I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Limbah pertanian merupakan bahan yang terbuang di sektor pertanian. Pada pertanian
konvensional atau modern pada umumnya tidak terdapat pengelolaan limbah, sebab dalam
pertanian konvensional semua inputnya seperti pupuk menggunakan bahan kimia. Limbah
dianggap suatu bahan yanag tidak penting dan tidak bernilai ekonomi. Padahal jika kaji dan
didilola, limbah pertanian dapat diolah menjadi beberapa produk baru yang bernilai ekonoomi
tinggi.
Dalam era millennium ini, dalam dunia usaha bisnis internasional telah berkembang paradigma
pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang dikaitkan dengan terbitnya isu
manajemen lingkungan dalam bentuk penerbitan sertifikat ISO 14000. Isu tersebut menekankan
pada pengelolaan sumber daya alam yang efektif dan efisien dengan meminimalkan dampak
negatif terhadap lingkungan di sekitarnya. Paradigma pembangunan berkelanjutan tersebut
memiliki tiga pilar utama, yaitu ekonomi, ekologi, dan social. Secara ekonomi, pembangunan
agribisnis / agroindustri harus dapat menciptakan pertumbuhan yang tinggi untuk mrncapai
kesejahteraan, khususnya bagi stakeholder agribisnis / agroindustri. Secara ekologi,
pembangunan tersebut hendaknya menekan seminimal mungkin dampak lingkungan yang
ditimbulkan oleh kegiatan pengelolaan sumber daya alam. Secara social, memberikan
kemanfaatan pada masyarakat luas. Paradigma global di atas juga harus diantisipasi oleh para
stakeholder agribisnis dan agroindustri, mengingat dalam konteks yang lebih luas (dimana
agribisnis mencakup juga budang kehutanan, perkebunan, dan perikanan laut), agribisnis
,merupakan salah satu sektor usaha yang rentan terhadap isu lingkungan (Kristanto, 2004).
Pada prinsipnya, ekologi industri menerangkan bagaimana seharusnya suatu industri
melakukan kerjanya dengan menggunakan sumber daya yang terbatas dengan menghasilkan
limbah yang seminimum mungkin. Hal ini dapat diraih dengan cara-cara antara lain; (1)
melakukan efisiensi penggunaan sumber daya, (2) memperpanjang umur produk, melakukan
pencegahan pencemaran, melakukan daur ulang dan panggunaan kembali, dan (50 membangun
taman-taman ekoindustri (Kristanto, 2004).
Pada industri pertanian kakao, untuk mengatasi masalah ini, maka salah satu cara yang dapat
dilaksanakan adalah melaksanakan pengolahan limbah pertanian kakao. Limbah tersebut
meliputi limpah pra-panen dan limbah pasca-panen. Tujuan dari pengolahan limbah sendiri
adalah untuk menjaga kstabilan ekologi pertanian kakao. Tanaman kakao banyak menghasilkan
limbah. Limbah tersebut antara lain adalah pulp, kulit buah, dan daging buah. Selain itu,
terdapat limbah pra-panen merupakan daun dan seresah pohon (Kristanto, 2004).
Pengolahan limbah kakao sangat perlu dilakukan dikarenakan tanaman kakao merupakan
tanaman yang secara umum dimanfaatkan bagian bijinya saja. Bagian buah lain tidak
digunakan menjadi bahan utama. Pemanfaatan limbah buah kakao maupun pemanfaatan
limbah pra-panen pada tanaman kakao (Kristanto, 2004).
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis limbah tanaman kakao
baik limbah pra-panen, limbah panen, dan limbah pasca-panen serta mengetahui cara
pengelolahan limbah.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana cara mengelola limbah kakao mulai dari pra-panen, panen, dan pasca panen ?
2.
Apa saja yang dapat dihasilkan dari pengelolaan limbah kakao ?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan
1.
Mengetahui cara mengelola limbah kakao mulai dari pra-panen, panen, dan pasca panen.
2.
Mengetahui hasil dari pengelolaan limbah kakao.
1.3.2 Manfaat
1.
Mahasiswa mengetahui cara pengelolaan limbah kakao
2.
