Anda di halaman 1dari 3

Peran Biologi dalam Proses Pengolahan Sampah yang Dilaksanakan

Baik Masyarakat ataupun Pemerintah Daerah.


Indonesia merupakan negara dengan penduduk yang padat, semakin tingginya angka kelahiran
di Indonesia menyebabkan kepadatan di negara ini. Faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap
masalah-masalah yang sering di alami oleh negara kita, yaitu penumpukan sampah. Kurangnya
kesadaran diri serta kelalaian masyarakat tentang sampah dapat memicu penumpukan sampah. Pada
tahun 2020 saja, Indonesia telah mencapai 67,8 ton sampah. Cabang Ilmu Biologi dapat digunakan untuk
meminimalisir penumpukan sampah. Pengelolaan sampah dengan cara memilah sampah sesuai
jenisnya sebenarnya sudah berjalan dengan baik, namun kurangnya pengetahuan masyarakat akan
pengolahan sampah organik dan anorganik menjadikan pengelolaan sampah ini tidak berjalan efektif
sehingga banyak terjadi penumpukan sampah. Terkait dengan hal tersebut cabang biologi mikrobiologi
juga diperlukan, saat ini secara intensif dikembangkan material kemasan yang mudah diurai oleh
mikroba dalam tanah yang disebut dengan bioplastik. Bioplastik mudah diurai karena biopolimernya
dapat disintesis dari biomaterial yang relatif mudah diperbaharui seperti pati, selulosa, protein, lignin,
dan kitosan. Dari beberapa bahan tersebut yang paling efisien digunakan adalah berbahan dasar pati
karena, harganya murah, mudah diperoleh, dan dapat terkomposkan tanpa menghasilkan residu yang
bersifat toksik. Namun, bioplastik berbasis pati memiliki karakter fisik dan mekanik yang tidak terlalu
baik yaitu bersifat kaku dan rapuh sehingga perlu digunakan zat aditif untuk meningkatkan kualitasnya.
Salah satu zat aditif yang dapat digunakan adalah bahan pemlastis, yaitu bahan organik yang berguna
untuk memperkecil tingkat kekakuan dari polimer. Zat ini memiliki berat molekul rendah dan berfungsi
untuk meningkatkan fleksibilitas suatu polimer.

Pengolahan sampah plastik merupakan usaha masyarakat untuk meminimalkan jumlah


sampah/limbah plastik dari masyarakat agar tidak mencemari lingkungan khususnya pencemaran di
tanah, sungai, laut, serta berbagai tempat lainnya. Kondisi tersebut tentu saja akan memicu terjadinya
kerusakan pada lingkungan setempat. Dunia memproduksi jutaan ton sampah plastik per tahun.
Indonesia sendiri menyumbang sampah plastik di laut terbanyak kedua di dunia (setelah Cina), yakni
sebesar 0,5 juta sampai 1,29 juta ton per tahun. Jumlah ini setara dengan bobot sekitar 650 mobil
Toyota Fortuner. Melihat fakta mengkhawatirkan ini, para ilmuwan terdorong untuk mencari
mikroorganisme dan enzim yang dapat menghancurkan sampah plastik. Saat ini solusinya ialah
melakukan proses daur ulang sampah/limbah sehingga jauh lebih bermanfaat. Hal ini sangat bermanfaat
karena sampah/limbah plastik sulit sekali diuraikan oleh alam. Proses daur ulang sampah/limbah plastik
ini juga tidak lepas dari cabang ilmu biologi. Sejumlah riset menunjukkan bahwa semua mikroorganisme
yang dapat menguraikan plastik diperoleh dari tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) atau pusat
pengolahan limbah. Mikroorganisme tersebut telah teradaptasi dengan lingkungan penuh sampah
plastik. Adaptasi ini merupakan cara mereka memperoleh nutrisi untuk bertahan hidup bahkan
berkembang biak. Mikroorganisme ini mendapatkan nutrisi dengan cara memecah rantai panjang
kimiawi atau polimer plastik menjadi senyawa monomernya yang ukurannya lebih kecil. Proses inilah
yang mendasari gagasan penelitian dan pengembangan mikroorganisme sebagai agen bioremediasi
limbah plastik. Penelitian bioteknologi modern berhasil menemukan mikroorganisme pengurai
sampah/limbah plastik secara alami dengan proses penguraian yang baik. Hal ini akan terus
dikembangkan dari berbagai mikroorganime lain sampai didapatkan yang terbaik dan tercepat dalam
menguraikan sampah/limbah plastik. Cabang biologi lainya adalah zoologi yang berisi kajian tentang
dunia hewan. Sebuah penelitian yang dilakukan seorang profesor dan mahasiswa dari Universitas
Beihang, Cina, menemukan spesies cacing yang bisa bertahan hidup meski hanya memakan plastik dan
styrofoam. Cacing yang diberi nama Squirmy Mealworms itu memang punya sistem pencernaan yang
ajaib. Di dalam ususnya terdapat mikroorganisme yang dapat mengurai polietilen bentuk umum dari
plastik. Para peneliti itu juga memantau kesehatan cacing-cacing itu selama diberi plastik dan styrofoam.
Hasilnya, mereka tetap sama sehatnya dengan cacing lain yang diberi pakan biasa. Selain itu, peneliti
juga menemukan kalau cacing ini bisa mengubah plastik yang dikonsumsi menjadi karbondioksida.
Kelompok peneliti gabungan dari Amerika Serikat dan Inggris juga telah menemukan adanya bakteri
pengurai plastik. Sebenarnya bakteri yang dinamakan Ideonella sakaiensis itu sebelumnya sudah
ditemukan secara alami di Jepang, di tempat pengolahan limbah plastik. Lalu peneliti lain berusaha
mengembangkannya. Jadi dalam bakteri itu ditemukan adanya enzim PETase yang oleh peneliti dibuat
tiruannya. Enzim mutan itu dinilai bisa memecah plastik jenis Polietilena tereftalat lebih baik dari PETase
yang asli, cabang tersebut merupakan cabang dari bakteriologi.

