Anda di halaman 1dari 24

Laporan Praktikum

Teknologi Fermentasi

Hari, tanggal
Dosen
Asisten Dosen

: Rabu, 27 Maret 2015


: Ir. CC. Nurwitri, DAA
: Embun Novita A.Md

PENGOLAHAN PRODUK FERMENTASI


NATA DE COCO
Kelompok 5/ SJMP BP2
1.
2.
3.
4.

Dewi Mitalina
Nur Andini Putriningtyas
Putri Balkhis
Sklolastika Marina

J3E113081
J3E113032
J3E213109
J3E113025

PROGRAM KEAHLIAN SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN


PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Nata adalah selulosa bakteri hasil sintesis gula oleh bakteri pembentuk

nata, yaitu Acetobacter xylinum. Beberapa galur Acetobacter menghasilkan


membran bergelatin yang dinamakan pellicle pada permukaan suatu kultur cair.
Membran ini sama dengan Nata de Coco, jenis makanan hasil fermentasi
tradisional di Filipina yang sangat dikenal sebagai makanan penutup di Jepang.
Ananas comosus, nanas dan air kelapa merupakan substrat yang umum digunakan
untuk pembentukan nata. Hal tersebut ditinjau dari komposisinya yang terdiri atas
sebagian besar air, mengandung gula, vitamin serta mineral penting.
Sebagai negara kepulauan, di sepanjang pesisir pantai Indonesia banyak
ditumbuhi pohon kelapa. Pohon kelapa memberikan banyak hasil bagi manusia
mulai dari batang, daun, air kelapa, buah dll. Air kelapa dalam jumlah besar
merupakan hasil samping industri pembuatan kopra dan desiccated coconut yang
terbuang begitu saja. Air kelapa mempunyai potensi yang baik untuk di buat
minuman fermentasi karena kandungan zat gizinya yang kaya dan relatif lengkap,
sehingga sesuai untuk pertumbuhan mikroba (Astawan, 2004).
Di Filipina air kelapa telah dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan
nata de coco (Saragih Y, 2004). Produk ini mulai diperkenalkan di Indonesia
sekitar tahun 1987. Nata de coco merupakan jenis minuman yang terdiri dari
senyawa selulosa (dietry fiber) yang dihasilkan dari air kelapa melalui proses
fermentasi, melibatkan jasad renik bakteri, yang selanjutnya dikenal sebagai bibit
nata (starter). Bibit nata adalah bakteri Acetobacter xylinum yang akan dapat
membentuk serat nata jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya
dengan karbon dan nitrogen melalui proses yang terkontrol. Dalam kondisi
demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim yang dapat menyusun zat
gula menjadi ribuan rantai serat dan menjadi benang-benang selulosa yang
akhirnya tampak padat berwarna putih hingga transparan, kokoh, kuat dan kenyal
dengan rasa mirip kolang-kaling, yang disebut sebagai nata.
Produk nata de coco banyak diminati konsumen karena rasanya yang enak
dan kaya serat, selain itu pembuatannya tidak sulit dan biaya yang dibutuhkan
tidak banyak. Produk ini banyak digunakan sebagai pencampur es krim, coktail
buah, sirup, dan makanan ringan lainnya. Nata de coco dapat dipakai sebagai

sumber makan rendah energi untuk keperluan diet. Produk ini dapat membantu
penderita diabetes dan memperlancar proses pencernaan dalam tubuh
1.2

Tujuan
Memahami dan mengetahui bahan baku serta bahan tambahan dalam
pembuatan nata de coco,
Untuk mempelajari cara pembuatan starter nata de coco,
Untuk mempelajari cara membuat nata de coco,
Untuk melatih kreatifitas mahasiswa mengolah suatu produk berbahan
baku nata de coco,
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi mutu nata de coco.

BAB II
METODOLOGI
2.1 Alat dan Bahan Pembuatan Kultur Starter Nata De Coco
2.1.1 Alat

Panci
Botol sirup bekas
(bersih)
Penyaring
Gelas Ukur
Termometer
Spatula
Gelas Jar
2.1.2 Bahan
Air Kelapa
10 L
Starter nata de coco 10%
Gula pasir
10%
Urea
0.5%

Bunsen
Gelas kimia
Timbangan
Mangkuk
Sendok
Indikator pH
Gegep

Termometer
Gelas Jar
Bunsen
Gelas kimia
Mangkuk
Kertas koran
Setrika

2.2 Alat dan Bahan Pembuatan Nata De Coco


2.2.1 Alat

Panci
Kain saring
Sendok
Pengaduk
Timbangan
Indikator pH
Baki plastik
Gelas Ukur

Karet
Gegep

2.2.2 Bahan
Air Kelapa
Kultur Starter Acetobacter xylinum
Gula pasir
Asam asetat glasial (cuka biang)
Urea (Amonium sulfat)