Masyarakat dan petani dapat menggunakan makalah ini sebagai acuan referensi untuk
mengelola limbah kakao.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Ekologi Industri
Pada prinsipnya, ekologi industri menerangkan bagaimana seharusnya
suatu industri
melakukan kerjanya dengan menggunakan sumber daya yang terbatas dengan menghasilkan
limbah yang seminimum mungkin. Hal ini dapat diraih dengan cara-cara antara lain; (1)
melakukan efisiensi penggunaan sumber daya, (2) memperpanjang umur produk, melakukan
pencegahan pencemaran, melakukan daur ulang dan panggunaan kembali, dan (50 membangun
taman-taman ekoindustri (Rachmayanti, 2004).
2.2 Dasar Pengolahan Limbah di Indonesia
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.
02/MENKLH/1988, yang dimaksud dengan pencemaran adalah Masuk atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam air/udara, dan/atau
berubahnya tatanan (komposisi) air/udara oleh kegiatan manusia atau proses alam sehngga
kualitas udara/air menajdi kurang atau tidak dapar berfungsi lagi sesuai dengan
peruntukannya.
Dengan semakin meningkatnya perkembangan sektor industri dan transportasi, baik indutri
minyak dan gas bumi, pertanian, industri kimia, industri logam dasar, industri jasa dan jenis
aktivitas manusia lainnya, maka semakin meningkat pulabtingkat pencemaran pada perairan,
udara dan tanah akibat berbagai kegiatan tersebut(Rachmayanti, 2004).
Untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan oleh berbagai aktivitas tersbeut maka
perlu dilakukan pengendalian terhadap pencemaran lingkungan dengan menetapkan baku
mutu lingkungan, termasuk baku mutu air pada sumber air, baku mutu limbah cair, baku mutu
udara ambien, baku mutu udara emisi dan sebagainya (Rachmayanti, 2004).
2.3 Karakteristik Limbah Pertanian Secara Umum
Limbah merupakan bagian dari produk hasil pertanian yang pengelelolaannya perlu mendapat
perhatian, karena dapat menjadi sumber bencana bagi manusia. Jika tidak dikelola dengan
baik maka limbah pertanian sering menjadi tempat bersarang/berkembangbiak hama dan
penyakit, terjadinya pencemaran (polusi) udara berupa gas Metan (CH 4), CO2 dan N2O
(Baharuddin, 2010).
Secara umum, limbah pertanian merupakan limbah organik. Limbah pertanian memiliki ciriciri umum. Ciri umum atau karakteristik tersebut dibagi dalam dua kategori, yaitu karakteristik
secara fisika dan kimia.
KARAKTERISTIK
SUMBER LIMBAH
Fisika :
Warna
Bau
Padatan
Suhu
Kimia :
Karbohidrat
Pestisida
Penol
Limbah Industri
atau terkontaminasi virus, limbah semacam ini harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang
ke tempat pembuangan akhir (Rachmayanti, 2004).
2.5 Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum limbah diolah
Dalam pengolahan limbah, terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan. Faktorfaktor tersebut adalah:
1.
Jumlah Limbah. Apakah Limbah dapat ditinggulangi sendiri di dalam pabrik tanpa
menggunakan peralatan pengolahan ataupun penganngkutan. Jika jumlah limbah hanya
sedikit maka tidak membutuhkan penanganan khusus seperti tempat dan sarana
pembuangannya, tetapi jika limbah yang dibuang , misalnya, 4 m 3/hari, sudah tentu
membutuhkan tempat pembuangan akhir dan sarana angkutan tersendiri.
2.
Sifat fisik dan kimia limbah. Limbah padat terdiri dari berbagai macam wujud dan bentuk,
tergantung pada jenis industrinya. Sifat fisik limbah akan mempengaruhi pilihan temapt
pembuangan akhir , srana pengangkutan dan pilihan sistem pengolahan. Disamping sifat fisik
limbah, sifat kimia merupakan sifat yang tidak dapat diabaikan. Sifat kimia limbah pada akan
merusak dan mencemari lingkungan secara kimia yang dapat menimbulkan reaksi saat-saat
membentuk senyawa baru. Limbah padat yang berupa lumpur dari pabrik pulp dan dan rayon
akan mencemari air tanah melalui penyerapan kedalam tanah
3.
Kemungkinan pencemaran dan kerusakan lingkungan. Lingkungan terdiri dari berbagai
komponen, baik yang sensitif maupun yang tidak terhadap berbagai komponen polutan. Perlu
diketahui komponen lingkungan yang rusak akibat pencemaran pada tempat pembuangan
akhir.
4.
