Anda di halaman 1dari 18

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT TALAS KIMPUL(Xanthosoma

sagittifolium) MELALUI PROSES PENGOMPOSAN DENGAN


PENAMBAHAN EM4 UNTUK TANAMAN SAWI ( Brassica juncea L. )
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Bioteknologi

Dosen Pengampu :
1. Dr. Hj. Tuti Kurniati, M.Pd
2. Iwan Ridwan Yusup, M.Pd

Disusun Oleh :

Linda Nurlaila (1142060048)


Pendidikan Biologi / VII-B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2017/1439 H
DAFTAR PUSTAKA
A. Latar Belakang

Sampah merupakan masalah yang dihadapi hampir seluruh Negara di dunia.


Tidak hanya di Negara-negara berkembang, tetapi juga di Negara-negara maju,
sampah selalu menjadi masalah. Rata-rata setiap harinya kota-kota besar di
Indonesia menghasilkan puluhan ton sampah. Sampah-sampah itu diangkut oleh
truk-truk khusus dan dibuang atau ditumpuk begitu saja di tempat yang sudah
disediakan tanpa diapa-apakan lagi. Dari hari ke hari sampah itu terus menumpuk
dan terjadilah bukit sampah seperti yang sering kita lihat.
Limbah bisa dihasilkan dari kegiatan rumah tangga, pasar, perkantoran, hotel,
rumah makan maupun industri. Salah satu indusri rumah tangga di kota Muntilan
yang menghasilkan limbah ialah industri rumah tangga keripik talas kimpul. Salah
satu limbah yang belum tertangani ialah kulit talas kimpul yang setiap harinya
kurang lebih 80 kg talas kimpul (Xanthosoma sagittifolium) diproduksi di Home
Industri Seruni dan menghasilkan limbah padat kurang lebih 15 kg. Menurut
hasil analisis primer yang dilakukan mengenai kandungan kulit talas kimpul, kulit
talas kimpul mengandung gula total sebesar 2,502% dan pati sebesar 9,769.
Kandungan karbohidrat ini yang menjadi dasar kulit talas kimpul bisa digunakan
sebagai kompos karena mengandung nutrisi yang dibutuhkan mikroorganisme
dalam melakukan perombakan bahan organik.
Di sinilah dibutuhkan solusi pemecahan dengan mengarah pada pemanfatan
teknologi sebagai upaya untuk menciptakan keadaan lingkungan yang sehat,
bersih dan sekaligus bisa memberikan keuntungan dari sisi ekonomis. Hal ini jika
dilihat dari potensi yang ada, sebenarnya sampah rumah tangga dari berbagai
penjuru, tidak selalu menjadi sumber masalah apabila dikelola dengan baik.
Jumlah sampah yang dihasilkan dari rumah tangga yang semakin besar seiring
dengan perkembangan jumlah penduduk, bahkan dapat menjadi sumber ekonomi
dan pendapatan bagi masyarakat setempat. Sampah organik limbah rumah tangga
memiliki potensi ekonomis, karena ternyata dapat dikelola dengan mudah untuk
dijadikan kompos dengan memanfaatkan teknologi tepat guna komposter.
Pengelolaan sampah ini bisa dilakukan pada skala ekonomis dalam area
pengelolaan tingkat Rukun Tetangga (RT) maupun skala komunal setingkat
lingkungan Rukun Warga (RW), bahkan bisa diperluas hingga tingkat pedusunan
/kelurahan.
Kompos adalah hasil pembusukan sisasisa tanaman yang disebabkan oleh
aktivitas mikroorganisme pengurai (Ridzany, 2015: 4). Bahan pelengkap atau
bulking agent yang ditambahkan berupa dedak atau bekatul yang berfungsi
sebagai sumber protein sedangkan sekam padi sebagai bulking agent utama
(Nugroho, 2010: 607).
Adanya kebutuhan kompos yangmeningkat di pasaran, maka diperlukan
carauntuk meningkatkan produksi kompos. Salah satu cara untuk mempercepat
proses pengomposan umumnya menggunakan bantuan effective microorganism
(EM4).
Dosis EM4 yang selama ini digunakanbervariasi, dimulai dari 0,5-10% untuk
beberapa varian bahan pengomposan. Namun, belum adavariasi penggunaan EM4
dalam pengomposankulit talas kimpul. Oleh karena itu, perludiketahui konsentrasi
EM4 yang efektif untukproses pengomposan kulit talas kimpul

