Anda di halaman 1dari 17

PROSES PRODUKSI IKAN TUNA KEMASAN KALENG

DI SUSUN OLEH:
Teresa Francisca Fatima Da Costa Luz (19230011)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2023

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ikan tuna dan sejenisnya sampai saat ini masih mendominasi ekspor
produk perikanan Indonesia. Perkembangan perikanan tuna diikuti dengan
berkembangnya industri pengolahan tuna, terutama di lokasi-lokasi sentra
pendaratan tuna. Pada umumnya tuna dipasarkan sebagai produk segar
(didinginkan) dalam bentuk utuh disiangi; sebagai produk beku dalam bentuk utuh
disiangi, loin (frozen loin), steak (frozen steak) dan produk dalam kaleng (canned
tuna) (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005).
Hasil perikanan merupakan komoditi yang cepat mengalami kemunduran
mutu, atau mengalami pembusukan, karena ikan mempunyai kandungan protein
(18-30 %) dan air yang cukup tinggi (70-80%) sehingga merupakan media yang
baik bagi perkembangan bakteri pembusuk. Dengan kelemahan tersebut telah
dirasakan sangat menghambat usaha pemasaran hasil ikan bahkan menimbulkan
kerugian besar, terutama pada saat produksi ikan melimpah. Oleh karena itu perlu
dilakukan usaha untuk meningkatkan daya simpan dan kualitas produk perikanan
melalui proses pengolahan atau pengawetan.
Prinsip pengolahan ikan pada dasarnya bertujuan melindungi ikan dari
pembusukan dan kerusakan.  Selain itu juga untuk memperpanjang daya awet  dan
mendiversifikasikan produk olahan hasil perikanan. Salah satu jenis  pengolahan
yang dapat digunakan untuk menghambat kegiatan zat-zat mikroorganisme adalah
pengalengan ikan. Pengalengan merupakan salah satu bentuk pengolahan dan
pengawetan ikan secara modern yang dikemas secara hermatis dan kemudian
disterilkan. Bahan pangan dikemas secara hermetis dalam suatu wadah, baik
kaleng, gelas atau alumunium. Pengemasan secara hermetis dapat diartikan bahwa
penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara, air,
kerusakan oksidasi maupun perubahan cita rasa. Oleh karena itu pada makalah ini
akan dijelaskan lebih detail tentang pengalengan ikan.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui proses pembuatan ikan kaleng.
2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi mutu produk pengalengan.
3. Untuk mengetahui kerusakan pada produk kaleng.
BAB II
TINJUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Ikan Tuna


Tuna merupakan ikan ekonomis penting dalam perdagangan perikanan
dunia dan termasuk golongan ikan pelagis. Efektivitas tindakan dalam
pengontrolan kualitas ikan tuna sangat ditunjang oleh pengetahuan terhadap
biologinya. Ikan tuna dapat hidup di air yang lebih dingin dan bertahan dalam
kondisi yang beragam. Daging ikan tuna berwarna merah muda sampai merah tua,
karena otot ikan tuna lebih banyak mengandung myoglobin dibandingkan ikan
lainnya (Nurjanah, 2011). Ikan tuna memiliki kebiasaan untuk bermigrasi
sepanjang hidupnya. Kebiasaan ikan tuna untuk bermigrasi didukung oleh sistem
metabolisme ikan tuna yang dapat mengatur jumlah panas yang ada di dalam
tubuh untuk mencapai kondisi biologis yang efektif (FAO, 2010 dalam Nurjanah,
2011). Ikan tuna terbagi atas beberapa jenis, yaitu : ikan tuna sirip kuning
(Thunnus albacares), ikan tuna albakor (Thunnus alalunga), ikan tuna mata besar
(Thunnus obesus), dan ikan tuna sirip biru (Thunnus macoyii).

