Anda di halaman 1dari 17

PENGAMATAN “CHILLING INJURY” SYMPTOMS” PADA

BUAH-BUAHAN
(Laporan Praktikum Fisiologi Pasca Panen)

Disusun oleh :

Kelompok 4 (THP A)

1. Duwinda (1914051013)
2. Yeremia Bagus Nugroho (1914051031)
3. Rifda Mardhiyah (1914051039)
4. Umi Adila Tsani (1914051055)
5. Made Chendy C.M.V (1954051011)

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2020
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Buah dan sayuran merupakan salah satu komoditi yang paling banyak terdapat
di Indonesia, namun karena penanganan pasca panen yang kurang, sehingga
menyebabkan buah dan sayur tersebut tidak mampu dimanfaatkan lagi dan
tidak memiliki daya jual yang tinggi. Kerusakan ini disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu mekanis dan biologis. Nilai kesegaran pada buah bisa diketahui
dari laju respirasi yang akan mempengaruhi susut bobot, tekstur, kadar air,
perubahan warna, atau aktifitas fisiologis maupun mikrobiologis semakin
meningkat. Untuk menjaga agar produk selepas panen tetap tahan lama, maka
proses metabolisme harus ditekan serendah mungkin dengan cara
penyimpanan dan pengemasan. Dilakukannya perlakuan pasca panen ini
bertujuan untuk mengurangi proses terjadinya respirasi dan transpirasi
(Asriyanti dkk, 2011).

Penyimpanan produk pasca panen bertujuan untuk memperpanjang umur


simpan bahan pangan tersebut sejak dipanen sampai akan digunakan kembali
atau diolah menjadi produk lain. Penyimpanan produk pasca panen yang tidak
sesuai dapat menyebabkan kerusakan fisiologis yang salah satunya dapat
berupa chilling injury. Chilling injury umum pada produk tropis yang
disimpan di atas suhu beku dan di antara 5-15°C tergantung sensitivitas
komoditi. Chilling injury ini merupakan kerusakan utama pada buah dan
sayur saat disimpan pada suhu rendah. Berdasarkan dari penjelasan di atas
maka, sangat perlu untuk dilakukan praktikum chilling injury untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan pada buah dan
sayuran. Selain itu, dengan adanya praktikum ini dapat diketahui tanda-tanda
yang dihasilkan jika buah dan sayuran mengalami kerusakan akibat suhu
rendah. Dengan demikian, usaha yang baik untuk mencegah terjadinya
kerusakan yang terjadi pada buah dan sayuran akibat pendinginan dapat
diketahui (Asriyanti dkk, 2011).

1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini adalah mengamati tanda-tanda CI pada beberapa


komoditas pertanian yang dikemas atau tanpa dikemas dengan plastik PE.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Tomat

Tanaman tomat termasuk tanaman sayuran yang sudah dikenal sejak dahulu.
Peranannya yang penting dalam pemenuhan gizi masyarakat sudah sejak lama
diketahui orang. Tanaman tomat (Lycopersium esculentum Mill) adalah
tumbuhan setahun, berbentuk perdu atau semak dan termasuk ke dalam
golongan tanaman berbunga (angiospermae). Dalam klasifikasi tumbuhan,
tanaman tomat termasuk kelas dicotyledonnae (berkeping dua). Secara
lengkap ahli – ahli botani mengklasifikasikan tanaman tomat secara sistemik
sebagai berikut :
Divisi : Spermatopyhta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae (berkeping dua)
Ordo : Turbiflorae
Famili : Solanaceae (berbunga seperti terompet)
Genus : Solanum (Lycopersium)
Species : Lycopersium esculentum Mill
(Ratih dkk, 2020).

Batang tomat walaupun tidak sekeras tanaman tahunan, tetapi cukup kuat.
Warna batang hijau dan berbentuk persegi empat sampai bulat, pada
permukaan batangnya banyak ditumbuhi rambut halus terutama di bagian
berwarna hijau. Diantara rambut – rambut tersebut terdapat rambut kelenjar,
jika dibiarkan (tidak dipangkas) tanaman tomat akan mempunyai banyak
cabang yang menyebar rata. Sebagaimana tanaman dikotil lainnya, tanaman
tomat berakar samping yang menjalar ke tanah, daunnya mudah dikenali
karena mempunyai bentuk yang khas, yaitu berbentuk oval, bergerigi, dan
mempunyai celah yang menyirip. Buah tomat yang masih muda biasanya
terasa getir dan berbau tidak enak karena mengandung lycopersicin yang
berupa lendir dan dikeluarkan 209 kantong lendir.Ketika buahnya semakin
matang, lycopersicin lambat laun hilang sendiri sehingga baunya hilang dan
rasanya pun jadi enak, asam – asam manis (Ratih dkk, 2020).