12 L
10%
10%
1%
0.5%

2.3 Alat dan Bahan Pembuatan Produk Olahan Nata De Coco (Minuman
nata de coco berperisa leci dan melon)

2.3.1 Alat

Panci
Gelas ukur
Timbangan
Sendok
Mangkuk
Baskom
Piring plastik kecil
Penyaring

Pengaduk
Kemasan Cup plastik
Mesin Sealer
Termometer
Indikator pH
Refrigerator
Gegep

2.3.2 Bahan

Nata de coco
Gula
Air
Gula
Asam Sitrat
Natrium Sitrat
CMC
Flavor leci
Flavor melon

15%
0.1%
0.08%
0.025%
0.03%
0.1%
0.1%

Campuran A

Campuran B

2.4 Diagram Alir Proses Pembuatan Kultur Starter Nata De Coco (Metode
Perebusan
Lakukan sterilisasi pada botol sirup bekas,
gelas jar, dan semua peralatan yang akan
digunakan
(kontak
Timbang gula
10%langsung
dan ureadgn
0.5 bahan).
%
dari total air kelapa yang digunakan.
Kemudian tiriskan peralatan dalam posisi
terbalik.
Rebus air kelapa,
tambahkan gula
Cek suhu

Cek pH
awal

Cek pH

dan urea. Rebus hingga mendidih


selama 15 menit.
Lakukan penyaringan pada air kelapa
beberapa kali hingga air kelapa bersih dari
kotoran.
Masukan media yang telah
didihkan ke dalam botol sirup
yang telah steril.
Tambahkan starter nata de coco
(Acetobacter xylinum) sebanyak
10% secara aseptik.
Lakukan inkubasi selama 1 minggu
pada suhu kamar sampai terbentuk
lapisan putih (film) pada media.

Masukkan air kelapa ke dalam


panci perebus , panaskan sampai
mendidih sambil diaduk.

Biarkan mendidih selama 15 menit


(sambil terus diaduk).

Matikan api, biarkan suhunya


turun sampai 40oC.

Matikan
api, biarkan
suhunya
Bagan 1. Diagram Alir
Proses Pembuatan
Kultur
Strater Nata De Coco
o
2.5

Diagram Alir Proses Pembuatan Nata De Coco


Tambahkan
asetatpada
(tetes
demi
tetes)
Lakukan asam
sterilisasi
botol
sirup
hinggabekas,
nilai pH-nya
turun
gelas jar,
danmenjadi
semua <4.3
(gunakan
indikator
pH).
peralatan kertas
yang akan
digunakan
(kontak langsung dgn bahan).
Tentukan volume asam asetat
yang digunakan.
tiriskan peralatan
Kemudian
dalam posisi terbalik.
Tunggu suhu campuran hingga
mencapai
suhu
kamar.
menggunakan
Saring
air kelapa
kain saring hingga bersih dari
kotoran.
Tambahkan kultur starter sebanyak
10% (lakukan
secara
Timbang
gula 10%
danaseptik),
urea 0.5aduk
% dari
hingga
homogen.
total air kelapa yang digunakan.
Tuang campuran ke dalam baki plastik yang
sudah disterilisasi (sebelumnya lakukan
simulasi, yaitu tentukan volume air yang
diperlukan untuk membentuk ketebalan nata
sekitar 1.3-1.5 cm.
Tambahkan gula sebanyak 10%
lalu aduk. Kemudian tambahkan
Tutup bagian atas baki dengan kertas
urea sebanyak 5% lalu aduk.
koran yang telah disetrika.

Cek pH
awal

Ikat pinggiran baki dengan karet.

Sebagai kontrol (untuk melihat


ketebalan lapisan yang terbentuk),
tuangkan juga campuran tadi ke
dalam gelas jar steril.
Simpan pada suhu ruang selama 1
minggu, dan lakukan pengamatan
setiap 2 hari.

Bagan 2. Diagram Alir Proses Pembuatan Nata De Coco

2.6 Diagram Alir Proses Pembuatan Produk Olahan Nata De Coco (Minuman
Berperisa Leci dan Melon)
Bersihkan permukaan nata dari
lapisan/selaput yang menempel pada
bagian atas dan bawah nata.
Timbang bahan-bahan yang diperlukan
seperti gula 15%
A), yang
dan
Potong-potong
nata(campuran
dalam bentuk
asam sitrat,kemudian
natrium nitrat,
CMC,
flavor
diinginkan,
timbang
kembali.
(Campuran kering = B).

Cek pH
nata dan
timbang
bobot nata
awal.

Cuci nata lalu rebus potongan nata sampai


Buat larutan
gula
15%.
menddih selama
5 menit,
ukur
nilai pH air Campuran A
perebuannya, lalu buang air rebusannya.
Buat campuran A dan campuran B.
Rendam potongan nata dalam air, lakukan
perebusan dan perendaman 5 kali, setiap
Masukkan
nata pada
wadah
cupterasa
kali air
perebus diganti,
hingga
nata
plastik
dan
lakukan
secara
hot (pH
tawar atau
tidak
lagi
tercium
bau asam
fillingnata
ke wadah
netral cup
=7).plastik.
Tutup
cup dengan
mesin
sealer.
Tiriskan
potongan
nata.