Tujuan Akhir yang hendak dicapai. Ada beberapa tujuan yang hendak dicapai dalam upaya
pengolahan limbah. Tujuan ini tergantung dari kondisi limbah, bersifat ekonomis atau non
ekonomis. Untuk Non-ekonomis, pengolahan ditujukan untuk pencegahan (preventive)
kerusakan lingkungan, sedangkan limbah yang memiliki nilai ekonomis mempunyai tujuan
meningkatkan efisiensi produk secara keseluruhan dan untuk memanfatkan kembali bahan
yang masih berguna dengan tujuan lain. Bagaimanapun pengelolaan akhir limbah harus
mendapatkan perhatian yang utama. Untuk itu perlu dilakukan pengelolaan pendahuluan
untuk mendapatkan limbah yang lebih mudah mengelolanya, misalnya mudah dipindahkan,
mudah diangkut, tidak menimbulkan bau pada saat dibawa ke tempat pembuangan akhir dan
lain-lain.
Pemisahan. Pemisahan perlu dilakukan karena dalam limbah terdapat berbagai ukuran dan
kandungan bahan tertentu. Disamping itu juga untuk menyesuaikan dengan kondisi
peralatan dan sekaligus mencegah kerusakan peralatan (mesin) karena tidak sesuai dengan
komponen bahan pencemar dalam limbah.
2.
Penyusutan Ukuran.Ukuran bahan diperkecil untuk mendapatkan ukuran yang lebih
homogen sehingga mempermudah pemberian perlakuan pada pengolahan berikutnya,
dengan maksud antara lain :
Komponen
Persen segar
Persen kering
Kulit
68,5
47,2
Placenta
2,5
2,0
Biji
29,0
5,8
Pemetikan dan sortasi buah: Kakao adalah tanaman yang waktu pemanenannya adalah
musiman. Kakao varietas Amelanado mencapai puncak panen yang lebih tajam dari kakao
Amazon. Amelonado menunjukkan bahwa 75% panen tahunan terjadi antara periode
September-Januari, sedangkan pada varietas Amazon tidak lebih dari 50 % panen pada
periode yang sama. Semakin rendah jumlah panen puncak, akan semakin menguntungkan
karena penyebaran waktu panen yang merata dapat menurunkan jumlah kebutuhan dan
kapasitas alat-alat pengolahan. Selain itu,penyebaran waktu panen akan jugamenurunkan
kuantitas hasil limbah yang dihasilkan, sehingga memudahkan petani untuk mengolah limbah
tersebut (Wahyudi et.al., 2008).
2.
Waktu pemetikan: Pemetikan terhadap buah yang muda dan buah yang terlewat tua
seharusnya dihindari. Buah yang masih muda masih memiliki yang gepeng, sehingga limbah
kulit dan daging buah kakao masih banyak. Selain itu, kakao yangsudah tua akan memiliki biji
yang telah berkecambah. Biji yang telah berkecambah tidak akan bisa diolah menjadi bahan
baku atau semi baku lain, sehingga akan menjadi limbah panen. Limbah panen yang terlalu
banyak akan menyulitkan para petani untuk mengolahnya.
3.
Penyimpanan buah: Pemeraman buah dilakukanselama 5-12 hari tergantung kondisi
setempat dan derajat kematangan buah. Selama pemeraman buah, dihindari buah kakao
yang terlampau masak, rusak, atau diserang jamur, yakni dengan cara diantaranya adalah:
Mengatur tempat pemeraman agar bersih dan terbuka, Memberi alas pada permukaan tanah
dan penutup permukaan dengan daun kering. Cara ini akan dapat menurunkan jumlah biji
kakao yang rusak daari sekitar 15% menjadi 5%. Hal hal tersebut dapat mengurangi
pertumbuhan jamur pada biji kakao. Biji kakao yang terkena serangan jamur akan
menurunkan hasil kualitas produksi dan mungkin tidak dapat diolah dan menjadi limbah.
4.
4. Pemecahan Buah. Pemecahan buah dapat dilakukan dengan pemukul kayu, pemukul
berpisau, atau dengan teknologi modern. Pemecahan berpisau sering digunakan meskipun
cara ini tidak dianjurkan karena dapat merusak biji kakao. Biji kakao yang rusak akan mudah
terserang jamur. Kakao yang terserang jamur tidak dapat difermentasikan dan alhasil akan
menjadi limbah.