2.2 Pengertian Chilling Injury

Chilling injury adalah kerusakan fisiologis terhadap sel membran bahan


pangan yang mungkin terjadi setiap saat yang diakibatkan oleh kondisi
lingkungan selama musim tanam, transportasi, distribusi, atau penyimpanan,
di toko atau bahkan di kulkas saat disimpan di rumah. Kerusakan membran
seringkali diikuti oleh efek lain, seperti produksi etilen, peningkatan respirasi,
penurunan fotosintesis, dan perubahan seluler struktur menyebabkan buah-
buahan lebih rentan terhadap penyakit. Tanda pertama muncul sebagai
perubahan warna kecoklatan sangat sedikit dari daging buah, kadang disertai
dengan inti kecoklatan. Chilling injury merupakan kerusakan utama yang
terjadi pada buah dan sayur asal tropis dan subtropis, meskipun gangguan
fisiologis tertentu akan muncul pada buah dan sayur ini hanya ketika mereka
disimpan pada suhu rendah (Jouyban, 2013).

Chilling injury adalah suatu kondisi bahan hasil pertanian (sayur dan buah)
mengalami kerusakan akibat perlakuan pada suhu dingin yakni sekitar 0 – 10
0˚C. Kasus chilling injury biasanya muncul saat penanganan yang dilakukan
pada bahan hasil pertanian (sayur dan buah) untuk memperpanjang masa
simpan bahan tersebut. Penyebab utama dari chilling injury dianggap
kerusakan dalam membran sel. Kerusakan membran sel yang mungkin
termasuk produksi etilena, respirasi meningkat, fotosintesis berkurang,
gangguan energi, akumulasi produksi senyawa beracun seperti etanol dan
asetaldehida dan struktur selular yang berubah. Chilling injury merupakan
suatu kerusakan yang tidak diharapakan terjadi pada komoditas pertanian.
Untuk mencegah terjadinya chilling injury maka setiap komoditas pertanian
yang berbeda harus disimpan terpisah sesuai dengan suhu kritis yang dimiliki
tiap-tiap komoditi (Rahardian, 2010).

2.3 Penyebab Kerusakan Dingin (Chilling Injury)

Penyimpanan pada suhu rendah akan menyebabkan kerusakan bahan pangan


yang disebut chilling injury. Penurunan suhu yang terlalu besar hanya dapat
memperpanjang daya simpan dalam beberapa hari saja. Suhu penyimpanan
yang rendah sekali dilakukan terlalu lama walaupun dapat mencegah proses
pemasakan tetapi dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan, misalnya
pengeriputan kulit, pelunakan jaringan, dan juga perubahan warna. Kegunaan
suhu rendah pada tempat penyimpanan sebagian besar karena pengaruhnya
dalam menurunkan kerja (aktivitas) enzim-enzim respirasi dengan enzim lain
pada jaringan tumbuhan tingkat tinggi, bakteri, dan cendawan. Hubungan
antara suhu dan respirasi serupa dengan hubungan antara suhu dan reaksi
kimiawi lainnya pada kisaran tertentu laju respirasi meningkat dua atau tiga
kali lipat dengan setiap kenaikan suhu 10°C sampai suhu diatas 37,8°C.
Kerusakan karena pendinginan merupakan persoalan besar dalam penanganan
pasca panen, karena kerusakan itu menyebabkan banyak komoditi tidak
mungkin disimpan pada suhu yang sebenarnya dapat memperpanjang komodit
itu dengan cukup lama (Asriyanti dkk, 2011).

