Anda di halaman 1dari 28

Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Kamis,7 November 2019

Teknologi Bahan Penyegar Dosen : Dr. Indah Yuliasih, S.TP., M.Si


(TIN322) Golongan : P2
Asisten :
1. Putri Fajar SP (F34150043)
2. Febriyanti Irawan (F34150044)

TEKNOLOGI PENGOLAHAN KOPI

Disusun oleh:
1. Achsania Dewi P F34170045
2. Sang Ayu Made ST F34170051
3. M. Rizki Alfiansyah F34170056
4. Nurhidayatun F F34170065

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kopi (Coffea spp.) merupakan tanaman berbentuk pohon yang termasuk


dalam famili Rubiceae dan genus Coffea. Tanaman kopi tumbuh tegak dan
tingginya mencapai 12 m. Bentuk daunnya bulat telur dengan ujung agak
meruncing. Kopi merupakan tanaman tropis yang dapat tumbuh dimana saja. Buah
kopi terdiri atas beberapa bagian yaitu lapisan kulit luar (exocarp), daging buah
(mesocarp), kulit tanduk (parchment), dan biji (endosperm). Jenis biji kopi ada tiga,
yaitu kopi Arabika, kopi Robusta, dan kopi liberica. Kelompok kopi yang dikenal
memiliki nilai ekonomis dan diperdagangkan secara luas adalah jenis arabika dan
robusta. Jenis kopi arabika memiliki kualitas cita rasa yang tinggi dan kadar kafein
lebih rendah dibandingkan dengan jenis robusta sehingga kopi jenis arabika
memiliki harga yang lebih mahal (Rahardjo 2012). Kopi Robusta memiliki ciri-ciri
antara lain adalah memiliki karakter rasa yang cenderung pahit, tidak memiliki
banyak karakter rasa, umum nya kopi robusta memiliki karakter rasa lebih ke
kacang-kacangan (nutty), bentuk biji bulat utuh, dan dapat tumbuh di dataran
rendah antar 300-700 meter diatas permukaan laut, (Hulupi dan Mawardi 1993).
Mutu kopi yang baik sangat tergantung pada jenis bibit yang ditanam, keadaan
iklim, dan letak tempat kopi ditanam.
Kopi merupakan bahan penyegar yang sering dijadikan bahan minuman tidak
hanya di Indonesia tetapi di seluruh dunia. Hal ini disebabkan karena adanya kopi
baik bentuk bubuk maupun seduhannya memiliki aroma yang khas yang tidak
dimiliki oleh bahan minuman lainnya. Saat ini tingkat konsumsi kopi masyarakat
semakin meningkat karena dipengaruhi gaya hidup dan dukungan dari teknologi
untuk mendapatkan sesuatu dengan lebih mudah. Mulai banyaknya variasi yang
diberikan untuk minuman kopi semakin memudahkan masyarakat memilih
minuman kopi untuk dikonsumsi. Kopi telah menjadi minuman yang masuk ke
dalam gaya hidup masyarakat Indonesia. Kopi telah bertransformasi menjadi
minuman pilihan untuk dikonsumsi dan mendampingi aktivitas sehari-hari
(Budiman 2012).
Sebagai salah satu komodias unggulan Indonesia, kopi memerlukan teknik
budi daya kopi untuk memperoleh hasil yang bermutu dan tidak hanya berhenti
pada budi daya dan pemanenan, melainkan juga cara penanganan hasil panen,
misalnya proses pengolahannya. Setiap tahap dari pengolahan tersebut menentukan
kualitas dan cita rasa kopi. Oleh karena itu, praktikum dilakukan agar praktikan
perlu memahami proses produksi meliputi analisa sifat fisik buah kopi dan kopi
beras yang dihasilkan, analisa mutu kopi beras dan kopi bubuk hasil olahannya dan
cara pengolahan lanjut produk kopi agar dapat menghasilkan kopi dengan cita rasa
yang baik serta bisa diterapkan jika memulai usaha yang berkecimpung di bisnis
beverage.
Tujuan

Praktikum ini bertujuan mengamati sifat fisik komoditas dan produk bahan
penyegar yaitu kopi, mengetahui berbagai cara pengolahan kopi, serta menganalisis
mutu berdasarkan karakteristik kopi beras dan kopi bubuk hasil olahannya, serta
pengolahan lanjut produk kopi sebagai minuman siap saji.

METODOLOGI

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah timbangan, pisau, baskom
plastik, gelas ukur, hummermill, jangka sorong, wajan, teflon, griding, kemasan
plastik, oven, kompor, labu ukur, pipet, penangas air, cawan, desikator, gelas piala,
gelas, saringan, sendok, vietnam coffe drip, franch press, teko, expesso, syphone
dan chemex. Sedangkan bahan yang digunakan selama praktikum adalah buah kopi
ceri robusta,buah kopi ceri arabika , kopi beras robista, kopi beras arabika, aquades,
brown sugar, susu ketal manis, kreamer serta nutella.

Metode

1. Perbedaan tingkat kematangan

Bahan

Sortasi buah kopi berdasarkan tingkat kematangan kopi (merah,


kuning dan hijau)

Timbang masing masing kelompok sortasi buah kopi tersebut

Hitung persentase masing-masing kelompok

Selesai
2. Pengamatan bagian buah kopi

Bahan

Belah buah kopi secara membujur dan melintang

Gambarkan bagian buah kopi yang nampak

Selesai

3. Proses pengolahan kopi beras

 Proses kering

Bahan

Buah kopi hasil sortasi dijemur selama 2-3 minggu dibawah panas
sinar matahari atau menggunakan alat
Kopi hasil jemur yang sudah kering di giling menggunakan huler
untuk memisahkan kulit, hingga menjadi kopi beras bersih
Timbang kopi beras berdasarkan sortasi warna merah, kuning dan
hijau

Selesai
 Proses basah

Bahan

Buah kopi hasil sortasi digiling menggunakan hummermill

Fermentasi buah kopi yang telah digiling selama 24 jam

Jemur kopi hasil fermentas selama 2-3 minggu dibawah panas


sinar matahari atau menggunakan alat pengering

Kopi di giling kembali menggunakan huler untuk melepaskan


kulit luar dan kulit arinya hingga kopi beras bersih

Timbang kopi beras berdasarkan hasil sortasi warna merah,


kuning dan hijau

Selesai

4. Kerapatan massa

 Buah kopi

Bahan

Menyiapkan gelas ukur 500 ml dan kopi 100 gram yang telah
disortasi berdasarkan warna merah, kuning dan hijau
Isi gelas dengan air sebanyak 100 ml dan 100 gram buah kopi
dimasukkan kedalam gelas

Catat perubahan volume air yang ditunujukkan pada gelas ukur dan
catat penambahannya

Hitung nilai kerapatan massa

Selesai
 Kopi beras

Bahan

Menyiapkan gelas ukur 100 ml dan kopi beras yang telah disortasi
berdasarkan warna merah, kuning dan hijau
Isi gelas dengan air sebanyak 100 ml dan kopi dimasukkan kedalam
gelas

Catat perubahan volume air yang ditunujukkan pada gelas ukur dan
catat penambahannya

Hitung nilai kerapatan massa

Selesai

5. Perbedaan ukuran

 Buah kopi

Bahan

Meyiapkan buah kopi hasil sortasi berdasarkan warna merah, kuning dan
hijau sebanyak 100 gram

Diukur diameter diameter mayor, diamter pertengahan dan diameter minor

Hasil pengukuran dicatat

Selesai
 Kopi Beras

Bahan

Meyiapkan buah kopi hasil sortasi berdasarkan warna merah, kuning dan
hijau sebanyak 20 biji