2.9 Kakao
Indonesia merupakan salah satu negara pembudidaya tanaman kakao paling luas di dunia dan
termasuk negara penghasil kakao terbesar ketiga setelah Ivory Coast dan Ghana, yakni dengan
nilai produksi tahunannya mencapai 572 ribu ton. Berdasarkan data dari Direktorat Jendral
Perkebunan (2006), pada tahun 2003 luas areal penanaman kakao telah mencapai 917 ribu
hektar dan tersebar di seluruh provinsi, kecuali DKI Jakarta (T. Wahyudi dan P. Rahardjo dalam
Rizky D.P).
Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup penting
bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan
dan devisa negara. Disamping itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan
wilayah dan pengembangan agroindustri. Pada tahun 2002, perkebunan kakao telah
menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu kepala keluarga
petani yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta memberikan
sumbangan devisa terbesar ke tiga sub sector perkebunan setelah karet dan minyak sawit
dengan nilai sebesar US $ 701 juta (www.depprin.go.id).
Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang menempati peringkat ketiga ekspor
sektor perkebunan dalam menyumbang devisa negara, setelah komoditas karet dan CPO. Pada
2006 ekspor kakao mencapai US$ 975 juta atau meningkat 24,2% dibanding tahun sebelumnya
(Suryani dan Zulfebriansyah, 2005). Luas areal perkebunan kakao di Indonesia pada 2006
mencapai 1,19 juta hektar dengan rata-rata pertumbuhan lahan 7,4% per tahun. Produksi buah
kakao tahun 2006 mencapai 779,5 ribu ton atau tumbuh rata-rata 3,8% per tahun. (Suryani dan
Zulfebriansyah, 2005).
Kulit buah kakao (shel fod husk) adalah merupakan limbah agroindustri yang dihasilkan
tanaman kakao (Theobroma cacao L.) Buah coklat yang terdiri dari 74 % kulit buah, 2 %
plasenta dan 24 % biji. Hasil analisa proksimat mengandung 22 % protein dan 3-9 % lemak
(Nasrullah dan A. Ella, 1993 dalam Baharuddin). Pakar lain menyatakan kulit buah kakao
kandungan gizinya terdiri dari bahan kering (BK) 88 % protein kasar (PK) 8 %, serat kasar (SK)
40,1 % dan TDN 50,8 % dan penggunaannya oleh ternak ruminansia 30-40 % dilaporkan oleh
Anonimus (2001).
Komponen utama dari buah kakao adalah kulit buah, plasenta, dan biji. Kulit buah merupakan
komponen terbesar dari buah kakao, yaitu lebih dari 70% berat buah masak. Persentase biji
kakao di dalam buah hanya sekitar 27-29%, sedangkan sisanya adalah plasenta yang merupakan
pengikat dari 30 sampai 40 biji.
2.10 Pengelolaan Limbah Kakao
Semakin meningkatnya produksi kakao baik karena pertambahan luas areal pertanaman
maupun yang disebabkan oleh peningkatan produksi persatuan luas, akan meningkatkan jumlah
limbah buah kakao. Komponen limbah buah kakao yang terbesar berasal dari kulit buahnya
atau biasa disebut pod kakao, yaitu sebesar 75 % dari total buah (Ashadi, 1988). Jika dilihat
dari data produksi buah kakao yang mencapai 779,5 ribu ton, maka limbah pod kakao yang
dihasilkan sebesar 584,6 ribu ton/tahun. Apabila limbah pod kakao ini tidak ditangani secara
serius maka akan menimbulkan masalah lingkungan.
III. PEMBAHASAN
3.1 Limbah Pra Panen Kakao
3.1.1 Pemanfaatan Limbah Daun Kakao sebagai Kompos
Limbah daun kakao adalah masalah linkungan yang paling sulit di atasi, baik dari faktor volume
limbah, kandungan bahan pencemar, dan frekuensi pembuangan limbah, dimana sering
membuat kerugian daripada keuntungan. Untuk mengatasi limbah ini diperlukan pengolahan
dan penanganan limbah yang baik dan ramah lingkungan yaitu dengan sebagian limbah ada
yang diolah kembali atau daur ulang sebagai limbah yang bermanfaat tanpa timbulkan
kerugian. Dengan kemajuan zaman di harapkan pengolahannya jauh lebih baik dan optimal
menyeluruh sehingga masalah linkungan cepat tertasi, tak ada pencenmaran udara, air,
maupaun tanah sekalipun.
3.1.1.1 Manfaat Limbah Daun Kakao Menjadi Pupuk
1. Mengurangi Volume limbah daun yang dibuang di TPA
Karena daun dikomposkan di tempat di mana kompos tersebut diambil, maka dengan
sendirinya volume daun yang diangkut ke TPA akan berkurang.
