nisbah C/N dalam suatu bahan menggambaarkan perbandingan antara karbon
dan nitrogen. Nisbah C/N merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam
proses fermentasi substrat. Nisbah C/N yang sesuai dapat memenuhi
kebutuhan nutrisi bakteri untuk melakukan aktivitas perombakan substrat dan
tidak menghambat proses degradasi dalam proses dekomposisi.
Perhitungan nisbah C/N menggunakan persamaan sebagai berikut :

Keterangan :
C/N : Nisbah C/N
C (a) : Kandungan C dalam bahan (a)
C (b) : Kandungan C dalam bahan (b)
N (a) : Kandungan N dalam bahan (a)
N (b) : Kandungan N dalam bahan (b)
Hasil Perhitungan kelompok 1:
Diketahui :
C/N ratio = 31
Kadar air ideal 55 %
Bahan
Jerami (a)
Feses sapi (b)
Ditanyakan :

%C
30,85
34,75

%N
1,14
0,74

Perhitungan komposisi bahan?

Kadar air campuran?

Berapa air yang harus ditambahkan hingga mencapai 55%?


Jawab :

Perhitungan komposisi bahan?


C/N=(C(a)+C (b))/(N (a)+N (b))

Kadar Air %
40,44
11,31

31 = (30,85a + 34,75b)/(1.14a + 0,74b)


31 (1,14a+0,74b) = 30,85a + 34,75b
35,34a + 22,94b = 30,85a + 34,75b
35,34a-30,85a = 34,75b-22,94b
4,49a = 11,81b
jika a=1 maka b = 0,46
Kadar air jerami 40,44%, maka dalam 0,46 kg jerami terdapat 0,18 kg air.
Kadar air feses 11,31%, maka dalam 1kg feses terdapat 0,1131 kg air.
B. Perhitungan Kadar Air
Air dibutuhkan oleh semua bakteri termasuk bakteri dalam proses
dekomposisi dalam proses pengomposan, fermentasi, maupun biogas. Bahan
campuran seperti feses sapi potong dan jerami masing-masing mempunyai
kadar air yang berbeda yang akan menghasilkan kadar air campuran substrat.
Kadar air substrat yang tepat akan menentukan keberhasilan proses
dekomposisi.
-

Kadar air campuran?


Perhitungan kadar air :
Berat jerami = 1 kg
Kadar air = 1 kg x 40,44% = 0,40 kg
Berat feses = 0,46 kg
Kadar air = 0,46 kg x 11,31% = 0,05 kg
kadar air = 0,40 kg + 0,05 kg = 0,45 kg
kadar air campuran =

Berapa air yang harus ditambahkan hingga mencapai 55%?


Untuk mencapai kebutuhan air 55% perlu ditambahkan air 25% atau:
0,45 + x = 0,55 (1,46 + x)
0,45 + x = 0,803 0,55 x

-0,55 x + x = 0,803 -0,45


-0,54 = 0,353

x = 0,65 kg atau 65%

4.1.2 Proses dekomposisi awal


Prinsip : Dekomposisi bahan organik yang terkandung dalam limbah peternakan
sebelum proses pengolahan selanjutnya.
Hasilnya, kompos berjamur ditandai dengan adanya bercak putih yang terdapat di
sekitar dekomposan. Kemudian, pengamatan dari bau, duah tidak tercium bau
feses artinya proses dekomposisi berjalan. Suhu awal 28C, pengamatan pada hari
kamis suhu mencapai 55C. Keadaan kompos selain berjamur dan tidak berbau,
bentuknya remah-remah dan ringan. Berat dekomposan 12,41 kg.
4.1.3 Pembuatan Biogas
Hasilnya, setelah 1 bulan perkembangan proses pembentukan biogas berhasil. Hal
ini ditandai dengan terisinya gas pada ban karet sehingga ban karet yang semula
kempis menjadi mengembang.
4.1.4 Pembuatan Pupuk Cair
Warna
Hitam

Bau
Tidak berbau

Konsistensi

POC yang

Tidak encer

dihasilkan
4, 55 liter

feses, hanya ada


bau jerami
4.1.5 Pembuatan Pupuk Organik Padat
Hasilnya, pengomposan dengan menggunakan prinsip vermicomposting ini
berhasil ditandai dengan warna kompos yang coklat kehitaman.
4.2 Pembahasan