Diukur diameter diameter mayor, diamter pertengahan dan diameter minor

Hasil pengukuran dicatat

Selesai

6. Kadar air

Bahan

Timbang berat awal kopi

Masukan bahan dalam oven

Keluarkan bahandan masukan dalam desikator

Timbang berat bahan

Selesai
7. Test Triage

Bahan

Timbang biji kopi sebanyak 100 gram

Pisahkan biji kopi cacat dengan biji normal

Hitung persentase biji cacat dengan biji kopi normal

Selesai

8. Test defect

Bahan

Timbang biji kopi sebanyak 300 gram

Jumlahkan nilai cacat pada biji kopi

Tentukan mutu biji kopi berdasarkan penjumlahan nilai cacat dengan


SNI dan SCAA

Selesai

9. Test warna dan bau

Bahan

Amati biji kopi dengan indra penciuman dan penglihatan tentukan


keseragaman wana dan bau kopi yang tercium

Selesai
10. Test ukuran biji

Bahan

Pisahkan biji kopi berdasarkan ukuran M, L dan S

Selesai

11. Pengolahan biji kopi

Bahan

Diasiapkan biji kopi beras kompor dan penggorengan (wajan dan teflon)

Penyangraian dilakukan selama waktu tertentu hingga menghasilkan


warna yang diinginkan (light, medium atau dark)

Setelah Kopi disangrai kopi mulai ditampan untu memmisahkan kotoran

Kemudian kopi digrinder untuk dijadikan kopi bubuk

Selesai
12. Kadar air

Bahan

Keringkan cawan kosong di oven bersuhu 105oC selama 10 menit


kemudian dingin kan pada desikator

Timbang cawan kosong yang telah dipanaskan

Timbang sampel sebanyak 2 gram pada cawan kosong

Keringkan sampel beserta cawan pada suhu 105oC selama 5 jam

Dinginkan dalam desikator selama 15 menit

Timbang dan hitung kadar air dengan rumus yang disediakan

Selesai
13. Kadar sari kopi

Bahan

Timbang dengan teliti 2 gram contoh

Masukan kedalam gelas piala 500 ml, ditambahkan air sebanyak 200 ml
dan diamkan selama 1 jam

Saring larutan contoh kedalam labu ukur 500 ml bilas menggunakan air
panas hingga larutan jernih

Biarkan sampai pada suhu kamar tambahkan air sampai tanda tera

Pipet 50 ml larutan kedalam pinggan porselin yang telah diketahui


bobotnya

Panaskan diatas pengas air hingga mengering,

Masukan kedalam oven pada suhu 105oC selama 2 jam

Dinginkan dalam desikator dan timbang hngga bobot tetap

Hitung kadar sari kopi menggunakan rumus yang telah disediakan

Selesai
14. Pengujian cita rasa kopi

Bahan

Timbang dengan biji 8,25 gram sebanyak lima gelas

Giling biji kopi yang telah di rosting dengan ukuran 20 mesh

Lakukan pembauan untuk mendapatkan aroma kopi sebelum diseduh

Seduh kopi dengan 150 ml air panas bersuhu 93oC selama 4 menit

Hirup permukaan larutan kopi dengan cara mendekatkan hidung ke gelas


cupping untuk mendapatkan aroma

Bersihkan buih permukaan dengan menggunakan dua sendok

Setelah suhu 70-73oC kopi siap dianalisis

Diberikan penilaian terhadap kopi yang dianalisis meliputi aroma, flavour,


aftertaste, acidity, body balance, uniformity, sweetnes, clean cup, overall da
defect jika ada

Selesai
15. Penyeduhan kopi dan organoleptik

Bahan

Timbang kopi sesuai takaran yang telah ditentukan

Seduh kopi menggunakan 250 ml air panas dengan menggunakan lima


alat metode yang berbeda chemex, franch press, syphon, vietnam coffe
drip dan expreso

Seduhan kopi dibagi menjadi 3 gelas serta terdapat gelas yang ditambah
atau diinasikan dengan bahan lain seperti nutella, krimer dll

Analisis organoleptik meliputi warna, aroma dan rasa

Selesai

PEMBAHASAN

Hasil Pengamatan

[Terlampir]