Lakukan pasteurisasi
80ooC, selama 15 menit.

Lakukan cooling shock.

Simpan nata selama sehari


agar larutan gula terserap.

Nata siap dikonsumsi.

Bagan 3. Diagram Alir Proses Pembuatan Produk Olahan Nata De Coco

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1

Hasil
3.1.1

Propagasi kultur
Tabel 1.Formulasi Propagasi Kultur Starter

No
1
2
3
4
5

Nama Bahan
Air kelapa
Kultur starter
Gula
Urea
Asam asetat
3.1.2

Formulasi
5L
10%
10%
0,6%
30 L

Hasil perhitungan
10/100 x 5 L= 0,5 L
10/100 x 5 L= 0,5 kg
0,6/100 x 5 L= 30 g
-

Pembuatan nata de coco


Tabel 2.Formulasi Pembuatan Nata de coco

No
1
2
3
4
5

Nama Bahan
Air kelapa
Kultur starter
Gula
Urea
Asam asetat
3.1.3

Formulasi
12 L
12,5 %
10%
0,6%
100

Hasil perhitungan
12,5/100 x 12 L= 1,5 L
10/100 x 12 L= 1,2 kg
0,6/100 x 12 L= 72 g
-

Pembuatan cocktail nata dalam sirup


Tabel 3.Formulasi Pembuatan Olahan Nata

No
1
2
3

5
6
7

Nama Bahan
Nata Lempeng
Air

Formulasi
7,983 kg

Hasil perhitungan
-

20,8 L

160 cupx@130 ml=20,8 L

Gula untuk sirup


15%
Campuran kering
Asam sitrat
0,08%
Natrium sitrat
0,025%
CMC
0,03 %
Essence (lechi dan melon)
0,1%
Gula
0,1 %
Biji selasih
Secukupnya
Cup plastik ukuran 150 ml 160 buah
Plastik seal cup
160 lembar

15/100 x 20,8 L= 3,12 kg


0,08/100 x 20,8 L = 16,64 g
0,025/100 x 20,8 L= 5,2 g
0,03/100 x 20,8 L= 6,24 g
0,1/100 x 20,8 L= 20,8 g
0,1/100 x 20,8 L= 20,8 g
7,983 kg/0,05 kg= 160 cup
-

Tabel 4. Hasil Data Organoleptik


Pengamatan

Data Orlep

Hari ke-1 (Setelah Perebusan)


Hari ke-2 (Penyimpanan dengan air gula)

Nata tidak dapat di gigit dan rasa


hambar
Nata dapat di gigit dan manis, tetapi
untuk air gula tidak terasa manis)

Tabel 5. Hasil Penjualan Nata


Harga Penjualan/cup
5000/3cup
2000/cup

Pemasukan/cup
Rp. 75.000
Rp. 226.000
Total

3.2

Jumlah Pemasukan
Rp. 75.000
Rp. 226.000
Rp. 301.000

Pembahasan
3.2.1

Pembuatan Starter Nata De Coco

3.2.2

Pembuatan Nata De Coco

Nata adalah produk fermentasi oleh bakteri Acetobacter xylinum pada


substrat yang mengandung gula. Bakteri tersebut menyukai kondisi asam dan
memerlukan nitrogen untuk stimulasi aktifitasnya. Glukosa substrat sebagian akan
digunakan bakteri untuk aktifitas metabolisme dan sebagian lagi diuraikan
menjadi suatu polisakarida yang dikenal dengan extracelluler selulose berbentuk
gel. Polisakarida inilah yang dinamakan nata (Suarsini.2010).
Nata terbentuk dari aktivitas bakteri Acetobacter xylinum dalam sari buah
yang mengandung glukosa yang kemudian diubah menjadi asam asetat dan
benang-benang selulosa. Lama-kelamaan akan terbentuk suatu massa yang kokoh
dan mencapai ketebalan beberapa sentimeter. Selulosa yang dikeluarkan ke dalam
media itu berupa benang-benang yang bersama-sama dengan polisakarida
berlendir membentuk jalinan yang terus menebal menjadi lapisan nata. Bakteri
Acetobacter xylinum akan dapat membentuk nata jika ditumbuhkan dalam air
kelapa yang sudah diperkaya dengan Karbon (C) dan Nitrogen (N), melalui proses
yang terkontrol. Dalam kondisi demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan
enzim akstraseluler yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau
selulosa. Dari jutaan renik yang tumbuh pada air kelapa tersbeut, akan dihasilkan
jutaan lembar benang-benang selulosa yang akhirnya nampak padat berwarna
putih hingga transparan (Novrischa.2010).

