Anda di halaman 1dari 15

Modul Praktikum

Bioteknologi Kehutanan

Fermentasi

Pembuatan Ekoenzim dari


sampah organik

Dr. Rima H Siburian


S.Hut, M.Si
Fakultas Kehutanan
Universitas Papua
2020
Modul Bioteknologi Kehutanan

Fermentasi

Pembuatan Ekoenzim dari


sampah organik
Oleh:

Dr. Rima Herlina S Siburian, S.Hut, M.Si

Fakultas Kehutanan
Universitas Papua
2020
KATA PENGANTAR
Bioteknologi Kehutanan merupakan salah satu mata kuliah wajib yang
diberikan kepada mahasiswa semester VII pada Program Studi Sarjana kehutanan
dengan minat Budidaya Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Papua. Mata Kuliah
ini dikembangkan melalui penguatan pengetahuan mengenai pengelolaan hutan
terpadu.
Tujuan pembuatan modul ini adalah untuk memudahkan mahasiswa dalam
memahami serta mendalami materi dan pengembangan praktek. Modul ini
merupakan bagian dari materi Bioteknologi kehutanan yang membahas tentang
proses fermentasi terutama menyikapi masa pandemi yang saat ini dialami oleh
seluruh masyarakat dunia. Materi ini dibahas pada tatapmuka minggu ke 2 hingga ke
4 selama 110 menit. Diharapkan dengan adanya modul ini mahasiswa dapat lebih
dapat memahami proses fermentasi yang terjadi serta dapat melakukannya sendiri
ditengah pembatasan sosial yang saat ini dilakukan guna menghindari penyebaran
penyakit. Pada saat mahasiswa melakukan praktikum ini diharapkan mereka dapat
belajar memanfaatkan setiap peluang yang ada bagi pengembangan diri, dan menjadi
peluang alternatif dalam peningkatan ekonomi masyarakat. Disamping itu modul ini
diharapkan dapat menjadi media pembelajaran yang lebih efektif serta tidak hanya
terpusat pada pengajar, terutama pada masa pandemi ini.
Disadari modul ini belum sempurna, sehingga dapat dikembangkan sesuai
dengan perkembangan pengetahuan maupun teknologi serta masukan-masukan dari
pihak pengguna terutama dalam menyempurnakan modul ini, sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan. Diharapkan modul ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang membutuhkan.

Manokwari, Oktober 2020

Penulis
PENDAHULUAN
Pada masa pandemi covid 19 ini, setiap orang sangat dianjurkan untuk

mengkonsumsi makanan dengan nutrisi yang seimbang termasuk sayur dan buah.

Makanan sehat yang bernutrisi tinggi tersebut dapat membantu meningkatkan

kinerja sistem kekebalan tubuh agar tetap kuat dalam melindungi tubuh dari

serangan virus, bakteri, jamur, dan parasit. Pada sisi lain peningkatan sampah

rumah tangga akibat perubahan pola konsumsi masyarakat pasca penerapan

kebijakan kerja dari rumah dan pembatasan sosial, terus meningkat.

Pengurangan aktivitas di luar rumah mendorong produksi sampah di rumah

meningkat, baik itu sampah anorganik maupun sampah organik. Hal ini disebabkan

karena perubahan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat. Pada beberapa rumah

tangga, ditemui banyak masyarakat mulai mencoba menu-menu baru untuk mengisi

masa pandemi ini. Selain itu ada juga masyarakat yang mulai mencoba hobby baru

dengan belajar berkebun sayuran dan menanam bunga-bunga hias. Sisa hasil dari

aktifitas ini umumnya menyumbangkan timbulan sampah baru.

Sampah dapur ini sebenarnya masih dapat diolah menjadi bahan yang dapat

bermanfaat bagi kehidupan manusia. Eco enzyme atau dikenal dengan istilah

Garbage Enzymes merupakan teknik pengubahan sampah organik menjadi bahan

yang bermanfaat kembali bagi kehidupan manusia. Cairan hasil proses fermentasi

limbah dapur yang berupa kulit buah-buahan dan sayuran, ditambah dengan gula

dan campuran air dapat membentuk enzim yang berguna. Secara kimia, eko enzim

merupakan senyawa organik kompleks yang terdiri atas rantai protein dan garam

mineral. Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Dr. Rosukon Poompanvong,

founder Asosiasi Pertanian Organik (Organic Agriculture Association) dari

Thailand.