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi EM4 terhadap kualitas hasil
pengomposan kulit kimpul (Xanthosoma sagittifolium) ?
2. Bagaimana perbedaan kandungan unsur hara pupuk kompos dengan
perlakuan EM4 dan tanpa perlakuan EM4 ?
3. Bagaimana pengaruh pupuk kompos kulit talas terhadap pertumbuhan
tanaman sawi ( Brassica juncea L.)?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi EM4 terhadap kualitas
hasil pengomposan kulit kimpul (Xanthosoma sagittifolium)
2. Untuk mengetahui perbedaan kandungan unsur hara pupuk kompos
dengan perlakuan EM4 dan tanpa perlakuan EM4
3. Untuk mengetahui pengaruh pupuk kompos kulit talas terhadap
pertumbuhan tanaman sawi ( Brassica juncea L.).

D. Manfaat
1. Untuk memanfaatkan limbah dari kulit talas kimpul
2. Untuk mengatasi masalah pencemaran lingkungan
3. Untuk menghasilkan kompos dengan menggunakan EM4
4. Dapat mendorong masyarakat untuk lebih memiliki kesadaran akan
kelestarian lingkungan menuju lingkungan yang sehat dan bersih.

E. Kajian Teori
a. Sampah
Sampah. Sampah atau solid waste merupakan zatzat atau benda-benda
yang sudah tidak terpakai lagi,baik berupa bahan buangan yang berasal dari
rumah tangga maupun dari pabrik sebagai sisa industri (Kamariah, 2005).
Berdasarkan sumbernya, sampah terbagi menjadi: sampah rumah tangga,
sampah pasar dan toko, sampah dari bangunan institusional (seperti sekolah,
kantor, dsb.), sampah jalanan, dan sampah industri. Berdasarkan bahan-
bahan yang terkandung di dalamnya, sampah dibedakan menjadi: sampah
organik, sampah anorganik, dan sampah lunak (sampah yang terdiri atas
bahan organik atau anorganik yang berupa partikel-partikel kecil, ringan,
dan bersifat mudah beterbangan).
Dalam pasal 12 (1) UUPPS, setiap orang diwajibkan melakukan
pengelolaan atau memilah sampah dengan cara atau metode yang
berwawasan lingkungan metode tersebut adalah 3R, yaitu:
1) Reduce (mengurangi sampah) dalam arti tidak membiarkan
tumpukan sampah yang berlebihan.
2) Reuse (menggunakan kembali sisa sampah yang bisa digunakan).
3) Recycle (mendaur ulang)
Apabila pengelolaan sampah yang tidak dilakukan secara
sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan maka akan dapat
menimbulkan berbagai dampak negatif. Dampak-dampak tersebut adalah
sebagai berikut:

1) Dampak terhadap kesehatan: tempat berkembang biak organisme


yang dapat menimbulkan berbagai penyakit, meracuni hewan dan
tumbuhan yang dikonsumsi oleh manusia.
2) Dampak terhadap lingkungan: mati atau punahnya flora dan fauna
serta menyebabkan kerusakan pada unsur-unsur alam seperti
terumbu karang, tanah, perairan hingga lapisan ozon.
3) Dampak terhadap sosial ekonomi: menyebabkan bau busuk,
pemandangan buruk yang sekaligus berdampak negatif pada
pariwisata secara bencana seperti banjir.
b. Penggunaan EM4
EM-4 singkatan dari Effective Microorganisme, yaitu biakan bakteri yang
biasanya digunakan sebagai activator kompos. Bakteri ini sangat berguna
untuk mengembalikan sifat kimia tanah.
EM-4 pertama kali ditemukan oleh Prof. Teruo Higa dari Universitas
Ryukyus. Jepang. Dalam EM 4 ini terdapat sekitar 80 genus microorganisme
fermentor. Microorganisme ini dipilih yang dapat bekerja secara efektif
dalam memfermentasikan bahan organik. Secara global terdapat 5 golongan
yang pokok yaitu:
1) Bakteri fotosintetik
2) Lactobacillus sp
3) Streptomycetes sp
4) Ragi (yeast)
5) Actinomycetes