Pembahasan

Tingkat kematangan buah kopi dibedakan berdasarkan dari warna kulit


buah. Karakterisasi kematangan buah kopi menggunakan kelompok: hijau untuk
kopi muda, hijau kekuningan untuk kopi setengah masak, merah untuk mopi masak,
dan merah tua untuk kopi tua (Hendri et al. 2019). Perubahan warna buah kopi
mulai dari hijau sampai merah tua merupakan informasi penting sebagai salah satu
kriteria tingkat kematangan buah kopi, perubahan warna kulit luar buah (exocarp)
kopi mulai dari hijau, kuning, dan sampai merah merupakan gejala menghilangnya
pigmen-pigmen klorofil dan mulai terakumulasinya antocyan selama tahap akhir
pematangan buah (Saifudin dan Wardiana 2013). Untuk mengetahui perbedaan
tingkat kematangan buah kopi pada praktikum ini dilakukan pada dua jenis kopi
yaitu kopi arabika dan kopi robusta masing masing dengan berat satu kilogram lalu
disortasi berdasarkan tingkat kematangan kopi yaitu merah, kuning dan hijau, lalu
ditimbang per masing masing kelompok sortasi dan dihitung presentase tingkat
kematangannya dengan cara berat buah kopi masing masing warna dibagi dengan
berat buah kopi campuran lalu dikalikan seratus persen. Merujuk pada lampiran 1,
didapatkan hasil presentase tingkat kematangan kopi pada jenis kopi arabika dan
kopi robusta yang berwarna merah merupakan yang terbesar dibandingkan dengan
warna buah kopi yang lain, hal ini menandakan bahwa keduanya memiliki tingkat
kematangan yang tinggi. Sedangkan untuk tingkat kematangan buah kuning dan
buah hijau pada robusta lebih banyak dibandingkan pada kopi arabika. Perbedaan
presentase tingkat kematangan pada kopi robusta dan kopi arabika disebabkan
lamanya proses pematangan buah kopi berbeda-beda untuk setiap jenis kopi, jenis
kopi arabika akan matang lebih cepat dibandingkan pada kopi robusta, kopi arabika
akan matang pada umur 210-250 hari sedangkan pada jenis robusta akan matang
mulai umur 300-350 hari (Rachmawanto dan Salam 2018).
Pengamatan bagian buah kopi dilakukan dengan membelah buah kopi
dengan tingkat kematangan yang berbeda secara melintang dan membujur dengan
tujuan untuk mengetahui bagian bagian buah kopi. Buah terdiri dari daging buah
dan biji. Daging buah terdiri atas 3 bagian lapisan kulit luar (eksokarp), lapisan
daging (mesokarp) dan lapisan kulit tanduk (endokarp) yang tipis tetapi keras. Buah
kopi memiliki dua biji, tetapi kadang- kadang hanya mengandung 1 butir atau
bahkan tidak berbiji sama sekali. Biji ini terdiri atas kulit biji dan endosperm.
Endosperm merupakan bagian yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan untuk
membuat minuman kopi. Daging buah kopi yang sudah matang mengandung lendir
dan senyawa gula yang rasanya manis. Kulit tanduk buah kopi memiliki struktur
agak keras dan membungkus sepasang biji kopi. Bagian dalam dari buah kopi
adalah biji kopi. Susunan biji kopi yaitu kulit ari, lembaga, celah atau center cut.
(Asti 2015). Dilihat secara visual, merujuk pada lampiran 2, perbedaan nyata antara
buah yang berwarna merah dan hijau adalah besarnya biji, pada buah yang masih
berwarna hijau bijinya lebih kecil dibandingkan dengan buah yang berwarna kuning
dan merah, hal ini menunjukkan bahwa semakin matang buah kopi maka bentuk
bijinya akan semakin membesar. Sedangkan secara umum, terdapat perbedaan
bentuk buah antara jenis kopi arabika dan robusta, buah kopi arabika mempunyai
bentuk lebih besar dan lonjong sedangkan untuk jenis kopi robusta bentuknya lebih
kecil dan lebih bulat, hal ini dikarenakan karakteristik morfolog biji kopi arabika
memiliki bentuk yang agak memanjang , sedangkan biji pada kopi robusta bijinya
agak bulat, hal tersebut mempengaruhi bentuk dari buah kopi (Ansori 2014).
Uji selanjutnya yang dilakukan adalah mengukur kerapatan massa pada
buah kopi arabika dan robusta dengan tingkat kematangan yang berbeda. Rapat
massa (α) adalah ukuran konsentrasi massa zat cair dan dinyatakan dalam bentuk
massa (m) persatuan volume (v). Setelah didapatkan hasil dari perhitungan volume
maka kerapatan kopi buah segar merah dapat dihitung menggunakan rumus massa
dibagi volume (Bambang 2009). Adapun hasil pengukurannya dapat dilihat pada
Lampiran 3, dari data tersebut menunjukkan bahwa kerapatan massa tiap-tiap buah
kopi segar tidak terdapat perbedaan yang jauh antara buah kopi merah, buah kopi
kuning dan buah kopi hijau pada masing masing jenis kopi. Hal tersebut dapat
dikarenakan pengaruh temperatur dan tekanan pada rapat massa zat cair sangat kecil,
maka dapat diabaikan sehingga rapat massa dapat dianggap tetap. Hasil perhitungan
kerapatan massa pada buah kopi jenis arabika dan robusta rata rata yang berwarna
merah lebih besar dibandingkan dengan yang berwarna kuning dan hijau semakin tidak
matang maka nilai kerapatannya akan semakin kecil, karena kerapatan didefinisikan
sebagai massa atau berat per satuan volume, sedangkan berat jenis adalah perbandingan
kerapatan bahan dengan kerapatan air, jadi jika semakin matang buah maka angka berat
jenisnya semakin mendekati angka satu (Sativa et al. 2014).
Uji selanjutya adalah perbedaan ukuran pada buah kopi. Ukuran dapat
dideskripsikan dengan menggunakan dimensi area terproyeksikan melalui diameter
mayor dan diameter minor. Uji dilakukan dengan mengukur diameter dari 20 buah
kopi per warna per klasifikasinya kemudian data dihitung menggunakan rumus
speritas untuk mengetahui perbedaan ukurannya. Merujuk pada Lampiran 4, rata-
rata pengukuran yang didapatkan buah kopi hijau memiliki nilai speritas tertinggi
dikarenakan ukuran buah yang bervariasi karena buah dipetik saat masih muda dan
biasanya didapatkan karena pemetikan secara racutan atau pemetikan secara
serentak dengan cara diambil per dompol (Sativa et al. 2014). Perbedaan data pada
beberapa sampel disebabkan kuantitas kopi yang tidak mencapai 20 buah per warna
per klasifikasi sehingga data yang bisa didapatkan cukuplah bervariasi.
Berdasarkan data yang diperoleh, buah kopi robusta memiliki spersitas lebih besar
dibandingkan dengan buah kopi arabika, sehingga dapat disimpulkan bahwa buah
kopi arabika memiliki kualitas yang lebih baik dari kopi robusta dari segi perbedaan
ukuran.
Pengujian hasil kadar air penting dilakukan pada biji kopi penting dilakukan
karena menentukan mutu atau kualitas biji kopi yang dihasilkan. Menghhitung
kadar air dapat dilakukan dengan menggunakan Oven pengering dengan metode
timbang Kadar air biji kopi yang direkomendasikan oleh SNI maupun SCAA adalah
sebesar 12-13 % tergantung dari basis pengolahannya. Berdasarkan hasil uji pada
kopi robusta, kelompok 1 menyatakan bahwa kadar airnya sebesar 18%, sedangkan
kelompok 2 dan 3 sebesar 12%. Kelompok 4 dan 6 mendapatkan hasil bahwa kadar
airnya sebesar 10% dan terakhir kelompok 6 kadar air biji kopi tersebut sebesar
14%. Sedangkan pada kopi arabika, kelompok 1 mendapatkan hasil bahwa kadar
airnya sebesar 24%. Kelompok 2,3 dan 4,5 berturut-turut sama-sama mendapatkan
bahwa kadar airnya sebesar 10% dan 20%. Terakhir kelompok 6 mendapatkan
bahwa kadar airnya hanya sebesar 9%. Dari hasil uji diatas, bisa dikatakan bahwa
biji kopi robusta kelompok 1,6 dan biji kopi arabika kelompok 1,4,5 memiliki
kualitas biji kopi yang buruk karena tidak memenuhi standar yang
direkomendasikan oleh SNI maupun SCAA. Keadaan tersebut bisa saja
dipengaruhi oleh cara pengolahan buah kopi yang keliru ataupun dikarenakan
ukuran biji yang berbeda dan cacat. Suhu dan lama penyimpanan juga merupakan
indikator sangat berperan dalam proses pengeringan suatu bahan. Semakin tinggi
suhu maka semakin banyak pula kadar air bahan yang menguap sehingga
mengakibatkan kadar air bahan juga mengalami pengurangan.
Menurut Primadia (2009), Peningkatan kadar air biji kopi dikarenakan besar
ukuran dari sebuah biji kopi. Perbedaan ukuran dari biji kopi akan memengaruhi
kadar air yang terkandung dalam biji kopi saat panen. Selain itu fenomena tersebut
terkait dengan ukuran dan jumlah sel-sel penyusun yang ada di dalam biji kopi.
Menurut Mulato (2002), semakin rendah mutu dari kopi kelak setelah dilakukan
penyeduhan akan lebih banyak menyerap air. Kopi yang memiliki nilai cacat
(defect) memiliki jaringan sel yang tidak sempurna sehingga volume kosong dalam
kopi juga lebih banyak. Kopi yang memiliki jumlah sel yang lebih rendah akan
mengalami pengembangan volume biji kopi sehingga kadar air akan lebih tinggi.
Trase adalah persentase biji cacat dalam 100 gram biji kopi Pengujian trase
dilakukan dengan cara ditimbang dimana akan dipisahkan antara biji cacat dengan
biji normal, hasil timbang biji cacat itu disebut sebagai persentase trase, Test Trase
dilakukan pada biji kopi asalan, Tinggi rendahnya trase menujukan baik tidaknya
kualitas dari biji kopi tersebut. Apabila presentase trase buruk tinggi maka kualitas
biji kopi tersebut jelek, sebaliknya jika rendah maka kualitasnya baik. Berdasarkan
hasil test trase biji kopi robusta, kelompok 6 mendapatkan bahwa presentase trase
baik tertinggi dan buruk terendah berturut – turut diantara kelompok lainnya adalah
73,6 dan 26,4%. Sedangkan presentase trase baik terendah dan buruk tertinggi
didapatkan oleh kelompok 3 sebesar 54,3 dan 45,7%. Kelompok lainnya berada
direntang kelompok yang telah disebutkan. Hasil test pada biji kopi arabika,
kelompok 4 menpunyai presentase trase baik tertinggi dan buruk terendah bertutut-
turut diantara kelompok lain di p2 yaitu sebesar 93,8 dan 6,2%. Sedangkan
presentase trase baik terencah dan buruk tertinggi dicatat oleh kelompok 2 yaitu
sebesar 60 dan 40%. Kelompok lainnya berada pada sebaran diantara kelompok 4
dan 2. Jadi baik kopi robusta dan arabika sudah memenuhi standar sebagai biji kopi
berkualitas baik menurut SNI maupun SCAA, teatapi pada biji kopi robusta
kelompok 3 menjadi penecualian karena selisih presentase trase nya kecil dan
menandakan banyak biji kopi yang cacat.
Terdapat beberapa syarat mutu yang menjadi standar untuk biji kopi pada SNI
dan SCAA, sayangnya dari hasil uji defect tidak ada satu kelompok pun yang
mutusnya sesuai dengan SCAA. Menurut SNI 2907-2008, ada beberapa golongan
mutu untuk biji kopi, dilihat dari jumlah biji kopi yang cacat atau defect. Kopi yang
memiliki nilai cacat yang terlalu banyak akan menurunkan kualitas baik dari segi
rasa, aroma, dan warna.. Ada 20 kategori kecacatan dengan masing-masing
nilainya. Kelompok 1 memiliki nilai jumlah nilai cacat sebesar 100,3 untuk jenis
robusta dan 56,8 untuk arabika, sehingga memiliki mutu bertutut-turut 5 dan 4A.
Kelompok 2 memiliki nilai jumlah nilai cacat sebesar 100,3 untuk jenis robusta dan
56,8 untuk arabika, sehingga memiliki mutu bertutut-turut 5 dan 4A. Kelompok 3
memiliki nilai jumlah nilai cacat sebesar 73,3 untuk jenis robusta dan 58,7 untuk
arabika, sehingga memiliki mutu bertutut-turut 4B dan 4A. Kelompok 4 memiliki
nilai jumlah nilai cacat sebesar 108 untuk jenis robusta dan 117,2 untuk arabika,
sehingga memiliki mutu bertutut-turut 4A dan 5. Kelompok 5 memiliki nilai jumlah
nilai cacat sebesar 149,9 untuk jenis robusta dan 345,4 untuk arabika, sehingga
memiliki mutu bertutut-turut 6 dan 6. Kelompok 6 memiliki nilai jumlah nilai cacat
sebesar 61,6 untuk jenis robusta dan 80,5 untuk arabika, sehingga memiliki mutu
bertutut-turut 4B dan 5. Jadi jenis kopi robusta terbaik ada pada kelompok 4 yaitu
4A sedangkan yang terburuk pada kelompok 5 dengan mutu 6. Pada biji kopi
arabika, mutu terbaiknya ada pada kelompok 1,2, dan 3 dengan mutu 4A sedangkan
yang bermutu jeleknya ada pada kelompok 5 dengan mutu 6.Kecacatan seperti yang
sudah dijelaskan di pembahasan sebelumnya akan menambah kadar air karena air
akan mengisi volume biji kopi yang rusak (Primadia 2009).
Ada hubungan antara kadar air dengan ukuran biji kopi dan jumlah nilai cacat
pada biji kopi. Untuk praktikum selanjutnya diketahui bahwa mutu kopi beras
robusta dari kelompok 1 memiliki mutu 5, mutu kopi beras robusta kelompok 2
memiliki mutu 4B, mutu kopi beras robusta kelompok 3 memiliki mutu 5, mutu
kopi beras robusta kelompok 4 adalah mutu 4A, mutu kopi beras robusta kelompok
5 adalah mutu 6, dan mutu kopi beras arabika kelompok 6 adalah mutu 4B; maka
dapat diprediksi kadar air dari kopi kelompok 4 akan lebih kecil dari kopi beras
yang ada dari kelompok lain menurut Primadia (2009). Cacat yang ada dalam setiap
kelompok akan memengaruhi jumlah kadar air dalam biji kopi. Semakin banyak
jumlah kecacatan akan meningkatkan kadar air dalam biji kopi. Kadar air ini jika
ada dalam konsentrasi yang banyak akan menurunkan rasa dan aroma (Primadia
2009). Ukuran biji kopi akan memengaruhi rasa yang terdapat pada kopi. Semakin
beragam ukuran biji kopi makan akan semakin menurun rasa pada biji kopi
dikarenakan proses ekstraksi yang berlangsung lebih cepat.
Test warna, bau dan ukuran dilakukan dengan mengunakan indra berupa
kejelian dalam melihat dan membau, biji kopi yang baik memiliki bau yang segar
dan warna yang cerah serta tidak terkontaminasi dengan bahan asing baik yang
menimbulkan perubahan warna atau bau. Warna tidak seragam atau bau tidak segar
maka menandakan bahwa kualitas kopi beras jelek, sedangkan jika warna kopi
beras seragam dan cerah /atau baunya segar maka kualitasnya baik. Berdasarkan
hasil uji fisik, semua kelompok menghasilkan data yang serupa baik untuk jenis
kopi beras robusta maupun kopi beras arabika yaitu memiliki warna yang seragam.
Selain itu, semua kelompok juga memiliki hasil yang serupa dalam uji bau yaitu
jenis kopi beras robusta dan arabika berbau segar. Sedangkan dalam indikator
ukurannya, kelompok 1 dan 5 memiliki hasil bahwa kopi beras robustadan arabika
bervariasikurannya. Menurut SNI, kopi beras kelompok 1 dan 4 berkualitas jelek
sedangkan kelompok 2,3,4 dan 6 berkualitas baik.
Penggolongan kelas mutu biji kopi dalam perdagangan kopi dunia
berdasarkan kepada karakter fisik dari biji kopi. Ukuran, bau dan keseragaman
warna menjadi pertimbangan awal penggolongan mutu biji kopi sebelum nilai cacat
dan citarasa. Menurut Wahyudi (1992), karakteristik fisik buah kopi yang beragam
dalam bentuk dan ukuran dapat menyebabkan terkupasnya kulit tanduk bersamaan
kulit buah. Biji kopi akan lebih cepat mengalami kerusakan fisik maupun cita rasa
daripada biji yang masih terbungkus kulit tanduk. Oleh karena itu proses sortasi
kopi berdasarkan ukuran dapat membantu mengurangi cacat biji yang disebabkan
oleh pengolahan. Bagi industri kopi bubuk (roasters), homogenitas ukuran biji
sangat penting. Biji-biji yang ukurannya lebih homogen akan menghasilkan kopi
sangrai (roasted coffee) lebih seragam. Oleh karena itu, ukuran biji perlu dipilah
dalam beberapa kelas ukuran, sehingga diperoleh ukuran biji yang lebih seragam
atau tidak bervariasi (Purwanto et.al 2015).