2.2 Klasifikasi Ikan Tuna


Klasifikasi ikan tuna (Thunnus sp.) menurut Saanin (1984) adalah sebagai
berikut :

Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata Thunnus
Class : Teleostei
Sub Class : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Sub ordo : Scombroidae
Genus : Thunnus
Species : Thunnus alalunga (Albacore)

2.3 Morfologi Ikan Tuna


Ikan tuna yang termasuk ke dalam famili scombridae memiliki tubuh
berbentuk tegak, memanjang dan fusiform dengan dua buah sirip dorsal terpisah
yang memliki satu jari-jari keras pada jari-jari pertamanya dan sirip kaudal
berbentuk bulan sabit. Sirip ventral berukuran lebih kecil atau sama dengan sirip
pectoral, serta terletak menjorok ke belakang dari dasar sirip pectoral. Seluruh
ikan scombroids memiliki finlet di belakang sirip dorsal dan sirip anal, serta
sepasang caudal peduncle keel di tengah pangkal ekornya. Ikan ini memiliki
empat lekuk/lengkuk insang pada setiap sisinya dan filament insangnya mengeras
sebagai Gill rays (FAO, 2010 dalam Nurjanah, 2011).

Gambar 1. Ikan Tuna albakora (Thunnus alalunga)


(Sumber : Maulana, 2012)
Lokasi penyebarannya yakni di ke tiga samudra dan mendekat daerah
tropis. Ikan ini ditangkap sepanjang tahun dengan suhu perairan 10oC -31oC
dengan ukuran rata-rata 4-9 kg/ekor, tetapi paling banyak yang tertangkap
berukuran 14-34 kg/ekor, bahkan diperkirakan ikan tuna masih bisa berukuran
mencapai 160 kg/ekor dengan panjang 260 cm (Nurjanah, 2011).

2.4 Komposisi Gizi Ikan Tuna


Komposisi gizi daging ikan tuna bervariasi menurut jenis (Tabel 1), umur,
kelamin, dan musim. Perubahan yang nyata terjadi pada kandungan lemak
sebelum dan sesudah memijah. Lemak yang paling banyak terdapat pada dinding
perut yang berfungsi sebagai gudang lemak.
Tabel 1 Komposisi gizi beberapa jenis ikan tuna
komposisi Jenis Ikan Tuna Satuan
Bluefin Skipjack Yellowfin (per 100g)
Energi 121,0 131,0 105,0 Kal
Protein 22,0 26,2 24,1 g
Lemak 2,7 2,1 0,2 g
Abu 1,2 1,3 1,2 g
Kalsium 8,0 8,0 9,0 mg
osfor 2,7 4.0 1,1 mg
Besi 90,0 52,0 78,0 mg
Thiamin 0,06 0,15 0,1 mg
Riboflavin 0,6 0,15 0,1 mg
Niasin 10,0 18,0 12,2 mg
Retinol 0,1 0,03 0,1 mg
Sodium 10,0 10,0 5,0 mg

Sumber : Murniyati dan Sunarman (2000)

2.5    Definisi dan Tujuan Pengalengan


Pengalengan ikan merupakan salah satu pengawetan ikan dengan
menggunakan suhu tinggi (sterilisasi) dalam kaleng. Pengalengan juga dapat
didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dikemas secara
hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba dan benda asing lainnya) dalam
suatu wadah yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua
mikroba patogen (penyebab penyakit pada manusia khususnya) dan mikroba
pembusuk (penyebab kebusukan atau kerusakan bahan pangan). Dengan demikian
sebenarnya pengalengan memungkinkan terhindar dari kebusukan atau kerusakan,
perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi atau ada perubahan
citarasa (Fadli,2011).
Pengalengan ikan ialah suatu cara pengawetan bahan pangan (ikan) yang
dikemas secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba dan benda asing 6
lainnya) dan disterilkan dan tujuan pengalengan ikan yaitu melindungi ikan dari
pembusukan dan kerusakan atau memperpanjang daya awet dan
mendiversifikasikan hasil perikanan (Mayasari, 2013). Menurut Saidah (2005),
pengawetan makanan dalam kaleng diartikan sebagai suatu cara pengolahan untuk
menyelamatkan bahan makanan dari proses pembusukan. Pengalengan adalah
salah satu cara pengawetan dengan menggunakan suhu tinggi (110º-120ºC). Suhu
tinggi tersebut digunakan untuk mematikan semua mikroorganisme (bakteri
pembusuk dan bakteri patogen seperti Clostridium botulinum, termasuk spora
yang ada) agar produk menjadi lebih steril.
Pengalengan merupakan salah satu cara untuk menyelamatkan bahan
makanan, terutama ikan dan hasil perikanan lainnya, dari pembusukan. Dalam
pengalengan ini daya awet ikan yang diawetkan jauh lebih bagus dibandingkan
pengawetan cara lain. Namun dalam hal ini dibutuhkan penanganan yang lebih
intensif serta ditunjang dengan peralatan yang serba otomatis. Sebab dalam proses
pengalengan, ikan atau hasil perikanan lain dimasukkan dalam suatu wadah yang
ditutup rapat agar udara maupun mikroorganisme perusak yang datang dari luar
tidak dapat masuk. Selanjutnya wadah dipanasi pada suhu tertentu dalam jangka
waktu tertentu pula untuk mematikan mikroorganisme yang ikut terbawa pada
produk yang dikalengkan (Wulandari et al., 2009).