Air kelapa yang digunakan dalam praktikum pembuatan nata de coco ini
yaitu sebanyak 12 liter. Air kelapa disaring terlebih dahulu dengan menggunakan
kain saring hingga bersih dari kotoran. Air kelapa yang digunakan dalam
pembuatan nata harus berasal dari kelapa yang masak optimal, tidak terlalu tua
atau terlalu muda. Adanya gula sukrosa dalam air kelapa akan dimanfaatkan oleh
Acetobacter xylinum sebagai sumber energi, maupun sumber karbon untuk
membentuk senyawa metabolit diantaranya adalah selulosa yang membentuk nata
de coco.
Pengecekan pH air kelapa dilakukan sebagai pH awal. Kemudian gula dan
urea ditimbang, masing-masing sebanyak 10% dan 0.5% dari total air kelapa yang
digunakan. Air kelapa yang sudah di cek pH-nya kemudian di panaskan sampai
mendidih. Selama pemanasan harus sambil diaduk. Pengadukan harus dilakukan
dengan konstan. Gula dan urea kemudian ditambahkan.
Gula ditambahkan sebanyak 10% dari bobot air kelapa yaitu 1.2 kg. Gula
ditambahkan untuk dijadikan sebagai sumber karbon dan glukosa untuk
pertumbuhan Acetobacter xylinum. Menurut Sutarminingsih (2004),
Acetobacter xylinum akan menguraikan gula yang kemudian
membentuk lapisan nata. Acetobacter akan menghasilkan asam
asetat yang dapat menurunkan pH lingkungannya yang dalam
hal ini adalah nata. Semakin banyak penambahan gula dan
konsentrasi starter dalam pembuatan nata, maka pH yang
dihasilkan semakin kecil atau semakin asam.
Sedangkan untuk urea ditambahkan sebanyak 0.6% dari bobot air
kelapa yaitu 72 gram. Urea ditambahkan untuk dijadikan sebagai sumber nitrogen
untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum. Adanya penambahan urea yang
merupakan sumber nitrogen

dapat menstimulasi aktivitas dari

Acetobacter xylinum menjadi lebih sempurna sehingga ketebalan


lapisan meningkat, namun penambahan sumber nitrogen yang
terlalu banyak akan menurunkan kembali rendemen nata.
Setelah mendidih, pemanasan dihentikan. Api dimatikan, dan air kelapa
yang sudah mendidih dibiarkan suhunya turun sampai 40oC. Asam asetat
ditambahkan tetes demi tetes hingga pH-nya turun menjadi <4,3. Untuk

pengukuran pH dilakukan menggunakan kertas indikator pH. Asam asetat


digunakan untuk menurunkan pH karena Acetobacter xylinum akan tumbuh
optimum pada pH asam tersebut.
Kultur stater ditambahkan sebanyak 12.5% (sebanyak 1.5 liter) dari bobot
air kelapa. Penambahan kultur stater ini dilakukan secara aseptik agar tidak terjadi
kontaminasi mikroba. Setelah penambahan

kultur stater kemudian campuran

larutan tersebut diaduk hingga homogen. Campuran larutan tersebut kemudian


dituang kedalam baki plastik yang sudah disterilisasi dengan air panas. Ketebalan
campuran larutan yang dituang yaitu sekitar 1.3-1.5 cm. Bagian atas baki ditutup
dengan koran yang sebelumnya sudah disterilisasi dengan menggunakan setrika.
Koran yang dibutuhkan adalah koran bekas yang bersih, tidak bolong, rapuh, tidak
tercemar kotoran seperti minyak, pestisida, tepung dan lain-lain. Karet gelang
digunakan untuk mengikat koran di baki fermentasi. Setiap baki diikat dengan dua
karet gelang, yang berfungsi untuk menahan agar permukaan koran penutup tidak
kendor dan menghindari menempelnya cairan di koran selama fermentasi.
Sebagai kontrol, campuran larutan tadi juga dituangkan kedalam gelas jar
steril. Baki dan gelas jar yang berisi campuran larutan tersebut disimpan pada
suhu ruang selama 1 minggu dan dilakukan pengamatan setiap 2 hari untuk
mengetahui perkembangan pembentukan lapisan film.
Selama pemanenan nata, koran dipisahkan tersendiri dan diusahakan tidak
basah karena sisa cairan nata yang tumpah, dan sobek sewaktu membuka karet.
Tindakan yang perlu dilakukan saat dilakukan fermentasi antara lain :
-

Menjaga ruang fermentasi kering dan bersih

Suhu ruangan dipertahankan konstan 32 C

Mengurangi cahaya sinar matahari masuk langsung diruang fermentasi

Ruang fermentasi terpisah dari ruang pengolahan


Keberhasilan dalam

pembuatan

nata

de

coco

dipengaruhi

oleh

viabilitas (kemampuan hidup) bakteri, kandungan nutrisi media air kelapa dan
lingkungannya. Viabilitas bakteri yang baik akan menghasilkan nata yang baik
dan cepat. Kandungan nutrisi yang cukup terutama gula sebagai sumber karbon
untuk bahan baku pembentukan nata sangat diperlukan. Demikian pula
ketersediaan sumber nitrogen dan mineral, walaupun tidak digunakan langsung

pembentuk nata, sangat diperlukan untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter


xylinum.
Kriteria keberhasilan dalam pembuatan lempeng nata de coco yaitu
terbentuknya nata berwarna putih kekuningan, tidak terdapat jamur dan noda
dengan ketebalan 1,5-2 cm, permukaan sempurna/ tidak cacat, cairan dalam
loyang hampir tidak ada /kering.
3.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi nata
Untuk menghasilkan produksi nata yang maksimal perlu diperhatikan
faktor-faktor sebagai berikut :
1. Temperatur ruang inkubasi
Temperatur ruang inkubasi harus diperhatikan karena berkaitan dengan
pertumbuhan bakteri Acetobacter Xylinum dapat tumbuh dan berkembang
secara optimal. Pada umumnya suhu fermentasi untuk pembuatan nata
adalah pada suhu kamar (280C). Suhu yang terlalu rendah atau terlalu
tinggi akan mengganggu pertumbuhan bakteri pembentuk nata, yang
akhirnya juga menghambat produksi nata.
2. Jenis dan konsentrasi Medium
Medium fermentasi ini harus banyak mengandung karbohidrat (gula)
di samping vitamin dan mineral, karena pada hakekatnya nata tersebut
adalah slime (menyerupai lendir) dari sel bakteri yang kaya selulosa yang
diproduksi dari glukosa oleh bakteri Acetobacter Xylinum. Bakteri ini
dalam kondisi yang optimum memiliki kemampuan yang luar biasa untuk
memproduksi slime sehingga slime tersebut terlepas dari sel vegetatif
bakteri dan terapung-apung di permukaan medium. Pembentukan nata
terjadi karena proses pengambilan glukosa dari larutan gula yang
kemudian digabungkan dengan asam lemak membentuk precursor (penciri
nata) pada membran sel. Prekursor ini selanjutnya dikeluarkan dalam
bentuk ekskresi dan bersama enzim mempolimerisasi glukosa menjadi
selulosa yang merupakan bahan dasar pembentukan slime. Kadar

karbohidrat optimum untuk berlangsungnya produksi nata adalah 10%


(Palungkun, 1992).
3. Jenis dan konsentrasi stater
Pada umumnya Acetobacter Xylinum merupakan stater yang lebih
produktif dari jenis stater lainnya, sedang konsentrasi 5-10% merupakan
konsentrasi yang ideal.
4. Kebersihan alat
Alat-alat yang tidak steril dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Acetobacter Xylinum. Sedangkan alat-alat yang steril dapat mendukung
pertumbuhan bakteri Acetobacter Xylinum.
5. Waktu fermentasi
Waktu fermentasi yang digunakan dalam pembuatan nata umumnya 24 minggu. Minggu ke-4 dari waktu fermentasi merupakan waktu yang
maksimal produksi nata, yang berarti lebih dari 4 minggu, maka kualitas
nata yang diproduksi akan menurun.
6. pH fermentasi
Derajat keasaman yang dibutuhkan dalam pembuatan nata adalah 3-5
atau dalam suasana asam. Pada kedua kondisi pH optimum, aktifitas enzim
seringkali menurun tajam. Suatu perubahan

kecil pada pH dapat

menimbulkan perbedaan besar pada kecepatan beberapa reaksi enzimatis


yang amat penting bagi organisme.
7. Tempat fermentasi
Tempat fermentasi sebaiknya tidak terbuat dari logam karena mudah
korosif yang dapat mengganggu pertumbuhan mikroorganisme pembentuk
nata. Di samping itu tempat fermentasi sebaiknya tidak terkena cahaya
matahari langsung, jauh dari sumber panas, dan harus berada dalam
kondisi steril. Selain itu, dalam pembuatan nata juga harus diperhatikan

bahwa selama proses pembentukan nata langsung harus dihindari gerakan


atau goncangan ini akan menenggelamkan lapisan nata yang telah
terbentuk dan menyebabkan terbentuknya lapisan nata yang baru yang
terpisah dari nata yang pertama. Hal ini menyebabkan ketebalan produksi
nata tidak standar.
3.2.4

Pembuatan Produk Olahan Nata De Coco

Serat nata terbentuk setelah proses inkubasi selama 14 hari yang akan
tampak padat, berwarna putih hingga transparan, kokoh, kuat dan kenyal. Hasil
pemanenan tersebut, diperoleh nata de coco yang mentah, rasa asam dan dalam
bentuk lempengan dengan ketebalan 1cm.
Nata de coco yang akan diperdagangkan dan dikonsumsi perlu dilakukan
berbagai tahapan agar layak berada di tangan konsumen. Pengolahan lanjutan nata
berupa penambahan gula, pewarna, berbagai macam essence, penambahan bahan
pengawet dan pengemasan. Jenis produk olahan nata antara lain puding, nata de
coco dalam agar, koktail, manisan basah dan lain-lain. Pada praktikum kali ini
nata diolah menjadi minuman sirup nata de coco yang dicampur dengan biji
selasih.
Untuk mengolah lempengan nata sampai menjadi produk siap dikonsumsi
perlu melalui tahapan proses berikut ini :
a. Pembersihan dan Pemotongan
Lempengan nata de coco yang baru dipanen terdapat lapisan tipis yang
ada dibagian bawah. Lapisan ini dibuang dengan cara mengerok dengan pisau.
Lempengan yang sudah bersih dipotong sesuai bentuk yang diinginkan, dapat
dilakukan pemotongan membentuk kubus maupun slice. Setelah pemotongan,
nata dicuci bersih untuk menghilangkan kotoran yang melekat.
Peralatan pemotongan antara lain pisau, telenan plastik dan bak plastik
untuk penampungan. Pisau yang digunakan harus tajam, agar hasil potongan
bagus dan pinggirannya rata.
b. Netralisasi
Nata dadu yang baru dipotong rasanya sangat asam. Untuk itu perlu
dilakukan netralisasi dengan cara menghilangkan kandungan airnya hingga
pHnya normal. Netralisasi dilakukan dengan cara pencucian, perebusan dan

