Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di perkembangan saat ini, aktivitas manusia selalu meninggalkan
sisa yang dianggap sudah tidak berguna lagi atau barang buangan yang
disebut sampah. Mulai dari sampah rumah tangga, pasar, limbah pabrik
atau sisa-sisa kegiatan produksi dalam industri. Sampah menjadi masalah
penting yang perlu ditangani sebab jumlah sampah yang semakin banyak
seiring dengan banyaknya limbah yang dihasilkan dari kegiatan manusia
menjadi sumber penyakit jika terus menerus menumpuk tanpa adanya
upaya untuk mengurangi jumlah sampah tersebut. Bukan hanya
berdampak pada kesehatan saja namun juga mengenai berbagai sisi
kehidupan.
Sampah secara sederhana digolongkan menjadi sampah organik
dan sampah anorganik. Melihat kawasan SMA Negeri 3 Bangkalan yang
banyak ditumbuhi oleh banyak pepohonan sehingga jumlah sampah
organik menjadi sangat melimpah. Oleh karena itu sebagai siswa dari
SMA Negeri 3 Bangkalan Kami merasa bertanggung jawab atas hal
tersebut. Sehingga kami berupaya mencari solusi yakni dengan
memanfaatkan sampah dedaunan tersebut sebagai pupuk kompos.
Dengan melakukan hal tersebut kami berharap dapat berdampak pada
pengurangan jumlah sampah yang ada.
Manusia sebagai pengelola lingkungan seharusnya memperhatikan
hal tersebut dan mengupayakan suatu cara untuk mengelola sampah yang
tidak memiliki nilai fungsi lagi menjadi suatu barang yang dapat
dimanfaatkan kembali. Jadi upaya pemanfaatan sampah untuk kompos
ini merupakan hal yang cukup efektif  karena selain untuk mengurangi
jumlah sampah yang ada tetapi juga untuk meningkatkan kesuburan
tanah dan produkrivitas tanaman terutama di bidang pertanian.

1
Dengan demikian maka perlu dilakukan suatu penelitian dan
pengamatan untuk menerapkan upaya pengurangan sampah dengan
membuat pupuk kompos serta karya tulis yang bisa dijadikan petunjuk
dalam mempraktikkannya. Penelitian ini dilakukan demi terciptanya
generasi yang peduli lingkungan yang berupaya mengelola lingkungan
sebaik mungkin.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang di atas kami mengajukan permasalahan sebagai
berikut:
1. Faktor-faktor apa saja yang dapat memengaruhi proses pengomposan
sampah?
2. Bagaimana peranan sampah dapat digunakan sebagai pupuk kompos
pada lingkungan?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan kami melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi proses pengomposan
sampah
2. Mengetahui peranan sampah yang dapat digunakan sebagai pupuk
kompos pada lingkungan

1.4 Manfaat
Penelitian yang kami lakukan ini kami harap akan bermanfaat untuk:
1. Memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang memengaruhi
proses pengomposan sampah
2. Memberikan pengetahuan tentang pemanfaatan sampah sebagai
pupuk kompos

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pupuk Kompos


Pupuk kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari
campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial
oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang
hangat, lembap, dan aerobik atau anaerobik.
Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik
mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba
yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat
kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar
kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat
campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan
aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.
Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena
mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol
proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan
oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara.
Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan
mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi
bahan organik..
Bahan baku pengomposan adalah semua material yang
mengandung karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah
hijauan, sampah kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian.
Berikut disajikan bahan-bahan yang umum dijadikan bahan baku pengomposan.
Asal Bahan
1. Pertanian
Jerami dan sekam padi, gulma, batang dan tongkol
Limbah dan residu
jagung, semua bagian vegetatif tanaman, batang
tanaman
pisang dan sabut kelapa
Limbah & residu Kotoran padat, limbah ternak cair, limbah pakan

3
ternak ternak, cairan biogas
Tanaman air Azola, ganggang biru, enceng gondok, gulma air
2. Industri
Serbuk gergaji kayu, blotong, kertas, ampas tebu,
Limbah padat limbah kelapa sawit, limbah pengalengan makanan
dan pemotongan hewan
Alkohol, limbah pengolahan kertas, ajinomoto, limbah
Limbah cair
pengolahan minyak kelapa sawit
3. Limbah rumah
tangga
Sampah Tinja, urin, sampah rumah tangga dan sampah kota
Tabel 1.1. Bahan yang dijadikan bahan baku pengkomposan