2.6    Prinsip Pengalengan Ikan


Menurut Fadli (2011), prinsip dasar pengalengan yaitu mengemas bahan
pangan dalam wadah yang tertutup rapat sehingga udara dan zat-zat maupun
organisme yang merusak atau membusukkan tidak dapat masuk, kemudian wadah
dipanaskan sampai suhu tertentu untuk mematikan pertumbuhan mikroorganisme
yang ada. Melalui perlakuan tersebut terjadi perubahan keadaan bahan makanan,
baik sifat fisik maupun kimiawi sehingga keadaan bahan ada yang menjadi lunak
dan enak dimakan.
Prinsip dasar pengalengan yaitu mengemas bahan pangan dalam wadah
yang tertutup rapat sehingga udara dan zat-zat maupun organisme yang merusak
atau membusukkan tidak dapat masuk, kemudian wadah dipanaskan sampai suhu
tertentu untuk mematikan pertumbuhan mikroorganisme yang ada (Mayasari
2013). Sedangkan menurut Saidah (2005), prinsip pengalengan ikan adalah
pengawetan ikan dengan cara memasukkan ikan ke wadah yang tertutup dan
dipanaskan dengan tujuan untuk mematikan atau menghambat perkembangan
mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan kapang, serta perombakan enzimatis.
Proses sterilisasi komersial pada pengalengan di desain untuk melindungi
kesehatan konsumen dan untuk melindungi produk dari mikroba pembusuk yang
dapat menyebabkan kerugian secara ekonomis.
Prinsip pengalengan yaitu mengemas bahan pangan dalam wadah yang
tertutup rapat secara hermitis sehingga udara dan zat-zat maupun organisme yang
merusak atau membusukkan tidak dapat masuk, kemudian wadah dipanaskan
(sterilisasi komersial) sampai suhu tertentu untuk mematikan pertumbuhan
mikroorganisme yang ada. Pengalengan secara hermetis bertujuan agar makanan
dapat terhindar dari kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi,
atau perubahan cita rasa. Sedangkan sterilisasi secara komersial adalah proses
pemanasan wadah serta isinya pada suhu dan jangka waktu tertentu yang
bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi faktor faktor penyebab
kerusakan makanan terutama bakteri pembusuk dan bakteri patogen pada suhu
121 0C menggunakanretort (Utami, 2013). Prinsip pengalengan yaitu mengemas
bahan pangan dalam wadah yang tertutup rapat sehingga udara dan zat-zat
maupun organisme yang merusak atau membusukkan tidak dapat masuk,
kemudian wadah dipanaskan sampai suhu tertentu untuk mematikan pertumbuhan
mikroorganisme yang ada (Taufik, 2013).
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Penanganan dan Pengolahan Ikan Tuna


