Anda di halaman 1dari 5

Pembuatan Mikroorganisme Lokal (MOL) dan Eco Enzyme

dengan Bahan Dasar Limbah Organik


Alvin Lisyandi (G011201091)

Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas


Hasanuddin, Makassar, 90245, Sulawesi Selatan, Indonesia.

E-mail:
alvinlisyandi12@gmail.com

Abstrak. Pertanian adalah salah satu hal yang sangat berpengaruh di indonesia baik dalam
keberlangsungan hidup penduduknya maupun dari segi pendapatan. Semakin besarnya
jumlah penduduk Indonesia menuntut para petani menyediakan jumlah hasil pertanian
sebagai bahan makanan maupun bahan industri dalam jumlah yang banyak. Namun beberapa
masalah seperti kesuburan tanah serta gangguan hama dan penyakit tanaman yang
menyebabkan petani menggunakan pupuk dan pestisida kimia. Penggunaan bahan kimia
secara terus-menerus akan berdampak buruk terhadap lingkungan. Salah satu mengatasi
masalah tersebut adalah dengan menggunakan eco enzime yang berasal dari bahan organik
limbah pasar dan rumah tangga. Eco enzime adalah hasil fermentasi limbah organik dapur
menjadi bahan yang mempunyai bahnyak manfaat untuk alam dan manusia. Manfaat
ekoenzim untuk pertanian adalah sebagai filter udara, herbisida dan pestisida alami, filter air,
pupuk alami untuk tanaman, dan dapat menurunkan efek rumah kaca. Selain itu juga dapat
menggunakan mikroorganisme lokal (MOL) yang berfungsi sebagai starter dalam
penguraian, fermentasi bahan organik menjadi pupuk organik padat maupun cair

