Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

SISTEM PERTANIAN ORGANIK

OLEH
NAMA : KURNIATUL AFIFAH
NIM : 2110212003
KELAS : SPO AGRO B

ASISTEN PRAKTIKUM
ADISTI KURNIA ILAHI
NUR KHOLISH MAJID
DOSEN PENJAB PRATIKUM
SILVIA PERMATA SARI, SP., MP.

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami. Sholawat serta salam tetap kami junjungkan kepada
Nabi agung Muhammad s.a.w. yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah sampai
ke zaman yang penuh ilmu ini. Laporan yang berisikan tentang Sistem Pertanian
Organik ini saya susun guna memenuhi tugas praktikum.
Saya menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi
kesempurnaan laporan ini. Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan laporan ini dari awal sampai akhir
baik yang secara langsung maupun tidak langsung. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala ikhtiar kita. Amin.

Padang, 6 Juni 2023

Kurniatul Afifah

i
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sampah merupakan salah satu permasalahan kompleks yang dihadapi oleh
negara-negara berkembang maupun negara-negara maju di dunia, termasuk Indonesia.
Permasalahan sampah bukan lagi sekedar masalah kebersihan dan lingkungan saja,
akan tetapi sudah menjadi masalah sosial yang berpotensi menimbulkan konflik
(Damanhuri, 2010).
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat, Indonesia
menghasilkan sampah sebanyak 21,88 juta ton pada 2021. Jumlah itu menurun 33,33%
dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebanyak 32,82 juta ton. Kondisi tersebut
berbeda dengan tahun 2020 yang jumlah sampahnya justru meningkat 12,63%.
Pengelolaan sampah saat ini berdasarkan UU No 18 Tahun 2008 dan PP No 81
Tahun 2012 di lakukan dengan dua fokus utama yakni pengurangan dan penanganan
sampah. Pengurangan sampah seperti yang di jelaskan di dalam UU maupun PP yang
telah disebutkan dilakukan mulai dari sumber sampah sampai pada pengelolaan akhir.
Pada dasarnya pengolahan sampah difokuskan pada TPS (Tempat pengolahan
sementara) dan TPA (Tempat Pengelolaan Akhir) yang sudah ditentukan oleh
pemerintah setempat, hal ini sebenarnya belum terlalu efektif dalam hal penanganan
sampah.
Salah satu upaya dalam mengurangi sampah adalah pembuatan pupuk kompos.
Kompos adalah bahan – bahan organik yang telah mengalami pelapukan karena adanya
interaksi antara mikroorganisme yang bekerja di dalamnya. Pengomposan ialah salah
satu dari berbagai metode pengolahan sampah organik dimana bertujuan untuk
mengurangi dan juga mengubah komposisi sampah menjadi produk yang bermanfaat.
Kompos memiliki kandungan unsur hara yang terbilang lengkap karena mengandung
unsur hara makro dan unsur hara mikro. Namun jumlahnya realtif kecil dan bervariasi
tergantung dari bahan baku, proses pembuatan, bahan tambahan, tingkat kematangan
dan cara penyimpanan. Namun kualitas kompos dapat ditingkatkan dengan

1
penambahan mikroorganisme yang bersifat menguntungkan (Simamora dan Salundik,
2016).
Faktor kepraktisan pembuatan pupuk kompos yang sangat disukai oleh
masyarakat karena kompos dapat dibuat dari bahan yang sangat mudah ditemukan di
lingkungan kita, bahkan kadang barang yang tidak terpakai, seperti sampah rumah
tangga, dedaunan jerami, alang-alang, rerumputan, sekam, batang jagung dan kotoran
hewan. Kompos merupakan pupuk organik yang ramah lingkungan yang bersifat slow
release sehingga ramah tidak berbahaya bagi tanaman walaupun jumlah digunakan
cukup banyak. Dan pembuatan kompos dari sampah rumah tangga yaitu membantu
mengurangi permasalahan pada masyarakat yang disebabkan oleh sampah.
Sampah organik rumah tangga merupakan zat-zat atau benda-benda dari hasil
kegiatan manusia dalam tingkat rumah tangga seperti daun kering, sisa makanan
(sayur-sayuran dan buah-buahan, dan daging). Dalam proses pembuatan kompos yang
dilakukan sisa sayuran, kulit buah, dan sampah dedaunan tersebut merupakan sumber
nitrogen. Selanjutnya akan diurai oleh dekomposer menjadi pupuk kompos. Limbah
organik yang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga jika diolah secara tepat dan benar
meskipun dengan cara yang sederhana dapat menghasilkan pupuk organik yang dapat
dimanfaatkan dalam bidang pertanian karena dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan
aktivitas biologi tanah (Eliyani et.al., 2018).
Limbah pertanian adalah bagian tanaman pertanian diatas tanah atau bagian
pucuk, batang yang tersisa setelah dipanen atau diambil hasil utamanya dan merupakan
pakan alternatif yang digunakan sebagai pakan ternak. Limbah ini dapat berupa jerami
padi, jerami jagung, jerami kedelai, jerami kacang tanah, kotoran ternak, sabut dan
tempurung kelapa, dedak padi, dan yang sejenisnya.
Pupuk organik cair adalah ekstrak dari hasil pembusukan bahan-bahan organik.
Bahan-bahan organik ini bisa berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan dan manusia
yang mengandung unsur haranya lebih satu unsur. Dengan mengekstrak sampah
organik tersebut dapat mengambil seluruh nutriens yang terkandung pada sampah
organik tersebut. Pupuk organik cair mengandung unsur kalium yang berperan dalam
setiap proses metabolisme tanaman, yaitu dalam sintesis asam amino dan protein dari

