Anda di halaman 1dari 11

PENGOLAHAN SELAI NANAS DENGAN PENAMBAHAN PEKTIN

Afifah Indah, Farhan Jamil, Raditya Briya, Shelma Ayudisti

ABSTRAK

ABSTRACK
I. PENDAHULUAN
Buah-buahan merupakan salah satu komoditi yang mudah rusak. Sifat mudah
rusak atau busuk ini sering mengakibatkan kerugian bagi petani maupun para
pedangan. Kerugian ini biasanya timbul berbeda-beda untuk setiap jenis buah-buahan
dan dapat terjadi pada saat pemanenan, penyimpanan, pengangkutan, ataupun
pemasaran.
Salah satu olahan yang dapat mengurangi kerusakan serta mempertahankan
umur simpan yaitu dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis makanan olahan
sehingga bisa dikonsumsi dalam bentuk lain yang lebih bergizi dan bisa dikonsumsi
dimasak yang akan dating tanpa mengurangi nilai gizinya salah satunya adalah buah
nanas.
Selai merupakan produk awetan yang dibuat dengan memasak hancuran buah
yang dicampur gula atau campuran gula dengan dekstrosa atau glukosa, dengan atau
tanpa penambahan air dan memiliki tekstur yang lunak dan plastis (Suryani et al.,
2004). Menurut SNI-01-3746-1995, selai buah adalah produk pangan semi basah
yang merupakan pengolahan bubur buah dan gula yang dibuat dari campuran tidak
kurang dari 45% berat sari buah dan 55% berat gula. Campuran dipekatkan dengan
pemasakan pada api sedang sampai kandungan gulanya menjadi 68%. Penggunaan
selai ialah untuk pelengkap hidangan roti, campuran pada pembuatan kue-kue, es
krim dan sebagainya (Satuhu, 1994).
Syarat buah yang dapat dijadikan selai antara lain buah yang memiliki
kandungan serat yang tinggi, kandungan airnya tidak terlalu tinggi, dan memiliki pH
5-6. Selain itu, buah-buahan yang ideal dalam pembuatan selai harus mengandung
pektin dan asam yang cukup untuk menghasilkan selai yang baik. Buah-buah tersebut
meliputi tomat, apel, anggur, dan jeruk (Desrosier, 1988).
Menururt Suryani et al. (2004), selai yang bermutu baik mempunyai tanda
spesifik yaitu:
1. konsistensi kokoh,
2. warna cemerlang,
3. distribusi buah merata,
4. tekstur lembut,
5. flavor buah alami,
6. tidak mengalami sineresis dan kristalisasi selama penyimpanan
Pembuatan selai meliputi tahap pemilihan bahan, pencucian, pengupasan,
penghancuran buah, pemasakan, pengemasan dalam wadah botol, pasteurisasi dan
pendinginan (Mulyohardjo, 1984).
Untuk menghasilkan selai dengan konsistensi bermutu baik, biasanya selai
sering ditambahkan pektin. Pektin ini sangat diperlukan pada pembuatan selai
terutama buah yang memiliki kandungan pektinnya rendah seperti nanas ini. Pektin
merupakan segolongan polimer heterosakarida yang diperoleh dari dinding sel
tumbuhan darat. Wujud pektin yang diekstrak adalah bubuk putih hingga coklat
terang. Pektin banyak dimanfaatkan pada industri pangan sebagai bahan perekat dan
stabilizer (agar tidak terbentuk endapan). Pektin larut dalam air terutama air panas.
Jika di dalam larutan pektin ditambahkan gula dan asam maka akan terbentuk gel,
prinsip ini digunakan sebagai dasar pembuatan selai dan jely. Pektin dapat
ditambahkan ke dalam makanan sebagai pengikat atau stabilizer (Winarno et al,
1980).