2.2 Manfaat Pupuk Kompos


Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan
bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk
mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang
bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos.
Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara
dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu
tanaman menghadapi serangan penyakit.
Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik
kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, seperti
menjadikan hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar,
dan lebih enak.
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
Aspek Ekonomi :
1) Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
2) Mengurangi volume/ukuran limbah
3) Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
Aspek Lingkungan :

4
1) Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan
gas metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri
metanogen di tempat pembuangan sampah
2) Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
Aspek bagi tanah/tanaman:
1) Meningkatkan kesuburan tanah
2) Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
3) Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah
4) Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
5) Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah
panen)
6) Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
7) Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8) Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya
merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan
kemampuan menahan air. Peran bahan organik terhadap sifat biologis
tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada
fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran
bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas
tukar kation sehingga memengaruhi serapan hara oleh tanaman (Gaur,
1980).

2.3 Faktor-faktor  yang Mempengaruhi Proses Pengomposan


Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan
kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya
sesuai, maka dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk
mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang
sesuai atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah
ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum

5
untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses
pengomposan itu sendiri.
Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara
lain:
Rasio C/N
Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara
30: 1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber
energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di
antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N
untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan
kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan
lambat.
Umumnya, masalah utama pengomposan adalah pada rasio C/N yang
tinggi, terutama jika bahan utamanya adalah bahan yang mengandung
kadar kayu tinggi (sisa gergajian kayu, ranting, ampas tebu, dsb).
Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan perlakuan khusus, misalnya
menambahkan mikroorganisme selulotik (Toharisman, 1991) atau
dengan menambahkan kotoran hewan karena kotoran hewan
mengandung banyak senyawa nitrogen.
Ukuran Partikel
Aktivitas mikroba berada di antara permukaan area dan udara.
Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara
mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih
cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan
(porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan
dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.
Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup
oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi
peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara
yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi

6
ditentukan oleh porositas dan kandungan air bahan(kelembapan).
Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang
akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan
dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam
tumpukan kompos.
Porositas
Porositas adalah ruang di antara partikel di dalam tumpukan kompos.
Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan
volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara
akan mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga
dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses
pengomposan juga akan terganggu.
Kelembapan (Moisture content)
Kelembapan memegang peranan yang sangat penting dalam proses
metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada
suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik
apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembapan 40 -
60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila
kelembapan di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami
penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembapan 15%. Apabila
kelembapan lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara
berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan
terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.
Temperatur/suhu
Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung
antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi
temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan
semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat
terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang
berkisar antara 30 - 60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang
cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan membunuh sebagian

7
mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan
hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba
patogen tanaman dan benih-benih gulma.
pH
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH
yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai
7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4.
Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada
bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses
pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan
penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari
senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH
pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang
biasanya mendekati netral.

2.4 Tahapan Pengomposan


1. Pemilahan Sampah
 Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik dari
sampah anorganik (barang lapak dan barang berbahaya).
Pemilahan harus dilakukan dengan teliti karena akan
menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang
dihasilkan
2. Pengecil Ukuran
 Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan
sampah, sehingga sampah dapat dengan mudah dan cepat
didekomposisi menjadi kompos
3. Penyusunan Tumpukan
 Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan
pengecil ukuran kemudian disusun menjadi tumpukan.

