PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Buah-buahan merupakan komoditi yang mudah rusak dan sering kali
jumlahnya sangat melimpah terutama saat musim panen raya. Dalam kondisi tersebut
buah
tersedia
secara
berlebihan
sehingga
diperlukan
alternatif
untuk
1.2.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum fruit leather adalah untuk mengetahui proses
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Fruit Leather
Fruit leather adalah suatu produk olahan buah yang dapat dibuat dari satu
jenis atau campuran beberapa macam buah yang dihancurkan dan dikeringkan
menjadi lembaran tipis yang mempunyai konsistensi dan rasa khas tergantung dari
buah yang digunakan serta mempunyai kandungan air 10-25% dan dapat bertahan
beberapa bulan jika disimpan pada kondisi penyimpanan yang baik (Kusumawati,
2005).
Fruit leather merupakan produk makanan berbentuk lembaran tipis dengan
ketebalan 23 mm, kadar air 10 25 %, yang mempunyai konsistensi dan cita rasa
khas suatu jenis buah. Buah-buahan yang baik digunakan sebagai bahan baku
pembuatan fruit leather adalah yang mempunyai kandungan serat tinggi. Fruit Leather
adalah sejenis manisan kering yang dapat dijadikan sebagai bentuk olahan komersial
dalam skala industri dengan cara yang sangat mudah, yaitu menghancurkan buah
menjadi puree dan mengeringkannya (Raab & Oehler, 2000).
Fruit leather merupakan makanan sehat yang berbahan alami, kaya vitamin
dan dapat dijadikan alternatif pangan olahan yang dibuat dari buah-buahan, tanaman
sayur, dan juga tanaman bunga. Setelah buah dibuat dalam bentuk hancuran buahbuahan (puree) kemudian buah tersebut dikeringkan dalam oven atau dehidrator.
Fruit leather berbentuk lembaran tipis yang mempunyai konsistensi dan rasa
(Puspasari dkk, 2005).
Bahan baku fruit leather dapat berasal dari berbagai jenis buah-buahan tropis
ataupun subtropis dengan kandungan serat yang cukup tinggi seperti pisang, pepaya,
mangga, nenas, jambu biji, apel, nangka, peach dan sebagainya. Jenis buah yang
dapat diolah menjadi fruit leather sebaiknya mempunyai kandungan serat tinggi,
berkadar air tidak terlalu tinggi, tingkat kematangan yang cukup, dan mengandung
gula yang cukup tinggi. Buah yang dijadikan fruit leather tidak harus terlalu masak
karena jika terlalu masak maka tekstur buah akan lembek. Buah yang kurang tua atau
masih mentah akan menghasilkan fruit leather yang kurang manis dan keras, (Suci,
1993).
Menurut Herliana (1999), faktor-faktor yang mempengaruhi mutu akhir fruit
leather adalah jenis buah yang digunakan, jenis bahan pengisi, konsentrasi sukrosa,
suhu dan lama pengeringan. Parameter yang digunakan untuk menilai mutu fruit
leather pada umumnya yaitu warna, rasa, flavour, tekstur, vitamin C dan kadar air.
Kriteria yang diharapkan dari fruit leather adalah warnanya yang menarik,
teksturnya yang sedikit liat dan kompak, serta memiliki plastisitas yang baik sehingga
dapat digulung (tidak mudah patah). Jadi untuk menghasilkan fruit leather dengan
kriteria tersebut harus dilakukan tahap pencampuran seluruh bahan seperti bubur
buah, bubur sayur, gum arab, asam dan penambahan gula sebagai aplikasi
pengawetan produk (Historiasih, 2010).
2.2.
Tentang Bahan
2.1.1. Buah Nenas
Nenas merupakan tanaman yang tersebar luas di Indonesia. Tanaman ini
tumbuh di berbagai jenis tanah dan iklim. Setiap panen tiba, buah nenas yang
dipanen banyak yang rusak dan sampai ke tangan konsumen dengan mutu yang
rendah. Hal ini jelas mengurangi pendapatan petani, dan juga penjualan kepada
konsumen (Kwartiningsih dan Mulyati, 2005).