15 %, 35 % dan 30 %. Ini artinya bahwa ransum tersebut terdiri atas 15 % tepung kulit buah
kakao, 35 % bekatul dan 30 % jagung giling (Hasnah, Tanpa Tahun).
Namun kelemahan pengolahan limbah ini membutuhkan waktu yang cukup lama dalam proses
fermentasi dan pengeringan. sebelumnya dalam proses pengolahan limbah pod kakao sebagai
pakan ternak ini harus dilakukan sortasi terlebih dahulu. Dimana pod yang terjangkit dan busuk
dipisahkan. Sehingga yang diolah hanya pod yang mempunyai kualitas baik. Sehingga pakan
ternak yang dihasilkan juga baik.
Kelemahan dalam pengolahan limbah pod kakao tanpa fermentasi ini ialah serat kasar
(lignin) yang terdapat pada kulit tidak akan berkurang. Sehingga jika digunakan sebagai pakan
ternak akan sulit untuk dicerna. Jika sulit dicerna maka akan mempengaruhi proses
pencernaan metebolisme ruminansia tersebut. Maka dari itu disarankan melalui proses
fermentasi.
3.2.2 Pemanfaatan Limbah Pod Kakao sebagai Pakan Ikan
Pakan merupakan komponen biaya operasional terbesar dalam kegiatan terbesar dalam
kegiatan budidaya perikanan. Kebutuhan akan pakan dapat menyerap hingga 60% dari total
biaya produksi. Sumber bahan baku penyusun pakan yang terbesar saat ini adalah tepung ikan.
Penggunaan tepung ikan dapat menyumbang 40-60% dari total bahan baku penyusun pakan.
Namun, angka import tepung ikan yang dikeluarkan BPS (Badan Pusat Statistik) menunjukkan
penurunan dari tahun ke tahun. Pada 2006 mencapai angka 88.825 ribu ton, pada tahun 2008
menjadi 67.597 ribu ton. Trend penurunan tersebut seiring dengan penurunan produksi tepung
ikan dunia. Dari sisi perdagangan internasional, kondisi ini berdampak pada merangkaknya
harga jual tepung ikan.
Salah satu alternatif substansi bahan baku ikan yang dapat dilakukan adalah dengan
pemanfaatan limbah pertanian. Pemanfaatan limbah kulit buah kakao dapat dipilih sebagai
salah satu alternatir bahan baku pakan ikan dikarenakan memiliki kandungan protein yang
cukup tinggi sekitar 8-10% dan melimpahnya ketersediaan jumlah bahan ini di daerah-daerah
yang ada di Indonesia dan belum termanfaatkan dengan baik. Indonesia merupakan negara
produsen terbesar ketiga penghasil kakao dunia.
Salah satu alternatif pengolahan limbah yaitu dengan memanfaatkan mikroorganisme yang
akan melakukan proses biologis (bioproces) dalam mengolah senyawa-senyawa yang tidak
dibutuhkan dalam bahan baku pakan dan mendapatkan senyawa yang diinginkan dalam proses
pembuatan bahan pakan. Beberpa jenis mikroorganisme yang berpotensi untuk proses
fermentasi kulit buah kakao diantaranya adalah Aspergilus niger, Trichoderma sp, dan Koruria
rosea. Pemanfaatan Aspergilus niger menurut hasil penelitian Okpako et al dalam Kurnianzah
Aziz dkk (2011) dapat meningkatkan kadar protein sebesar 24%, kadar abu 7,52%, dan
mengurangi sianida 7,35 mg/kg. Koruria roseadapat meningkatkan kadar asam amino lysine
3,46%, histidine 0,94%, dan kadar methionin sebesar 0,69%.
Fungsi lain dari mikroorganisme yang sudah disebutkan diatas juga sebagai pengurai serat-serat
kasar pada kakao menjadi halus. Untuk menghaluskan kandungan serat kasar juga dapat
dilakukan dengan serangkaian proses seperti mekanis, biologi, dan kimiawi. Maka dari itu
untuk mempercepat proses pembuaatan pakan ikan dengan limbah kulit kakao dapat dilakukan
dengan serangkaian proses tersebut.