3.1.1 Teknik Penanganan dan Pengolahan Ikan Tuna
A. Penerimaan bahan baku
Teknik penanganan yang tepat harus diperhatikan dalam penerimaan bahan
baku. Kaidah penanganan yang tepat yaitu prinsip 3C + 1Q yaitu clean, carefull,
cold and quick atau penanganan harus dilakukan secara cermat, higienis, selalu
pada suhu dingin pada semua tahapan dan dilakukan dengan cepat (Nurjanah,
2011).
B. Penanganan
Penanganan dilakukan dengan pencucian ikan untuk menghilangkan sisa
kotoran dan darah yang menempel pada tubuh ikan dan bebas dari bakteri
pathogen. Ikan dicuci dengan hati-hati menggunakan air bersih yang dingin dan
mengalir secara cepat dan saniter untuk mempertahankan suhu pusat produk
maksimal 4,40C (Badan Standardisasi Nasional, 2006).
C. Pengolahan
Tuna kaleng adalah olahan hasil perikanan dengan bahan baku ikan tuna segar
dan beku yang mengalami perlakuan penerimaan bahan baku, pencucian,
penyiangan, pembuatan loin, perapihan, sortir mutu, pembungkusan, pembekuan
cepat sehingga suhu pusat mencapai -180C, penggelasan atau tanpa penggelasan,
penimbangan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan (Badan Standardisasi
Nasional, 2006).
D. Pendinginan dan Pembekuan
Pendinginan merupakan suatu proses pengawetan ikan dengan menggunakan
suhu rendah, yaitu antara -10C sampai dengan 50C. Pendinginan disebut chilling,
di mana tujuan utamanya adalah menghambat kegiatan mikroorganisme dan
proses – proses lainnya, sehingga ikan itu dalam kondisi tetap segar sampai
jangka waktu yang cukup lama (Iriawan, 1995).
Pendinginan ikan hingga 00C dapat memperpanjang kesegaran ikan antara 12
– 14 hari sejak saat ikan ditangkap dan tergantung pada jenis ikan, cara
penanganan serta teknik pendinginannya. Proses pendinginan hanya mampu
menghambat pertumbuhan mikroba dan menghambat aktivitas mikroba. Secara
umum, cara yang terbaik untuk mendinginkan ikan adalah dengan menggunakan
es, karena dapat mendinginkan ikan dengan cepat tanpa banyak mempengaruhi
keadaan ikan dan biayanya murah (Adawyah, 2007).
Pembekuan ikan berarti mengubah kandungan cairan dalam ikan menjadi es.
Ikan mulai membeku pada suhu antara -0,6ºC sampai -2ºC, atau rata – rata pada -
1ºC. Pada umumnya jika pembekuan sudah mencapai -12ºC hingga -30ºC
dianggap sudah cukup. Suhu keseluruhan pada tubuh ikan yang membeku disebut
eutectic point, jika suhu telah mencapai antara -550C hingga -650C (Adawyah,
2007).
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), berdasarkan panjang pendeknya
waktu thermal arrest, pembekuan dibagi menjadi dua sebagai berikut :
1) Pembekuan cepat, yaitu pembekuan dengan thermal arrest time tidak lebih dari
dua jam.
2) Pembekuan lambat, yaitu jika thermal arrest time lebih dari dua jam.
Kristal – Kristal es yang terbentuk selama pembekuan berbeda ukurannya
tergantung pada kecepatan pembekuan. Pembekuan cepat menghasilkan kristal
yang kecil-kecil di dalam jaringan daging ikan. Ikan yang dibekukan jika
dicairkan kembali maka kristal-kristal yang ke luar akan diserap kembali oleh
daging dan hanya sedikit yang lolos drip atau cairan yang ke luar dari tubuh
ikan setelah proses thawing yang biasanya kaya akan nutrisi. Pembekuan
lambat akan menghasilkan kristal yang besar-besar sehingga merusak jaringan
daging ikan, sehingga tekstur daging ikan setelah dicairkan menjadi kurang
baik, karena akan berongga-rongga dan banyak sekali drip yang terbentuk.
Menurut Adawyah (2007), faktor yang mempengaruhi proses pembekuan
adalah:
 Jenis ikan, semakin tinggi kandungan lemak ikan maka semakin rendah
kandungan airnya.
 Suhu freezer, semakin rendah suhu semakin cepat ikan membeku.
 Suhu produk, semakin rendah suhu maka semakin cepat proses
pembekuannya. Ikan harus didinginkan terlebih dahulu pada saat
penanganan, selain untuk mencegah kerusakan selama proses pembekuan,
juga untuk mempercepat proses pembekuan.
 Tebal produk, semakin tebal produk, proses pembekuan akan berlangsung