perendaman secara berulang kali dengan air bersih. Perendaman dihentikan


setelah nata dapat digigit, kembali kebentuk semula dan terasa hambar. Selain itu
juga terjadi perubahan penampakan nata yang menjadi lebih bersih dan warna
putih transparan. Berdasarkan pelaksanaan praktikum, nata baru dapat digigit dan
netral setelah perebusan sebanyak 7 kali yang disertai perendaman dan pencucian
setelahnya.
c. Pengolahan
Produk nata de coco dipasarkan dalam bentuk kemasan dan siap
dikonsumsi maka nata netral diolah lebih lanjut dengan menambahkan bahanbahan lain seperti gula, air, essense, dan food additives (bahan tambahan
makanan).

Gula yang digunakan adalah sukrosa yang berasal dari tebu atau bit gula.
Fungsi gula terutama sebagai pemanis (sweeteners), pengawet, penambah
flavor dan memperbaiki tekstur. Efek pengawet gula adalah menurunkan
aw (water activity) dari bahan makanan sampai suatu keadaan dimana
pertumbuhan mikroba tidak memungkinkan lagi. Untuk membuat nata
dalam sirup diperlukan gula pasir yang berkualitas baik, terutama
keputihan dan bebas dari kotoran. Gula yang kotor akan mengakibatkan
nata berwarna kusam dan tidak transparan. Endapan kotoran susah
disaring dan berpengaruh pada warna cairan sirup. Konsentrasi gula makin
tinggi akan menyebabkan manisan nata renyah, tidak liat dan awet. Untuk
produk yang langsung dikonsumsi perlu diperhatikan konsentrasi

kemanisan yang disukai oleh konsumen.


Asam Sitrat ditambahkan pada produk nata de coco untuk memperkuat
dan mempertahankan flavor serta menghambat pertumbuhan bakteri,
kapang dan khamir. Asam sitrat mempunyai rasa asam yang tajam, flavor

asam dan pH rendah.


CMC (Carboxy Methyl Celullose) ditambahkan untuk menstabilkan
larutan dan mengentalkan. CMC merupakan turunan selullosa yang mudah
larut air dan sering diaplikasikan dalam industri makanan maupun
minuman untuk mendapatkan tekstur dan penampakan yang baik dari
produk berkadar gula tinggi serta mencegah terjadinya pengendapan
terhadap bahan-bahan yang telah ditambahkan. Sebagai pengental CMC

mampu mengikat air sehingga molekul-molekul air terperangkap dalam


struktur gel yang dibentuk CMC.
Essen atau flavor ditambahkan untuk memperoleh cita rasa dan aroma
tertentu. Flavor yang ditambahkan mempunyai sifat-sifat berikut, yaitu :
kelarutan cukup tinggi, mudah bercampur dengan komponen lain, tahan
terhadap asam, kemurnian cukup tinggi, tahan terhadap panas dan stabil
terhadap cahaya. Flavor yang digunakan merupakan golongan flavor
sintetik kerena dibuat dari bahan organik atau bahan kimia yang identik
dengan flavor alami. Flavor yang digunakan pada produk nata de coco
berupa flavor buah leci dan melon.
Air digunakan untuk membuat larutan sirup dan melarutkan BTM (bahan
tambahan makanan). Fungsi lain air dalam pembuatan nata de coco
berperan dalam segala aspek, dimulai dari membersihkan bahan mentah,
merendam dan merebus potongan nata, hingga sterilisasi produk dan
sanitasi.
Dalam proses pengolahan nata menjadi produk siap santap langkah awal
yang dilakukan setelah nata terasa netral yaitu menyiapkan air yang volumenya
telah ditentukan dari pendapatan total nata dan disesuaikan dengan pembagian
nata sebanyak 7983 gram ke 50 gram setiap kemasan, sehingga dihasilkan 160
kemasan/cup. Volume setiap kemasan yaitu 180 ml, maka volume untuk sirup
hanya 130 ml/cup. Dengan perhitungan seperti ini didapatkan total air sirup yang
akan dibuat yaitu 20,8 L. Air yang telah disiapkan volumenya, dididihkan
kemudian ditambahkan gula 15%. Dibagian lain dibuat larutan yang terdiri dari
berbagai BTM berupa asam sitrat 0,08 %, CMC 0,03%, flavor 0,1% dan
penambahan gula sebanyak 0,1%. Seluruh BTM ini merupakan bahan padat
kecuali flavor dalam keadaan cair. Maka diperlukan pelarutan awal dengan sedikit
air. Larutan ini kemudian dicampurkan ke dalam sirup gula sambil diaduk merata
dan terakhir ditambahkan flavor. Sambil mempersiapkan larutan sirup,
dipersiapkan pula biji selasih (kemanggi) yang direndam air hangat agar
mengembang. Larutan sirup, potongan nata dan biji selasih kemudian
digabungkan dan dikemas kedalam cup yang berkapasitas 180 ml. Untuk
mengabungkannya maka penambahan potongan nata sebanyak 50 gram, larutan
sirup 130 ml dan biji selasih 1/2 sdt. Pengisian komponen olahan tersebut