Pengolahan sampah merupakan bagian dari penanganan sampah dan menurut UU no 18 Tahun
2008 didefinisikan sebagai proses perubahan bentuk sampah dengan mengubah karakteristik,
komposisi, dan jumlah sampah. Pengolahan sampah merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk
mengurangi jumlah sampah, disamping memanfaatkan nilai yang masih terkandung dalam sampah itu
sendiri (bahan daur ulang, produk lain, dan energi). Pengolahan sampah dapat dilakukan berupa :
pengomposan, recycling/daur ulang, pembakaran (insinersi), dan lain-lain.Pengolahan secara umum
merupakan proses transformasi sampah baik secara fisik, kimia maupun biologi. Membuang seluruh
komponen sampah ke TPA, atau membakarnya dengan proses incenerasi.

Keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan daur ulang dalam pengelolaan sampah antara lain:
1. Menghemat penggunaan sumber daya alam, karena dengan adanya daur ulang secara langsung akan
menghemat bahan baku dalam proses produksi.

2. Menghemat lahan TPA, karena akan mengurangi volume sampah yang masuk ke TPA sehingga dapat
memperpanjang masa pakai TPA.
3. Menghemat energi, karena dapat mempersingkat alur dalam proses produksi.
4. Menciptakan lapangan kerja, baik dalam proses pemilahan, pembuatan produk mapun penjualan.
5. Mengurangi biaya pengelolaan sampah, merupakan dampak langsung dari berkurangnya sampah
yang diangkut ke TPA.
6. Meningkatkan kualitas lingkungan, karena dengan adanya daur ulang volume sampah semakin sedikit.

Dari sini kita tahu bahwa biologi sangat berpengaruh dalam proses pengolahan sampah.
Walaupun dari alam sudah memiliki cara untuk menguraikanya, manusia juga harus berperan aktif
dalam proses pengolahan sampah dengan baik. Membuang sampah sembarangan nampaknya telah
menjadi kebiasaan yang berkembang luas di masyarakat kita. Meski sudah banyak sosialisasi yang
menyebarkan ajakan untuk membuang sampah sembarangan, akan tetapi nampaknya hal ini masih
sangat sulit dihilangkan dari masyarakat kita dan kebudayaannya. Namun, ketika membuang sampah,
ada baiknya kita memilah milah jenis sampahnya terlebih dahulu. Ada dua jenis sampah yang harus
dipisah, yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Sampah akan sangat berbahaya jika tidak
dipisahkan, maka untuk itulah kita melakukan pemilihan sampah agar kita bisa tahu mana yang bisa
dimanfaatkan dan mana yang tidak bisa dan membahayakan. Oleh karena itu, mulai saat ini tanamkan
perilaku membuang sampah pada tempatnya dengan cara memilah milah sampah sesuai pada jenisnya
supaya kita terhindar dari bahaya yang ada pada sampah. Maka dari itu marilah kita menjaga kebersihan
dengan cara membuang sampah pada tempatnya dan memilah sesuai jenisnya. Sayangi bumi, sayangi
alam.

Anda mungkin juga menyukai