2
ion-ion ammonium serta berperan dalam memelihara tekanan turgor dengan baik
sehingga memungkinkan lancarnya proses-proses metabolisme dan menjamin
kesinambungan pemanjangan sel.
Pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya adalah
tumbuhan. Pestisida nabati relatif mudah dibuat dengan bahan dan teknologi yang
sederhana. Bahan bakunya yang alami/nabati membuat pestisida ini mudah terurai
(biodegradable) di alam sehingga tidak menyebabkan lingkungan rusak. Pestisida ini
juga relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residunya mudah hilang.
Pestisida nabati memiliki beberapa keunggulan seperti mudah terurai oleh sinar
matahari dan tidak menyebabkan gangguan lingkungan, sedangkan untuk kerugian
bagi penggunaan pestisida nabati ini, yaitu cara aplikasinya harus berulang kali karena
mudah terurai oleh sinar matahari, harganya tidak terjangkau oleh petani karena
pembuatan pestisida ini menggunakan bahan dari alam yang memiliki stok yang tidak
mencukupi bagi pembuatan pestisida nabati secara masal.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui pengertian serta cara pembuatan kompos limbah
2. Mengetahui pengertian serta cara pembuatan pupuk organik cair (POC)
3. Mengetahui perngertian serta cara pembuatan pestisida nabati.
4. Mengetahui bagaimana cara dalam pengaplikasian pupuk kompos pada tanaman.

3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kompos Limbah Pasar


Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-
bahan organic yang dapat dipercepat secara artifikal oleh populasi berbagai macam
mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobic modifikasi dari
(J.H Crawford, 2013).
Berdasarkan Pasal 1 angka (20) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Limbah adalah sisa suatu
usaha dan/atau kegiatan. Sedangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 81
Tahun 2012 bahwa sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan
sehari-hari dalam rumah tangga yang tidak termasuk tinjak dansampah spesifik.
Limbah rumah tangga yang berasal dari tanaman mengandung lebih banyak
bahan organik yang mudah busuk, lembab, dan mengandung sedikit cairan. Limbah
seperti ini mengandung banyak bahan organik,limbah ini dapat terdekomposisi secara
cepat terutama ketika cuaca hangat akan tetapi limbah ini mengeluarkan bau busuk.
Penanganan sampah yang selama ini dilakukan belum sampai tahap proses daur ulang
atau menggunakan sampah tersebut menjadi produk yang bermanfaat (Djuarnani, et
al., 2015).
Limbah organik yang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga jika diolah secara
tepat dan benar meskipun dengan cara yang sederhana dapat menghasilkan pupuk
organik yang dapat dimanfaatkan dalam bidang pertanian karena dapat memperbaiki
sifat fisik, kimia, dan aktivitas biologi tanah (Eliyani et.al., 2018). Limbah organik
rumah tangga dapat dijadikan kompos yang memenuhi standar yang telah ditetapkan
oleh SNI. Kompos organik yang telah jadi dapat menyuburkan tanaman walaupun
tanaman ditanam pada tanah gambut yang memiliki sifat miskin hara (kurang subur)
(Rahmawanti, 2014). Hasil penelitian Wazir et.al. (2018) juga menyatakan bahwa
pupuk organik limbah rumah tangga (kulit telur, kulit pisang dan ampas teh)

4
memberikan respon pertumbuhan dan hasil yang lebih baik pada tanaman kentang dan
kacang.
Kegiatan pengomposan dengan menggunakan bahan dari sampah non organik
atau sampah rumah tangga memiliki manfaat untuk mengurangi sampah rumah tangga
dengan cara pendauran ulang sampah dan pemanfaatan sampah salah satu caranya
dengan cara pengomposan ini,. Metode pengurangan sampah rumah tangga dengan
metode ini merupakan metode yang sangat ramah lingkungan. Adapun manfaatnya
yaitu sampah dapat berkurang dan tanaman dapat tumbuh dengan subur karena adanya
pupuk organik dalam pembudidayaannya serta dapat mengurangi biaya membeli pupuk
dalam budidaya tanaman. Sampah yang dapat dijadikan kompos ini memiliki karakter
sampah organik tinggi kadar airnya (59,88%). C/N rasio sebesar 37,1 dan rentang
ukuran sekitar 2,5-7,5 cm merupakan karakter atau nilai yang cocok untuk proses
komposting ini (Sahwan, F, L, S.wahyono, dkk, 2011).
Adapun pengolahan limbah rumah tangga yang baik disesuaikan dengan jenis
limbah rumah tangga yang dihasilkan. Sampah organik seperti limbah rumah tangga
ini umumnya bersifat biodegradable, yaitu dapat terurai menjadi senyawa-senyawa
yang lebih sederhana oleh aktivitas mikroorganisme tanah. Penguraian dari sampah
organik ini akan menghasilkan materi yang kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan
oleh tumbuhan, sehingga sangat baik digunakan sebagai pupuk organik. Dampak
pencemaran oleh sampah tersebut antara lain pencemaran air yang disebabkan oleh air
sampah (leachate), pencemaran udara yang disebabkan oleh udara berbau busuk,
pencemaran oleh adanya sampah yang bisa memberikan efek samping menjalarnya
wabah penyakit.
Sayuran yang sering digunakan dalam pembuatan kompos adalah kubis. Kubis
(Brassica leracea L) merupakan sayuran daun yang cukup popular di Indonesia. Di
beberapa daerah orang lebih sering menyebutnya sebagai kol. Dalam nama ilmiah
kubis diberi nama Brassica oleraceae L. Kubis memiliki ciri khas membentuk krop.
Kubis mengandung air >90% sehingga mudah mengalami pembusukan (Saenab,
2010). Kubis mempunyai kandungan air yang tinggi, karhohidrat, protein, dan lemak
(Latifah., 2011).