Buah nenas merupakan salah satu buah-buahan komersial yang dibudidayakan
di Indonesia. Buah nenas setelah panen cepat sekali rusak, karena tingginya
kandungan air yang ada di dalam buah nenas. Untuk mengatasi masalah panen
raya agar harga buah tidak turun, maka pemanfaatan nenas lebih ditingkatkan.
Dengan demikian, hasil yang diperoleh lebih bermanfaat, sehingga dapat
meningkatkan nilai ekonominya. Buah nenas bukan hanya dikonsumsi sebagai
pencuci mulut saja, tetapi juga dapat diolah menjadi cemilan seperti rujak dan
juga dijadikan sebagai bahan tambahan untuk membuat produk olahan
(Puspitasari, dkk., 2008)
2.1.2. Buah Mangga
Buah mangga termasuk kelompok buah batu berdaging. Panjang buah
berkisar antara 2,5-3,0 cm.Bentuknya ada yang bulat, bulat telur, bulat
memanjang, dan ada yang pipih. Wama buah bermacam-macam, tergantung
varietasnya. Variasinya ada yang hijau, kuning, merah atau campuran masingmasing wama itu. Daging buah mangga ada yang tebal dan tipis, berserat dan
tidak berserat, berair dan tidak berair, ada yang manis dan ada juga yang rasanya
seperti terpentin (Pracaya, 2005).
Mangga (Mangifera indica, L)mengandung banyak vitamin A dan C yang
sangat dibutuhkan manusia. Selain itu, mangga juga mengandung kalori, protein,
karbohidrat, kalsium, Fosfor, besi, kalium, magnesium, dan sedikit Iemak. oleh
karena kepopulerannya yang mendunia itu, tidak heran kalau sebagian besar
masyarakat dunia menjulukinya sebagai king of the fruits (Paimin,1999)
2.1.3. Gula (Sukrosa)
Gula (sukrosa) adalah salah satu bahan pemanis yang sangat penting dalam
kehidupan sehari-hari, dan hampir setiap produk pangan menggunakan gula
sebagai bahan tambahan. Fungsi gula adalah sebagai penambah rasa, sebagai
bahan perubah warna, dan sebagai bahan untuk memperbaiki susunan dalam
jaringan. Sukrosa adalah zat disakarida yang pada hidrolisa menghasilkan glukosa
dan fruktosa. Gula berperan dalam pengawetan dan pembuatan aneka ragam
produk makanan. Hal ini disebabkan gula mempunyai daya larut yang tinggi,
kemampuan mengurangi kelembaban dan mengikat air yang ada sehingga tidak
tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme (Buckle, dkk., 2009).
Fungsi gula sebagai bahan penambah rasa, sebagai bahan pengubah warna,
dan sebagai bahan untuk memperbaiki susunan dalam jaringan. Penambahan gula
pada produk bukan saja untuk menghasilkan rasa manis meskipun sifat ini
sangatlah penting. Jadi, gula bersifat untuk menyempurnakan rasa asam, cita rasa,
juga memberikan kekentalan (Subagjo, 2007).
2.1.4. Asam Sitrat
Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada daun dan
buah tumbuhan genus Citrus (jeruk-jerukan). Asam sitrat terdapat pada berbagai
jenis buah dan sayuran, namun ditemukan pada konsentrasi tinggi, yang dapat
mencapai 8% bobot kering, pada jeruk lemon dan limau. Penggunaan utama asam
sitrat saat ini adalah sebagai zat pemberi cita rasa dan pengawet makanan dan
minuman, terutama minuman ringan (Safitri, 2012).