8
 Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain
memanjang dengan dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x
12m x 1,75m.
 Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu (windrow)
yang berfungsi mengalirkan udara di dalam tumpukan.
4. Pembalikan
 Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang berlebihan,
memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan
proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan
pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi
partikel kecil-kecil.
5. Penyiraman
 Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan
yang terlalu kering (kelembapan kurang dari 50%).
 Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat dilakukan
dengan memeras segenggam bahan dari bagian dalam
tumpukan.
 Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak keluar
air, maka tumpukan sampah harus ditambahkan air. sedangkan
jika sebelum diperas sudah keluar air, maka tumpukan terlalu
basah oleh karena itu perlu dilakukan pembalikan.
6. Pematangan
 Setelah pengomposan berjalan 30 – 40 hari, suhu tumpukan
akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan.
 Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau
kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14
hari.
7. Penyaringan
 Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel
kompos sesuai dengan kebutuhan serta untuk memisahkan

9
bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan yang lolos dari
proses pemilahan di awal proses.
 Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam
tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak
terkomposkan dibuang sebagai residu.
8. Pengemasan dan Penyimpanan
 Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung sesuai
dengan kebutuhan pemasaran.
 Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang
aman dan terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan
tercemari oleh bibit jamur dan benih gulma dan benih lain yang
tidak diinginkan yang mungkin terbawa oleh angin.
2.5 METODE PENELITIAN
a) Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian yang kami lakukan adalah eksperimen atau
percobaan. Penelitian ini mengidentikkan pada praktik untuk
memanfaatkan sampah dan melibatkan beberapa percobaan untuk
membuat pupuk.
b) Variabel Penelitian
Penelitian yang kami lakukan ini sifatnya terikat dan melibatkan
beberapa variabel penelitian sebagai berikut:
Variabel bebas
Jumlah sampah daun yang digunakan, jumlah kotoran hewan,
jumlah bekatul
Variabel terikat
Waktu pematangan pupuk kompos
Variabel kontrol
EM4, gula, air, suhu, kelembapan
c) Alat dan Bahan
1. Sampah daun yang sudah digiling
2. Kotoran hewan

10
3. Bekatul
4. EM4
5. Gula
6. Air
7. Timbangan
8. Karung beras ukuran 25 kg
9. Tali Rafia
d) Langkah Kerja
1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk pembuatan pupuk
kompos
2. Daun atau sampah pasar dipotong kecil-kecil (digiling),
ditimbang 10 kg.
3. Tuangkan satu tutup botol EM4 dan 1 sendok makan gulayang
sudah dilarutkan dalam air ke daun tadi
4. Campurkan sambil diaduk agar EM4 dan gula tercampur merata
di dalam daun
5. Tambahkan kotoran hewan dan bekatul. Sambil ditambah air
dengan jumlah yang relatif hingga berjumlah 5-10 tetes ketika
dicoba untuk diperas. Hal itu menandakan bahwa jumlah air telah
cukup.
6. Setelah tercampur semua letakkan pupik ke dalam karung beras
dengan tinggi sekitar setengah dari tinggi karung dan ikat dengan
tali rafia. Usahakan ikatan erat agar tidak ada udara yang masuk.
Note:
Percobaan 1
         Kotoran hewan 15 kg
         Bekatul 3 kg
Percobaan 2
         Kotoran hewan 10 kg
         Bekatul 2 kg
Percobaan 3

11
         Kotoran hewan 5 kg
         Bekatul 1 kg

e) Hasil Penelitian
Pupuk yang diberi daun dengan jumlah yang seimbang dengan
kotoran hewan menghasilkan tanaman yang pengomposannya lebih
cepat. Percobaan 2 dalam waktu 15 hari pupuk kompos sudah bisa
digunakan. Dengan tanda-tanda warna pupuk hitam, sudah tidak
berbau, dan bentuknya menyerupai tanah.

f) Analisis Hasil Penelitian


Dari penelitian yang sudah dilakukan ternyata percobaan ke dua
dengan jumlah daun yang seimbang dengan jumlah kotoran sapi
menunjukkan proses pengomposan yang lebih cepat. Adapun faktor-
faktor yang mempengaruhinya adalah:
1. Ukuran bahan
2. Rasio C/N
3. Kelembaban dan Aerasi
4. Temperature pengomposan
5. Derajat keasaman (pH) Pengomposan
6. Mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan

g) Pembahasan
- Faktor-faktor yang Dapat Mempengaruhi Proses
Pengomposan Sampah
Dalam pembuatan kompos ada beberapa faktor penting
yang mempengaruhi proses pengomposan sampah diantaranya:
a. Ukuran bahan
Proses pengomposan akan lebih baik dan cepat bila bahan
mentahnya memiliki ukuran yang lebih kecil. Karen aitu,
bahan yang ukurannya besar perlu dicacah atau digiling