5
2.2 Pupuk Organik Cair (POC)
Pupuk adalah suatu bahan atau material yang digunakan untuk mengubah sifat
fisik, Kimia dan Biologi tanah, sehingga menjadi lebih baik bagi pertumbuhan
tanaman. Selama ini pemakaian pupuk kimia lebih diminati oleh para petani sebab
waktu yang digunakan relatif singkat dan hasilnya cukup menjanjikan. Namun terlepas
dari semua dampak positifnya, penggunaan pupuk kimia dapat menimbulkan dampak
negatif bagi lingkungan, contohnya keracunan dan rusaknya ekologi setempat, selain
itu harga beli pupuk kimia dari tahun ke tahun semakin mahal (Yusliany, 2010).
Salah satu cara yang aman adalah dengan beralih menggunakan pupuk organik.
Pupuk organik yaitu pupuk yang tersusun dari bahan organik yang pada umumnya
mengandung nitrogen dan unsur lain yang berasal dari tumbuhan dan hewan yang
ditambahkan ke dalam tanah secara spesifik sebagai sumber hara (Sutanto, 2011).
Pupuk organik terbagi menjadi dua yakni pupuk organik padat dan pupuk
organik cair, pupuk organik cair lebih diminati karena didalamnya terdapat kandungan
nitrogen yang larut di dalam air, sehingga mempermudah tanaman dalam menyerap
unsur-unsur hara. Pupuk organik cair dapat dihasilkan dari proses fermentasi atau
peragian bahan organik dengan teknologi EM4 (effective microorganisms 4). EM4
sendiri mengandung bakteri Azotobacter sp., Lactobacillus sp., ragi, bakteri
fotosintetik (Raksun, 2017).
Pupuk organik cair adalah larutan dari hasil pembusukkan bahan-bahan organik
yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan, dan manusia yang kandungan unsur
haranya lebih dari satu unsur. Kelebihan dari pupuk organik cair ini adalah dapat secara
cepat mengatasi defesiensi hara, tidak bermasalah dalam pencucian hara, dan mampu
menyediakan hara secara cepat. Dibandingkan dengan pupuk cair dari bahan
anorganik, pupuk organik cair umumnya tidak merusak tanah dan tanaman walaupun
digunakan sesering mungkin. Diantara jenis pupuk organik cair adalah pupuk kandang
cair, sisa padatan dan cairan pembuatan biogas, serta pupuk cair dari sampah/limbah
organik (Hadisuwito, 2017).
Pada dasarnya, limbah cair dari bahan organik bisa dimanfaatkan menjadi
pupuk sama seperti limbah padat organik banyak mengandung unsur hara (N,P,K) dan

6
bahan organik lainnya. Limbah cair organik merujuk pada limbah cair yang berasal
dari sumber organik, seperti limbah rumah tangga, industri pangan, pertanian, dan
industri pengolahan limbah. Limbah cair organik mengandung bahan-bahan organik
seperti karbohidrat, lemak, protein, dan asam amino.
Penggunaan pupuk dari limbah ini dapat membantu memperbaiki struktur dan
kualitas tanah. sampah organik tidak hanya bisa dibuat menjadi kompos atau pupuk
padat tetapi bisa juga dibuat sebagai pupuk cair, alat yang dibutuhkan untuk membuat
pupuk cair adalah komposter. Ukuran komposter dapat disesuaikan dengan skala
limbah untuk skala limbah keluarga kecil dapat menggunakan komposter berukuran
20-60 liter. Sementara itu, untuk skala besar seperti limbah rumah makan bisa
menggunakan komposter yang berukuran 60 liter lebih. Komposter berfungsi dalam
mengalirkan udara (aerasi), memelihara kelembaban, serta temperature sehingga
bakteri dan jasad renik dapat mengurai bahan organik secara optimal. Di samping itu,
komposter memungkinkan aliran lindi terpisah dari material padat dan membentuknya
menjadi pupuk cair (Hadisuwito, 2017).
Pupuk organik cair mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat
mendorong dan meningkatkan pembentukan klorofil daun sehingga meningkatkan
kemampuan fotosintesis tanaman dan penyerapan nitrogen dari udara, dapat
meningkatkan vigor tanaman sehingga tanaman menjadi kokoh dan kuat,
meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan, merangsang pertumbuhan
cabang produksi, meningkatkan pembentukan bunga dan bakal buah, mengurangi
gugurnya daun, bunga, dan bakal buah (Huda, 2013).
Keunggulan penggunaan EM4 adalah pupuk organik cair dapat dihasilkan
dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan dengan konvensional (Teruo, 2010).
Penggunaan Effective Microorganism 4 (EM 4) sebagai aktivator dalam pembuatan
pupuk organik cair dimaksudkan agar proses pembuatan pupuk berlangsung lebih cepat
serta hasil dari pemupukan ini mempunyai kelebihan dibandingkan dengan jenis pupuk
lain, karena pupuk ini dapat meningkatkan kesuburan tanah. Sedangkan penggunaan
gula merah cair dimaksudkan sebagai sumber makanan tambahan bagi mikroorganisme
(Suswardhany, 2012).