makin lambat. Luas Permukaan dan kepadatan produk, rapatnya
persinggungan antara produk dengan alat pembeku akan meningkatkan
kecepatan pembekuan.
3.2 Proses Pengalengan Ikan
Jenis produk ikan kaleng adalah jenis ikan segar dari beberapa spesies
(sarden, lemurumackerel, dan tuna) yang telah mengalami perlakuan awal
sebelumnya seperti pemotongan kepala, ekor (tergantung jenis ikannya), dan
pencucian, kemudian dimasukkan ke dalam kaleng yang memenuhi syarat dan di
proses melalui pemasakan awal (pre-cooking) dengan atau tidak dibubuhi saus
tomat serta diawetkan dengan cara sterilisasi. Dalam proses pengalengan ikan,
secara umum tahap-tahap kegiatan dapat dibagi menjadi beberapa bagian
meskipun jenis-jenis ikan tertentu ada kemungkinan berbeda (Saidah, 2005).
Sedangkan menurut Mayasari (2013), tahapan dalam memproses pengalengan
ikan meliputi :
1)   Persiapan Wadah, mempersiapkan wadah ikan atau yang biasa disebut dengan
kaleng. Kaleng yang baik kemudian dicuci dalam air sabun hangat dan kemudian
dibilas dengan air bersih.
2)   Penyiapan Bahan Mentah, pemilihan bahan baku ikan yang masih dalam
keadaan segar. Pemilihan bahan baku ikan dapat dilihat dari ciri-ciri fisik ikan
meliputi mata ikan, kulit ikan, daging, sisik, dan insang ikan. selanjutnya
dilakukan pemotongan kepala dan ekor ikan.
3)   Pengisian (Filling), dalam tahap proses pengisian, merupakan tahapan
pemasukkan ikan dan bumbu kedalam kaleng. pengisian ikan kedalam kaleng
posisi ikan dalam kaleng diatur, misalnya telah ditentukan bahwa dalam satu
kaleng terdapat empat ekor ikan. Maka dalam sistem penataannya dua pangkal
ekor ikan menghadap kebawah dan dua pangkal ekor selanjutnya menghadap
keatas. Selanjutnya saos dimasukkan kedalam kaleng yang telah terisi ikan.
4)   Penghampaan Udara (Exhausting), pemanasan pendahuluan terhadap produk,
kemudian produk (saos) diisikan ke dalam kaleng dalam keadaan panas dan
wadah ditutup juga dalam keadaan panas.
5)   Penutupan Wadah (Sealing), Penutupan wadah untuk mencegah terjadinya
pembusukan. Penutupan yang baik dan memenuhi standar akan mencegah
terjadinya kebocoran dari satu kaleng yang dapat menimbulkan pengkaratan pada
kaleng lainnya.
6)   Sterilisasi, proses sterilisasi dilakukan setelah proses penutupan kaleng,
pembersihan sisa saos di kaleng , dan pemberian label kadaluarsa.
7)   Pendinginan (Cooling), pendinginan dilakukan sampai suhunya sedikit di atas
suhu kamar maksudnya agar air yang menempel pada dinding wadah cepat
menguap, sehingga terjadinya karat dapat dicegah.
8)   Pemberian Label dan Penyimpanan, kaleng diberi label sesuai dengan
keinginan produsen, pemberian laber bertujuan untuk mengetahui bahan yang
digunakan dan pemberian label agar dikenal masyarakat.
Secara umum proses pengalengan ikan dalam skala industri umumnya
dilakukan melalui beberapa tahap. Tahapan itu, meliputi pemilihan bahan baku,
penyiangan, pencucian, penggaraman, pengisian bahan baku, pemasakan awal
(precooking), penirisan, pengisian medium pengalengan, penghampaan udara,
penutupan kaleng, pemasakan (retorting), pendinginan, dan pemberian label
(Taufik,2013). Menurut Anggraeni (2013), proses pengalengan ikan dalam skala
industri umumnya dilakukan melalui beberapa tahap yang meliputi pemilihan
bahan baku, Penyiangan, pencucian penggaraman, pengisian bahan baku,
pemasakan awal (precooking), penirisan, pengisian medium pengalengan,
penghampaan udara (Exhausting), penutupan kaleng, sterilisasi, pendinginan,
pemberian label.
E. Pengemasan dan Pelabelan
Pengemasan produk tuna beku harus dilakukan dengan cepat, cermat dan
saniter. Pengemasan pada dasarnya berfungsi untuk melindungi produk dari
kerusakan yang diakibatkan oleh pengaruh pembekuan. Perubahan itu terlihat
pada kenampakan, bau dan rasa sedangkan pelabelan adalah untuk mengetahui
identifikasi dari produk yang dikemas (Winarno, 2011).