II. BAHAN DAN METODE


2.1 Bahan
Bahan yang diperlukan dalam pengolahan selai nanas yaitu diantaranya buah
nanas 1 kilogram, pektin 0,5% dari bubur nanas, gula 37,5% dari bubur nanas dan
jeruk nipis 2 buah
2.2 Alat
Alat yang diperlukan dalam pengolahan selai nanas yaitu diantaranya pisau,
sendok, spatula, blender, panci, kompor, jar yang telah disterilisasi, neraca analitik,
wadah baskom
III. METODE

Metode yang digunakan pada pengolahan selai nenas adalah evaporasi hingga
kadar air tertentu yang ditandai dengan viskositas yang meningkat. Pengolahan selai
nenas dilakukan dengan dua perlakuan, yaitu dengan penambahan pektin dan tanpa
penambahan pektin.
Nenas yang akan digunakan dikupas dan dibuang matanya. Selanjutnya nenas
dicuci menggunakan air bersih. Nenas diperkecil ukurannya dengan dilakukan
pemotongan menggunakan pisau untuk mempermudah proses penghalusan dengan
blender lalu ditimbang. Nenas yang sudah dipotong dihancurkan dengan blender
tanpa penambahan air sehingga membentuk bubur nenas. Bubur nenas ditambahkan
gula pasir sebanyak 35% dari berat bubur nenas lalu ditambahkan pektin 0,5% pada
salah satu bubur nenas. Bubur nenas yang telah dicampurkan dengan gula dan/tanpa
pektin lalu dipanaskan hingga membentuk selai nenas.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses pembuatan selai nenas pertama-tama dilakukan trimming. Trimming
dilakukan untuk memisahkan mata, kulit, dan bagian ujung nenas. Selanjutnya nenas
yang telah trimming dicuci menggunakan air bersih untuk membersihkan bagian buah
dari kotoran atau kontaminan yang menempel. Nenas dipotong-potong untuk
memperkecil ukuran agar memudahkan saat proses penghalusan menggunakan
blender dan ditimbang menggunakan neraca analitik. Selanjutnya nenas tersebut
dihancurkan menggunakan blender sehingga membentuk bubur kemudian bubur
tersebut ditimbang agar mengetahui jumlah pektin dan gula yang harus ditambahkan.
Selanjutnya ketahap pencampuran dimana, bubur buah, pektin 0,5% dari bubur buah,
gula pasir 37,5 % bubur buah dan 2 buah jeruk nipis dimasukan dan dicampurkan
Bersama sama. Pencampuran dilakukan untuk mencampurkan semua bahan sehingga
tercampur rata dan siap untuk dimasak. Pemasakan dilakukan untuk menghilangkan
sebagian kadar air didalam campuran sehingga dihasilkan hasil akhir selai yang
viskositasnya meningkat. Dan pengemasan, dilakukan dengan menggunakan jar yang
telah disterilisasi untuk menyimpan selai yang telah dimasak.
Proses pembuatan selai nenas ini adanya penambahan gula pasir. Penambahan
gula pasir ini berpengaruh terhadap kekentalan gel yang akan menurunkan kekentalan
gel yang terbentuk. Hal ini disebabkan gula pasir akan mengikat air sehingga terjadi
pembengkakan butir-butir pati secara lambat sehingga mengakibatkan suhu
gelatinisasi lebih tinggi serta berpengaruh terhadap kerusakan mekanik yang
membuat gel menjadi lebih tahan lama (Winarno, 1992). Serta kadar gula yang tinggi
dalam selai juga menambah stabilitas terhadap mikroorganisme karena gula dapat
menurunkan keseimbangan kelembaban relative. Penambahan sukrosa dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu keasaman buah, kandungan sukrosa dalam buah, dan
tingkat kematangan buah yang digunakan (Winarno, 1997). Selain gula pasir adanya
penambahan asam menggunakan jeruk nipis, hal ini disebabkan buah nenas yang
digunakan kurang asam sehingga perlu adanya penambahan asam. Penambahan asam
ini dapat meningkatkan kemampuan terbentuknya gel oleh pektin. Penambahan asam
juga bertujuan mengatur pH terutama terhadap buah-buahan yang tidak mengandung
asam yang cukup untuk memperoleh pH yang diinginkan dan menghindari
pengkristalan gula. pH optimum yang dikehendaki dalam pembuatan selai berkisar
3,10 - 3,46 (Lisdiana, 1997). Berikut hasil pengamatan selai nanas.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Selai Nanas