7
2.3 Pestisida Nabati
Permasalahan petani saat ini masih seputar biaya produksi yang tinggi terutama
untuk pestisida kimia. Harga pestisida yang mahal mengakibatkan petani tidak efektif
dalam pemberian dosis dan juga menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Untuk
mengurangi biaya produksi yang dikeluarkan untuk pestisida, perlu adanya alternatif
lain dan menghasilkan usahatani yang lebih ramah lingkungan. Salah satu alternatif
yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan pestisida nabati.
Nirwana (2012) menyatakan bahwa pestisida nabati adalah pestisida yang
bahan dasarnya didapat dari tanaman yang bergetah. Pestisida nabati termasuk dalam
pestisida yang ramah lingkungan dikarenakan memberikan dampak pada tanaman
dalam jangka waktu tertentu serta mudah untuk terdegradasi, residu cepat hilang, tidak
mencemari lingkungan dan aman terhadap makhluk hidup. Penggunaan pestisida
nabati membantu mengurangi ketergantungan terhadap pestisida kimia sintetis pada
tanaman dan berkontribusi pada pertanian yang lebih berkelanjutan dan ramah
lingkungan. (Setiadi, 2012).
Pestisida nabati pada dasarnya memanfaatkan senyawa sekunder tumbuhan
sebagai bahan aktifnya. Senyawa ini berfungsi sebagai penolak, penarik, dan
pembunuh hama serta sebagai penghambat nafsu makan hama. Penggunaan bahan-
bahan tanaman yang telah diketahui memiliki sifat tersebut di atas khususnya sebagai
bahan aktif pestisida nabati diharapkan mampu mensubstitusi penggunaan pestisida
sintetis sehingga residu bahan kimia sintetis pada berbagai produk pertanian yang
diketahui membawa berbagai efek negatif bagi alam dan kehidupan di sekitarnya dapat
ditekan serendah mungkin (Wiratno, 2011).
Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain yang digunakan untuk
mengendalikan berbagai hama. Bagi petani jenis hama yaitu tungau, tumbuhan
pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria, dan
virus, nematoda (cacing yang merusak akar), siput, tikus, burung dan hewan lain yang
dianggap merugikan (Djojosumarto,2018). Dahulunya, manusia menggunakan
pestisida nabati dalam pembasmian hama, namun sejak ditemukannya diklorodifenil
trikloroetan (DDT) tahun 1939, penggunaan pestisida nabati sedikit demi sedikit

8
ditinggalkan sehingga manusia beralih ke pestisida kimia. Penggunaan pestisida kimia
yang tidak rasional menimbulkan dampak buruk dari segilingkungan maupun dari segi
kesehatan manusia.
Pestisida nabati, juga dikenal sebagai pestisida organik, merujuk pada bahan-
bahan yang berasal dari sumber tumbuhan dan digunakan untuk mengendalikan hama,
penyakit, atau gulma pada tanaman. Pestisida nabati ini sering kali dianggap sebagai
alternatif yang lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan pestisida sintetis yang
lebih kuat. Pestisida nabati bisa dibuat dengan sederhana yang dikerjakan oleh
kelompok tani atau petani perorangan. Nabati yang dibuat berupa larutan, hasil
perasan, rendaman, ekstrak dan rebusan dari bagian tanaman, daun, batang, akar dari
jenis tanaman yang bisa dimanfaatkan dengan cara sederhana. Pestisida nabati
memiliki sifat biodegradable, artinya dapat terurai secara alami dalam lingkungan.
Pemanfaatan limbah pertanian sebagai pestisida merupakan salah satu hal yang
mendukung pertanian yang berkelanjutan. Salah satu limbah yang dapat dimanfaatkan
adalah limbah kulit jengkol karena mengandung senyawa yang dapat digunakan
sebagai pestisida tanaman.
Jengkol merupakan salah satu tanaman yang digunakan sebagai bahan
makanan. Konsumsi jengkol akan menghasilkan limbah berupa kulit yang sering
dibuang dan menjadi sampah yang tidak memiliki nilai ekonomis. Padahal kulit
jengkol mengandung senyawa kimia berupa minyak atsiri, saponin, alkaloid, terpenoid,
steroid, tannin, glikosida, protein dan karbohidrat (Pitojo, 1995). Tanin berperan
sebagai pertahanan tumbuhan dengan cara menghalangi serangga dalam dalam
mencerna makanan. Selain itu, kulit jengkol juga mengandung unsur hara berupa
1,82% N, 0,03% P, 2,10% K, 0,27 % Ca dan 0,25% Mg (Delsi, 2010).
Karena kandungan senyawa yang dimilikinya, kulit jengkol dapat diolah
menjadi pestisida nabati. Pestisida nabati memiliki banyak kelebihan yaitu non toksik,
mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan, mudah diperoleh di alam,
pembuatannya mudah dan menguntungkan bagi petani kecil (Gerrits dan Van Latum,
2018).

9
2.4 Aplikasi Pupuk Kompos Pada Tanaman
Pemupukan merupakan hal atau cara memberikan zat yang bertujuan untuk
memelihara atau memperbaiki kesuburan tanah. Berdasarkan bahan bakunya, pupuk
digolongkan menjadi dua, yaitu pupuk organik dan anorganik. Pupuk organik disebut
pupuk alam karena seluruh atau sebagian besar pupuk ini berasal dari alam. Kotoran
hewan, sisa (serasah) tanaman, limbah rumah tangga, dan batu-batuan merupakan
bahan dasar pupuk organik.
Kelebihan pupuk organik dibandingkan pupuk buatan (pupuk kimia) yaitu
mampu memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah serta dapat mengurangi
penggunaan bahan kimia pada produk pertanian (Sutedjo, 2018). Pupuk anorganik
adalah pupuk non-alami yang diproduksi oleh industri sehingga dikenal juga dengan
nama pupuk kimia atau pupuk buatan (Murbandono, 2013). Menurut Suwahyono
(2011), pupuk anorganik tidak mampu memperbaiki kualitas tanah, berbeda dengan
pupuk organik yang bisa berfungsi sebagai penyubur dan pembenah tanah.
Tindakan pengembalian/penambahan zat-zat hara ke dalam tanah ini disebut
pemupukan. Jenis pupuk yang digunakan harus sesuai kebutuhan, sehingga diperlukan
metode diagnosis yang benar agar unsur hara yang ditambahkan hanya yang
dibutuhkan oleh tanaman dan yang kurang didalam tanah (Sugiyanta, 2011). Pupuk
Organik, yaitu pupuk yang berasal dari sisa tanaman, hewan atau manusia seperti
pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos (humus) berbentukcair maupun padatan yang
antara lain dapat memperbaiki sifat fisik dan strukturtanah, dapat meningkatkan daya
menahan air, kimia tanah, biologi tanahdengan kriteria yaitu untuk pupuk padatan
mengandung bahan organik minimal 25%, untuk pupuk cair mengandung senyawa
organik minimal 10% dan Pupuk padat mempunyai rasio C:N maksimal 15
(Firmansyah.2010).
Djojosuwito (2020), menyatakan teknologi pertanian modern cenderung
semakin kurang memanfaatkan keanekaragaman hayati sebagai sumber bahan organik.
Kecenderungan pemakaian pupuk anorganik dinilai dapat mengakibatkan penurunan
kualitas lahan dan kerusakan lingkungan hidup serta meningkatkan pencemaran. Oleh

10
sebab itu, penggunaan bahan-bahan organik diperlukan untuk menciptakan pertanian
berwawasan lingkungan (sistem pertanian organik).
Menurut Yuniwati dkk. (2012) manfaat kompos yaitu menyediakan unsur hara
mikro bagi tanaman, menggemburkan tanah, memperbaiki struktur dan tekstur tanah,
meningkatkan porositas, aerasi, dan komposisi mikroorganisme tanah, meningkatkan
daya ikat tanah terhadap air, memudahkan pertumbuhan akar tanaman, menyimpan air
tanah lebih lama, meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk kimia, dan bersifat multi
lahan karena dapat digunakan di lahan pertanian, perkebunan, reklamasi lahan kritis
maupun pada golf. Kompos yang baik adalah kompos yang mengalami pelapukan
dengan ciri-ciri warna yang berbeda dengan warna bahan pembentuknya, tidak berbau,
kadar air rendah, dan mempunyai suhu ruang. Proses dekomposisi pupuk organik yang
berlangsung lambat maka pupuk kompos yang diaplikasikan pada pertanaman pertama
masih dapat dimanfaatkan untuk tanaman berikutnya (Yuniwati dkk., 2012).
Kangkung (Ipomea reptans) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang
sangat digemari oleh masyarakat Indonesia karena rasanya yang gurih.Tanaman ini
termasuk kelompok tanaman semusim dan berumur pendek dan tidak memerlukan
areal yang luas untuk membudidayakannya sehingga memungkinkan dibudidayakan di
kota yang pada umumnya lahannya terbatas. Tanaman ini berasal dari India namun
kemudian menyebar ke berbagai negara di Asia dan Afrika (Adyan, dkk., 2013: 1) .
Selain rasanya yang gurih, gizi yang terdapat pada sayuran kangkung cukup
tinggi, seperti vitamin A, B dan C serta berbagai mineral terutama zat besi yang
berguna bagi pertumbuhan badan dan kesehatan. Kangkung (Ipomoea sp) dapat
ditanam di dataran rendah dan dataran tinggi. Kangkung merupakan jenis tanaman
sayuran daun, termasuk ke dalam family Convolvulaceae. Daun kangkung panjang,
berwarna hijau keputih-putihan merupakan sumber vitamin provitamin A. Berdasarkan
tempat tumbuh, kangkung dibedakan menjadi dua macam yaitu: 1) Kangkung darat,
hidup di tempat yang kering atau tegalan, dan 2) Kangkung air, hidup ditempat yang
berair dan basah. Tanaman kangkung membutuhkan lahan yang terbuka atau mendapat
sinar matahari yang cukup, ditempat yang terlindung (ternaungi) tanaman kangkung
akan tumbuh memanjang (tinggi). (Eneng, 2002: 5).

11
BAB III METODE PELAKSANAAN

3.1 Pembuatan kompos limbah rumah tangga


Praktikum Sistem Pertanian Organik dilaksanakan pada setiap hari sabtu
tanggal 04 Maret sampai 3 Juni 2023. Praktikum ini bertempat di Lahan Atas Kampus
Unand, Limau Manis, Kec. Pauh, Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat.

3.2 Alat dan bahan


1. Pembuatan Kompos Limbah Rumah Tangga dan Limbah Pertanian
Parang, plastik, ember penampung kompos, wadah penampung larutan
pengurai, gelas ukur, sampah organik ( sayuran, dedaunan kering dan buah )
masing – masing 5 kg, EM4, air, gula merah, tanah hitam.
2. Pembuatan Pestisida Nabati
Ember sedang, saringan, daun kelor, detergen cair (sunlight ) 10 ml, air 5 liter
dan 10 liter, cobek, gunting.
3. Pengaplikasian Kompos Pada Tanaman
Benih tanaman sawi, stek tanaman pouring, kompos limbah rumah tangga dan
pertanian (50 gram di setiap polybag ), POC dan pestisida.

3.3 Prosedur pelaksanaan


3.3.1 Pembuatan Kompos Limbah Pasar
1. Sampah organik berupa sayuran sampah-sampah rumah tangga dipotong menjadi
bagian yang lebih kecil untuk mempermudah penguraian.
2. Disiapkan larutan pengurai dengan mencampur EM4 + gula pasir + air bersih
dengan perbandingan 1:1:50. Larutan diaduk hingga larut dan
3. Dimasukkan pupuk kandang pada plastik hingga bagian alas tertutupi semua.
4. Kemudian dimasukkan sampah organik ke dalam plastik secukupnya.
5. Selanjutnya disiram menggunakan larutan pengurai yang sudah dibuat tadi secara
merata.
6. Ulangi tahapan 3–5 hingga sampah organik habis atau sampai plastik hampir
penuh.

12
7. Kemudian, letakkan plastik yang sudah terisi tadi ditempati yang teduh dan
ditutup. Untuk tiap minggunya, kompos diperiksa dan diaduk untuk mempercepat
proses pengomposan.

3.3.2 Pembuatan Pupuk Organik Cair (POC)


1. Sampah organik berupa buah – buahan dipotong menjadi bagian yang lebih halus
untuk mempermudah penguraian.
2. Disiapkan larutan pengurai dengan mencampur EM 4 + gula pasir + air bersih
dengan perbandingan 1:1:50. Larutan diaduk hingga larut
3. Dimasukkan sampah organik ke dalam ember secukupnya.
4. Selanjutnya disiram menggunakan larutan pengurai yang sudah dibuat tadi secara
merata.
5. Kemudian, letakkan ember yang sudah terisi tadi ditempati yang teduh dan ditutup
dan dilubangi dengan paku bagian tutup pada ember.
6. Untuk tiap minggunya, poc diperiksa dan diaduk untuk mempercepat proses
pengomposan.

3.3.3 Pembuatan Pestisida Nabati


1. Daun kelor dibersihkan dari kotoran dan ditumbuk diatas hingga halus
2. Hasil tumbukan dimasukkan kedalam ember yang berisi 10 liter air yang telah
dicampur dengan 10 ml deterjen
3. Kemudian diaduk hingga homogen dan diamkan selama 24 jam
4. Setelah 24 jam larutan dari daun sirsak tersebut di saring
5. Kemudian diaplikasikan kepada tanaman sawi dengan konsentrasi 1 liter pestisida
dicampur dengan air 10 liter

3.3.4 Aplikasi Pupuk Kompos


1. Kompos yang telah jadi, dikeringkan dan diaplikasikan pada tanaman kangkung
sebanyak 50 gram / polibag kangkung
2. Pemberian pupuk kompos diusahakan menyebar luas ke sekitar tanaman dan tidak
ada menumpuk agar mudah diserap oleh seluruh akar tanaman.

13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tabel 1: Hasil Rata-Rata Pengamatan Pertumbuhan Kangkung

Pengamatan Tinggi Tanaman Lebar Daun Jumlah Daun Panjang Daun


(cm) (cm) (cm) (cm)
Minggu 1 15 1.5 6.6 8.3

Minggu 2 20 2.2 8.6 10.9

Minggu 3 42.3 4.1 29.3 15

Gambar 1: Hasil Pembuatan Kompos

Gambar 2: Hasil Pembuatan POC Gambar 3: Hasil Pestisida Nabati

14
4.2 Pembahasan
4.2.1 Kompos Limbah Pasar
Berdasarkan praktikum yang dilakukan didapatkan hasil kompos memiliki bau
seperti tanah, dikarenakan materi yang dikandung sudah memiliki unsur hara tanah
serta warna coklat kehitaman yang terbentuk akibat dari pengaruh bahan organic
kompos yang telah stabil. Tekstur kompos yang halus menandakan akibat dari
penguraian mikroorganisme yang hidup selama pengomposan. Kualitas fisik kompos
yang dihasilkan memberikan gambaran kemampuan masing-masing agen dekomposer
dalam mendekomposisi materi organik pada sampah (Sulistyawati et al. 2008).
Berdasarkan tiga parameter fisik tersebut, kompos telah menunjukan kualitas
fisik yang baik. Menurut Ismayana et al. (2012) tekstur kompos yang baik apabila
bentuk akhirnya sudah tidak menyerupai bentuk bahan, karena sudah hancur akibat
penguraian alami oleh mikroorganisme yang hidup didalam kompos.

4.2.2 Pupuk Organik Cair (POC)


Memanfaatan limbah kulit buah-buahan sebagai bahan baku pembuatan
pupuk organik cair. Pratikum menggunakan 2 campuran bahan baku kompos yaitu
limbah kulit buah jeruk, salak dan naga, limbah kulit buah nanas dan jeruk dengan
waktu pengambilan air lindi pada minggu ke-2, ke-4, dan ke-6 setelah proses
komposting. Juga melakukan pengolahan sampah organik buah-buahan menjadi
pupuk dengan menggunakan tambahan bioaktivator efektif mikoorganisme (EM4).
Dari pratikum yang telah dilakukan bisa dilihat pada tanaman sawi tumbuh
besar pada semua bagian seperti batang, daun. Hal ini membuktikan bahwa
pengaplikasian poc berhasil mencukupi kebutuhan hara tanaman.
Proses fermentasi dapat dipercepat dengan penambahan bioaktivator yang
merupakan sumber mikroorganisme. Aktivitas mikroorganisme dipengaruhi oleh
Konsentrasi gula, karena sukrosa yang terkandung dalam larutan gula merupakan
substrat yang mudah dicerna dan dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroorganisme.
Pembuatan pupuk organik cair dengan proses fermentasi keberhasilannya ditandai
dengan adanya lapisan putih pada permukaan, bau yang khas, dan warna berubah dari

15
hijau menjadi coklat dan pupuk yang dihasilkan berwarna kuning kecoklatan. Lapisan
putih pada permukaan pupuk merupakan actinomycetes, yaitu jenis jamur tumbuh
setelah terbentukya pupuk.

4.2.3 Pestisida Nabati


Pestisida merupakan campuran dari berbagai senyawa-senyawa kimia yang
mampu membasmi berbagai organisme pengganggu tanaman. Ada beberapa jenis
pestisida, yaitu insektisida untuk mengendalikan hama (serangga pengganggu),
herbisida (untuk mengendalikan gulma), nematisida (untuk mengendalikan,nematoda),
dan bakterisida untuk mengandalikan batkeri penyebab penyakit.
Pestisida nabati ini tidak menimbulkan efek racun sebagaimana jika
menggunakan pestisida sintetik yang dibuat dari bahan-bahan kimia. Hal inilah yang
menjadi salah satu keunggulan dari penggunaan pestisida nabati. Beberapa keunggulan
yang lain yaitu biaya pembuatan pestisida nabati ini sangat terjangkau, sehingga bisa
diterapkan oleh berbagai kelas petani, dari petani yang berekonomi rendah sampai yang
berekonomi tinggi dan tidak meninggalkan residu yang berbahaya, yang bisa
mencemar lingkungan terutama air tanah yang nantinya akan dikonsumsi manusia yang
akibatnya bisa keracunan. Oleh karena sifatnya yang ramah lingkungan dan bernilai
ekonomi, penggunaan pestisida nabati ini merupakan inovasi yang cukup baik.
Pestisida nabati yang saat ini sering digunakan adalah untuk pengendalian
hama, jadi dalam hal ini digunakan sebagai insektisida. Beberapa tumbuhan yang bisa
digunakan sebagai pestisida nabati adalah daun mimba, daun pacar cina, daun sirsat,
dan daun mindi. Beberapa jenis daun dari tumbuh-tumbuhan tersebut mengandung
senyawa-senyawa yang merupakan bahan aktif dalam insektisida, sehingga bisa
digunakan secara langsung sebagai insektisida nabati. Pestisida nabati diaplikasikan
dalam bentuk ekstrak dari tumbuh-tumbuhan tersebut, berupa larutan cair hasil dari
pengekstrakan daun-daun dari beberapa jenis tumbuhan yang telah disebutkan
sebelumnya. Untuk pengaplikasiaannya bisa langsung disemprotkan pada bagian
tanaman yang terserang.

16
4.2.4 Aplikasi Pupuk Kompos Pada Tanaman
Berdasarkan praktikum pada tabel 1 bahwa rata-rata pada tanaman kangkung yang
diberi kompos, untuk tinggi tanaman pada minggu pertama yaitu 15 cm, minggu kedua
yaitu 20 cm dan pada minggu ketiga yaitu 42.3. Untuk lebar daun pada minggu pertama
yaitu 1.5 cm, pada minggu kedua yaitu 2.2 cm dan pada minggu ketiga yaitu 4.1 cm.
Untuk jumlah daun pada minggu pertama yaitu 6.6 cm, pada minggu kedua yaitu 8.6 cm
dan pada minggu ketiga yaitu 29.3 cm. Untuk panjang daun pada minggu pertama yaitu
8.3 cm, minggu kedua yaitu 10.9 cm dan pada minggu ketiga yaitu 15 cm.
Pada pemberian pupuk kompos dengan dosis 50 gram/polibag sangat
mempengaruhi pertumbuhan batang dan daun sawi yang dimana lebar daunnya sangat
melebar setelah pemberian kompos tersebut, perkembangannya dapat dilihat pada tabel
pengamatan pertumbuhan tanaman. Dari tabel, dapat dilihat bahwa pertumbuhan sawi
dari minggu pertama- minggu kedua sangat jauh meningkat. Hal tersebut dipengaruhi
oleh pemberian pupuk kompos yang sudah matang /jadi serta POC yang diberikan telah
memenuhi syarat untuk diaplikasikan.
Pupuk kompos meningkatkan kesuburan tanah dengan menambahkan bahan
organik yang diperlukan oleh mikroorganisme tanah. Bahan organik dalam pupuk
kompos akan memperbaiki struktur tanah, meningkatkan ketersediaan nutrisi, dan
mengoptimalkan pertukaran gas dan air dalam tanah. Semua faktor ini berkontribusi pada
pertumbuhan yang sehat dan berlimpah pada tanaman.
Pupuk kompos mengandung mikroorganisme yang bermanfaat bagi tanah.
Aktivitas mikroba yang lebih tinggi dalam tanah dapat membantu meningkatkan
ketersediaan nutrisi, meningkatkan proses dekomposisi bahan organik, dan meningkatkan
pertumbuhan tanaman. Hal ini dapat berdampak positif pada tinggi dan jumlah daun.
Pupuk kompos yang baik juga dapat membantu melindungi tanaman dari
penyakit. Mikroorganisme yang terkandung dalam pupuk kompos dapat membantu
membangun populasi mikroba yang bermanfaat dalam tanah, yang pada gilirannya dapat
melawan patogen penyakit tanaman. Tanaman yang sehat dan bebas dari penyakit
cenderung memiliki tinggi dan jumlah daun yang lebih baik.

17
BAB V PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kompos merupakan pupuk organik yang berasal dari sisa tanaman dan kotoran
hewan yang telah mengalami proses dekomposisi atau pelapukan. Selama ini sisa
tanaman dan kotoran hewan tersebut belum sepenuhnya dimanfaatkan sebagai
pengganti pupuk buatan. Kompos merupakan salah satu komponen untuk
meningkatkan kesuburan tanah dengan memperbaiki kerusakan fisik tanah akibat
pemakaian pupuk anorganik (kimia) pada tanah secara berlebihan yang berakibat
rusaknya struktur tanah dalam Kompos yang baik adalah yang sudah cukup mengalami
pelapukan dan dicirikan oleh warna yang sudah berbeda dengan warna bahan
pembentuknya, tidak berbau, kadar air rendah dan sesuai suhu ruang.
Dari hasil dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwasanya penggunaan
pestisida nabati dapat menanggulangi serangan hama jika dilaksanakan prosesnya
secara teratur tan tepat dosis serta tepat waku pengaplikasian. Hasil yang maksimal
akan diperoleh jika dilakukan sesuai dengan aturan pengaplikasian dan pembuatannya.
Penggaplikasian pupuk kompos pada tanaman sawi sangat berpengaruh pada
pertumbuhan tanaman sawi. Pupuk yang sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman
sawi disebabkan oleh kandungan hara yang ada di dalamnya dan dapat memenuhi
kebutuhan dari tanaman sawi dengan baik. Penggunaan pupuk organik merupakan
salah satu solusi mengatasi kelangkaan pupuk kimia di pasaran.

4.2 Saran
Untuk percobaan praktikum selanjutnya diharapkan keseriusan dalam
menjalankan praktikum supaya hasil yang diharapkan dapat sesuai dengan yang
diharapkan. Keseriusan dapat dilihat dari seberapa berkualitas bahan bahan yang di
persiapkan. Ikuti segala intruksi yang diberikan baik oleh dosen atau asisten, dan
lakukan percobaan sesuai dengan runtutan atau tatacara yang telah dijelaskan oleh
pemateri. Tanyakan segala hal yang dirasa ragu pada pemateri supaya dari percobaan
kita dapat memperoleh ilmu pengetahuan seluas luasnya.

18

Anda mungkin juga menyukai