Penutupan Kaleng
dilakukan dengan sistem double seaming secara otomatis menggunakan vacum
seamer, yaitu mesin penutup kaleng yang sekaligus dapat melakukan
penghampaan udara dalam kaleng.
 Pendinginan dan pemeraman kaleng
 Ikan tuna kaleng yang masih dalam keranjang sterilisasi didinginkan
dalam ruang terbuka selama ± 24 jam.
 Sterilisasi
 Pelabelan menggunakan kertas cetakan
 Pengepakan dikapak dalam master carton

F. Penyimpanan
Penyimpanan tuna kaleng dalam gudang beku dengan suhu maksimal -250C
dengan fluktuasi suhu ± 20C. Penataan produk dalam gudang beku diatur
sedemikian rupa sehingga memungkinkan sirkulasi udara dapat merata dan
memudahkan pembongkaran (Badan Standardisasi Nasional, 2006e).
Penyimpanan produk harus disusun dengan menggunakan pallet, produk harus
dimuat di dalam cold storage sedemikian rupa sehingga sistem first in first out
dapat dilaksanakan (Murniyati dan Sunarman, 2000).
Cold Storage (Ruang penyimpanan dingin) Ruang penyimpanan dingin
harus dijalankan pada suhu -18oC. Udara dingin 33 harus mengalir secara merata
dalam ruang penyimpanan dingin. Suhu ruang penyimpanan dingin harus
dikontrol dengan selang waktu 2 jam
Penyimpanan produk jadi ikan kaleng dilakukan sebelum pengiriman
produk ketempat tujuan, untuk menjamin keamanan produk. Produk jadi ikan
kaleng harus disimpan dalam ruang yang aman, ruang penyimpanan harus bersih,
bebas dari kontaminasi dan bebas hama yang dapat merusak produk. Karton yang
telah diisi tidak ditumpuk terlalu tinggi untuk menghindari terjadinya kerusakan
pada wadah tersebut. Suhu penyimpanan sangat berpengaruh terhadap mutu
makanan kaleng.

Gambar. Cold Storage


3.3 Keuntungan Pengalengan
Menurut Anggraeni (2013), Keuntungan utama penggunaan kaleng
sebagai wadah bahan pangan adalah :
a)    Kaleng dapat menjaga bahan pangan yang ada di dalamnya.
b)   Kemasannya yang hermetis dapat menjaga produk dari kontaminasi oleh
mikroba, serangga, atau bahan asing lain penyebab pembusukan
c)    Memperpanjang lama penyimpanan
d)   Mempertahankan penampakan dan cita rasanya.
e)    Menjaga bahan pangan terhadap perubahan kadar air
f)    Kaleng dapat menjaga bahan pangan terhadap penyerapan oksigen, gas-gas lain
dan bau
g)   Menjaga produk dari cahaya

3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Ikan Kaleng


Pada dasarnya, banyak hal yang harus diperhatikan untuk menjaga mutu
ikan kaleng. Mutu ikan kaleng tergantung pada kesegaran bahan mentah, cara
pengalengan, peralatan, dan kecakapan serta pengetahuan pelaksana-pelaksana
teknis, sanitasi dan hygiene pabrik dan lingkungannya. Kesegaran bahan mentah
sangat penting dalam industri perikanan. Kesegaran adalah tolak ukur untuk
membedakan ikan yang jelek dan bagus kualitasnya. Berdasarkan kesegarannya
ikan dapat digolongkan menjadi empat kelas mutu, yaitu ikan dengan kesegaran
baik sekali (prima), kesegaran masih baik, kesegarannya mulai mundur (sedang),
dan ikan yang sudah tidak segar lagi. Kualitas bahan baku meliputi kenampakan
secara visual dan jumlah mikroba yang terkandung dalam tubuh ikan. Bahan baku
yang prima akan sangat menentukan kualitas produk akhir pada proses
pengalengan ikan sardine. Untuk produk akhir kualitasnya selain ditentukan
secara fisik juga jumlah mikroba (Wulandari, 2009).
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pengalengan adalah suatu cara pengawetan bahan pangan yang dikemas
secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba dan benda asing lainnya)
dalam suatu wadah yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh
semua mikroba patogen (penyebab penyakit pada manusia khususnya) dan
mikroba pembusuk (penyebab kebusukan atau kerusakan bahan pangan). Prinsip
dasar pengalengan yaitu mengemas bahan pangan dalam wadah yang tertutup
rapat sehingga udara dan zat-zat maupun organisme yang merusak atau
membusukkan tidak dapat masuk, kemudian wadah dipanaskan sampai suhu
tertentu untuk mematikan pertumbuhan mikroorganisme yang ada.
Proses atau tahapan pengalengan ikan terdiri dari penyiapan dan pemilihan
bahan baku, filling, exhausting, sealing, sterilisasi, cooling, pemberian label dan
penyimpanan. Keuntungan dari pengalengan adalah memperpanjang masa
simpan, menjaga produk dari perubahan kadar air, penyerapan oksigen, gas-gas
lain, bau dan cahaya, serta mempertahankan penampakan dan cita rasanya. Mutu
ikan kaleng tergantung pada kesegaran bahan mentah, cara pengalengan,
peralatan, dan kecakapan serta pengetahuan pelaksana-pelaksana teknis, sanitasi
dan hygiene pabrik dan lingkungannya. Kerusakan pada produk kaleng meliputi
kerusakan kimia, mikrobiologis, pengkaratan (korosi) dan interaksi antara produk
dengan bahan pembuat kaleng yang dapat menyebabkan perubahan yang tidak
diinginkan.

4.2    Saran
Setelah membaca tulisan makalah ini di harapkan para pembaca bisa
mengetahui perkembangan iptek dalam memenuhi kebutuhan primer terutama
dalam pengalengan dan bisa menambah pengetahuan bagi para pembacanya dan
sebaiknya dalam proses pengalengan ikan yang lebih diperhatikan adalah
higenitasnya.
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Shelica., Bhatara Ayi Meata, Elka Annisa Kuncoro M., Istiqomah, dan
Rinto Felly Hartana. 2013. Makalah Proses thermal Hasil Perikanan
Sejarah Pengalengan dan Pengalengan Secara Umum. UGM :Yogyakarta.

Departemen Kelautan dan Perikanan. 2005. Revitalisasi Perikanan. Departemen


Kelautan dan Perikanan. Jakarta. 80 pp.

Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2006. Statistik Ekspor Hasil Perikanan.


Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan
Perikanan. Jakarta

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 2005. Revitalisasi Pertanian,


Perikanan dan Kehutanan Indonesia 2005. Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian. Jakarta. 56 pp.

Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan, Bina Cipta. Jakarta.

Saidah, Zumi. 2005. Kajian Ekuitas Marek Ikan Kaleng dan Implikasinya


Terhadap Bauran (Studi kasus di kota Bogor). IPB : Bogor.

Anda mungkin juga menyukai