dilakukan secara hot filling kemudian penutupan kemasan dengan mesin sealer
dan langsung dilakukan pasteurisasi pada suhu 800C untuk menjaga keawetan
produk, kerena pasteurisasi merupakan suatu proses untuk memperlambat
pertumbuhan mikroba dan mengurangi jumlah bakteri pathogen dalam makanan
(Hariyadi, 2007). Setelah pasteurisasi segera dilakukan cold shock untuk
mengurangi jumlah bekteri yang tergolong thermofilik. Tahapan cold shock
dilakukan dengan perendaman air dingin dan penyimpanan langsung dalam
refrigerator.
Sebelum produk minuman nata de coco dipasarkan, dilakukan
penyimpanan dalam refrigerator selama 2 hari. Hal ini bertujuan agar larutan
sirup yang manis dan telah memiliki flavor dapat meresap ke potongan nata serta
biji selasih dapat mengembang sempurna karena berada dalam kondisi basah
secara lama. Hasil akhir minuman nata de coco diperoleh sebanyak 158 cup.
Dalam pembuatannya terdapat beberapa produk reject akibat sealer yang tidak
teratur dan merusak kemasan. Minuman nata de coco dijual seharga Rp 2000/cup.
Perolehan hasil penjualan didapatkan Rp 301.000,- yang nantinya akan dikurangi
dengan dana pemenuhan bahan baku sehingga akan didapatkan keuntungan bersih
hasil penjualan produk nata de coco.
3.2.4

Uji Organoleptik Nata De Coco

Uji organoleptik dilakukan semenjak diperoleh lembaran nata yang telah


dipotong hingga hasil produk olahan nata de coco. Pada dasarnya uji organoleptik
nata bertujuan untuk mengetahui apakah produk nata de coco dapat diterima oleh
konsumen atau tidak. Uji organoleptik ini dapat diketahui dengan merasakan dan
mengamati secara visual (Rossi, dkk. 2008). Parameter yang diamati terhadap
mutu nata yaitu :
a. Tekstur
Awal pengamatan dilakukan terhadap nata setelah dipotong. Hasil
pengamatan menujukkan bahwa larutan air kelapa yang ditambahan urea
dan gula dengan adanya pemberian starter Acetobacter xylinum terjadi
proses fermentasi sehingga dihasilkan lembaran benang-benang selulosa
seperti agar yang memiliki tekstur kenyal, licin, dan kokoh. Tekstur nata

yang terbentuk erat, sangat berkaitan dengan persentase ketebalan nata


yang dihasilkan. Semakin tinggi ketebalan nata maka semakin padat dan
kenyal nata yang dihasilkan. Kekenyalan yang ditimbulkan berasal dari
banyaknya serat yang terbentuk. Berhubung sangat kenyalnya nata yang
dihasilkan, saat di gigit terasa sangat alot sehingga belum layak jika akan
dikonsumsi begitu saja. Perlu perebusan dan pencucian berulang kali agar
nata menjadi layak untuk dikonsumsi. Setelah perebusan dan pencucian
tekstur nata berubah, tingkat kekenyalannya menurun, lebih lembek,
mudah untuk digigit dan dikunyah walupun masih sedikit susah terputus.
Pelakuan selanjutnya nata direndam dan di campur dengan larutan gula
dan sirup. Pada perlakuan ini tekstur kembali berubah. Tekstur nata yang
dihasilkan kekenyalannya semakin munurun, sehingga sangat mudah
digigit dan dikunyah. Hal ini disebabkan selama proses perebusan, air gula
akan masuk ke dalam jaringan selulosa (jaringan antar serat) yang
menyebabkan susunannya lebih longgar dan lebih mudah putus.
Perendaman dengan air gula maupun sirup juga menyebabkan tekstur nata
menjadi gurih.
b. Rasa
Rasa yang dihasilkan dari awal nata dipanen yaitu asam. Hal ini
disebabkan