Tabel 1 Perbedaan ukuran (speritas)


Jenis Kopi Proses Pengolahan Nilai speritas
Arabika Merah Basah 2,54
Arabika Hijau Basah 2,01
Arabika Kuning Basah 2,86
Robusta Merah Kering 0,93
Robusta Hijau Kering 1,28
Robusta Kuning Kering 1,51
Berdasarkan data tabel 1 diperoleh perbedaan yang ukuran pada biji kopi
arabika pengolahan basah dan biji kopi robusta pengolahan kering pada masing-
masing tingkat kematangan. Berdasarkan data pada tabel pada biji kopi arabika
diperoleh nilai speritas paling tinggi pada arabika kuning yaitu 2,86 sedangkan pada
arabika merah dan hijau masing masing 2,54 dan 2,01. Hasil ini menunjukan bahwa
pada arabika kuning, arabika merah dan arabika adanya ketidakseragaman ukuran
yang relative tinggi karena hasilnya cukup jauh pada masing-masing nilai speritas.
Ketidakseragaman ini dapat menurunkan mutu dari biji kopi tersebut. keseragaman
ukuran biji merupakan salah satu aspek penting dalam penentuan mutu biji kopi
bagi konsumen (Widyotomo 2005). Data yang diperoleh pada nilai speritas kopi
robusta pengolahan kering menunjukan nilai speritas yang lebih rendah
dibandingkan pada biji kopi arabika. Nilai speritas robusta merah, robusta hijau,
dan robusta kuning masing-masing 0,93;1,28 dan1,51. Data tersebut menunjukan
bahwa perbedaanukuran pada kopi robusta lebih kecil sehingga lebih seragam
dibandingkan dengan biji kopi arabika.
Pengamatan kadar air dilakukan terhadap biji kopi arabika dan robusta
pengolahan basah dan pengolahan kering yang telah mengalami pengeringan.
Berdasarkan proses pengolahan basah diperoleh data kadar air dari biji kopi arabika
merah,arabika kuning, robusta hijau dan robusta merah masing masing 3,1%;
1,6%;3,2%, 3,1%. Pengujian kadar air untuk proses pengolahan kering hanya
diperoleh data pada biji kopi robusta merah yaitu 1,6%. Kadar air tersebut
diperoleh setelah dilakukan proses pengeringan. Tujuan pengeringan biji kopi
adalah untuk menurunkan kadar air dari 53-55% menjadi 11-12% () . Dalam proses
pengeringan, kadar air awal biji kopi robusta secara umum yaitu 48,7 % dan kadar
air maksimal biji kopi kering menurut SNI yaitu 12,5% (Agustina 2016). Data yang
diperoleh kurang sesuai dengan data yang seharusnya diperoleh dari pengeringan
biji kopi. Kadar air yang diharapkan pada proses pengeringan sesuai SNI adalah
12,5% ( Novita et al. 2010). Dengan kadar air tersebut biji kopi tidak akan mudah
pecah saat dilakukan hulling . Sebaliknya biji dengan kadar air lebih rendah
daripada 9% (terlalu kering) akan menyebabkan kerusakan cita rasa dan warna
(Sivetz and Desrosier, 1979). Dengan demikian, untuk menjamin kemantapan
penyimpanan biji kopi, akan lebih baik apabila dilakukan pengeringan hingga kadar
air maksimum sebesar 11%. Pengujian kadar air pada masing masing biji kopi
menunjukan hasil yang berbeda dari literatur. Hal ini dapat terjadi karena adanya
kesalahan pada data yang diperoleh. pengujian kadar air menunjukan tidak adanya
perubahan kadar air pada beberapa biji kopi lainya. Hal ini kurang sesuai dengan
data karena saat proses pengeringan biji kopi seharusnya terjadi perubahan berat
biji kopi yang nantinya menunjukan adanya perubahan kadar air.