1. Pendahuluan
Sampah domestik atau limbah rumah tangga merupakan bahan buangan yang timbul karena
adanya aktivitas manusia.Sampah domestik yang kerap disebut limbah rumah tangga dapat berupa
limbah padat atau pun limbah cair. Limbah padat dapat berupa kertas, plastik dan sampah lain
sedangkan limbah cair dapat berupa air kotor yang berasal dari aktivitas mencuci dan juga aktivitas.
Limbah yang dibuang sembarangan dapat menimbulkan berbagai masalah, baik pada lingkungan
ataupun pada manusia sendiri.Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk laju timbunan sampah
juga semakin meningkat. Limbah rumah tangga dari aktivitas dapur yang hampir semua keluarga
punya yaitu kulit buah-buahan dan sayur-sayuran. Limbah kulit buah/sayuran merupakan limbah
dengan prosentase besar dalam buangan limbah rumah tangga. Untuk menimbang sampah harian
selama seminggu sebuah keluarga yang sudah menerapkan prinsip meminimalkan sampah masih
mempunyai sampah anorganik 550 gram sementara sampah organik 3547 gram. Hal tersebut
menjelaskan bahwa sampah sisa konsumsi perdapuran menempati posisi teratas. [1]. Pengelolaan
sampah di masyarakat masih bertumpu pada pendekatan akhir (end-of-pipe), yaitu sampah
dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir sampah. Padahal timbunan sampah
dengan volume yang besar di lokasi tempat pemrosesan akhir sampah berpotensi melepas gas metan
yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dan memberikan kontribusi terhadap pemanasan
global. Penguraian sampah melalui proses alam memerlukan jangan waktu yang lama dan penanganan
dengan biaya yang besar. Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir
sudah saatnya ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru pengelolaan sampah. Paradigma baru
memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan,
misalnya untuk energi, kompos, pupuk ataupun bahan baku industri. Pengelolaan sampah dilakukan
dengan pendekatan yang komprehensif dari hulu, sejak sebelum dihasilkan suatu produk yang
berpotensi menjadi sampah, sampai ke hilir, yaitu pada fase produk sudah digunakan sehingga
menjadi sampah yang kemudian dikembalikan ke media lingkungan secara aman [2].
Eco Enzyme ini pertama kali diperkenalkan oleh Rosukon Poompanvong yang merupakan pendiri
Asosiasi Pertanian Organik Thailand. Gagasan proyek ini adalah untuk mengolah enzim dari sampah
organik yang biasanya kita buang ke dalam tong sampah sebagai pembersih organik. Jadi Eco
Enzyme adalah hasil dari fermentasi limbah dapur organik seperti ampas buah dan sayuran, gula (gula
coklat, gula merah atau gula tebu), dan air. Warnanya coklat gelap dan memiliki aroma fermentasi
asam manis yang kuat. Eco Enzyme dapat digunakan sebagai pengganti produk pembersih.
Sebagaimana sudah kita ketahui, dengan menggunakan produk pembersih yang dibuat dari bahan
kimia, berarti kita juga sedang mencemari air, sungai, dan ekosistem sekitarnya.Sedangkan Eco
Enzyme adalah produk yang dihasilkan dari bahan organik, tanpa bahan kimia, tentu saja ramah
lingkungan karena dapat terurai secara alami [3]. Prinsip proses pembuatan eco enzyme sebenarnya
mirip proses pembuatan kompos, namun ditambah air sebagai media pertumbuhan sehingga produk
akhir yang diperoleh berupa cairan yang lebih disukai karena lebih mudah digunakan. Keistimewaan
eco enzyme ini adalah tidak memerlukan lahan yang luas untuk proses fermentasi seperti pada
pembuatan kompos, bahkan produk ini tidak memerlukan bak komposter dengan spesifikasi tertentu.
Botol-botol bekas air mineral maupun bekas produk lain yang sudah tidak digunakan dapat