Kandungan mikroorganisme yang banyak dalam EM4 dapat


mempercepat pengomposan sehingga dapat mengatasi permasalahan faktor
lamanya pengomposan secara konvensional (Hidayati., dkk, 2014: 2).
c. Pupuk Kompos
Menurut Peraturan Menteri Pertanian No. 2/Pert./HK.060/2/2006, yang
dimaksud dengan pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau
seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari sisa tanaman atau
hewan yang telah mengalami rekayasa berbentuk padat atau cair yang
digunakan untuk memasok bahan organik, memperbaiki sifat fisik, kimia dan
biologi tanah (Direktorat Sarana Produksi, 2006).
Pengomposan atau pembuatan pupuk organik merupakan suatu metode
untuk mengkonversikan bahan-bahan organik menjadi bahan yang lebih
sederhana dengan menggunakan aktivitas mikroba. Proses pembuatannya
dapat dilakukan pada kondisi aerobic dan anaerobik.
Pengomposan aerobik adalah dekomposisi bahan organik dengan
kehadiran oksigen (udara), produk utama dari metabolis biologi aerobik
adalah karbodioksida, air dan panas. Pengomposan anaerobik adalah
dekomposisi bahan organik tanpa menggunakan oksigen bebas; produk akhir
metabolis anaerobik adalah metana, karbondioksida dan senyawa tertentu
seperti asam organik. Pada dasarnya pembuatan pupuk organik padat maupun
cair adalah dekomposisi dengan memanfaatkan aktivitas mikroba, oleh karena
itu kecepatan dekomposisi dan kualitas kompos tergantung pada keadaan dan
jenis mikroba yang aktif selama proses pengomposan. Kondisi optimum bagi
aktivitas mikroba perlu diperhatikan selama proses pengomposan, mislanya
aerasi, media tumbuh dan sumber makanan bagi mikroba(Yuwono, 2006)
Terdapat hal lain yang harus sangat diperhatikan selama proses pembuatan
kompos itu berlangsung, yaitu harus dilakukan pengawasan terhadap:

1) Temperatur
2) Kelembaban
3) Odor atau Aroma, dan
4) pH
d. metode eksperimen dan RA
RAL (Rancangan Acak Lengkap)
Menurut Sastrosupadi (1995), rancangan acak lengkap dilakukan
pada media yang homogen.Pada rancangan acak lengkap (RAL)
Penerapan percobaan satu faktor dalam rancangan acak lengkap
biasanya digunakan jika kondisi unit percobaan yang digunakan
relative homogen. Penerapan perlakuan terhadap unit percobaan
dilakukan secara acak terhadap seluruh unit percobaan. Seperti
percobaan-percobaan yang dilakukan di laboratorium atau rumah kaca
yang pengaruh lingkungannya lebih mudah dikendalikan.
Rancangan acak lengkap dipergunakan jika variabel luar tidak
diketahui, atau bila pengaruh variabel ini yang sengaja tidak dikontrol
terhadap variasi subyek, adalah sangat kecil. Rancangan ini juga
dipakai jika diketahui bahwa subyek keadaannya seragam dan
inferensi yang dibuat berdasarkan hasil percobaan tidak dimaksudkan
sebagai inferensi yang bersifat percobaan tidak dimaksudkan sebagai
inferensi yang bersifat luas serta berlaku untuk populasi yang lebih
beragam.
Rancangan ini memiliki satu kelemahan. Yakni, walaupun
randomi- sasi dan matching telah dilakukan sejauh mungkin, namun
kemampuan metabolisme di antara subyek itu mungkin masih tetap
ada. Karenanya, dapat dimengerti jika rancangan ini tidak disarankan
jika hasil ujinya dipergunakan untuk inferen- si populasi yang lebih
beragam
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain
Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari kelompok kontrol
dan kelompok perlakuan, masing-masing dilakukan tiga ulangan yaitu
P0 (kontrol tanpa penambahan EM4), P1 (penambahan EM4 4%), P2
(penambahan EM4 6%), P3 (penambahan EM4 8%).
2. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan selama kurang lebih 3 bulan yaitu pada bulan
Januari hingga Maret 2017. Penelitian di lakukan di Desa Mutihan
Gunungpring Muntilan Magelang dan Laboratorium Biologi FMIPA
UNY.
3. Rancangan Analisis
Data analisis kualitatif dan kuantitaif pupuk kulit talas dibandingan
dengan SNI kemudian dideskripsikan. Sedangkan untuk pertumbuhan
tanaman sawi seperti jumlah daun, tinggi tanaman, berat basah dan
berat kering di uji menggunakan ANOVA (Analysis of Variance).
Hasil uji ANOVA yang berpengaruh atau berbeda nyata dilanjutkan
dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) dengan taraf nyata
5% .
G. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai pemanfaatan limbah kulit talas
kimpul (Xanthosoma sagittifolium) Melalui Proses Pengomposan degan
penambahan EM4 untuk Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) akan
diuraikan sebagai berikut
1. Hasil Analisis Pupuk Sesudah dan Sebelum Perlakuan
Tabel 1.1 Tabel Analisis Pupuk Sesudah dan Sebelum Perlakuan