Menurut Kwartiningsih dan Mulyati (2005), penambahan asam sitrat pada
produk fruit leather jumlahnya dapat beragam tergantung bahan baku buah yang
digunakan yang berkisar 0,2-0,3% (Kwartiningsih dan Mulyati, 2005). Winarno
(2007) menyatakan bahwa asam sitrat termasuk kedalam kelompok asidulan yang
dapat digunakan sebagai penguat rasa, warna dan dapat menyelubungi after taste
yang tidak disukai. Asam sitrat berfungsi sebagai pemberi rasa asam dan
mencegah kristalisasi gula. Selain itu, asam sitrat juga berfungsi sebagai
katalisator hidrolisa sukrosa ke bentuk gula invert selama penyimpanan serta
sebagai penjernih gel yang dihasilkan. Pembentukan tekstur fruit leather
tergantung dari derajat keasaman campuran bahan yaitu pada nilai pH tertentu
yang diperlukan. Nilai pH dapat diturunkan dengan penambahan sejumlah kecil
asam sitrat (Kwartiningsih dan Mulyati, 2005).
2.1.5. Air
Air merupakan salah satu komponen penting dalam bahan makanan karena air
dapat memengaruhi penampakan, tekstur, serta citarasa pada makanan. Air
bahan
makanan
terjadi
dalam
medium air
yang
ditambahkan atau yang berasal dari bahan itu sendiri (Winarno, 2008).
Air berfungsi sebagai bahan yang dapat mendispersikan berbagai senyawa
yang ada dalam bahan makanan dan berfungsi sebagai pelarut berbagai bahan
seperti garam, vitamin yang larut air, mineral, dan senyawa citarasa seperti yang
terkandung dalam teh dan kopi (Bligh, 1990).
2.1.6. Agar-Agar Bubuk
Agar-agar adalah campuran kompleks sejumlah polisakarida yang diperoleh
dari alga merah, umumnya jenis Gracilaria dan Gelidium. Agar-agar disebut
sebagai gelosa atau gelosa sulfat, dengan rumus molekul C6H10O5. Agar-agar ini
tidak larut dalam air dingin tetapi larut dalam air panas. Agar-agar tersusun atas
dua fraksi utama yaitu agarosa dan agaropektin yang mana dalam lingkup
industri, kemampuan gelling agar untuk menahan suhu tinggi memungkinkan
agar dapat digunakan sebagai penstabil dan pengental (Glicksman, 1983).
2.1.7. Mentega
Mentega merupakan emulsi air dalam minyak dengan kira-kira 18 % air
terdispersi dalam minyak di dalam 80 % lemak dengan jumlah protein yang
sedikit sebagai zat pengemulsi (emulsifier) (Winarno, 1997).
Mentega adalah produk yang terbuat dari lemak susu di mana ke dalamnya
dapat ditambahkan garam untuk mendapatkan rasa yang lebih baik dan untk
menjaga mutu. Warna kuning pada mentega disebabkan oleh zat warna beta
karoten dalam krim. Nilai gizi mentega banyak tergantung pada kandungan lemak
dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Mentega merupakan sumber
vitamin A yang sangat baik dan merupakan mekanan berenergi tinggi (7-8
kalori/g), tidak mengandung laktosa dan mineral serta berprotein rendah (Buckle,
1987).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1.
aluminium foil, pisau, kompor, loyang, oven, timbangan, cup gelas, sendok kayu,
nampan, dan termometer. Sedangkan bahan yang digunakan, yaitu mangga 150 gram,
nanas 150 gram, jeruk nipis 1%, gula 15 gram, mentega 7,5 gram, agar-agar
konsentrasi 5%:6%:7%, dan air secukupnya.
3.3.