12
terlebih dulu sehingga ukurannya menjadi lebih kecil.bahan
yang lebih kecil akan mudah didekomposisi karena luas
permukaannya meningkat dan mempermudah aktivitas
mikroorganisme perombak. Namun, ukurannya bahan
tersebut jangan terlalu kecil. Ukuran bahan mentah yang
terlalu kecil akan menyebabkan rongga udara berkurang
sehingga timbunan menjadi lebih mampat dan pasokan
oksigen kedalam timbunan akan semakin berkurang. Jika
pasokan oksigen berkurang mikroorganisme yang ada
didalamnya tidak bisa bekerja secara optimal.
b. Rasio C/N
Rasio C/N merupakan factor paling penting dalam proses
pengomposan. Hal ini disebabkan proses pengomposan
terantung dari kegiatan mikroorganisme yang membutuhkan
karbon sebagai sumber energi dan pembentuk sel, dan
nitrogen untuk membentuk sel. Besarnya nilai C/N
tergantung dari jenis sampah. Proses pengomposan yang baik
akan menghasilkan rsio C/N yang ideal sebesar 20 – 40,
tetapi rasio paling baik adalah 30.
Jika rasio C/n tinggi, aktivitas mikroorganisme akan
berkurang. Selain itu diperlukan beberapa siklus
mikroorganisme untuk menyelesaikan degradasi bahan
kompos sehingga waktu pengomposan akan lebih lama dan
kompos yang dihasilkan akan bermutu rendah.
Jika rasio C/N terlalu rendah (kurang dari 30) kelebihan
nitrogen (N) yang tidak dipakai oleh mikroorganisme tidak
dapat diasimilasi dan akan hilang memlaui volatisasi sebagai
ammonia atau terdenitrifikasi.
c. Kelembaban dan Aerasi
Mikroorganisme yang berperan dalam pengomposan
melakukan aktivitas metabolisme diluar sel tubuhnya.

13
Sementara itu reaksi biokimia yang terjadi dalam selaput
airtersebut membutuhkan oksigen dan air. Karena itu
dekomposisi bahan organic sangat tergantung dari
kelembaban lingkungan dan oksigen yang diperoleh dari
rongga udara yang terdapat diabtara partikel bahan yang
dikomposkan. Dekomposisi secara aerobic dapat terjadi pada
kelembaban 30 -100% dengan pengadukan yang cukup.
Secara umum, kelembaban yang baik untuk berlangsungnya
proses dekomposisi secara aerobic adalah 50 -60 % dengan
tingkat terbaik 50 %. Namun sebenarnya kelembaban yang
baik pada pengomposan tergantung dari jenis bahan organic
yang digunakan dalam campuran bahan kompos.
Kisaran kelembaban kompos yang baik harus dipertahankan
karena jika tumpukan bahan terlalu lembab, proses
pengomposan akan terjadi lebih lambat. kelebihan kandungan
air akan menutupi rongga udara dalam tumpukan bahan
kompos sehingga kadar oksigen yang ada didalam tumpukan
bahan kompos akan berkurang (kadar oksigen yang baik 10 –
80% namun jika tumpukan terlalu kering proses proses
pengoposan akan terganggu karena mikroorganisme
perombak sangat membutuhkan air sebagai tempat hidupnya.
Mikroorganisme yang berperan dalam pengomposan
memerlukan oksigen. Bahan organic yang ditimbun akan
mengalami dekomposisi dengan cepat jika berada dalam
keadaan aerob. Aerasi yang tidak seimbang akan
menyebabkan bau busuk dari gas yang banyak mengandung
belerang.
d. Temperature pengomposan
Proses pengomposan akan berjalan dengan baik jika bahan
berada dalam temperature yang sesuai untuk pertumbuhan
mikroorganisme perombak. Tempertur optimum yang

