Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN AKHIR PRAKTIK PERANCANGAN ALAT OLAH LIMBAH

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH ORGANIK DENGAN


METODE COMPOSTING

Disusun oleh :

DINDA REGITA PRAMESTI


210307007
TPPL 3A

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN


TEKNIK PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
POLITEKNIK NEGERI CILACAP
JANUARI 2024

BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Limbah organik, seperti sisa-sisa dapur berupa sisa nasi, sisa sayuran, dan kulit buah
menjadi salah satu komponen utama dalam limbah rumah tangga. Peningkatan jumlah limbah
organik ini dapat mengakibatkan masalah lingkungan dan kesehatan jika tidak dikelola
dengan baik. Oleh karena itu, diperlukan suatu pendekatan yang efektif dan ramah
lingkungan untuk mengolah limbah organik tersebut. Proses pembuatan kompos merupakan
salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengelola limbah organik. Kompos yang
dihasilkan memiliki nilai nutrisi yang tinggi dan dapat digunakan sebagai pupuk organik yang
ramah lingkungan dan mendukung pertanian berkelanjutan. Dengan demikian, pengelolaan
limbah organik melalui metode composting bukan hanya merupakan solusi untuk mengurangi
volume limbah, tetapi juga memberikan manfaat positif dalam sektor pertanian. Dengan
menyediakan alat olah limbah yang mudah diakses dan dapat digunakan oleh masyarakat,
pengelolaan limbah organik dapat menjadi tanggung jawab bersama. Pengenalan metode
composting juga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan
limbah dan kontribusi positif terhadap lingkungan.

RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana perancangan alat olah limbah untuk pembuatan kompos dari limbah
organik dengan metode composting dapat dioptimalkan agar efisien dan efektif dalam
mengolah limbah organik?
2. Apakah kondisi lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan pH mempengaruhi
efisiensi dan keberhasilan proses composting dalam alat olah limbah?
3. Apakah kompos yang dihasilkan dari metode composting limbah organik dengan
menggunakan alat olah limbah ini memenuhi standar kualitas pupuk organik?

TUJUAN

1. Untuk mengurangi limbah rumah tangga yang berada di lingkungan dan apabila dapat
diproduksi dalam sekala besar akan memiliki nilai tambahan
2. Untuk merancang alat pengolahan limbah yang efisien dan berkelanjutan untuk
pembuatan kompos dari limbah organik dengan metode composting
3. Untuk menganalisis bagaimana faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban,
dan pH memengaruhi efisiensi proses composting.

MANFAAT

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

TEORI
1. Limbah organik
Limbah merupakan sisa pemakaian atau pengolahan dari aktivitas manusia yang tidk
digunakan lgi baik pada skala rumah tangga atau industri. Jenis limbah rumah tangga
bermacam macam, namun sekitar 75% limbah rumah tangga merupakan sampah organik dan
sisanya merupakan sampah anorganik. (Andi Dita Tawakkal Gau1, 2022) Sumber sampah
terbesar yang dapat menyebar dan berpotensi mencemari lingkungan adalah produk rumah
tangga. Limbah organik adalah jenis limbah yang dihasilkan dari bahan-bahan organik seperti
sisa makanan, daun, kulit buah, kayu, dan lain sebagainya. Limbah organik dapat diurai oleh
mikroorganisme secara alami dalam proses dekomposisi, sehingga dapat menjadi pupuk
alami yang baik untuk tanaman.
Salah satu limbah organik rumah tangga yaitu nasi basi, Di kehidupan sehari-hari,
dapat dipastikan ada nasi yang tersisa dan tidak dikonsumsi lagi. Jika nasi-nasi ini
dikumpulkan dan didiamkan di pojokan ruangan yang jauh dari jangkauan sinar matahari
dan sedikit dibasahi akan terjadi penjamuran. Lalu ada sisa sayuran dan buah, Limbah
sayuran dan buah-buahan hasil kegiatan sehari-hari merupakan bahan buangan yang
biasa diletakkan dan ditinggalkan begitu saja di lingkungan tanpa diolah lebih lanjut. Hal ini
dapat membuat sampah-sampah tersebut menumpuk dan menimbulkan aroma
yang tidak sedap. Limbah sayuran dan buah-buahan tergolong kedalam limbah organic yang
memilikibanyak manfaat bagi tumbuhan. Limbah buah-buahan sendiri mengandung
Nitrogen (N),Fospor (P), Kalium (K), Vitamin, Kalsium (Ca), Zat Besi (Fe), Natrium (Na),
Magnesium(Mg) dan sebagainya (Nur, 2019). Kandungan tersebut merupakan unsur
hara yangdibutuhkan tanaman dalam proses pertumbuhan sehingga dapat dimanfaatkan
sebagai bahanbaku pembuatan pupuk organic cair.

Limbah buah-buahan adalah


bahan
buangan yang secara umum
pembuangannya dilakukan
dengan open
dumping tanpa diolah lebih
lanjut yang
akhirnya hal ini membuat
lingkungan
terganggu dan aroma busuk
pun dapat
tercium. Gizi yang terkandung
dalam limbah
buah-buahan tergolong
rendah, yakni serat
kasar sebanyak 5-38% dan
protein kasar 1-
15% (Jalaluddin, 2016).
2. Kompos

Kompos merupakan salah satu pupuk paling alami yang banyak digunakan untuk
pertanian.Pupuk kompos atau sering disebut kompos menjadi alternative yang dikembangkan
akhir-akhir ini mengingat kondisi tanah yang mulai memburuk.Kompos adalah hasil
penguraian bahan organik yang dapat dipercepat dengan penambahan bahan fermentasi, yang
dapat mempercepat proses pengomposan. (Thesiwati, 2018)

3. Larutan starter, EM4

Starter merupakan bahan tambahan yang digunakan pada tahap awal proses fermentasi.
Starter merupakan biakan mikroba tertentu yang ditumbuhkan di dalam substrat atau
medium untuk tujuan proses tertentu (Kusumaningati et al., 2013). Effective
Microorganisms 4 (EM4) merupakan kultur campuran dalam medium cair berwarna coklat
kekuningan, berbau asam dan terdiri dari mikroorganisme yang menguntungkan bagi
kesuburan tanah. Effective Microorganisme 4 (EM4) merupakan aktivator yang dapat
mempercepat proses pengkomposan dan dapat meningkatkan kandungan unsur hara
kompos (Suryanto, 2019)

4. Sekam bakar

Sekam bakar merupakan ampas dari sisa beras dan bisa dijadikan sebagai tambahan kompos
agar kompos bisa terikat dari sampah organik ( sayuran, buah-buahan, sampah kebun).
Sekam bakar merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang terdiri dari dua belahan
yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Sekam akan terpisah dari butiran
beras pada saat menjadi bahan sisa pengilingan. Sekam bakar mengandung SiO2 (52%), C
(31%), K (0, 3%), N(0,18%) F (0,008), dan kalsium (0,14%). Kandungan silikat yang tinggi
dapat menguntungkan bagi tanaman karena menjadi lebih tahan terhadap hama dan
penyakit akibat adanya pengerasan jaringan. Sekam bakar juga digunakan untuk menambah
kadar kalium dalam tanah. (Wellang, 2015)
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposann anaerobik
a. Ukuran bahan

Sebelum dilakukan pengomposan, seluruh


bahan baku dicacah untuk memperkecil ukuran
sehingga mempercepat proses penguraian oleh
mikroorganisme. Ukuran yang semakin kecil akan
memperluas permukaan bahan yang kontak langsung
dengan mikroorganisme. (Nina Veronika*), 2019)
b. Suhu

Suhu
pengomposan optimal 30-50oC dan selama proses
dekomposisi suhu dijaga agar tetap 60oC selama 3
minggu. Pada suhu tersebut bakteri akan bekerja
secara optimal, bakteri patogen dan biji gulma akan
mati, dan terjadi penurunan rasio C/N. Apabila suhu
terlalu tinggi, mikroba akan mati, sebaliknya bila
terlalu rendah mikroba tidak dapat bekerja atau
dorman. (Veronika, 2015).
c. Ph

pola perubahan pH kompos berawal dari pH agak asam karena terbentuknya asam-asam
organik sederhana, kemudian pH meningkat pada inkubasi lebih lanjut akibat terurainya
protein dan terjadi pelepasan amonia. Peningkatan dan penurunan pH juga merupakan
penanda terjadinya aktivitas mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik (Firdaus
2011). Perubahan pH juga menunjukkan aktivitas mikroorganisme dalam mendegradasi
bahan organik (Ismayana et al. 2012). Namun demikian, pH kompos yang ideal berdasarkan
standar kualitas kompos SNI : 19-7030-2004 berkisar antara 6,8 hingga maksimum 7,49 (EPS
Suwatanti, 2017)
d. Kelembapan

Nilai
kelembaban menjadi indikasi
adanya aktivitas
mikroorganisme pada bahan
yang dikomposkan
sama halnnya suhu dan derajat
keasaman (pH). Terjadinya
fluktuasi suhu kompos sangat
juga
mempengaruhi nilai kelembaban
kompos. Menurut
Widyaningrum dan Lisdiana
(2013), seiring
dengan meningkatnya suhu,
penguraian bahan organik oleh
mikroorganisme terjadi dengan
sangat
aktif, sehingga mikroorganisme
akan menggunakan oksigen
yang tersedia untuk
menguraikan
bahan organik, sehingga semakin
lama proses pengomposan,
kompos akan mengalami
penurunan
kelembaban.
Nilai
kelembaban menjadi indikasi
adanya aktivitas
mikroorganisme pada bahan
yang dikomposkan
sama halnnya suhu dan derajat
keasaman (pH). Terjadinya
fluktuasi suhu kompos sangat
juga
mempengaruhi nilai kelembaban
kompos. Menurut
Widyaningrum dan Lisdiana
(2013), seiring
dengan meningkatnya suhu,
penguraian bahan organik oleh
mikroorganisme terjadi dengan
sangat
aktif, sehingga mikroorganisme
akan menggunakan oksigen
yang tersedia untuk
menguraikan
bahan organik, sehingga semakin
lama proses pengomposan,
kompos akan mengalami
penurunan
kelembaban.
Nilai
kelembaban menjadi indikasi
adanya aktivitas
mikroorganisme pada bahan
yang dikomposkan
sama halnnya suhu dan derajat
keasaman (pH). Terjadinya
fluktuasi suhu kompos sangat
juga
mempengaruhi nilai kelembaban
kompos. Menurut
Widyaningrum dan Lisdiana
(2013), seiring
dengan meningkatnya suhu,
penguraian bahan organik oleh
mikroorganisme terjadi dengan
sangat
aktif, sehingga mikroorganisme
akan menggunakan oksigen
yang tersedia untuk
menguraikan
bahan organik, sehingga semakin
lama proses pengomposan,
kompos akan mengalami
penurunan
kelembaban.
Nilai
kelembaban menjadi indikasi adanya aktivitas mikroorganisme pada bahan yang dikomposkan
sama halnnya suhu dan derajat keasaman (pH). Terjadinya fluktuasi suhu kompos sangat juga
mempengaruhi nilai kelembaban kompos, seiring
dengan meningkatnya suhu, penguraian bahan organik oleh mikroorganisme terjadi dengan sangat
aktif, sehingga mikroorganisme akan menggunakan oksigen yang tersedia untuk menguraikan
bahan organik, sehingga semakin lama proses pengomposan, kompos akan mengalami penurunan
kelembaban. tingkat
kelembapan yang dibutuhkan dalam pembuatan kompos
berkisar antara 55% sampai 60%. (Subulaa, 2022)

HIPOTESIS

1. "Alat olah limbah yang dirancang dengan alat dan bahan sederhana dapat
meningkatkan efisiensi proses composting limbah organik "
2. "Variasi suhu dan kelembaban dalam alat olah limbah akan berpengaruh signifikan
terhadap kecepatan dekomposisi limbah organik dan produksi gas hasil fermentasi
anaerobik selama proses composting."
3. "Variasi bahan baku limbah organik, seperti perbandingan jenis dan jumlahnya, akan
memengaruhi kualitas akhir kompos, namun dengan penggunaan alat olah limbah ini,
kualitas tetap dapat memenuhi standar pupuk organik."

BAB III
METODE PERANCANGAN

TEMPAT DAN WAKTU

Praktikum ini dilakukan pada 4 Oktober 2023 hingga 6 Desember 2023. Untuk
perancangan alat dan pengujiannya dilakukan di Laboratorium Limbah Gedung Teknik
Informatika dan Lingkungan Politeknik Negeri Cilacap.
Gambar 1. Gedung GTIL Politeknik Negeri Cilacap

ALAT DAN BAHAN

1. Toples 2
2. Cutter 1
3. Spidol 1
4. Lem tembak 1
5. Solder 1
6. Gelas ukur 10 ml 1
7. Gelas uku 1000 ml 1
8. Corong
9. Spatula
10. Gunting
11. Kardus
12. Sarung tangan
13. Kaca pengaduk
14. Lakban
15. Kertas hvs
16. Pisau
17. Botol akua bekas
18. Ph meter
19. Tds meter
20. Soil survey instrument
21. Thermometer

Bahan
1. Molasses 10 ml
2. EM4 10 ml
3. Air 1000 ml
4. Arang sekam bakar
5. Limbah organik (sisa sayuran, kulit buah, dan sisa nasi)
6. Tisu

METODE PRAKTIKUM

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data diatas terdapat kompos dengan 5 variasi limbah organiik berbeda yang
menghasilkan 2 produk yaitu pupuk padat dan air lindi atau pupuk cair. Kelompok 1 limbah
cabai buusuk, kelompok 2 limah nasi, kelompok 3 limbah campuran (sisa sayuran, kulit buah,
nasi), klompok 4 limah ampas tahu, dan klomppok 5 limbah sayuran.

jika diliht dari parameter suhu air lindinya, kelompok 1 mempunyai rata2 suhu pling tinggi
dan kelompok 5 memiliki rata2 suhu pling rendah. Hal ini mungkin disebabkan karena limbh
organik yang dignakan. Kelompok 1 menggunakan limbah cabai busuk, cabai mengandung
senyawa capsaicin adalah zat kimia yang ada dalam cabai yang membuat cabai menjadi pedas.

Lalu pada parameter ph, keloompok 1,2,4,5 mengalami kenikan ph, sedangkan kelompok 3
mengalami penurunan ph. Ini dapat disebabkan karena aktivitas mikroba tertentu seperti
bakteri nitrifikasi, dapat meningkatkan pH karena mereka menghasilkan senyawa
basa seperti amonium hidroksida. Beberapa mikroba menghasilkan asam sebagai
hasil metabolisme, yang dapat menurunkan pH.

Pada paraeter tds, tds kelompok 5 memiliki niali yg tertinggi, dan klompok 2 memiliki nilai
tds terendah. Tingginya nilai tds dapat disebbkan oleh Beberapa reaksi kimia selama
proses pemupukan dapat menghasilkan senyawa-senyawa yang meningkatkan TDS.
Misalnya, reaksi antara pupuk nitrogen amonium dengan senyawa-senyawa lainnya
dapat meningkatkan konsentrasi ion terlarut.

Pada parameter EC, kelompok yg memliki nilai EC tertinggi adalah klpmk 4,


sedangkan yg meiliki nilai EC terendah adalah klompok 2. Jenis bahan baku yang
digunakan dalam proses kompos dapat memengaruhi nilai EC. Pda klmpok 4
menggunakan limbah tahu yang mana tahu mengandung garam dlm bntuk natrium
yg dapat meningkatkan EC kompos.
Untuk parametetr volume, kelompok 1 memiliki volume 15 ml, klmpok 2 voloumny 40 ml,
klmpok 3 memiliki vlm 400 ml, klmok 4 volunya 1100 ml, dan klompok 5 volumnya 500 ml.
klompok 4 menggunkan limbah ampas tahu memilikivolume air lindi lebih bnyk dripada
klompok lainnya. Ampas tahu menghasilkan air lindi atau leachate yang lebih banyak
karena proses pengomposan atau perendaman ampas tersebut dapat melepaskan
zat-zat terlarut, nutrisi, dan senyawa organik ke dalam air

Pada parmter warna dan bau, rata2 meiliki wrna cokalt hingga hitam. Lalu untuk bau
nya, keompok 1 dan 5 tidak berbau, sedangkan klompk 2,3,4 berbau.

Unutk pembahasan pupuk padat, pada parameter suhu setiap klompok mengalami
naik rurun, lalu pada parametr ph juha setiap mengalami naik turun, Peningkatan dan
penurunan pH juga merupakan penanda terjadinya aktivitas mikroorganisme dalam
menguraikan bahan organik. Dan utuk parameter klmbapan semua klompok meimilik
kelemapan wet +, kecualai klompok 1 pada minggu pertmaa dn kedua memiliki klmbapan
dry +
BAB V
PENUTUP

KESIMPULAN

Salah satu tujuan dari praktikum ini adalah untuk merancang alat pengolahan limbah yang
efisien dan berkelanjutan untuk pembuatan kompos dari limbah organik dengan metode
composting, maka Pilih material yang tahan terhadap korosi dan mudah dikelola. Desain
yang tahan lama akan mengurangi kebutuhan perawatan dan meningkatkan umur pakai alat.
Pada prakttikum ini menggunakan dua toples yang dituumpuk sebagai tempat composting
dan menampung air lindi hasil dari proses composting. Sistem pengumpanan yang baik dapat
meningkatkan efisiensi proses.
Untuk meningkatkan efisiensi proses dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu,
kelembapan, dan ph. Suhu merupakan faktor kritis karena mikroorganisme yang
terlibat dalam composting memiliki rentang suhu optimal untuk aktivitas mereka.
Pada umumnya, suhu optimal berkisar antara 50-60°C. Suhu yang terlalu rendah
dapat menghambat aktivitas mikroorganisme, sementara suhu yang terlalu tinggi
dapat membunuh mikroorganisme atau menghentikan aktivitasnya. Sedangkan
Kelembaban memengaruhi ketersediaan air bagi mikroorganisme dan reaksi kimia
yang terlibat dalam proses composting. Kelembaban yang terlalu rendah dapat
memperlambat dekomposisi, sementara kelembaban yang terlalu tinggi dapat
mengurangi sirkulasi udara dan menyebabkan kondisi anaerobik yang tidak
diinginkan. Dan H memengaruhi aktivitas enzim mikroorganisme dan ketersediaan
nutrisi. Rentang pH optimal untuk proses composting biasanya antara 6,5 hingga 7,5.
Kondisi pH yang terlalu rendah atau tinggi dapat menghambat aktivitas
mikroorganisme yang bertanggung jawab atas dekomposisi.

1. Apakah kompos yang dihasilkan dari metode composting limbah organik dengan
menggunakan alat olah limbah ini memenuhi standar kualitas pupuk organik?

Handayani, L., Nurhayati, N., Rahmawati, C., & Meliyana, M. (2019). Pelatihan
PembuatanPupuk Organik Cair (POC) dari Limbah Dapur bagi Ibu-Ibu Desa Paya
KecamatanTrienggadeng Kabupaten Pidie Jaya. Jurnal Abdimas BSI: Jurnal
PengabdianKepada Masyarakat, 2(2), 359-365

Sulistyorini, Lilis. (2005). Pengelolaan Sampah


Dengan Cara Menjadikannya Kompos.
Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 2, No. 1,
Juli 2005 : 77 - 8
Bibliography
Andi Dita Tawakkal Gau1, S. Z. (2022). Pemanfaatan Limbah Rumah Tangga Sebagai Pupuk
Organik CairRamah Lingkungan. Journal of Community Service.
EPS Suwatanti, P. W. (2017). Pemanfaatan MOL Limbah Sayur pada Proses Pembuatan
Kompos. Jurnal MIPA.
Nina Veronika*), A. D. (2019). PENGOLAHAN LIMBAH BATANG SAWIT MENJADI PUPUK
KOMPOS DENGAN MENGGUNAKAN DEKOMPOSER MIKROORGANISME LOKAL (MOL)
BONGGOL PISANG. Jurnal Teknologi Industri Pertanian 29 (2):154-161.
Subulaa, R. (2022). KAJIAN TENTANG KUALITAS KOMPOS YANG MENGGUNAKAN
BIOAKTIVATOR EM4 (EFFECTIVE MICROORGANISM) DAN MOL (MIKROORGANISME
LOKAL) DARI KEONG MAS. Jambura Edu Biosfer Journal (2022) 4 (2): 56-64.
Suryanto, E. (2019). PENGARUH APLIKASI DOSIS EM4 (Effective Microorganism 4). Jurnal
Lentera Pendidikan Pusat Penelitian LPPM UM METRO Vol. 4. No. 1.
Thesiwati, A. S. (2018). PERANAN KOMPOS SEBAGAI BAHAN ORGANIK YANG RAMAH
LINGKUNGAN. JURNAL PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT DEWANTARA.
Wellang, R. M. (2015). Studi Kelayakan Kompos Menggunakan Variasi Bioaktivator (EM4 dan
ragi). Hasanuddin University Repository.

Anda mungkin juga menyukai