Prosedur Kerja
Siapkan bahan dan alat yang akan digunakan. Kupas kulit buah mangga dan
nanas lalu blender dan tambahkan air secukupnya. Setelah buah menjadi bubur,
tambahkan agar, gula, mentega dengan konsentrasi yang telah ditentukan. Aduk
hingga bahan tercampur merata. Panaskan bubur tersebut diatas kompor hingga
mendidih. Tunggu agak dingin lalu tambahkan jeruk nipis 1% hingga pH mencapai
3,2-3,4 lalu aduk sampai rata. Tuangkan bubur ke dalam loyangyang telah dilapisi
aluminium foil, ratakan tipis hingga membentuk lembaran dengan ketebalan 2-3 mm.
Oven lembaran tersebut selama 30 menit dengan suhu 70C. Kemudian keluarkan
dari oven dan tunggu dingin, lalu gulung lembaran tersebut. Amati pecah atau tidak,
dan lakukan organoleptik pada fruit leather tersebut.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil organoleptik fruit leather mangga dengan Agar-agar 6 gr
Panelis
Kelompok
Warna
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Rata-rata
3
3
3
3
2
2
2
3
3
2
2,6
2
2
3
2
3
3
2
3
2
2
2,4
1
2
1
2
2
1
2
1
1
2
1,5
Kesukaan
3
2
3
3
3
3
2
2
3
2
2,6
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
Kelompok
Warna
Aroma
Tekstur
Kekompakan
Rasa
Kesukaan
3
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Rata-rata
3
3
3
3
2
3
2
2
3
3
2,7
2
2
1
2
1
2
2
1
3
3
1,7
2
2
2
2
3
3
3
2
2
2
2,3
1
2
1
1
1
1
2
2
1
2
1,4
3
2
3
3
3
2
2
3
2
3
2,6
3
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2,1
4.2.
Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan berbagai hasil dari
pembuatan fruit leather. Adapun perlakuan berbeda yang dilakukan pada pembuatan
fruit leather ini. Perlakuan yang diberikan yaitu perbedaan konsentrasi pada gula dan
agar 5%, 6%, dan 7%. Sedangkan bahan yang digunakan adalah buah mangga dan
nenas.
Pada fruit leather mangga dengan konsentrasi agar 7% yang kami buat,
didapatkan hasil fruit leather dengan permukaan yang pecah. Sebelum dioven, tekstur
dari fruit leather sedikit kering dan kental akibat proses pemanasan yang terlalu lama
yang menyebabkan menguapnya air dan konsentrasi agar yang terlalu banyak. Hal ini
mempengaruhi tekstur serta penampakan dari fruit leather. Setelah dioven, tekstur
fruit leather sedikit pecah pada permukaan dikarenakan kandungan air yang tadinya
telah hilang saat pemanasan kemudian hilang juga akibat pengovenan. Sedangkan
pada buah nenas dengan konsentrasi agar 5%, didapatkan hasil fruit leather dengan
tekstur yang lembut, hal ini dikarenakan kandungan air pada buah nenas lebih banyak
daripada buah mangga.
Untuk karakteristik aroma, pada fruit leater mangga diperoleh aroma agak
khas mangga. Sedangkan pada nenas, didapatkan aroma khas nenas. Namun aroma
sebelum dan sesudah dioven berbeda. Menurut Winarno (1992), aroma buah-buahan
diciptakan oleh berbagai ester yang bersifat volatil. Produksi aroma tersebut akan
meningkat saat buah mendekati masa klimaterik. Namun setelah mengalami proses
pengeringan, senyawa volatil pada buah akan menguap sehingga menyebabkan aroma
fruit leather menjadi hilang.
Dari semua hasil fruit leather, dapat dikatakan bahwa fruit leather yang paling
baik adalah fruit leather dengan konsentrasi agar 5%. Hal ini dikarenakan fruit leather
yang dihasilkan tipis, mengkilat, serta dapat digulung. Memiliki rasa yang tidak
terlalu asam, aroma khas nenas sama sebelum maupun setelah pengovenan,
sertatekstur yang lembut sehingga mudah untuk digulung.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, hasil fruit leather mangga
dengan konsentrasi agar 6% dan 7%. Diperoleh fruit leather yang terbaik yaitu
dengan konsentrasi 6% karena dihasilkan aroma agak khas mangga, perubahan
sedikit warna, tekstur yang agak lembut dan bisa digulung, serta rasa asam dari
mangga itu sendiri.. Sedangkan untuk fruit leather nenas dengan konsentrasi agar 5%,
diperoleh hasil terbaik yaitu aroma khas nenas, tekstur lembut sehingga dapat
digulung, perubahan warna yang tidak terlalu mencolok, serta rasa manis dari nenas
dan asam dari jeruk nipis.
5.2.
Saran
Sebaiknya mahasiswa mempelajari prosedur setiap praktikum agar hasil yang
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi .PT. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.
334 hal.
Bligh, E.B. 1990. Principles of Food and Science. Marcel Dekker Inc. New York. 500
hal.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, dan M. Wootton. 2009. Ilmu Pangan.
Penerjemah H. Purnomo dan Adiono. UI-Press. Jakarta.
Fachruddin L. 2008. Membuat Aneka Selai. Kanisius. Yogyakarta.
Glicksman. 1983. Food and Hydrocolloids Volume II. CRC Press Inc. Florida.
Gujral, H.S. dan S.S. Brar. 2003. Effect of hydrocolloids on the dehydration kinetics,
color, and texture of mango leather. Int. J. of Food and Food Prop. 6(2):267279.
Hamzah, F dan Sribudiana, E. 2010. Mutu Manisan Kering Buah Naga Merah
(Hylocercus Polyrhizus). Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Riau. Riau.
Herliana, E. 1999.Pengaruh Bahan Pengisi dan Konsentrasi Sukrosa Terhadap
Karakteristik Mutu Fruit Leather Mangga. Tugas Akhir. Jurusan Teknologi
Pangan.Fakultas Teknik. Universitas Pasundan Bandung.
Historiarsih, R.Z. 2010. Pembuatan Fruit Leather Sirsak-Rosela. Tugas Akhir.Jurusan
Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Industri. UPN Veteran. Jatim.
Kusumawati, D. R., (2005), Pengaruh Konsentrasi Sukrosa dan Lama Pengeringan
Terhadap Karakteristik Fruit Leather Stroberi (Fragaria chiloensis L.), Tugas
Akhir, Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Teknik, Universitas Pasundan
Bandung.
Kwartiningsih, E. dan Mulyati, L. N. S. 2005. Pembuatan fruit leather dari nenas.
UNS. Semarang. Ekuilibrum. Vol 4. Hal 8-12.
Nurainy, F. dan D. Koesoemawardani. 2006. Efek Penambahan Rumput Laut
terhadap Karakteristik Fruit Leather Sirsak. Penelitian. Fakultas Pertanian
Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Puspasari, K., F. Rusli dan S. Mileiva. 2005. Formulasi campuran Flower Leatherdari
Bunga Mawar dengan Ekstrak Rempah-Rempah (Cengkeh dan Kayu Manis)
Sebagai Pangan Fungsional Kaya Antioksidan. Laporan Penelitian
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB. Bogor.
Puspitasari, D. S. P., N. Datti, dan T. Edahwati. 2008. Ekstraksi Pektin Dari Ampas
Nanas. C4-1. UPN-Press. Surabaya.
Raab, C. and Oehler, N., 2000. Making Dried Fruit leather. Extention Foods And
Nutrition Specialist. Origon State University.
Safitri, A. A. 2012. Studi pembuatan fruit leather mangga-rosella. Skripsi. Teknologi
Pertanian. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Subagjo, A. 2007. Manajemen Pengolahan Roti dan Kue. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Suci. 1993. Mengawetkan Buah Menjadi Leather, Trubus no.285 th XXIV. Jakarta
Winarno, FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.
Winarno, F. G. 2007. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, F. G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
LAMPIRAN