Perlakuan Warna Aroma Rasa Tektur Daya oBrix

Oles
Tanpa Kuning Khas Asam Kental mudah 76
pektin keorangenan nanas Manis ++ dioles
+++ Lengket +++
++
Penambahan Kuning Khas Asam Kental Mudah 79
pektin keorangenan nanas manis +++ dioles
++ Kental ++
+++
Sumber : Dokumentasi pribadi, 2017
Hasil penelitian menunjukan bahwa penambahan atau tidaknya pektin
memberikan pengaruh terhadap parameter yang diamati pada tabel 1, dimana
dipengaruhi faktor-faktor dalam pembuatannya diantaranyaa keadaan buah yang
digunakan, penambahan gula, asam dan pektin tentunya.
Berdasarkan hasil pengamatan warna yang dihasilkan pada selai nenas ini
adalah kuning keorangenan baik yang ditambahkan pektin maupun tanpa pektin. Hal
ini disebabkan pektin tidak mempengaruhi warna pada selai, namun salah satu yang
memengaruhinya yaitu penambahan gula dan lama pemasakan. Penambahan gula
pada selai yang menggunakan pektin maupun tanpa pektin ini sama jumlah
takarannya, sehingga tidak ada perbedaan warna diantara kedua selai. Sebagaimana
menurut Chafied et al.. (1991) berpendapat tentang penambahan gula yang
menyatakan bahwa hidrolisis sukrosa dengan cara pemanasan menggunakan katalis
asam dapat mengakibatkan terjadinya perubahan warna larutan akibat terbentuknya
hidroksimetil furfural akibat dehidrasi fruktosa. Selain itu factor yang memengaruhi
perubahan warna diantaranya suhu, pH, dan oksigen (Javanmard dan Endan, 2010).
Perubahan warna terjadi karena adanya polimerisasi pada saat pemanasan yang
disebakan adanya degradasi sukrosa.
Hasil pengamatan aroma yang dihasilkan tanpa penambahan pektin
intensitasnya sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan pektin. Namun,
penambahan pektin tidak berpengaruh nyata terhadap aroma selai nenas karena pektin
tidak mempunyai aroma atau bau yang tajam karena pada proses pembuatan pektin
dilakukan proses deodorisasi (penghilangan bau), sehingga pektin yang dihasilkan
tidak berbau atau netral (Winarno, 2004). Menurut Apandi (1984) zat-zat penyebab
bau (aroma) antara lain adalah ester-ester, alkohol, asam aldehid, keton, diasetil,
asetilkarbinol, geraniol. Hal ini terdapat pada buah nenas dan jeruk nipis.
Hasil pengamatan rasa yang dihasilkan pada selai nenas ini adalah asam manis
dengan intensitas yang hampir sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Sakidja (1989)
bahwa pektin tidak memiliki rasa yang tajam dan hanya sebagai pembentuk gel. Rasa
asam dari selai nenas disebabkan dari jeruk nipis yang ditambahkan dan dari nenas itu
sendiri. Penambahn jeruk nipis juga untuk mengurangi rasa manis, memperbaiki sifat
koloidal dari makanan yang mengandung pektin, memperbaiki tekstur dari jeli dan
selai, membantu ekstraksi pektin dan pigmen dari buah-buahan dan sayuran,
menaikkan efektifitas benzoat sebagai pengawet (Siregar, 2008). Rasa manis dari
selai nenas yaitu dari penambahan gula.
Hasil pengamatan tekstur yang dihasilkan dengan penambahan pektin
intensitas dari lengket dan kekentalan lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Winarno (2004) yang mengatakan bahwa salah satu tujuan pemberian bahan penstabil
adalah untuk meningkatkan kekentalan bahan atau produk olahan sehingga pektin
berfungsi sebagai pengental dan pembentuk tekstur pada selai.
Hasil pengamatan daya oles yang dihasilkan dengan penambahan pektin lebih
mudah untuk dioles. Hal ini disebabkan pektin dengan adanya penambahan sukrosa
akan mempengaruhi keseimbangan pektin-air dan meniadakan kemantapan pektin
dalam membentuk serabut halus sehingga gel yang terbentuk tidak terlalu keras
dengan demikian daya oles selai yang dihasilkan lebih panjang.. Menurut Desrosier
(1988), Pektin merupakan koloid yang bermuatan negatif. Penambahan gula akan
mempengaruhi keseimbangan air-pektin yang ada dan meniadakan kemantapan
pektin. Pektin akan menggumpal dan membentuk serabut halus dan struktur ini
mampu menahan cairan. mempengaruhi rasa manis dari selai ubi jalar ungu sehingga
semakin disukai.
Hasil pengamatan derajat Brix atau total padatan yang dihasilkan selai nenas
nilai obrix pada selai nenas dengan dua perlakuan memiliki perbedaan. Nilai obrix
selai nenas tanpa penambahan pektin adalah 76 sedangkan nilai obrix selai nenas
dengan penambahan pektin adalah 79. Selai nenas dengan penambahan pektin
memiliki derajat brix yang lebih besar, hal ini sesuai dengan pernyataan Kertesz
(2006) bahwa penambahan pektin pada selai nenas akan meningkatkan total padatan
pada selai karena pektin dapat membentuk gel dan mengikat kandungan air pada
bahan ketika diberi penambahan gula dan berada pada kondisi bahan bernilai pH
rendah atau asam.Sedangkan menurut Winarno (1992), total padatan terlarut
dipengaruhi oleh pektin yang larut, sedangkan penambahan gula pasir juga
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi total padatan terlarut. Menurut
Buckle (1987), semakin tinggi penambahan sukrosa dapat menghasilkan total padatan
terlarut yang lebih tinggi. Kandungan total padatan terlarut suatu bahan meliputi gula
reduksi, gula non reduksi, asam organik, pektin dan protein (Desrosier, 1988). Hal ini
menyebabkan kandungan air pada selai diikat oleh pektin sehingga kadar air menurun
dan nilai obrix selai meningkat. Berdasarkan SNI tentang Selai Buah, total padatan
selai buah yang baik adalah minimal 65%, hal ini menunjukan bahwa selai nenas
yang diproduksi memiliki kadar total padatan (obrix) yang baik sesuai dengan standar
syarat mutu selai buah menurut SNI.
Hasil dari selai nenas dengan kedua perlakuan memiliki mutu yang baik
karena sesuai dengan pernyataan Suryani et al. (2004), selai yang bermutu baik
mempunyai tanda spesifik yaitu:
1. konsistensi kokoh,
2. warna cemerlang,
3. distribusi buah merata,
4. tekstur lembut,
5. flavor buah alami,
6. tidak mengalami sineresis dan kristalisasi selama penyimpanan
V. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari penelitian yang dilakukan pada selai nenas yaitu :
Hasil pengamatan warna yang dihasilkan pada selai nenas ini adalah kuning
keorangenan baik yang ditambahkan pektin maupun tanpa pectin.
Hasil pengamatan aroma yang dihasilkan tanpa penambahan pektin
intensitasnya sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan pektin.
Hasil pengamatan rasa yang dihasilkan pada selai nenas ini adalah asam manis
dengan intensitas yang hampir sama. Tekstur yang dihasilkan dengan
penambahan pektin intensitas dari lengket dan kekentalan lebih tinggi.
Hasil pengamatan daya oles yang dihasilkan dengan penambahan pektin lebih
mudah untuk dioles. .
Hasil pengamatan selai nenas dengan penambahan pektin memiliki derajat
brix yang lebih besar.
Hasil pengamatan dari selai nenas dengan kedua perlakuan memiliki mutu
yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Apandi, Muchidin. 1984. Teknologi Buah dan Sayuran. Penerbit Alumni. Bandung