Kerusakan karena pendinginan berbeda-beda tergantung pada jenis jaringan


yang mengalami kerusakan. Pengeriputan lebih jelas tampak pada buah-
buahan, seperti jeruk nipis, jeruk besar, mangga atau alpukat yang bagian
paling luarnya lebih keras dan lebih tebal daripada lapisan-lapisan yang
berbatasan. Hal ini adalah salah satu penyebab kerugian ekonomi yang besar
bagi buah-buahan dan sayur-sayuran selama penyimpanan dan pengangkutan.
Suhu penyimpanan bahan mentah juga berpengaruh terhadap kerusakan
mikrobiologis, fisiologis, fisis dan sebagainya. Suhu penyimpanan yang terlalu
rendah akan menyebabkan adanya kerusakan fisis seperti freezing injury
maupun cilling injury yaitu kerusakan karena pembekuan atau pendinginanan.
Masing-masing komoditi mempunyai ketahanan yang berbeda terhadap suatu
suhu. Buah-buahan biasanya disimpan pada suhu dingin (diatas 0°C)
sedangkan ikan, udang dan sebagainya pada suhu pembekuan (dibawah 0°C),
suhu yang terlampau tinggi pada proses pengolahan juga akan menyebabkan
kerusakan pada komponen zat gizi seperti denaturasi protein, kerusakan
vitamin. Dengan demikian perlu diinformasikan mengenai suhu pengolahan,
sehingga diperoleh suatu penurunan jumlah bakteri pembusuk dan aktifitas
enzim, tetapi tidak merusak zat gizi bahan tersebut (Asriyanti dkk, 2011).
III. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum dengan judul Pengamatan “Chilling Injury” Symptoms” Pada Buah-


Buahan ini dilaksanakan pada hari Rabu, 21 Oktober 2020 dan pengamatan
dilakukan 2 hari sekali sampai pada hari ke 6 pada hari Selasa, 27 Oktober
2020 , di rumah masing-masing.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum Pengamatan “Chilling Injury”


Symptoms” Pada Buah-Buahan adalah sebagai berikut :
1. Lemari Pendingin bersuhu 5-10˚C
2. Baskom
3. Timbangan dan lain-lain

Bahan yang digunakan pada praktikum Pengamatan “Chilling Injury”


Symptoms” Pada Buah-Buahan adalah sebagai berikut :
1. Tomat
2. Plastik PE
3.3 Prosedur Praktikum

Prosedur praktikum yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai


berikut:

6 buah tomat

Dicuci buah tomat menggunakan air

Dikeringkan buah tomat yang sudah di cuci menggunakan


kain lalu ditimbang masing-masing berat tomat

Dimasukkan 3 buah tomat kedalam plastik PE berlubang


dan 3 buah tomat lainnya dibiarkan terbuka

Dimasukkan didalam kulkas

Diamati perubahan pada tomat setiap 2 hari sekali selama


6 hari

Ditimbang dan amati perubahan

HASIL

Gambar 1. Diagram Alir Pengamatan “Chilling Injury” Symptoms” Pada


Buah-Buahan.
Disiapkan 6 buah tomat, timbangan, dan plastik PE, lalu cuci tomat hingga
bersih kemudian di keringkan menggunakan kain. Setelah kering tomat
ditimbang dan dicatat berat awal tomat. Kemudian 3 tomat dimasukkan kedalam
plastik PE yang sudah diberi lubang kecil-kecil. Sedangkan 3 tomat lainnya
dibiarkan terbuka Lalu ke-6 tomat tersebut dimasukkan kedalam kulkas. Amati
perubahan yang terjadi pada tomat setiap 2 hari sekali. Kemudian setelah 6 hari
timbang tomat lalu belah tomat dan amati perubahan yang terjadi Selanjutnya
catat perubahan yang terjadi pada tomat.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan data sebagai berikut:

Tabel 1. Data hasil pengamatan berat tomat setelah disimpan dalam kulkas.
Perlakuan Hari 2 Hari 4 Hari 6
Tanpa 49 gram 46 gram 52 gram
Pengemasan
Plastik PE 34 gram 38 gram 57 gram
Berlubang

Tabel 2. Data hasil pengamatan tekstur tomat stelah disimpan dalam kulkas.
Perlakuan Hari 2 Hari 4 Hari 6
Tanpa Normal Normal Sedikit Lunak
Pengemasan
Plastik PE Normal Normal Sedikit Lunak
Berlubang

Tabel 3. Data hasil pengamatan penampakan visual tomat stelah disimpan


dalam kulkas.
Perlakuan Hari 2 Hari 4 Hari 6
Tanpa Berwarna orange Berwarna Berwarna
Pengemasan sedikit kemerah- orange sedikit kemerah-
merahan kemerah- merahan
merahan
Plastik PE Berwarna orange Berwarna Berwarna
Berlubang sedikit kemerah- orange sedikit kemerah-
merahan kemerah- merahan
merahan