Dari Tabel di atas terlihat bahwa hasil terbaik pada perlakuan P3
dengan indikator N, P, K yang sesuai standar dan C/N ratio
yang mendekati standar. Kandungan C, N, P, K dan C/N rasio
tidak menunjukkan hasil yang linear antar perlakuan. Perlakuan
menggunakan EM4 tidak terlalu berpengaruh terhadap kandungan
unsur hara. Fungsi dari EM4 dalam perlakuan hanya mempercepat
proses pengomposan dengan mendegradasi bahan kompos.
Semakin besar EM4 maka perombakan bahan juga semakin cepat.
2. Hasil Pengaruh Penambahan EM4 terhadap nilai unsur yang
terkandung

Gambar 1.1 Grafik Pengaruh Penambahan EM4 Terhadap Nilai


Karbon

Gambar 1.2 Grafik Pengaruh Penambahan EM4 Terhadap Nilai


Nitrogen
Gambar 1.3 Grafik Pengaruh Penambahan EM4 Terhadap Nilai
Phospor

Gambar 1.4 Grafik Pengaruh Penambahan EM4 Terhadap Nilai


Kalium
Setelah di beri perlakuan EM4 nilai unsur nitrogen, karbon,
Phospor, dan kaliumyang terdapat pada pengomposan kulit talas
tersebut. Bahan organik yang terurai menjadi unsur-unsur yang
terkandung di dalam kompos tersebut karena diberi perlakuan
EM4 yang mengandung mikroorgaisme yang berfungsi sebagai
pengurai bahan organik. Peningkatan unsur-unsur tersebut terjadi
pada P3, sehingga dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Peningkatan Unsur C
Peningkatan nilai karbon yang tinggi dikarenakan
adanya tambahan bulking agent dalam pengomposan
yang memiliki nilai karbon tinggi. Hal ini juga
dijelaskan Graha., dkk (2015: 143) bahwa bulking
agent juga berpengaruh tehadap peningkatan
kandungan karbon di dalam kompos.
b) Peningkatan Unsur N
Badrus dan Sutrisno Endro (2007: 6) terjadi karena
pada awal proses terjadi penguraian senyawa organik
kompleks menjadi asam organik sederhana yang
dilanjutkan dengan penguraian bahan organik yang
mengandung nitrogen.
c) Peningkatan Unsur P
Penelitian Dwicaksono., dkk (2014: 10), perlakuan
menggunakan EM4 cenderung lebih rendah
dibandingkan dengan P0 atau kontrol. Namun jika
dibandingan dengan antar perlakuan menggunakan
EM4. Kandungan unsur P tertinggi pada perlakuan
yang menggunakan konsentrasi EM4 tertinggi.
d) Peningkatan Unsur K
Pendapat Nur., dkk (2016: 11) yang menyatakan
bahwa, unsur K akan dimanfaatkan oleh mikroba dalam
proses dekomposisi sehingga semakin banyak EM4
yang di tambahkan maka akan semakin banyak
pemanfaatan K oleh mikroba
3. Hasil Pengaruh Penambahan EM4 terhadap Warna, Bau dan
Struktur Kompos pada Proses Pengomposan
Tabel 1.2 Perubahan Warna, Bau, dan Struktur Kompos Selama
Proses Pengomposan

Dari tabel tersebut terlihat selama proses pengomposan


warna bahan berubah dari aslinya. Perubahan warna tersebut
dimulai dari coklat, coklat tua hingga menghitam setelah proses
pengomposan berlangsung selama 2 minggu. Perubahan yang
cepat di tunjukkan pada perlakuan P2 dan P3 yang pada hari ke 4
pengamatan sudah menunjukkan perubahan menuju ke arah
kehitaman. Pada proses pengomposan juga menimbulkan bau
sebagai akibat terjadinya dekomposisi secara anaerob. Bau mulai
muncul setelah adanya kenaikan suhu pada hari ke 10 pengamatan.
Bau mulai menghilang ketika suhu mulai mengalami penurunan.
Menurut Yulipriyanto (2005:89- 90), bau muncul diakibatkan
mulai tingginya temperatur, semakin tinggi temperatur maka bau
yang muncul juga semakin kuat. Bau yang dihasilkan dari
pengomposan berasal dari volatilasi senyawa-senyawa organik
yang ada dalam bahan pengomposan. Bahan-bahan kimia yang
mampu menyebabkan bau diantaranya ammonia, sulfida, dan
asam asam lemak. Perubahan warna dan bau juga diikuti dengan
perubahan struktur pupuk. Perubahan struktur juga dipengaruhi
oleh kadar air pada saat proses pengomposan. Ketika suhu naik
maka kadar air meningkat dan mengakibatkan kondisi lembab
sehingga mempengaruhi struktur kompos. Dari data di atas sesuai
dengan pendapat Umniyati (1999: 5) yang menyatakan bahwa
mutu kompos yang baik ditandai dengan warna pupuk coklat
hingga hitam mirip dengan tanah, tidak berbau dan tidak larut
dalam air.