Tabel 2 Kerapatan massa


Jenis Kopi Proses Pengolahan Nilai kerapatan
massa
Arabika Merah Basah 0,92
Arabika Hijau Basah 0,79
Arabika Kuning Basah 0,89
Robusta merah Kering 0,71
Robusta hijau Kering 0,67
Robusta kuning Kering 0,68

Pengujian kerapatan massa atau massa jenis dilakukan terhadap biji kopi
arabika proses pengolahan basah dan robusta pengolahan kering dengan yang
masing-masing memiliki perbedaan tingkat kematangan. Berdasarkan data tabel2
tentang kerapatan massa biji kopi, biji kopi arabika merah memiliki data kerapatan
massa yang paling tinggi yaitu 0,92. Sedangkan kerapatan massa Arabika kuning
berdasarkan data diperoleh nilai 0,89. Kerapatan massa yang paling rendah pada
biji kopi arabika terdapat pada biji kopi arabika hijau yaitu 0,79. Menurut Moreira
et al. (1985), massa jenis kopi arabika merupakan hubungan antara massa dan
volume tiap biji kopi. Penyebab perbedaan massa jenis dimungkimkan akibat
adanya perubahan dalam biji kopi arabika non sangrai (Balya et al. 2013). Menurut
Ridwansyah (2003), selama prosess fermentasi terjadi pemecahan senyawa-
senyawa yang terdapat pada biji kopi seperti pemecahan senyawa polar dan asam
klorogenat. Pemecahan senyawa-senyawa tersebut akan menurunkan berat perbiji
kopi sekaligus menurunkan massa jenis kopi arabika. Berdasarkan data biji kopi
robusta pengolahan kering diketahui bahwa robusta merah memiliki kerapatan
massa yang paling tinggi yaitu 0,67. Nilai kerapatan massa pada biji kopi tersebut
menunjukan semakin tinggi tingkaat kematangan biji kopi tersebut semakin tinggi
juga nilai kerapatan massanya. Karena kerapatan didefinisikan sebagai massa atau
berat per satuan volume, sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan
bahan dengan kerapatan air (1 g/cm3) jadi jika semakin matang buah maka angka
berat jenisnya semakin mendekati angka satu ( Sativa et al. 2014).

Tabel 2 Tes deffect


Jenis Kopi Proses Nilai Mutu
Pengolahan Cacat
Arabika Merah Basah 76,1 4b
Arabika Hijau Basah 78,3 4b
Arabika Kuning Basah 29,95 3
Robusta Merah Kering 147 5
Robusta Hijau Kering 234,2 6
Robusta Kuning Kering 128,9 5

Berdasarkan tabel 3 tentang tes defect diperoleh data mutu kopi arabika
pengolahan basah dan kopi robusta pengolahan kering pada setiap tingkat
kematangan. Penentunan mutu kopi arbika dan robusta berdasarkan syarat mutu
khusus biji kopi dengan menggunakan system nilai cacat. Data mutu kopi arabika
yang diperoleh menunjukan nilai mutu arabika merah yaitu 4b, arabika hijau 4b dan
arabika kuning 3. . Menurut SNI mutu 4b memiliki persyaratan jumlah nilai cacat
61 sampai dengan 80 dan mutu 3 memiliki nilai cacat 26 sampai dengan 44. Proses
pengolahan kopi robusta dilakukan melalui pengolahan kering. Berdasarkan data
tabel 3 diperoleh nilai cacat robusta merah, robusta hijau dan robusta kuning yaitu
147,234,2, dan 128,9. Mutu pada masing-masing kopi robusta yaitu 5, 6, dan 5. Biji
kopi robusta hijau memiliki nilai mutu yang paling rendah hal ini dapat disebabkan
karena biji kopi tersebut masih muda. Biji pecah umumnya karena buah kopi masih
muda sehingga pada saaat pengupasan kulit buah kopi(pulping) menjadi pecah
(Setyani et al. 2018). Menurut SNI (2008), mutu 5 memiliki persyaratan jumlah
nilai cacat 81 sampai dengan 150 sedangkan mutu 6 memiliki jumlah nilai cacat
151 sampai dengan 225. Berdasarkan perbandingan mutu yang diperoleh mutu kopi
arabika dengan pengolahan basah lebih baik dibandingkan dengan mutu kopi
robusta pengolahan kering. Pengolahan kopi basah menghasilkan biji kopi dengan
mutu lebih baik, hanya saja memerlukan waktu yang relatif lama disbanding
pengolahan kering Nilai cacat pada yang tinggi pada kopi dipengaruhi oleh jumlah
biji coklat, biji pecah, biji berlubang, biji hitam yang terdapat pada kopi. Biji kopi
hitam biasanya karena penyakit yang menyerang kopi dan biji berlubang karena
serangan serangga. Biji hitam, biji coklat, dan berlubang memiliki pengaruh yang
kuat terhadap cita rasa (Setyani et al. 2018).
Lampiran 10 Kadar air setelah roasting
Jenis Kopi Berat Berat Nilai kadar
awal (gr) akhir (gr) air (%)
Robusta merah 7,7 7,6 1,3
kering
Robusta merah 6,0 5,9 1,6
basah
Robusta hijau 7,2 7,2 -
kering
Robusta hijau 7,1 7,2 -
basah
Robusta kuning 6,4 6,4 -
kering
Robusta kuning 5,9 5,9 -
basah
Arabika merah 5,9 5,9 -
kering
Arabika merah 5,7 5,6 1,7
basah
Arabika hijau 5,5 5,4 1,8
kering
Arabika hijau 6,2 6,3 -
basah
Arabika kuning 6,1 6,3 -
kering
Arabika kuning 6,1 6,0 1,6
basah
Kualitas biji kopi dapat ditingkatkan bila proses penyangraian dilakukan
pada suhu dan lama penyangraian yang tepat untuk mendapatkan kadar air dan
tingkat keasaman yang sesuai dengan standar SNI01-2983-1992 (Standar Nasional
Indonesia 1992) dan SNI 01- 3542-2004 (Standar Nasional Indonesia 2004). Kadar
air biji kopi cenderung mengalami penurunan pada saat suhu dan lama
penyangraian mengalami peningkatan. Semakin besar perbedaan suhu antara
medium pemanas dengan bahan pangan semakin cepat pindah panas ke bahan
pangan dan semakin cepat pula penguapan air dari bahan pangan. Perubahan massa
air akan terjadi ketika kandungan air pada bahan telah sampai pada kondisi jenuh,
sehingga menyebabkan air yang terkandung di dalam bahan berubah dari fase cair
menjadi uap (Rahayoe et al. 2009).
Awal proses energi panas yang tersedia di dalam ruang sangrai digunakan
untuk menguapkan air. Kadar air biji kopi turun cepat pada awal penyangraian dan
kemudian akan berlangsung relatif lambat pada akhir penyangraian. Dari hasil
analisis, perlakuan arabika hijau kering kadar air pada perlakuan tersebut paling
tinggi sehingga cita rasa (flavour) pada kopi lebih baik. Jika kadar air rendah, besar
dugaan bahwa cita rasa (flavour) pada kopi banyak terangkut dalam proses oksidasi
selama penyangraian (Sivetz dan Foote 1973).
Kadar air suatu bahan merupakan banyaknya kandungan air persatuan bobot
bahan yang dinyatakan dalam persen berat basis basah (wet basis) atau dalam
persen basis kering (dry basis). Kadar air basis basah mempunyai batas maksimum
teoritis sebesar 100%, sedangkan kadar air basis kering lebih 100 %. Kadar air basis
basah (m) adalah perbandingan antara berat air yang ada dalam bahan dengan berat
total bahan (Syarif dan Halid 1993). Kadar air kopi sangrai perlu diketahui karena
kadar air dapat memengaruhi penampakan terkstur, aroma serta cita rasa.,
disamping itu juga menentukan daya tahan. Semakin rendah kadar air kopi sangrai
maka semakin tinggi daya tahan kopi sangrai terutama terhadap kerusakan yang
disebabkan oleh mikroorganisme (Rahmawati 2010)
Tabel 10 menunjukkan bahwa selama proses penyangraian terjadi
penurunan kadar air biji kopi dan semakin lama waktu sangrai maka nilai kadar air
semakin turun. Pada perlakuan robusta merah dan kering kadar air yang didapatkan
hasil menurun, sehingga air yang menguap pada robusta merah basah sebesar 1,3%
dan kering sebesar 1,6%. Air yang menguap sebagian besar adalah air yang berada
di jaringan sel dekat dengan permukaan biji. Karena perambatan air secara difusi
dari dalam biji ke arah luar tidak terlalu jauh jaraknya maka tidak membutuhkan
waktu lama untuk mencapai permukaan biji sehingga banyak air yang keluar
sebagai uap air karena pengaruh suhu penyangraian. Pada perlakuan robusta hijau
dan kuning baik basah dan kering, tidak adanya perubahan kadar air. Hal ini
disebabkan oleh lamanya perambatan air dalam jaringan sel ke permukaan biji
karena letaknya sudah agak jauh dari permukaan biji kopi. Sedangkan pada
perlakuan arabika merah kering, tidak adanya perubahan kadar air. Arabika merah
basah mengalami penurunan kadar air sebesar 1,7%, arabika hijau kering
mengalami penurunan sebesar 1,8% dan arabika kuning basah juga mengalami
penurunan sebesar 1,6%. Sedangkan arabika hijau kering basah dan arabika kuning
kering tidak mengalami penurunan kadar air. Semakin sedikitnya penurunan kadar
air disebabkan oleh kandungan air jaringan sel yang semakin sedikit dan letaknya
sudah jauh dari permukaan biji hal tersebut ditambah dengan terjadinya proses
pirolisis yang menyebabkan air sulit untuk keluar dari jaringan sel.
Lampiran 11 Cupping protocoler
Atribut Penilaian Robusta Arabika
Aroma 7.00 7.25
Flavor 6.75 6.75
After taste 7.00 6.75
Acidity 6.50 6.75
Body 6.75 6.50
Sweetness 3.50 4.25
Uniformity 5.00 5.25
Clean Cup 5.25 5.25
Balance 6.50 6.50
Overall 6.75 6.75
Total 61.00 62.00
Defect - -