Badan Standardisasi Nasional (1995) SNI No.01-3746-1995, Syarat Mutu Selai Buah.
Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, and M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan.
Terjemahan : H.Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta.

Chafied, M., Hermana dan R. Syarief. 1991. Mempelajari proses pembuatan sirup
gula invert dari nira (Arrenga pinata Merr). Buletin Pusbangtepa. Institut
Pertanian Bogor 9:17-28.

Desrosier, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Edisi III. Penerjemah Muchji


Mulyohardjo. Jakarta: Universitas Indonesia.

Javanmard, M dan J. Endan. 2010. A survey on rheological properties of fruit jams.


Journal of Chemical Engineering and Applications 1(1):1-7.

Kertesz. 2006. The Pectic Substances. Interscience Publishers, New York

Mulyohardjo, M. 1984. Nenas dan Teknologi Pengolahannya. Liberty, Yogyakarta.

Suryani, A. dkk. 2004. Membuat Aneka Selai. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sakidja. 1989. Kimia Pangan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Satuhu, H.B., 1994, Proses Pembuatan Sirup, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Siregar, Roselda. (2008). Pengaruh Konsentrasi dan Lamanya Waktu Penyimpanan


Marmalade. Jbptunpaspp, Bandung

Suryani, A. dkk. 2004. Membuat Aneka Selai. Penebar Swadaya, Jakarta.

Winarno, F. G. 1980. Kimia Pangan. Pusbangtepa. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia, Jakarta.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
http://repository.lppm.unila.ac.id/3543/1/20.%20NASKAH%20PROSIDING%2
0SUSSI.pdf

Anda mungkin juga menyukai