dimanfaatkan kebali sebagai tangka fermentasi. Hal ini juga mendukung konsep reuse dalam
menyelamatkan lingkungan. Eco enzyme memiliki banyak manfaat seperti dapat digunakan sebagai
growth factor tanaman, campuran deterjen pembersih lantai, pembersih sisa pestisida, pembersih
kerak dan penurunan suhu radiator mobil [4].
Limbah organik juga dapat di manfaatkan sebagaui bahan pembuatan Mikroorganisme Lokal
(MOL). Mikroorganisme merupakan jasad hidup yang mempunyai ukuran mengalami pertumbuhan,
menghasilkan energy dan bereproduksi dengan sendirinya. Larutan MOL (Mikro Organisme Lokal)
adalah larutan hasil fermentasi yang berbahan dasar dari berbagai sumber daya yang tersedia setempat
baik dari tumbuhan, limbah rumah tangga dan pasar maupun hewan. Larutan MOL mengandung
unsur hara mikro dan makro dan juga mengandung bakteri yang berpotensi sebagai perombak bahan
organik dalam tanah, perangsang pertumbuhan pada tanaman, dan sebagai agens pengendali hama dan
penyakit tanaman [5]. Dalam bidang pertanian, mikroorganisme dapat digunakan untuk peningkatan
kesuburan tanah melalui fiksasi N2, siklus nutrient, dan peternakan hewan. Salah satunya dapat
dimanfaatkan untuk pembuatan kompos. Mikroorganisme (bakteri pembusuk) ini dapat berinteraksi
membantu proses pelapukan bahan-bahan organic seperti dedaunan, rumput, jerami, buah-buahan
yang telah sangat matang, sisa-sisa ranting dan dahan, kotoran hewan dan lainnya. Adapun
kelangsungan hidup mikroorganisme tersebut diukung oleh keadaan lingkungan yang basah dan
lembab. Proses pembuatan kompos salah satunya dapat menggunakan MOL (Mikroorganisme Lokal).
Larutan MOL mengandung unsure hara makro dan mikro dan juga mengandung bakteri yang
berpotensi sebagai perombak bahan organic, perangsang pertumbuhan dan sebagai agens pengendali
hama dan penyakit tanaman [6].
2. Metodologi
2.1 Tempat dan Waktu
Praktikum Pembuatan Mikroorganisme Lokal (MOL) dan Eco Enzyme dengan Bahan Dasar
Limbah Organik ini dilaksanakan pada Sabtu, 18 Maret 2023, pukul 08.00 - 11.00 WITA, di
Kampung Rimba, Universitas Hasanuddin, Makassar.
2.2 Alat dan Bahan
2.2.1 Pembuatan MOL
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu wadah/ember tutup ukuran 20 liter, botol air
ukuran 1,5 liter, selang akuarium ukuran 1 meter, lakban, gunting, spidol.
Bahan yang digunakan dalam pembuatan MOL ini yaitu 1 kg gula merah, 3 kg buah/sayur, 10
liter air cucian beras.
2.2.2 Pembuatan Eco Enzym
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu wadah/ember tutup ukuran 20 liter, botol air
ukuran 1,5 liter, selang akuarium ukuran 1 meter, lakban, gunting, spidol.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu 1 kg gula merah, 3 kg buah, 10 liter air
steril/air galon.
2.3. Prosedur Praktikum
2.3.1 Prosedur Praktikum Pembuatan MOL
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Memasukkan 3 kg buah yang telah dihaluskan dan limbah sayur yang telah dicacah, 1 kg
larutan gula merah, dan 10 liter air cucian beras ke dalam ember atau wadah yang telah
disediakan.
3. Mengaduk bahan yang telah dimasukkan kedalam ember dengan tujuan agar bahan tersebut
tercampur rata.
4. Melubangi penutup ember sesuai dengan ukuran selang.
5. Menambahkan air kedalam botol dan tak lupa membuat lubang pada penutup botol tersebut.
6. Memasukkan selang ke dalam botol dan ember melalui lubang yang telah dibuat pada
masing-masing penutupnya dengan catatan selang tersebut tidak boleh tenggelam pada ember
yang berisi larutan MOL sedangkan pada botol berisi air selang di biarkan tenggelam.
7. Menutup ember menggunakan penutup ember lalu lakban di sekeliling penutup ember dan