karena

adanya

perombakan

komponen

oleh

bakteri

Acetobacter xylinum menjadi asam asetat. Rasa yang asam tidak disukai
oleh para konsumen sehingga perlu penanganan lebih lanjut untuk
menghilangkan rasa asam ini diantaranya perebusan dan pencucian.
Dengan metode ini rasa asam akan sedikit demi sedikit pudar karena larut
air dan menguap saat perebusan sehingga dihasilkan nata dengan rasa yang
hambar. Nata yang hambar juga tidak disukai konsumen karena tidak
memiliki rasa yang khas. Untuk menciptakan rasa yang khas maka
dilakukan pengolahan dengan penambahan sirup manis yang telah diberi
flavor (essesnse). Flavor yang ditambahkan berupa rasa buah lechi dan
melon. Nata yang telah dicampur dengan larutan gula maupun flavor
memiliki rasa yang lebih enak. Nata dapat tercipta rasa sesuai flavor

karena jaringan antar serat longgar sehingga berpotensi

menyerap

komponen flavor dalam larutan.


c. Warna
Warna yang terbentuk setelah proses fermentasi disebabkan karena
adanya enzim yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat
dan menjadi benang-benang selulosa berwarna putih memadat yang
disebut nata. Semakin tebal nata yang terbentuk maka warnanya akan
semakin putih keruh. Berbanding terbalik dengan nata yang terbentuk
tipis, maka dihasilkan warna yang lebih transparan. Selain itu warna nata
yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan. Air
kelapa yang jernih akan menghasilkan nata yang baik. Begitu pula dengan
penggunaan bahan tambahan lain terutama gula. Gula dengan kemurnian
dan kebersihan yang rendah akan menyebabkan nata terbentuk warna
cenderung putih kekuningan. Pada dasarnya selama proses pembentukan
nata terjadi interaksi gula pasir dan kandungan-kandungan yang terdapat
di dalam media air kelapa yang nantinya memberi efek pada warna yang
dihasilkan.
Nata setelah fermentasi diperlakukan dalam berbagai tahapan
diantaranya

perebusan

dan

pencucian.

Proses

lanjutan

tersebut

menyebabkan warna nata yang dihasilkan semakin memudar. Hingga hasil


akhirnya, warna nata tampak lebih transparan. Hal ini disebabkan kerena
terjadinya kerenggangan serat dan masuknya air yang mengisi rongga
serat nata.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1

Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa nata adalah produk

yang berbahan baku air kelapa, dicampur dengan bahan-bahan lain yang
mengandung glukosa dan difermentasi oleh bakteri Acetobacter xilynum.
Penambahan gula pada proses pembuatan nata adalah sebagai sumber karbon dan
nutrisi untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum. Penambahan urea/ZA merupakan
sumber

nitrogen

untuk

pertumbuhan

Acetobacter

xylinum.

Sedangkan

penambahan cuka untuk mengasamkan bahan dasar asam karena bakteri


Acetobacter xylinum tumbuh optimum pada pH asam. Acetobacter xylinum
menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan
rantai serat atau selulosa sehingga menjadi nata. Nata dapat diolah ke berbagai
produk olahan, diantaranya minuman koktail dalam sirup dengan campuran biji
selasih. Kontaminasi dapat terjadi karena mikroorganisme yang berada diudara
dan lingkungan sekitar maupun peralatan, kemudian masuk ke larutan dan tumbuh
berkembang pada larutan tersebut sehingga mengakibatkan nata yang tidak
terbentuk.
4.2

Saran
Dalam pembuatan nata de coco perlu dijaga kondisi sanitasi lingkungan,

alat dan wadah yang digunakan. Selain itu higiene praktikan juga perlu di
perhatikan karena pengolahan nata perlu kondisi yang aseptik agar bakteri
Acetobacter xylinum dapat bekerja optimal tanpa gangguan kontaminan.

DAFTAR PUSTAKA
Astawan M, 2004. Nata De Coco yang Kaya Serat. Kompas: 10 (klm 78)
Hariyadi, 2007. Prinsip dan Tahapan Proses Pasteurisasi dan Sterilisasi.
http://files.wordpress.com/2007/10/blanching.pdf [16 April 2015]
Novrischa, Dinda. 2010. Nata. http://dindan.blogspot.com/nata/2010.html[16
April 2015]
Palungkun, R. 1992. Aneka Produk Oolahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rossi,dkk. 2008. Optimalisasi Uji Organoleptik pada Produk Nata de Coco.
Jakarta: Ardy Agency.
Saragih Y. 2004. Membuat Nata de Coco. Jakarta: Puspa Swara.
Suarsini, Endang. 2010. Bioremediasi Limbah Air kelapa Sebagai Bahan Baku
Pembuatan Nata De coco. Malang. FMIPA UM
Sutarminingsih, Ch. L. 2004. Peluang Usaha Nata De Coco. Kanisius,
Yogyakarta.

LAMPIRAN

Gambar 1. Kultur starter nata de coco

Gambar 2. Lembaran Nata

Gambar 4. Produk Nata Setelah Pasteurisasi

Gambar 3. Pemotongan Nata

Gambar 4. Penyimpanan di Refrigerator

Anda mungkin juga menyukai