14
dibutuhkan mikroorganisme untuk merombak bahan adalah
35-55 derajat Celsius. Namun setiap kelompok
mikroorganisme memiliki temperature optimum
pengomposan merupakan integrasi dari berbagai jenis
microorganisme yang terlibat.
Pada pengomposan secara aerobic akan terjadi kenaikan
temperature yang cukup cepat selama 3 -5 hari pertama dan
temperature tersebut merupakan yang terbaik bagi
pertumbuhan microorganisme.pada kisaran temperature ini
mikroorganisme dapat tumbuh tiga kali lipat dibandingkan
dengan temperature yang kurang dari 55 derajat selsius.selain
itu pada temperature tersebut enzim yang dihasilkan juga
paling efektif mengurai bahan organic. Penurunan rasio C/N
juga dapat berjalan dengan sempurna.
Temperature yang tinggi berperan untuk membunuh
mikroorganisme pathogen (bibit penyakit) menetralisir bibit
Mycobacterium tuberculosis biasa nya akan rusak pada hari
ke 14 pada suhu 65 derajat Celsius. Virus volio akan mati
jika berada pada temperature 54 derajar selsius selama 30
menit. Salmonella akan menjadi tidak aktif jika berada pada
temperature 60 derajat Celsius pada waktu 60 menit. Ascaris
lumbricoides, cacing beracun yang ditemukan pada saluran
pencernaan babi akan terbunuh pada temperature 60 derajat
selsius dalam waktu 60 meit proetein microorganisme yang
mati ini akan digumpalkan. Karena itu keadaan tetemperatur
yang tinggi perlu dipertahankan minimum 15 hari berturut
turut. Untuk mempertahankan temperature pengomposan
perlu diperhatikan ketinggian tumpukan bahan mentah.
Ketinggian tumpukan yang baik adalah 1 – 1,2 dan tinggi
maximum adalah 1,5 – 1,8 m. tumpukan bahan yang terlalu
rendah akan membuat bahan lebih cepat kehilangan panas

15
sehingga temperature yang tinggi tidak akan tercapai. Selain
itu,microorganisme pathogen tidak akan mati dan proses
dekomposisi oleh mikroorganisme termofilik tidak akan
tercapai. Jika timbunan yang dibuat terlalu tinggi akan
menyebabkan pemadatan pada bahan dan temperature
pengomposan menjadi terlalu tinggi.
Pengomposan pada bahan yang memiliki rasio C/N tinggi
seperti jerami padi atau jerami gandum peningkatan
temperature tidak dapat melebihi 52 derajat Celsius. Keadaan
ini menunjukkan bahwa peningkatan temperature juga
tergantung dari tipe bahan yang digunakan.
e. Derajat keasaman (pH) Pengomposan
Kisaran pH kompos yang optimal adalah 6,0 – 8,0 derajat
keasaman bahan pada permulaan pengomposan umumnya
asam sampai dengan netral (pH 6,0 – 7,0) derajat keasaman
pada awal proses pengomposan akan mengalami penurunan
karena sejumlah mikroorganisme yang terlibat dalam
pengomposan mengubah bahan organic menjadi asam
organic. Pada proses selanjutnya, mikroorganisme, dari jenis
yang lain akan mengkonversi asam organic yang telah
terbentuk sehingga bahan memiliki derajat keasaman yang
tinggi dan mendekati netral.
Seperti factor lainnya derajat keasaman perlu dikontrol
selama proses pengomposan berlangsung. Jika derajat
keasaman terlalu tinggi atau terlalu basa konsumsi oksigen
akan semakin naik dan akan memberikan hasil yang buruk
bagilingkungan. Derajat keasaman yang terlalu tinggi juga
akan menyebabkan unsure nitrogen dalam bahan kompos
berubah menjadi ammonia (NH3) sebaliknya dalam keadaan
asam (derajat keasaman rendah) akan menyebabkan sebagian
mikroorganisme mati.