Berdasarkan dari hasil pengamatan, pengomposan dengan cara sederhana


didapatkan hasil yang kurang baik hal ini disebabkan oleh kompos berjamur yang
ditandai dengan adanya bercak putih pada kompos. Meski tidak terlalu banyak
dan dekomposisi berjalan, akan tetapi dengan adanya jamur ini menunjukkan
bahwa ada udara yang masuk ke dalam karung berisi dekomposan. Pada proses
pengomposan cara sederhana ini terdapat dua tahap, yakni tahap aktif dan tehap
pengomposan. Pada tahap awal, O2 dan senyawa yang mudah terdegradasi
dimanfaatkan mikroba mesofilik (20-40C). Hal ini terjadi pula pada dekomposisi
jerami dan feses kelompok kami karena saat itu termometer menunjukkan suhu
dekomposan 28C, jadi kemungkinan besar disini terjadi aktivitas mikroba
mesofilik. Kemudian suhu tumpukan kompos meningkat dengan cepat. Pada saat
dilakukan pengamatan pada hari kamis atau 2 hari kemudian semenjak bahan
kompos dibuat, suhunya mencapai 55C. Saat itu terjadi aktivitas mikroba
thermofilik. Saat itulah terjadi dekomposisi atau penguraian bahan organik yang
sangat aktif. Setelah tahap akhir suhu akan kembali turun, akan tetapi kami tidak
melakukan pengecekan suhu akhir sehingga tidak didapat data suhu akhir
pengomposan.
Selanjutnya satu bagian substrat digunakan untuk membuat biogas.
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan, proses pembuatan biogas terjadi,
ditandai dengan mengembangnya ban karet yang dipasangi selang dari digester.
Prinsip pembuatan biogas ini adalah adanya dekomposisi bahan organik secara
anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan gas yang sebagian besar
adalah berupa gas metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan karbon
dioksida, gas inilah yang disebut biogas. Proses dekomposisi anaerobik dibantu
oleh sejumlah mikroorganisme, terutama bakteri metan. Suhu yang baik untuk
proses fermentasi adalah 30-55C, dimana pada suhu tersebut mikroorganisme
mampu merombak bahan bahan organik secara optimal. Hasil perombakan bahan
bahan organik oleh bakteri adalah gas metan. Pembuatan biogas dari kotoran
ternak dikembangkan dengan metodologi fermentasi anaerob. Tahapan proses
dengan metode ini yang pertama adalah proses asidifikasi, yaitu proses penguraian
atau dekomposisi komponen penyusun bahan organik menjadi asam-asam organik

tanpa oksigen. Tahapan proses yang kedua adalah proses methanasi, yaitu proses
perubahan asam-asam organik menjadi biogas. Untuk proses fermentasi anaerob
ini dilakukan dalam sebuah digester. Digester yang digunakan adalah berupa drum
berbentuk tabung yang dilengkapi dengan penutup dan selang. Digester ini adalah
reaktor tempat berlangsungnya proses fermentasi limbah/kotoran sapi menjadi
biogas. Di dalam reaktor digester ini akan terjadi penguraian bahan-bahan organik
yang terkandung dalam kotoran sapi menjadi asam-asam organik. Selanjutnya
asam-asam organik ini akan terurai secara anaerobik menjadi biogas. Hal
terpenting dari digester ini adalah tidak boleh ada kebocoran sedikitpun dari
rangkaian digester tersebut. Karena tidak ada kebocoran, maka saat dilakukan
pengujian dengan ban karet hasinya biogas terbentuk.
Kemudian, bagian yang lain dari dekomposisi awal digunakan untuk
membuat pupuk organik cair (POC). Hasil yang didapatkan pada kelompok kami
POC sebanyak 4 liter dengan warna hitam dan bau jerami. Kualitas hasil
pembuatan

pupuk

cair

pada

prinsipnya

ditentukan

oleh

bahan

baku,

mikroorganisme pengurai, proses pembuatan , produk akhir dan pengemasan.


Bahan baku dengan konsisi yang masih segar dan semakin beragamnya jenis
mikroorganisme maka akan membuat kualitas pupuk cair organik yang dihasilkan
menjadi semakin baik kandungannya. Mutu pupuk cair dapat ditapsirkan dari
nisbah antar jumlah karbon dan nitrogen ( C/N ratio ) . Jika C/N ratio Tinggi
berarti bahan penyusun pupuk cair belum terurai\ secara sempurna. Bahan baku
dengan C/N ratio tinggi akan terurai atau membusuk lebih lama dibandingkan
dengan bahan baku C/N rendah . Kualitas pupuk cair dianggap baik jika memiliki
C/N ratio antara 12 15. kandungan Unsur hara di dalam pupuk cair tergantuing
dari jenis bahan asal yang digunakan dan cara pembuatannya.
Pupuk cair mampu menyediakan nitrogen dan unsur mineral lainnya yang
dibutuhkan tanaman. Pupuk cair lebih mudah terserap tanaman dikarenakan
senyawa kompleks yang terkandung didalamnya sudah terurai dan dalam bentuk
cair sehingga mudah terserap oleh tanaman, baik melalui akar maupun daun.
Pupuk cair diperoleh dari proses fermnetasi padat terlebih dahulu kemudain

dilanjutkan dengan proses ekstraksi dan proses fermentasi cair secara aerob (Yuli
A Hidayati, etc. Desember 2011).
Bagian lain dari dekomposisi digunakan untuk membuat pupuk organik padat
(POP). Cacing mendegradasi limbah dibantu oleh mikroorganisme dan organisme
lain, menyerap nutrisi yang mereka butuhkan dan mengeluarkan sisanya. Teknik
pemisahan yang digunakan saat praktikum adalah pemisahan cahaya. Karena
cacing tidak menyukai cahaya. Proses pembuatan vermikompos dilaksanakan
melalui tiga tahap :
(1) pengadaan bahan organik;
(2) perbanyakan cacing tanah; dan
(3) proses pengomposan.
Vermicompost sebagian besar terdiri dari kotoran cacing ditambah sebagian
bahan organik yang membusuk. Dalam kondisi ideal cacing dapat mengkonsumsi
bahan organik sebesar berat tubuhnya sendiri setiap hari. Bila dibandingkan
dengan tanah, kascing mengandung:
-

Nitrogen 5 kali lebih banyak ;


Fosfor 7 kali lebih banyak ;
Kalsium 1,5 kali lebih banyak ;
Kalium 11 kali lebih banyak;
Magnesium 3 kali lebih banyak.

Kompos yang sudah matang berbau seperti tanah. Apabila kompos tercium
bau yang tidak sedap berarti terjadi fermentasi anaerob dan menghasilkan
senyawa-senyawa berbau yang mungkin berbahaya bagi tanaman.

Apabila

kompos masih berbau seperti bahan mentahnya berarti kompos belum matang.
Warna yang dihasilkan dari proses vermicomposting ini adalah coklat kehitamhitaman, hal ini menunjukkan bahwa kualitas kompos baik.
Cacing tanah yang digunakan pada praktikum ini adalah Tiger Worm. Cacing
ini memiliki kandungn protein kasar 80%. Tiger Worm atau Eisenia fetida ini
berasal dari benua Eropa, di Amerika Utara populasinya sangat banyak sehingga
banyak yang mengira cacing ini berasal dari Amerika Utara. Warna tubuhnya
merah dengan belang-belang mirip harimau maka ia juga disebut Tiger Worm,
tubuhnya lebih alot dibandingkan Lumbricus rubellus, gerakannya juga lambat.

Jika merasa terganggu Eisenia fetida akan mengeluarkan cairan berbau tidak
sedap, bau tak sedap itu mirip dengan bau yang dikeluarkan kaki seribu (Luwing).
Eisineia fetida lebih tahan panas dibandingkan Lumbricus rubellus, media
hidup yang lembab dan agak bertannin masih bisa diterima, makanan yang tidak
terlalu halus juga masih bisa dimakan olehnya. Eisenia fetida menghasilkan
Vermikompos lebih banyak dibandingkan Lumbricus rubellus, kecepatan
perkembangbiakannya mirip dengan Lumbricus rubellus. Nilai minus Eisenia
fetida adalah bau tak sedap yang dihasilkannya saat terancam, jika dijadikan
pakan maka hewan yang memakannya kurang begitu suka, tapi sebagai penghasil
Vermikompos lebih baik dibandingkan Lumbricus rubellus (Tubagus, 2013).

V
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum pengelolaan limbah ini
adalah sebagai berikut :
a. Proses pembuatan biogas yang berlangsung dalam digester menghasilkan
gas metana yang cukup untuk menghasilkan api yang besar
b. Salah satu keberhasilan dalam pengomposan ini adalah tidak tercium bau
menyengat salah satunya akibat C/N yang tepat serta kadar air sebesar 55%.
c. Pengolahan limbah peternakan menjadi pupuk organik dapat dilakukan
dengan cara membuat pupuk organik padat dan pupuk organik cair. Hasil
yang didapatkan dari praktikum ini adalah, pupuk organik cair lebih baik
dari pupuk organik padat dikarenakan mudah diserap oleh tanaman.
d. Energi alternatif bisa didapatkan dari biogas dengan berbahan dasar limbah
ternak (kotoran ternak). Hasil yang diperoleh dari praktikum ini, melalui uji
dengan ban karet, ban tersebut mengembang. Itu berarti ban tersebut telah
terisi oleh gas. Maka dari itu proses pembuatan biogas dapat disebut
berhasil dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Hidayati, Yuli A. etc. Desember 2011. Kuailtas Pupuk Cair Hasil Pengolahan
Feses Sapi Potong Menggunakan Saccharomyces ceviceae.[Jurnal].
Fakultas Peternakan Universitas Padjdadjaran. Sumedang.
http://eiseniafoetida.blogspot.com/ (diakses pada hari minggu, tanggal 24
November 2013 pukul 19.47)
http://ruryklh.wordpress.com/2011/04/12/jasa-mikroba-dan-cacing/ (diakses pada
hari minggu, tanggal 24 November 2013 pukul 20.23)
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1999/03/30/LIN/mbm.19990330.LIN9
4202.id.html (diakses pada hari minggu, tanggal 24 November 2013
pukul 21.53)

Anda mungkin juga menyukai