4. Hasil pupuk kulit talas kimpul berpengaruh terhadap pertumbuhan


tanaman sawi dilihat dari parameter jumlah daun, tinggi tanaman,
berat basah dan berat kering

Gambar 1.5 Grafik Rerata Jumlah Daun (Helai) pada Berbagai


Variasi Konsentrasi EM4 Pupuk Kompos Kulit Talas
Gambar 1.6 Grafik Rerata Tinggi Tanaman (cm) pada Berbagai
Variasi Pupuk Kompos Kulit Talas

Gambar 1.7 Grafik Rerata Berat Segar Sawi 29 Hst Dari Berbagai
Variasi Konsentrasi EM4 Pupuk Kulit Talas.

Gambar 1.7 Grafik Rerata Berat Kering Sawi 29 Hst Dari


Berbagai Variasi Konsentrasi EM4 Pupuk Kulit Talas.
Berdasarkan hasil pengamatan langsung, pupuk kulit talas
kimpul berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman sawi dilihat
dari parameter jumlah daun, tinggi tanaman, berat basah dan berat
kering dengan hasil terbaik pada perlakuan kompos kulit talas
kimpul yang ditambah EM4 8%. Namun jika dilihat dari hasil
statistik tidak menunjukkan hasil yang signifikan untuk semua
parameter.

H. Kesimpulan
1. Penggunaan EM4 berpengaruh terhadap kualitas hasil pengomposan.
Konsentrasi EM4 yang paling optimal dalam pembuatan pupuk kulit
talas kimpul ialah konsentrasi 8% dilihat dari nilai unsur hara dan C/N
rasio yang paling mendekati SNI.
2. Kandungan unsur hara pupuk kompos tanpa perlakuan EM4 dan
dengan perlakuan EM4 menunjukkan perbedaan walaupun hasilnya
tidak terlalu signifikan.
3. Berdasarkan hasil pengamatan langsung, pupuk kulit talas kimpul
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman sawi dilihat dari
parameter jumlah daun, tinggi tanaman, berat basah dan berat kering
dengan hasil terbaik pada perlakuan kompos kulit talas kimpul yang
ditambah EM4 8%. Namun jika dilihat dari hasil statistik tidak
menunjukkan hasil yang signifikan untuk semua parameter.
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Sarana Produksi, 2006, Pupuk Terdaftar, Direktorat Jenderal Tanaman


Pangan, Departemen Pertanian, Jakarta.

Yuwono, Teguh, 2006, Kecepatan Dekomposisi dan kualitas Kompos


SampahOrganik, Jurnal Inovasi Pertanian. Vol. 4, No.2

Kamariah, R.N., 2005. Dinamika NPK Selama Fermentasi. Jurusan Ilmu Tanah
UPN Veteran, Yogyakarta.

Dwicaksono, Marsetyo Ramadhany Bagus., Suharto, Bambang., Susanawati,


Liliya Dewi. 2014. Pengaruh Penambahan Effective Microorganisms pada
Limbah Cair Industri Perikanan Terhadap Kualitas Pupuk Cair Organik. Jurnal
Sumberdaya Alam dan Lingkungan Vol 1 No 1 hal.2-8. Malang : Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya.

Fransisca,Sylvia. 2009. Respon Pertumbuhandan Produksi Sawi ( Brassica juncea


L.) Terhadap Penggunaan Pupuk Kascing dan Pupuk Organik Cair. Skripsi.
Medan : Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Afifah, Diva Aprilia. 2017. PEMANFAATAN LIMBAH KULIT TALAS


KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium) MELALUI PROSES PENGOMPOSAN
DENGAN PENAMBAHAN EM4 UNTUK TANAMAN SAWI ( Brassica juncea
L. ). Jurnal Biologi. Vol 6 No 5 hal. 307-320: UNY Press

Anda mungkin juga menyukai