juga lubang yang ada di penutup ember secara rapat sehingga tidak ada udara yang masuk.
8. Menyimpan ember pada tempat yang teduh dan aman selama 2 minggu.
2.3.2 Prosedur Praktikum Pembuatan Eco enzyme
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Memasukkan 3 kg buah yang telah dihaluskan, 1 kg larutan gula merah, dan 10 liter galon ke
dalam ember atau wadah yang telah disediakan.
3. Mengaduk bahan yang telah dimasukkan kedalam ember dengan tujuan agar bahan tersebut
tercampur rata.
4. Melubangi penutup ember sesuai dengan ukuran selang.
5. Menambahkan air kedalam botol dan tak lupa membuat lubang pada penutup botol tersebut.
6. Memasukkan selang ke dalam botol dan ember melalui lubang yang telah dibuat pada
masing-masing penutupnya dengan catatan selang tersebut tidak boleh tenggelam pada ember
yang berisi larutan sedangkan pada botol berisi air selang di biarkan tenggelam.
7. Menutup ember menggunakan penutup ember lalu lakban di sekeliling penutup ember dan
juga lubang yang ada di penutup ember secara rapat sehingga tidak ada udara yang masuk.
8. Menyimpan ember pada tempat yang teduh dan aman selama 3 bulan.
3. Metodologi
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum Pembuatan Mikroorganisme Lokal (MOL) dan Eco Enzyme dengan Bahan Dasar
Limbah Organik ini dilaksanakan pada Sabtu, 18 Maret 2023, pukul 08.00-selesai, di Kampung
Rimba, Universitas Hasanuddin
3.2 Alat dan Bahan
2.2.1 Pembuatan MOL
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu wadah/ember tutup ukuran 20 liter, botol air
ukuran 1,5 liter, selang akuarium ukuran 1 meter, lakban hitam, gunting, spidol permanen.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu 1 kg gula merah, 3 kg buah+sayur, 10 liter
air cucian beras/air kelapa.
2.2.2 Pembuatan Ecoenzym
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu wadah/ember tutup ukuran 20 liter, botol air
ukuran 1,5 liter, selang akuarium ukuran 1 meter, lakban hitam, gunting, spidol permanen.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu 1 kg gula merah, 3 kg sisa buah, 10 liter air
steril/air galon.
2.4. Prosedur Praktikum
2.3.1 Prosedur Praktikum Pembuatan MOL
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Memasukkan buah yang telah dihaluskan, limbah sayur, larutan gula merah, dan air cucian
beras ke dalam ember.
3. Mencampurkan larutan yang telah dimasukkan kedalam ember.
4. Melubangi penutup ember sesuai dengan ukuran selang.
5. Menambahkan air kedalam botol hingga batas leher botol.
6. Menutup botol dengan rapat dan setelah itu melubangi tutup botol sesuai dengan ukuran
selang.
7. Memasukkan selang ke dalam botol dan ember.
8. Menutup ember menggunakan penutup ember lalu lakban di sekeliling penutup ember dan
juga lubang pada penutup ember.
9. Menyimpan ember pada tempat yang teduh.
2.3.2 Prosedur Praktikum Pembuatan Eco enzyme
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Memasukkan limbah buah yang telah dihaluskan, larutan gula merah, dan air steril ke dalam
ember.
3. Mencampurkan larutan yang telah dimasukkan kedalam ember.
4. Melubangi penutup ember sesuai dengan ukuran selang.
5. Menambahkan air kedalam botol hingga batas leher botol.
6. Menutup botol dengan rapat dan setelah itu melubangi tutup botol sesuai dengan ukuran
selang.
7. Memasukkan selang ke dalam botol dan ember.
8. Menutup ember menggunakan penutup ember lalu lakban di sekeliling penutup ember dan
juga lubang pada penutup ember.
9. Menyimpan ember pada tempat yang teduh
3. Hasil dan Pembahasan
Tabel 1. Hasil Pengamatan Pembuatan MOL
Pengamatan Ke- Warna Aroma pH

1 Coklat Kekuningan Fermentasi 6


2 Coklat Muda Fermentasi 5
3 Coklat Fermentasi 4
Sumber: Data primer setelah diolah, 2023
Tabel 2. Hasil Pengamatan Pembuatan Eco Enzyme
Pengamatan Ke- Warna Aroma pH

1 Coklat Muda Fermentasi 5


2 Coklat Muda Fermentasi 5
3 Coklat Fermentasi 4
Sumber: Data primer setelah diolah, 2023
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil pengamatan MOL seperti yang
terlihat pada tabel 1. Pada tabel pengamatan warna, didapatkan hasil bahwa dari pengamatan 1 sampai
3 warna akan berubah dari warna coklat kekuningan menjadi coklat dikarenakan kandungan bahan
seperti gula merah yang membuat warna MOL menjadi coklat. Perubahan warna dari warna coklat
kekuning pada saat sebelum difermentasi dan menjadi kuning kecoklatan setelah
difermentasi.Perubahan warna hanya diamati secara visual. Terdekomposisinya bahan-bahan organik
yang disebabkan oleh aktivitas bermacam-macam mikroorganisme akan menyebabkan terjadinya
perubahan warna. Mol yanng sudah matang/jadi berbau seperti tape, hal ini disebabkan karena selama
berlangsungnya proses fermentase telah terjadi perubahan bau pada larutan mol yang pada awalnya
tidak menimbulkan bau setelah difermentasi menimbulkan bau menyerupai tape, hal ini dapat terjadi
akibat proses fermentasi berlangsung secara anaerob karena tempat fermentasi ditutup rapat, sehingga
tidak ada udara dan cahaya yang masuk. Sedangkan pH yang mengalami penurunan disebabkan
karena aktivitas dari mikroorganisme pengurai yang tinggi pada MOL [7].
Pada tabel hasil pengamatan Eco Enzyme didapatkan hasil pada parameter warna yaitu dari
coklat muda menjadi coklat. Yang menyebabkan Eco Enzyme tidak berwarna coklat kekuningan pada
awal pengamatan seperti pada warna MOL karena perbedaan bahan yang digunakan pada proses
pembuatan. Sedangkan aroma fermentasi pada Eco Enzyme disebabkan aktivitas mikroorganisme
yang terjadi. Fermentasi Eco Enzyme dapat dikatakan berhasil jika terbentuk larutan berwarna
kecoklatan dan memiliki bau seperti bahan (tidak berbau busuk) dan beraroma asam. Hal ini sesuai
dengan hasil percobaan yang dilakukan, dimana warna produk Eco-enzyme mengalami perubahan
yang semula berwarna coklat bening (warna asal dari larutan gula aren) berubah menjadi berwarna
coklat keruh. Adanya warna coklat keruh dikarenakan warna asal gula jawa yang digunakan adalah
coklat yang kemudian tercampur dengan ampas/residu dari kulit buah. Rendahnya pH produk
ekoenzim disebabkan oleh kandungan asam organik yang tinggi. Semakin tinggi kandungan asam
organiknya, semakin rendah pH dari produk ekoenzim. Asam organik ini merupakan kunci penting
dalam penentuan keasaman [8].
4. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum pembuatan MOL dan Eco Enzyme yang telah dilakukan, keduanya
sama-sama menhasilkan warna coklat karena kandungan bahan yang digunakan seperti gula merah.
Sedangkan aktivitas dari mikroorganisme menghasilkan aroma fermentasi dan rasa asam yang
menyebabkan pH menjadi menurun.

Daftar Pustaka
[1] B. Wiryono., E. S. Dewi. 2020. Pengolahan Sampah Organik di Lingkungan Bebidas. Jurnal
Agro Dedikasi Masyarakat. 1(1): 15-21

[2] Jalaluddin. 2018. Pengolahan Sampah Organik Buah-Buahan Menjadi Pupuk Dengan
Menggunakan Efektive Mikroorganisme. Jurnal Teknologi Kimia. 5(1): 17-29

[3] R. Jelita. 2022. Produksi Eco Enzime dengan Pemanfaatan Limbah Rumah Tangga untuk
Menjaga Kesehatan Masyarakatdi Era New Normal. Jurnal Maitreyawira. Vol 3(1): 28-35

[4] U. Septiani,. Najmi. U. Oktavia. 2021. Eco Enzyme: Pengolahan sampah rumah tangga
menjadi produk serbaguna di Yayasan Khazanah Kebajikan. Jurnal Pengabdian Masyarakat.
Vol 1 (1):1-7

[5] R. A. Hadi. 2019. Pemanfaatan MOL (Mikroorganisme Lokal) Dari Materi Yang Tersedia Di
Sekitar Lingkungan. Jurnal Agroscience. Vol 9(1): 93-104

[6] A. Kurniawan. 2018. Produksi MOL (mikroorganisme lokal) dengan pemanfaatan bahan-
bahan organik yang ada di sekitar. Jurnal Hexagro. Vol 2(2): 36-44.

[7] R. R. Manullang. 2018. Sifat Fisik Kombinasi Mikroorganisme Lokal. Jurnal Loupe. 14(1):
30-35.

[8] S. P. Dewi. 2021. Pembuatan dan Uji Organolepik Echoenzime Dari Kulit Buah Jeruk. Jurnal
Pertanian. 2(1): 1-9.

Anda mungkin juga menyukai