16
Derajat keasaman yang terlalu tinggi dapat diturunkan
dengan menambahkan kotoran hewan, urea, atau pupuk
nitrogen. Jika derajat keasaman terlalu rendah bisa
ditingkatkan menambahkan kapur dan abu dapur kedalam
bahan kompos.
f. Mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan
Mikroorganisme merupakan factor terpenting dalam proses
pengomposan karena mikroorganisme ini yang merombak
bahan organic menjadi kompos. Beberapa ratus spesies
mikroorganisme,terutama bakteri,jamur dan actinoycetes
berperan dalam proses dekomposisi bahan organic. Sebagian
besar dari mikroorganisme yang melakukan dekomposisi
berasal dari bahan organic yang digunakan dan sebagian lagi
berasal dari tanah.pengomposan akan berlangsung lama jika
jumlah mikroorganisme pada awalnya sedikit. Populasi
mikroorganisme selama berlangsungnya perombakan bahan
organic akan terus berubah. Mikroorganisme ini dapat
diperbanyak dengan menambahkan starter atau activator.
Pada proses pengomposan dikenal adanya inokulan (starter
atau activator) yaitu bahan yang terdiri dari enzim, asam
humat bahan dan mikroorganisme seperti kultur bakteri.
Berdasarkan kondisi habitatnya, terutama temperature,
mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan terdiri
dari 2 golongan, yaitu mesofilik dan termofilik.
Mikroorganisme mesofilik adalah mikroorganisme yang
hidup pada temperature rendah (10 – 45 derajat Celsius)
mikroorganismetermofilik adalah mikroorganisme yang
hidup pada temperature tinggi (45 – 65 derajat Celsius) pada
temperature tumpukan kompos kurang dari 45 proses
pengomposan dibantu oleh mesofilik sedangkan ketika

17
temperature tumpukan berada pada 65 organisme yang
berperan adalah termofilik.
Dilihat dari fungsinya mikroorganisme mesofilik berfungsi
untuk memperkecil ukuran partikel bahan organik sehingga
luas permukaan bahan bertambah dan mepercepat
pengomposan. Sementara itu, bakteri termofilik yang tumbuh
dalam waktu terbatas berfungsi untuk mengkonsumsi
karbohidrat dan protein sehingga bahan kompos dapat
terdegradasi dengan cepat.

2.6. Peranan Sampah Dapat Digunakan sebagai Pupuk Kompos


Pada         Lingkungan
Pemanfaatan sampah sebagai pupuk kompos  adalah upaya dalam
menjaga lingkungan dengan mengurangi jumlah sampah yang ada dan
otomatis ini berdampak pada lingkungan. Pembuatan kompos berperan
penting dalam mencegah berbagai kerusakan lingkungan yang
diakibatkan banyaknya jumlah sampah. Berikut beberapa peranan
pemanfaatan sampah sebagai pupuk kompos pada lingkungan :
1. Mengurangi polusi udara
2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
3. Mencegah pemanasan global.
4. Menanggulangi lahan kritis atau degradasi lahan
5. Meningkatkan kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman

6.

18
BAB III
PENUTUP

3.1. Simpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan kami menyimpulksn bahwa:
1. Pemanfaatan sampah sebagai pupuk kompos adalah salah satu
upaya dalam mengurangi jumlah sampah yang ada di lingkungan.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan sampah
adalah ukuran bahan, Rasio C/N, kelembaban dan Aerasi,
temperature pengomposan, derajat
3. Peranan sampah sebagai pupuk kompos pada lingkungan:
1. Mengurangi polusi udara
2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
3. Mencegah pemanasan global.
4. Menanggulangi lahan kritis atau degradasi lahan
5. Meningkatkan kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman
3.2. Saran   
Karya tulis yang dibuat tentu masih banyak kekurangan. Oleh karena itu
kami menyarankan untuk:
1. Melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lainnya yang
mempengaruhi laju pengomposan beserta cara mengoptimalkan
pembuatan pupuk kompos agar diperoleh hasil yang besar dalam
waktu yang cepat.
2. Melakukan penelitian mengenai pemanfaatan sampah tidak sebatas
sampah organik tetapi juga sampah anorganik seperti pendaur ulangan
sampah atau teknologi alternatif pembuatan bahan bakar (retrieve
energy).

19
DAFTAR PUSTAKA

http://galeriukm.web.id/peluang-usaha/peluang-usaha-pengolahan-sampah-
organik (13 Februari 2010)
http://id.wikipedia.org/wiki/Kompos
http://petroganik.blogspot.com/2008/06/faktor-yang-mempengaruhi-laju.html
http://www.suaramedia.com/ekonomi-bisnis/usaha-kecil-dan-menengah/21057-
lapangan-kerja-baru-olahan-ekonomis-sampah-organik.html (03 Juli 2011)

20

Anda mungkin juga menyukai