4.2 Pembahasan

Hasil praktikum yang telah dilakukan yaitu perlakuan 6 buah tomat dengan
tomat yang tanpa pengemasan 3 buah dan tomat yang dikemas dengan plastik
PE berlubang 3 buah. Masing-masing satu buah tomat tanpa pengemasan dan
yang dikemas dengan plastik PE yang berlubang yaitu diamati per 2 hari.
Buah pertama (tanpa pengemasan) memiliki berat 50 gram dan buah kedua
(dikemas plastik PE berlubang) memiliki berat 35 gram, setelah dua hari
setelah dimasukkan ke kulkas berat buah pertama menjadi 49 gram dengan
tekstur normal, warna orange sedikit kemerah-merahan dan buah kedua
menjadi 34 gram dengan tekstur normal, warna orange sedikit kemerah-
merahan. Pada buah ke 3 (tanpa pengemasan) memiliki berat 48 gram dan
buah ke 4 (dikemas plastik PE berlubang) memiliki berat 40 gram setelah 4
hari setelah dimasukkan ke kulkas berat buah ke 3 menjadi 46 gram dan buah
ke 4 menjadi 38 gram dengan tekstur masih normal, dan warna orange sedikit
kemerah-merahan.

Pada buah ke 5 (tanpa pengemasan) memiliki berat 55 gram dan buah ke 6


(dikemas plastik PE berlubang) memiliki berat 60 gram setelah 6 hari setelah
dimasukkan ke kulkas berat buah ke 5 menjadi 52 gram dengan tekstur sedikit
lunak serta berwarna kemerah-merahan dan buah ke 6 menjadi 57 gram
dengan tekstur sedikit lunak, dan warna menjadi kemerah-merahan. Pada hasil
pengamatan yang dilakukan buah tomat setelah dikeluakan dari dalam kulkas
terdapat butiran-butiran air diluar kulit buah tomat. Penurunan berat pada buah
tomat sangat sedikit, buah tomat yang dimasukkan kedalam kulkas tidak
terlalu mengalami perubahan yang sangat jauh karena penampakan pada buah
tomat yang masih tidak jauh dari penampakan tomat sebelum dimasukkan
kedalam kulkas. Buah tomat yang dimasukkan kedalam kulkas dan dipotong
bagian dalam dan luarnya terlihat masih segar setelah 6 hari dan tidak
mengalami kerusakan.

Menurut Nurhayati dan Assrorudin (2019), Kehilangan bobot selama


penyimpanan terjadi akibat dari respirasi dan transpirasi. Kehilangan bobot
cenderung meningkat selama penyimpanan. Faktor yang mempengaruhi
susut bobot salah satunya adalah kelembaban udara relatif (RH) pada ruang
simpan, apabila ruang simpan memiliki RH tinggi maka susut bobot yang
dialami akan lebih rendah jika dibandingkan dengan ruang simpan yang
memiliki RH rendah. Meningkatnya susut bobot sebagian besar disebabkan
oleh kehilangan air akibat transpirasi dan terurainya glukosa menjadi CO2 dan
H2O selama proses respirasi walaupun dalam jumlah kecil. Meningkatnya
susut bobot sebagian besar disebabkan transpirasi yang tinggi dimana
pembukaan dan penutupan kulit menentukan jumlah kehilangan air yang
mengakibatkan susut bobot. Susut bobot buah tomat cenderung meningkat
dengan semakin lamanya penyimpanan (Herdiana, 2011).

Hasil dari praktikum yang telah dilakukan terdapat perbedaan penurunan susut
bobot dari masing-masing perlakuan penyimpanan. Hal ini disebabkan
adanya perbedaaan RH penyimpanan dimana dengan semakin tinggi suhu dan
rendahnya RH ruang penyimpanan maka akan terjadi penguapan air pada buah
lebih besar sehingga susut bobot meningkat. Susut bobot buah akibat respirasi
dan transpirasi dapat ditekan dengan cara menaikkan kelembaban nisbi udara
(RH), menurunkan suhu, mengurangi gerakkan udara dan penggunaan
kemasan. Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa penyimpanan pada suhu
5°C, 10°C menggunakan kemasan plastik PE yang berlubang membantu
dalam mengurangi peningkatan susut bobot yang diakibatkan oleh proses
respirasi dan transpirasi (Herdiana, 2011).