Proses metabolisme anaerobik, atau disebut juga fermentasi, merupakan

upaya bakteri untuk memperoleh energi dari karbohidrat dalam kondisi anaerobik
(tanpa oksigen) dan dengan produk sampingan (byproduct) berupa alkohol atau

asam asetat (tergantung jenis mikroorganisme). Fungi dan beberapa jenis bakteri

menghasilkan alkohol dalam proses fermentasi, sedangkan kebanyakan bakteri

menghasilkan asam asetat. Proses fermentasi ini merupakan hasil dari aktivitas

enzim yang terkandung dalam bakteri atau fungi. Dalam proses pembuatan eco

enzyme, antara alkohol, asam asetat, atau keduanya dapat dihasilkan, tergantung

jenis mikroorganisme yang terdapat pada sampah organik. Enzim ini dapat juga

membantu mengurangi polusi air tanah. Selain itu nitrat (NO3) dan karbon

trioksida (CO3) yang dihasilkan sangat dibutuhkan oleh tanah sebagai nutrient.

Eko enzim selain memberikan dampak yang positif terhadap lingkungan, juga

bersifat ekonomis karena tidak perlu lagi membeli cairan pembersih. Selama

proses fermentasi berlangsung reaksi kimia yang terjadi adalah :

CO2 + N2O + O2 → O3 + NO3 + CO3

Setelah proses fermentasi terjadi secara sempurna, barulah eco-enzyme

(likuid berwarna jingga) terbentuk. Hasil akhir ini juga menghasilkan residu

tersuspensi di bagian bawah yang merupakan sisa sayur dan buah. Residu dapat

dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Sedangkan likuid eco-enzyme itu sendiri,

dapat dimanfaatkan sebagai:

1. Pembersih lantai, sangat efektif untuk mebersihkan lantai kamar.

2. Disinfektan, dapat digunakan sebagai antibakteri di bak mandi.

3. Insektisida, digunakan untuk membasmi serangga (dengan

mencampurkan ezim dengan air dan digunakan dalam bentuk spray).

4. Cairan pembersih di selokan, terutama selokan kecil sebagai saluran

pembuangan air kotor.

Berdasarkan uraian diatas, masyarakat dapat berpartisipasi dalam

pengelolaan sampah dengan mengolah sampah organik hasil dapur menjadi

ekoenzim. Salah satu cara pengelolaan sampah dengan metode yang sangat

sederhana dan dapat diaplikasikan di setiap rumah tangga adalah dengan membuat
ekoenzim dari sampah dapur organic. Disamping itu peran aktif dunia kampus

dalam memberikan pengetahuan mengenai proses dan teknik pengolahan sampah

yang baik dapat menjadi kegiatan pengabdian masyarakat yang berdampak pada

pemecahan permasalahan sampah di masa pandemi ini. Disamping itu kegiatan ini

juga diharapakan dapat membantu program pemerintah dalam memberantas

sampah. Serta secara ekonomis membantu mengurangi pengeluaran biaya untuk

keperluan cairan pembersih rumah serta ketersediaan pupuk dalam mendukung

kegiatan masyarakat dalam berkebun dan pengembangan tanaman hias.

PROSEDUR KERJA
A. Persiapan pembuatan ecoenzim
1. Sampah organik dari dapur: hanya tumbuh-tumbuhan dan buah -buahan

mentah

 Sayur yang sudah dimasak tidak boleh digunakan karena kandungan zat di

dalamnya jaringan tumbuhan tersebut sudah hilang. Sementara itu, untuk

akar, kulit buah yang merupakan sampah yang masih mengandung banyak

nutrisi dapat digunakan.

 Kandungan nutrient ecoenzim sangat bergantung pada bahan akan yang kita

gunakan. Pembuatan ecoenzim ini diharapkan tidak ada campuran kimia,

termasuk garam atau minyak.

 Padi dan beras tidak disarankan karena akan menimbulkan bau busuk.

 Jangan menggunakan kulit buah yang sudah rusak atau membusuk. Misalnya

kulit manggis yang sudah rusak dan berair dan sudah hancur. Hal ini dapat

menyebabkan hadirnya ulat pada saat proses pembuatan ecoenzim.

 Jika kita menggunakan kulit buah yang fresh maka hasilnya akan menjadi

wangi.
 Jenis bahan sebaiknya bervariasi karena akan memberikan variasi nutrient

yang berfungsi untuk membuat micro organisme menjadi aktif bekerja

melakukan ferementasi.

 Pada pembuatan ecoenzim dengan tujuan tertentu seperti membasmi

serangga, hama, maka kita bisa mencampurkan ecoenzim dengan kulit atau

irisan jahe, dan rempah-rempah.

2. Gula sebagai makanan micro-organisme

 Gunakan gula merah, jangan menggunakan gula yang sudah mengalami proses

kimia seperti gula putih serta gula batu tidak disarankan.