Unsur citarasa yang dinilai meliputi aroma (bau aroma saat diseduh), flavor
(rasa dilidah), body (kekentalan), acidity (keasaman), aftertaste (rasa yang
tertinggal dimulut), sweetness (rasa manis), balance (aspek keseimbangan rasa),
clean cup (kesan rasa umum), uniformity (adanya keseragaman rasa dari tiap
cangkir), dan overall (aspek rasa keseluruhan). Skor dan notasi citarasa terbagi
menjadi empat kelompok: 6,00– 6,75 = good; 7,00–7,75 = very good; 8,00–8,75 =
excellent; 9,00–9,75 = outstanding. Apabila nilai total skor citarasa seduhan ≥ 80
(pada skala 100) maka dapat dikategorikan sebagai kopi spesialti. Jika nilai total
skor citarasa seduhan < 75, maka dapat dikategorikan sebagai kopi off grade.
Adapun penilaian karakter rasa kopi mengacu kepada diagram coffee tasters flavor
wheel (Caspersen 2012)
Lampiran 11 Menunjukkan data cupping pada dua jenis kopi yaitu arabika
dan robusta. Aroma adalah bau kopi ketika diresapi dengan air panas dan uap
dilepaskan (disebut WET aroma). Hasil yang didapatkan nilai dari kopi Arabika
lebih besar dari kopi robusta. Cupping memiliki beberapa atribut penilaian yang
akan menilai salah satu jenis atau mutu kopi yang terbaik. Indra pengecapan adalah
salah satu penentu dari flavor kopi. Flavor merupakan kombinasi yang di rasakan
pada lidah dan aroma uap yang mengalir dari mulut ke hidung panelis. Flavor dapat
berubah sesuai dengan suhu. Rata-rata nilai flavor dari kopi robusta dan arabika
yang didapatkan bernilai sama. After Taste diartikan sebagai lamanya rasa yang
dihasilkan dari bagian belakang langit-langit dan yang tersisa setelah kopi ditelan.
Kopi robusta memiliki rasa yang lebih melekat pada lidah dibandingkan kopi
arabika.
Acidity biasa diartikan sebagai rasa asam yang jelas enak, atau masam jika
tidak enak. Acidity yang baik menggambarkan kopi yang enak, manis dan seperti
rasa buah segar yang langsung dirasakan pada saat kopi diseruput. Acidity yang
terlalu dominan dikategorikan tidak enak acidity dapat berubah sesuai dengan suhu.
Hasil yang didapatkan pada praktikum ini adalah Arabika memiliki acidity lebih
tinggi dibandingkan Robusta. Body merupakan sentuhan perasaan berat/kental atau
ringan cairan di mulut, terutama dirasakan antara lidah dan langit-langit mulut, hal
ini dihasilkan dari padatan terlarut dan minyak yang tersuspensi dalam cairan. Hasil
yang didapatkan berbanding terbalik dengan nilai keasamanan pada kopi, ternyata
kopi arabika lebih kental dibandingkan kopi robusta. Uniformity merupakan
keseragaman rasa dan aroma dari setiap gelas. Clean up menunjukan tidak adanya
nilai negatif dari awal berupa cita rasa sampai aftertaste. Sweetness merupakan
adanya rasa manis yang terdapat pada kopi. Hasil yang didapatkan arabika memiliki
kandungan gula dan lipid yang lebih tinggi daripada robusta sehingga lebih manis
saat diminum tanpa perlu menggunakan gula, sedangkan robusta memang memiliki
kadar kafein dua kali lebih banyak, namun ini berakibat pada rasa kopinya yang
lebih pahit.
Balance adalah semua aspek flavor, aftertaste, acidity, body yang seimbang
pada contoh atau dengan kata lain balance adalah tidak adanya rasa atao aroma yang
mendominasi. Overall adalah gambaran tingkat kesukaan holistik dari kopi oleh
panelis/cupper secara individual atau pada tahap ini panelis memberikan tingkat
kesukaan pribadinya. Nilai balance dan overall didapatkan seimbang dari kopi
robusta dan kopi arabika pada praktikum ini. Defect adalah aroma dan rasa negative
atau cacat pada kopi yang dapat mengurangi kualitas penilaian pada kopi.
Berdasarkan data yang didapat dari hasil praktikum didapatkan hasil cupping
dengan skor tertinggi ada pada kopi Arabika. Hal ini sesuai dengan mutu kopi
Arabika yang memiliki kualitas lebih baik daripada kopi Robusta. Namun, nilai
total skor citarasa seduhan kopi yang didapatkan dari kedua kopi tersebut < 75,
maka kedua kopi tersebut dikategorikan sebagai kopi off grade, mutu cita rasa kopi
tersebut termasuk kategor rendah.
Lampiran 12 Organoleptik kopi
Kode Warna Rasa Bau Rata-rata
101 55 38 57 50
102 83 85 84 84
103 81 58 82 73.67
111 76 72 67 71.67
112 75 62 66 67.67
113 97 72 74 81
121 70 50 77 65.67
122 91 80 80 83.67
123 100 107 102 103
131 91 91 88 90
132 78 57 88 74.34
133 96 109 93 99.34
Lampiran 12 Organoleptik kopi (Lanjutan)
Kode Warna Rasa Bau Rata-rata
141 97 111 100 102.67
142 108 91 99 99.34
143 100 94 89 94.34
151 79 52 90 73.67
152 41 38 39 39.34
153 104 95 103 100.67
161 71 69 66 68.67
162 48 51 46 48.34
163 56 60 64 60
*)101 = Robusta wajan medium original,
102 = Robusta wajan medium ditambah susu segar,
103 = Robusta wajan medium ditambah susu kental manis,
111 = Arabika light wajan ditambah susu kental manis,
112 = Arabika light kuali ditambah susu kental manis,
113 = Arabika light teflon ditambah susu kental manis,
121 = Arabika dark teflon original,
122 = Arabika dark teflon ditambah brown sugar,
123 = Arabika dark teflon ditambah gula dan creamer,
131 = Robusta dark teflon original,
132 = Robusta dark teflon ditambah brown sugar,
133 = Robusta dark teflon ditambah gula dan creamer,
141 = Arabika teflon light original
142 = Arabika teflon light ditambah nutella,
143 = Arabika teflon light ditambah susu segar dan brown sugar,
151 = Robusta dark kuali original,
152 = Robusta dark kuali ditambah creamer dan brown sugar,
153 = Robusta dark kuali ditambah nutella,
161 = Arabika light wajan original
162 = Arabika light wajan ditambah susu kental manis
163 = Arabika light wajan ditambah susu segar dan gula