Berdasarkan hasil praktikum kekerasan tomat selama penyimpanan


mengalami penurunan. Penurunan ini terjadi seiring dengan lamanya
penyimpanan menggunakan dan tanpa menggunakan plastik PE. Tomat yang
menjadi lunak disebabkan oleh perombakan protopektin yang tak larut
menjadi pektin yang larut atau hidrolisis pati atau lemak. Pada buah-buahan
terdapat dinding sel, dimana senyawa dinding sel terdiri dari atas selulosa,
hemiselulosa, pektin, dan lignin. Terjadinya pengempukan buah atau
pelunakan Tomat selama penyimpanan diakibatkan oleh degradasi
hemiselulosa dan protopektin (Zainal,dkk. 2017).

Proses pelunakan tomat selama penyimpanan lama terjadi pada suhu 5°C -
10°C. Hal ini terjadi karena suhu penyimpanan yang rendah dapat mengurangi
laju penurunan kekerasan dimana semakin rendah suhu maka dapat
menghambat proses terjadinya metabolisme. Perubahan metabolisme
mempengaruhi akan proses respirasi, pematangan, proses penuaan, tekstur,
dan warna . Selain itu, enzim juga memiliki pengaruh dalam terjadinya proses
pelunakan. Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa kekerasan berkorelasi
dengan terjadinya gejala chilling injury, hal ini dapat dilihat dari perubahan
kekerasan pada penyimpanan tomat dan perubahan warna. Suhu penyimpanan
yang rendah dalam jangka waktu yang lama ini mengakibatkan metabolisme
pada tomat tidak berjalan semestinya sehingga menyebabkan tidak terjadinya
perombakan pada hemiselulosa dan protopektin (Zainal,dkk. 2017).
V. KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini adalah kerusakan tomat disebabkan
karena suhu terlalu rendah. Pada saat proses pendinginan, selaput dinding sel
tomat menjadi rusak yang mengarah ke tekstur lembek secara keseluruhan,
sehingga tomat yang disimpan didalam kulkas akan mengalami peribahan fisik
seperti perubahan warna, aroma, tekstur, maupun berat buah tomat tersebut akibat
chilling injury. Meningkatnya susut bobot sebagian besar disebabkan transpirasi
yang menyebabkan kehilangan air sehingga terjadi susut bobot. Susut bobot buah
tomat cenderung meningkat seiring dengan lamanya penyimpanan didalam
kulkas.
DAFTAR PUSTAKA

Asriyanti, dkk. 2011. Chilling Injury. Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin.


Makasar.

Herdiana.N. 2011. “Pengurangan Chilling Injury Pada Buah Tomat (Lycopersium


esculentum) Melalui Aloe vera Coating Selama Penyimpanan Dingin”.
Dalam Jurnal Penyuluhan Pertanian Vol. 6 No. 1, hlm. 24 — 33.

Jouyban, Z., R. Hasanzade and S. Sharafi. 2013. “Chilling stress in plants”.


Dalam International Journal of Agriculture and Crop Sciencesi Vol. 5 No.
24, hlm. 2961 — 2968.

Nurhayati dan Assrorudin. 2019. “Pengukusan Untuk Menurunkan Gejala


Chilling Injury dan Mempertahankan Mutu Buah Pisang Nipah”. Dalam
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol.16 No. 3, hlm. 116 — 122.

Rahardian, D. 2010. Chilling Injury. Jurusan Ilmu Dan Teknologi Pangan


Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Ratih Yuniastri, dkk. 2020. "Karakteristik Kerusakan Fisik Dan Kimia Buah
Tomat". Dalam Journal of Food Technology and Agroindustry Vol. 2 No 1,
hlm. 1 — 8.

Zainal.P, Purwanto.A, Ahmat.U. 2017. “Identifikasi Gejala Chilling Injury


Berdasarkan Perubahan pH dan Ion Leakage Pada Buah Mangga Gedong
Gincu”. Dalam Jurnal Teknologi Pertanian Andalas Vol. 21 No. 1, hlm.
16 — 21.
LAMPIRAN

Foto Proses Foto Hasil Pengamatan Tomat Tanpa


Dikemas dan Dikemas Plastik PE Berlubang
Tomat hari 2

Tomat dicuci
1. Tanpa dikemas
2. Dikemas plastik PE berlubang
Tomat hari 4

Tomat ditimbang 3. Tanpa dikemas


4. Dikemas plastik PE berlubang
Tomat hari 6

5. Tanpa dikemas
Sebagian tomat dikemas 6. Dikemas plastik PE berlubang
plastik PE berlubang dan
sebagian lagi tidak dikemas.
Dimasukkan dalam kulkas

Anda mungkin juga menyukai