 Untuk proses fermentasi, kita tidak menggunakan bahan kimia. Micro-

organism nya berasal dari udara yang ada di sekitar tempat tinggal kita.

Oleh karena itu jenis micro-organism dapat berbeda-beda sesuai dengan

tempat tinggal kita dan bekerja menguraikan bahan-bahan yang ada.

Sehingga proses ini harus kita awasi karena ada kemungkinan menjadi busuk,

berulat.

 Gula merah yang kita gunakan adalah untuk makanan micro-organism. Oleh

karena itu bila ecoenzim kita mengalami kerusakan dalam proses

pembuatannya, maka kita dapat menambahkan gula ke dalam larutan

ecoenzim dengan takaran sesuai dengan takaran awal.

3. Wadah botol plastik

 Bahan lainnya yang bisa digunakan adalah gerabah, stainless stell (tetapi ini

sangat mahal).

 Bahan dari logam tidak disarankan karena akan mengakibatkan karatan.

Bahan dari kaca juga tidak disarankan karena ada kemungkinan pecah ketika

terjadi proses feremntasi yang menghasilkan banyak gas. Kalau

menggunakan bahan plastic, maka plastic dapat mengembang.


 Botol dengan tutup kecil akan menghasilkan ecoenzim yang aromanya lebih

baik dibandingkan tempat yang memiliki tutup lebar. Hal ini disebabkan

karena, lebih banyak yang terlepas saat kita buka.

B. Prosedur Pembuatan Ekoenzim


Tahapan pembuatan Ekoenzim untuk ukuran 2 liter :

1. Bersihkan alat-alat yang akan digunakan dalam praktikum

2. Cuci terlebih dahulu sampah dapur organic yang berupa kulih buah-buahan

atau sisa sayur-sayuran.

3. Timbang gula merah sebanyak 200 gram, lalu dihaluskan

4. Gula merah yang telah halus dilarutkan terlebih dahulu dengan 1 L air

mentah di dalam wadah plastik yang telah disiapkan

5. Timbang sampah dapur organik sebanyak 600 g, cacahlah sehingga

ukurannya menjadi lebih kecil, semakin kecil/halus semakin bagus

6. Masukkan sampah organic ke dalam wadah yang telah disiapkan, tambahkan

air 1 L ke dalam wadah

7. Aduklah sehingga semuanya tercampur rata

8. Tutup wadah plastic, dan lakukan pengamatan selama 10 hari berturut-

turut.

9. Isilah data pengamatan yang telah disiapkan

10. Setelah pengamatan, lanjutkan fermentasi hingga 3 bulan.


Gambar 1 Cara Pembuatan Ekoenzim

Catatan proses pencampuran bahan:

 Sampah organik yang akan digunakan tidak disarankan untuk dimasukkan ke

dalam kulkas karena akan mengubah kualitas ecoenzim.

 Pastikan bahwa masih ada ruang tersisa setidaknya 20 persen untuk ruang

gas hasil fermentasi.

 Tanggal penetapan pembuatannya adalah Tanggal terakhir kita memasukkan

sampah ke dalam botol/ jirigen/ tong. Kemudian kita campur dan simpan di

tempat teduh. Setiap hari dalam bulan pertama sebaiknya dibuka untuk

mengeluarkan gas dan dilakukan pengukuran. Pada saat membuka tempat

ecoenzim, jika ada bahan yang tidak tenggelam maka dapat kita aduk dan

tekan bahan hingga tenggelam ke dalam air.

 Proses fermentasi akan berlangsung 3 bulan. Bulan pertama, akan dihasilkan

alcohol, kemudian pada bulan kedua akan menghasilkan cuka dan pada bulan

ketiga menghasilkan enzyme.

 Selama proses fermentasi di bulan pertama akan muncul lapisan putih

seperti jamur. Jamur di permukaan ini sangat baik untuk Kulit dan dapat
digunakan untuk masker namun sangat tergantung pada jenis Kulit. Jika

Kulit sensitif gunakan hanya beberapa saat lalu langsung bilas dengan air.

Pada bulan ketiga, ecoenzim kita sudah bisa dipanen. Caranya adalah dengan

menyaring menggunakan kain yang sudah tidak terpakai atau baju juga bisa

digunakan untuk saringan. Sisa atau ampas ekoenzim dapat kita gunakan untuk

beberapa manfaat seperti:

 Sebagai starter (ease) atau untuk membantu mempercepat proses

pembuatan ecoenzim selanjutnya.

 Untuk membantu proses penguaraian di dalam septitank. Untuk itu, ampas

ini kita hancurkan dan masukkan ke dalam saluran toilet.

 Sebagai kompos dengan cara meletakkannya selapis demi selapis di dalam

tanah.

Ciri-ciri ecoenzim yang kita hasilkan baik adalah:

 Warna larutan cerah sesuai dengan bahan yang kita gunakan. Namun warna

ini akan sangat berbeda antara satu dengan yang lainnya. Tergantung dengan

bahan yang kita gunakan. Bahkan jika bahan yang digunakan sudah sama

namun micro organisme yang berbeda akan menyebabkan warna yang

berbeda.

 Aroma nya sesuai dengan bahan (tidak berbau busuk)

 Ada jamur putih. Kalau jamurnya hitam berarti gagal, dan kita harus segera

memulihkannya dengan cara menambahkan gula ked lama wadah sesuai

takaran semula.

 Rasa agak asam (namun ini tidak boleh diminum)

 PH 3.5 atau lebih rendah


DATA PENGAMATAN
Dalam tahapan pembuatan ekoenzim ini, masing-masing mahasiswa akan

menggunakan bahan yang berbeda, sesuaikan dengan sampah organik yang anda

miliki, untuk itu buat komposisi Sampah Organik Yang digunakan :

1.

2.

3.

4.

5.

Setelah semua bahan dicampurkan, maka tahapan berikut adalah tahapan

pengamatan, tuliskan semua perubahan yang anda amati sesuai dengan kondis

ekoenzim anda masing-masing.

Tabel Data Pengamatan

Pengamatan
Hari Ke- /
No Warna Aroma pH Kondisi larutan
Tanggal
larutan larutan

10
11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

Keterangan :

Warna : tuliskan warna larutan (bisa mengacu pada munsell color chart/ dapat di

download melalui google play store)

Bau : - = tidak berbau

+ = agak berbau

++ = berbau
+++ = berbau menyengat

Pembentukan Gas

‘- = tidak terbentuk gas

+ = ada gas

++ = banyak gas

+++ = sangat banyak gas


FORMAT LAPORAN PRAKTIKUM

COVER

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Praktikum

2. Tujuan Praktikum

3. Manfaat Praktikum

B. DASAR TEORI

C. HASIL PRAKTIKUM

D. PEMBAHASAN

E. KESIMPULAN DAN SARAN

F. DAFTAR PUSTAKA

G. LAMPIRAN (DOKUMENTASI DAN TABEL)

KETENTUAN

1. Laporan Dibuat Per Orang.

2. Diketik.

3. Data pengamatan dapat dimodifikasi dari Tabel pengamatan, dijelaskan

dalam pembahasan dan sangat diharapkan tidak sama antar peserta maupun

dengan yang ada di online.

4. No copy – paste.

5. Jika terbukti melanggar ketentuan diatas, dapat mengulang semester

berikutnya.
Bahan bacaan
Arifin L.W., et al., 2009, “Introduction of eco-enzyme to support organic farming

in Indonesia”, J.Food Ag-Ind, Special Issue, S356-S359

Kusumawati A, Suprapto D, Haeruddin. 2018. Pengaruh ekoenzim terhadap kualitas

air dalam pembesaran ikan lele. Journal of Maquares volume 7 No. 4. Pg.

307-314.

Megah S, Dewi D, Wilany E. 2018. Pemanfaatan limbah rumah tangga digunakan

untuk obat dan kebersihan. Mimba baru, volume 2 no. 2 Juli 2018. Pg 50-58

Musa N, Abdussamad Z, Bahua M. 2014. Pemanfaatan gula aren sebagai bahan baku

pembuatan pupuk organik cair didesa Mongiilo kecamatan Bullango Ulu

Kabupaten Bone Bolango. Seminar Nasional Hasil Penerapan Penelitian dan

Pengabdian Masyarakat. Universitas Taruma Nagara.

Nazim,F., Meera, V., 2013 “Treatment of Synthetic Greywater Using 5% dan 10%

Garbage Enzyme Solution”, Bonfring International Journal of Industrial

and Management Science, Vol 3, No.4

Ni Komang, AA., 2008., “Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah

Rumah Tangga (Studi Kasus di Sampangan dan Jomblang Kota Semarang)”

Program Magister Ilmu Lingkungan, Pasca Sarjana, UNDIP Semarang

Soo Poey Keat., 2010., “Determination of Acetic Acid in Garbage Enzyme Property

Associated with Improving Water Quality of Recreational Lake”., School

Of Art and Science, Tunku Abdul Rahman College, Kuala Lumpur

Tang Fu E and Tong Chung W, 2011, “A Study of the Garbage Enzyme’s Effects in

Domestic Wastewater”, International Journal of Environment, Chemical,

Ecological dan Geophysical Engineering, Vol. 5, No.12

Anda mungkin juga menyukai