120

100

80

60
rata-rata
40

20

0
101 103 112 121 123 132 141 143 152 161 163

Grafik Organoleptik Kopi


Uji organoleptik terhadap kopi robusta dan kopi arabika yang telah
mengalami pengolahan dilakukan dengan metode uji skoring dan uji hedonik.
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap
karakteristik dari kopi robusta dan kopi arabika dari hasil percobaan. Panelis
diminta memberikan penilaian terhadap atribut sensori yang dinilai yaitu rasa, bau
dan warna. Organoleptik yaitu penilaian dan mengamati tekstur, warna, bentuk,
aroma, rasa dari suatu makanan, minuman, maupun obat-obatan (Nasiru 2014).
Pengujian organoleptik merupakan cara menilai dengan panca indera, hal ini untuk
mengetahui perubahan maupun penyimpangan pada produk. Penilaian ini disebut
penilaian subjektif, penilaian organoleptik atau penilaian indrawi. Rangsangan
yang dirasakan oleh pengindraan bisa bersifat mekanis seperti; tusukan dan tekanan
atau bersifat fisis seperti; panas, dingin, sinar, dan warna maupun sifat kimia
seperti; aroma, bau, dan rasa (Agusman 2013).
Penilaian minuman kopi yang menentukan diterima atau tidak suatu produk
adalah sifat indrawinya. Penilaian indrawi ini ada enam tahap yaitu pertama
menerima bahan, mengenali bahan, mengadakan klarifikasi sifat-sifat bahan,
mengingat kembali bahan yang telah diamati, dan menguraikan kembali sifat
indrawi produk tersebut. Faktor-faktor yang memengaruhi suatu bahan makanan
antara lain tekstur, warna, cita rasa, dan nilai gizinya. Penambahan beberapa bahan
campuran lainnya pada kopi saat penyeduhan kopi diharapkan bisa menciptakan
rasa dan aroma baru sehingga dapat meningkatkan kesukaan konsumen terhadap
produk bebrapa jenis kopi. Faktor yang mempengaruhi ketepatan uji organoleptik
meliputi penguji atau panelis, penyajian sampel, pengalaman makan panelis, dan
teknik pengujiannya. Para panelis yang digunakan untuk melakukan penilaian
organoleptik haruslah memiliki pengalaman dan kepekaan yang cukup dan
kemampuan ingatan yang baik.
Uji kesukaan atau uji hedonik pada produk olahan kopi arabika dan kopi
robusta dinilai melalui sifat fisik dan sifat kimia. Sifat fisik yang diamat adalah
warna. Warna adalah salah satu kesan pertama konsumen yang lebih berpengaruh
dan kadang-kadang sangat menentukan suatu bahan pangan yang dinilai enak,
bergizi, dan teksturnya sangat baik, tidak akan dimakan apabila memiliki warna
yang tidak dipandang. Warna sangat penting bagi setiap produk, warna yang
menarik dapat mempengaruhi penerimaan konsumen. Panelis lebih dominan
menyukai kopi dengan warna cokelat agak tua.
Aroma merupakan suatu nilai yang terkandung dalam produk yang langsung
dapat dinikmati oleh konsumen. Aroma suatu produk dalam banyak hal
menentukan bau atau tidaknya suatu produk bahkan aroma atau bau lebih komleks
daripada rasa (Soekarto 1998). Kepekaan indra pembau biasanya lebih tinggi dari
indera pencicipan. Aroma banyak menentukan tingkat kesukaan konsumen.
Senyawa berbau sampai ke jaringan pembau dalam hidung bersama-sama dengan
udara. Penginderaan cara ini memasyarakatkan bahwa senyawa berbau bersifat
mutlak. Aroma kopi seduh muncul akibat menguapnya senyawa volatil yang
tertangkap oleh indra penciuman manusia. Panelis menyukai aroma kopi yang
tajam dan panelis tidak menyukai kopi yang terlalu encer karena mengurangi cita
rasa kopi itu sendiri.

PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan praktikum dapat diketahui bahwa pada pengamatan tingkat


kematangan yang dilakukan menunjukan buah kopi arabika matang lebih cepat
dibandingkan kopi robusta. Pengamataan morfologi buah kopi menunjukan bahwa
arabika memiliki bentuk yang lebih lonjong dan besar sedangkan robusta lebih bulat
dan kecil. Uji fisik biji kopi baik robusta maupun arabika menunjukan hasil yang
baik, hal ini berdasarkan ukuran dan warna yang seragam serta bau biji kopi yang
segar. Pengujian kerapatan massa pada buah dan biji kopi menunjukan hasill yang
selaras. buah yang berwarna merah baik robusta maupun arabika memiliki
kerapatan massa yang lebih besar dibandingkan buah yang berwarna kuning dan
hijau. Kerapatan massa pada biji kopi juga menunjukan bahwa biji kopi dengan
tingkat kematangan yang lebih tinggi memperoleh kerapatan massa yang lebih
tinggi. Hal ini menunjukan bahwa tingkat kematangan mempengaruhi kerapatan
massa pada buah dan biji kopi. Pengujian kadar air kopi beras menunjukan hasil
yang sesuai denganstandar pada kelompok 1 dan 6 serta hasil yang tidak sesuai
dengan standar pada kelompok lainya. hal ini disebabkan oleh proses penyimpanan
dan biji yang cacat serta ukuran biji yang berbeda-beda. Pengujian perbedaan
ukuran pada buah kopi menunjukan nilai speritas yang lebih besar pada kopi
robusta. Hal ini dapat diartikan pada buah kopi robusta ukuran buah masih sangat
seragam sehingga akan menurunkan kualitas buah. Hasil ini berbanding terbalik
dengan pengujian speritas pada biji kopi arabika pengolahan basah dan bijji kopi
robusta pengolahan kering. Nilai speritas pada biji kopi arabika lebih besar
dibandingkan biji kopi robusta. Hal ini dapat menunjukan bahwa kopi robusta yang
di uji memiliki ukuran yang lebih seragam dibandingkan kopi arabika. Pengujian
kadar air yang dilakukan pada kopi arabika pengolahan basah dan robusta
pengolahan kering sebelum roasting menunjukan hasil yang cukup jauh dengan
standar mutu biji kopi. Proses pengeringan yang belum sempurna baik pada kopi
arabika maupun robusta dapat menjadi penyebab perbedaan tersebut. Pengujian
kadar air biji kopi setelah diroasting menunjukan adanya penurunan kadar air pada
beberapa kopi dan ada yang tidak mengalami perubahan kadar air. Test defect yang
dilakukan pada kopi beras arabika dan robusta menunjukan biji kopi beras yang di
test tidak sesuai dengan SCAA. Sedangkan menurut penggolongan berdasarkan
SNI kopi beras arabika memiliki nilai mutu yang lebih rendah dibandingkan kopi
robusta. Nilai cacat ini juga akan mempengaruhi kadar air pada biji kopi tersebut.
Test trase yang dilakukan menunjukan biji kopi robusta maupun arabika yang
diamati memenuhi standar sebagai biji kopi berkualits baik menurut SCAA dan
SNI, kecuali untuk kelompok 3 yang memiliki banyak biji cacat. Test defect pada
biji kopi arabika pengolahan basah dan biji kopi robusta pengolahan kering
menunjukan mutu yang lebih baik padaa kopi arabika. Hal ini dikarenakan pada
kopi arabika dilakukan proses pengolahan basah yang dapat meningkatkan mutu
kopi. Berdasarkan hasil cupping diketahui bahwa kopi memiliki kualitas yang off
grade yaitu <75, sehiangga bermutu rendah. Hal ini disebabkan proses pengolahan
yang dilakukan serta biji kopi yang digunakan. Berdasarkan uji organoleptik
diketahui bahwa kopi yang tidak asam dan penyagraian pada tingkat medium
roasted lebih disukai panelis.