Saat ini, proses pengolahan limbah kulit kakao sebagai pakan ikan jarang dilakukan oleh para
pengelola perkebuana kakao. Biasaya limbah kulit kakao diolah menjadi pupuk kompos dan
sebagai pakan ternak. Maka dari itu, jika para petani kakao mengetahi pasokan pakan ikan
didunia mulai berkurang, maka para petani akan gencar untuk mengusahakan pengolahan ini.
Maka dari itulah, disini perlu diadakan sosialisai mengenai hal ini kepada para petani oleh
pemerintah atau oleh pihak penyuluh pertanian.
Kelemahan pengolahan limbah kulit kakao sebagai tepung pakan ikan belum diteliti lebih
dalam, yang diteliti disini hanyalah kandungan pada kulit kakao tersebut cukup baik bagi
pertumbuhan ikan. Adapun menurut penelitian, kulit kakao mempunyai kandungan protein
yang cukup tinggi sehingga cukup bagi pertumbuhan ikan. Selain itu, kelemahanya adalah
masih belum ada percobaan yang cukup dalam menerapkan hal ini. Karena pada umumnya ikan
juga pilih-pilih pakan. Disini juga tidak terdapat penelitian lebih dalam tentang pertumbuhan
dan perkembangan ikan selama mengkomsumsi pakan dari limbah kulit kakao ini. Adapun lebih
singkatnya pembuatan limbah kulit kakao sebagai tepung pakan ikan dapat dilaihat pada
skema.
3.3 Limbah Pasca Panen
3.3.1 Pemanfaatan Limbah Pulp sebagai Nata De Coco
Salah satu produk hasil samping yang dapat dihasilkan dari cairan lender biji kakao adalah nata
cacao. Produk tersebut hamper sama dengan nata de coco yanga bahannya berasal dari air
kelapa. Dengan proses fermentasi yang serupa yaitu pemnafaatan bakteri acetobacter xylinum,
cairan lender biji kakao dapat menghasilkan nata. Cara embuatan nata de cacao sama dengan
pembuatan nata de coco yaitu relative sederhanan dan mudah dikerjakan, hanya saja
memerlukan suasana yang bersih dan kondisi yang aseptis.
Raktor yang berpengaruh pada pembuatan nata meliputi sumber gula, suhu fermentasi,
tingkat keasaman medium, lama fermentasi dan aktivitas bakterinya. Gula merupakan salah
satu nutrisi yang sangat diperlukan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan dan
perkembangannya. Sampai pada konsentrasi tertentu penambahan gula akan meningkatkan
pertumbuhan bakteri acetobter xylinum sehingga pembentukan nata dari hasil perombaan gula
menjadi semakin tinggi.
Untuk memperoleh hasil nata de cacao yang lebih putih, dalam pembuatannya harus dilakukan
pengenceran limbah cair biji kakao. Hal ini disebabkan cairan biji kakao mengandung yang
langsung diambil dari pabrik pengolahan biji kakao masih mengandung kotoran-kotoran dan
masih berwarna kuning cokelat. Adapun tujuan pengenceran media (limbah cair biji kakao)
adalah untuk memucatkan warna kuning cokelat dari limbah cair biji kakao agar nata yang
dihasilkan lebih putih.
1.
Bagi petani sebaiknya melakukan pengelolaan limbah agar bermanfaaat dan bernilai
ekonomi
2.
Bagi mahasiswa sebaiknya mempelajari lebih dalam proses pengelolaan limbah pertanian
3.
Bagi menteri pertanian sebaiknya melakukan program penyuluhan kepada para petani untuk
mengelola limbah
DAFTAR PUSTAKA
Hasnah, Juddawi, Albertus Sudiro dan Amirullah.Tanpa tahun. Pemanfaatan Kulit Buah Kakao
Sebagai Pakan Ternak. Naskah Siaran Pedesaan. Instalasi Pengkajian Penerapan Teknologi
Pertanian (IPPTP). Makassar.
Kristanto P. 2004. Ekologi Industeri. Jakarta: Penerbit Andi.
Kurniansyah, Aziz, Ridha Nugraha, dan Widya Ary Handoko. 2011. Fermentasi Limbah Kulit
Buah Kakao Sebagai Sumber Protein Alternatif Dalam Pakan Ikan. Program Kreativitas
Mahasiswa. Institut Pertanian Bogor.
Nasrullah dan A. Ella, 1993. Limbah Pertanian dan Prospeknya Sebagai Sumber Pakan Ternak di
Sulawesi Selatan. Makalah. Ujung Pandang.
Rachmayanti. 2004. Manajemen Agribisnis. Jakarta: Ghalia Indonesia