Saran

Praktikan diharapkan dapat lebih suasana kondusif dalam melaksanan


praktikum di lab dan menjaga mobilitas agar lebih tertata, serta alat alat yang
digunakan untuk praktikum mohon ditambah agar tidak saling menunggu anatara
kelompok satu dengan kelompok yang lain sehingga praktikum dapat selesai
dengan tepat waktu.

DAFTAR PUSTAKA

Agusman A. 2013. Pengujian Organoleptik Teknologi Pangan. Semarang (ID):


Universitas Muhamadiyah Semarang.
Agustina R. 2016. Karateristik pengeringan biji kopi dengan pengeringan tipe bak
dengan sumber panas tungku sekam kopi dan kolektor surya. Jurnal Ilmiah
Pertanian Agrotechno. 1(1): 20-27.
Anshori MF. 2014. Analisis keragaman morfologi koleksi tanaman kopi arabika
dan robusta balai penelitian tanaman industri dan penyegar Sukabumi
[Skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
Asti SIP. 2015. Pengaruh ekstrak biji kopi robusta (coffea robusta) terhadap
aktivitas fagositosis sel monosit [Skripsi]. Jember(ID): Universitas Jember.
Badan standarisasi nsional (BSN). 2008. SNI 01-2907-2008 tentang biji kopi.
Jakata (ID): Badan Standarisasi Nasional.
Balya M, Barlaman, suwasono S, Djumarti. 2013. Karateristik fisik dan
organoleptic biji kopi arabika hasil pengolahan semi basah denganvariasi
jenis wadah dan lama fermentasi (studi kasus di desa pedati dan suosawah
kabupaten Bondowoso). AGROINTEK. 7(2): 108-114.
Bambang APM. 2007. Populasi Dan Sampel. Bandung (ID): Pustaka Ramadhan.
Budiman H. 2012. Prospek Tinggi Bertanam Kopi Pedoman Meningkatkan
Kualitas Perkebunan Kopi. Yogyakarta (ID) : Pustaka Baru Press.
Caspersen, Thomas CJ, Boseman GD, Beckles LA, Albright AL. 2012. Aging,
diabetes, and the public health system in the United States. American
Journal of Public Health. 102(1): 1482-1497.
Hendri S, Arnia F, Munadi K. 2019. Karakterisasi kematangan buah kopi
berdasakan warna kulit kopi menggunakan histogram dan momen warna.
Jurnal Nasional Elektro. 8(1).
Hulupi R dan Mawardi S. 1993. Mengenal penciri dan klon anjuran kopi Arabika
dan Robusta.dalam : Kumpulan makalah pelatihan pengawasn benih kopi
dan kakao. Jakarta (ID): Ditjenbun dan Puslit Kopi-Kakao.
Irmansyah A. 2008. Studi Pengolahan Kopi Stroberi Dengan Metode Pemasakan
Pada Berbagai Perbandingan Biji Kopi dan Bubur Stroberi. [Skripsi]. Bali
(ID): Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana.
Moreira SMC, Chaves, Oliveira. 1985. Comparison of the efficiency of liquids on
determination of bulk density of agricultural grain. Journal Revista
Brasileira De Armazenament. 9(1) : 22-24
Mulato S. 2002. Simposium Kopi 2002 dengan tema Mewujudkan perkopian
Nasional Yang Tangguh melalui Diversifikasi Usaha Berwawasan
Lingkungan dalam Pengembangan Industri Kopi Bubuk Skala Kecil Untuk
Meningkatkan Nilai Tambah Usaha Tani Kopi Rakyat. Denpasar: 16 –17
Oktober 2002. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.
Nasiru N. 2014. Teknologi Pangan Teori Praktis dan Aplikasi. Yogyakarta (ID):
Graha Ilmu.
Novita E, Syarief R, Noor E, Mulato S. 2010. Peningkatan mutu biji kopi rakyat
dengan pengolahan semi basah berbasis produksi bersih. AGROTEK. 4(1):
76-90
Primadia AD. 2009. Pengaruh Peubah Proses Dekafinasi Kopi dalam Reaktor
Kolom Tunggal terhadap Mutu Kopi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Purwanto EH, Rubiyo dan Towaha J. 2015. Karakteristik mutu dan citarasa kopi
robusta klon bp 42, bp 358 dan bp 308 asal bali dan lampung. Sirinov. 3(2):
67 –74.
Rachmawanto EH, Salam A. 2018. Pengukuran tingkat kematangan kopi robusta
menggunakan algoritma K-Nearest Neighbor. Jurnal Teknik Informatika.
9(7): 204-211.
Rachmawati T. 2010. Pengaruh Penambahan Bahan Aditif Dalam Proses
Pengolahan Kopi Bubuk dan Perubahan Mutunya Selama Penyimpanan.
Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
Rahardjo P. 2012. Kopi Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika Dan
Robusta. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya.
Rahayoe S, Lumbanbatu J, Nugroho. 2009. Pengaruh Suhu dan Lama
Penyangraian terhadap Sifat Fisik-Mekanis Biji Kopi Robusta. Jurnal
Penelitian. Yogyakarta(ID): UGM.
Ridwansyah. 2003. Pengolahan Kopi. Sumatera utara (ID) : Universitas Sumatera
Utara.
Saifudin, Wardiana E. 2013. Pengaruh varietas dan tingkat kematangan buah
terhadap perkecambahan dan fisik benih kopi arabika. Buletin RISTRI. 4(3):
245-256.
Sativa O, Yuwana, Bonodikum. 2014. Karakteristik fisik buah kopi, kopi beras dan
hasil olahan kopi rakyat di desa sindang jati, kabupaten rejang lebong.
Jurnal Agroindustri. 4(2): 65-77.
Setyani S, Subeki, Grace HA. 2018. Evaluasi nilai cacat cita rasa kopi robusta
(coffea canephora L.) yang diproduksi ikm kopi di kabupaten tenggamus.
Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian. 23(2): 103-107.
Srivetz M, Desrosie NW. 1979. Coffe Technology. Wesport connecticut: AVI
Publishing Company.
Standar Nasional Indonesia. 2004. Kopi Bubuk, 01–3542–2004. Badan Standarisasi
Nasional
Syarif R dan Halid H. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta (ID): Penerbit
Arcan
Wahyudi, T. 1992. Hasil Uji Kinerja Alat Pengukur Kadar Air Kopi Kakotester.
Pelita Perkebunan. 23 (3): 129-141.
Widyotomo. 2005. Penentuan Karakteristik Pengeringan Kopi Robusta Lapis
Tebal. Jember (ID) : Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai